Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faizatul Falah
Abstrak :
Pemanfaatan beton dan mortar sebagai bahan untuk konstruksi jalan semakin meningkat. Tetapi dalam pelaksanaannya memerlukan waktu pengerasan yang lama sehingga menyebabkan timbulnya masalah diantaranya kemacetan jalan. Untuk itu perlu adanya aditif (bahan tambahan) yang dapat mempersingkat waktu pengerasan mortar. Bahan berlignoselulosa diantaranya tandan kosong kelapa sawit (tkks) semakin banyak diupayakan sebagai bahan baku bioetanol generasi kedua. Pretreatment bahan berlignoselulosa untuk memisahkan lignin dari selulosa dan hemiselulosa dapat dilakukan dengan menggunakan basa, asam encer atau steam explosion. Lignin yang terkandung dalam bahan akan dibuang sebagai limbah cair setelah pretreatment. Upaya pemanfaatan lignin menjadi produk bernilai tambah perlu dilakukan untuk meminimalisasi limbah karena lignin sulit terdegradasi dalam kondisi anaerob dan mengurangi biaya produksi. Salah satu cara pemanfaatan lignin adalah sebagai additive (zat tambahan) yang berfungsi sebagai plasticizer dan water reducer pada pembuatan mortar dan beton. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah lignin dari pretreatment bioetanol dari tandan kosong kelapa sawit (tkks) sebagai bahan tambahan (additive) pada adukan semen (mortar). Aditif dapat diperoleh dengan cara mengisolasi lignin tersebut pada berbagai konsentrasi dan suhu. Isolat lignin yang dihasilkan dari limbah bietanol digunakan sebagai admixture pada mortar sebagai pengurang air (water reducer). Adukan semen (mortar) yang dihasilkan diuji berdasarkan SNI 03-1972-1990 dan 03-1974-1990. Lignin dari tkks ternyata dapat digunakan sebagai water reducer pada adukan semen dengan peningkatan workability sebanyak 24,4% dibanding kontrol. Penambahan lignin dari tkks dapat meningkatkan kuat tekan dari mortar pada usia mortar 7 dan 28 hari dibandingkan mortar dengan lignosulfonat komersial dan kontrol pada berbagai faktor air semen. Waktu pengerasan mortar dengan aditif dari lignin meningkat secara cepat yaitu mencapai hingga 80% pada usia mortar 7 hari sehingga waktu curing yang dibutuhkan lebih singkat. Peningkatan kuat tekan tertinggi dengan nilai slump yang baik diperoleh pada penambahan 1% lignin dan faktor air semen 0,45 dengan nilai slump 112mm dan kuat tekan 7 hari 27,88 N/mm2 serta 38,81 N/mm2 pada umur mortar 28 hari, sehingga memenuhi standar beton mutu tinggi. ......The use of concrete and mortar as a material for road construction is increasing, but its implementation requires a long time of concrete hardening, causing problems such as traffic jams. An additive that can shorten the time of hardening of mortar is needed to reduce such problems. Utilization of lignocellulose as bioethanol raw materials has been increasing. Empty palm fruit bunch (epfb) are among of them. The lignocellulosic materials should undergo some pretreatment process to separate lignin from cellulose and hemicellulose, this could be done by using alkaline solution, acid solution or steam explosion Efforts to use lignin into value added products needs to be done to minimize waste due to lignin degradation in anaerobic conditions is difficult and to reduce production costs. One way to utilize lignin is as an additive that serves as a plasticizer and water reducer in the manufacture of mortar and concrete. This study aims to utilize the waste lignin from bioethanol pretreatment from oil palm empty fruit bunches (epfb) as a mortar additive. Additives can be obtained by isolating lignin at various concentrations and temperatures. Isolates produced from waste lignin were then used as an admixture in mortar as a water reducer. The mortars generated were then tested based on SNI 03-1972-1990 and 03-1974-1990. Lignin from epfb can be used as a water reducer in mortar with improved workability as much as 24.4% compared to controls. The addition of lignin from epfb could also increase the compressive strength of mortar at the age of 7 and 28 day mortar compared to commercial lignosulfonate and control on the various water cement ratio. Setting time of mortar with additives of lignin increased rapidly, reaching up to 80% at the age of 7 days so that mortar curing time required is shorter. The highest improvement of compressive strength with suitable workabiliy was reached by 1% lignin addition and 0,45 water cement ratio with 112mm of flow and compressive strength 27,88 N/mm2 at 7 days and 38,81 N/mm2 at 28 days, suitable for high quality concrete.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012
T30498
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Najmi Maulidaningrat
Abstrak :
Latar Belakang: Hasil cetakan alginat yang dikeluarkan dari rongga mulut pasien mengandung banyak mikroorganisme, sehingga beresiko terjadinya infeksi silang. Oleh karena itu, diperlukan prosedur disinfeksi dan terdapat teknik baru, yaitu swa-disinfeksi. Indonesia telah memproduksi material cetak alginat sendiri, yaitu Hexalgin. Belum ada penelitian mengenai pengaruh penggunaan obat kumur antiseptik sebagai agen swa-disinfeksi terhadap sifat pada material cetak alginat Hexalgin. Tujuan: Mengetahui waktu pengerasan dan pemulihan elastis material cetak alginat Hexalgin menggunakan obat kumur antiseptik sebagai agen swa-disinfeksi. Metode: Spesimen dibuat sebanyak 36 dan dibagi kedalam 6 kelompok perlakuan obat kumur antiseptik yang berbeda. Dilakukan pengujian waktu pengerasan dan pemulihan elastis mengikuti standar ISO 21563 tahun 2013. Analisis data secara statistik pada pengujian waktu pengerasan menggunakan uji One Way Anova dan uji Post-Hoc Bonferroni, sedangkan pada pengujian pemulihan elastis menggunakan uji Kruskal Wallis dan uji Post-Hoc Mann-Whitney. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p<0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan terhadap nilai waktu pengerasan dan pemulihan elastis. Kesimpulan: Material cetak alginat dengan obat kumur antiseptik memiliki waktu pengerasan lebih lama dibandingkan dengan material cetak alginat dengan akuades. Material cetak Hexalgin dengan obat kumur antiseptik memiliki pemulihan elastis lebih tinggi dibandingkan dengan material cetak alginat Hexalgin dengan akuades, kecuali obat kumur listerine. ......Background: Alginate impressions that have been removed from the patient's oral cavity contain many microorganisms, so there is a risk of cross-infection. Therefore, a disinfection procedure is needed and there is a new technique, called self-disinfecting. Indonesian has produced its own alginate impression material, namely Hexalgin. There has been no research on the effect of using antiseptic mouthwash as a self-disinfecting agent on the properties of Hexalgin. Objective: Determine the setting time and elastic recovery of Hexalgin using antiseptic mouthwash as a self-disinfecting agent. Methods: There were 36 specimens made and divided into 6 different antiseptic mouthwash treatment groups. The setting time test and elastic recovery test were carried out according to ISO 21563 2013 standards. Statistical analysis of the data on the setting time test used the One Way Anova test and the Bonferroni Post-Hoc test, while the elastic recovery test used the Kruskal Wallis test and the Post-Hoc Mann-Whitney test. Results: There was a statistically significant difference (p<0.05) between the control group and the treatment groups to the setting time and the elastic recovery value. Conclusion: Alginate impression material with antiseptic mouthwash has a longer setting time compared to alginate impression material with distilled water. Hexalgin with antiseptic mouthwash has higher elastic recovery compared to Hexalgin with distilled water, except Listerine mouthwash.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Natasha Diska Agusjaya
Abstrak :
Latar Belakang: Alginat merupakan material cetak yang paling sering digunakan dalam kedokteran gigi karena bersifat elastik dan penggunaannya yang mudah. Namun, mencetak pasien akan mengalami kontaminasi oleh saliva pasien yang dapat menularkan virus atau bakteri. Virus COVID-19 merupakan virus berbahaya yang menular atau menyebar melalui droplet dan saat ini menjadi pandemi. Salah satu cara untuk mengurangi kontaminasi silang pada cetakan yaitu memanipulasi alginat dengan obat kumur antiseptik sebagai pengganti air yang disebut sebagai self-disinfecting irreversible hydrocolloid. Tujuan: Mengevaluasi pengaruh pemakaian obat kumur antiseptik sebagai pengganti air terhadap waktu pengerasan dan reproduksi detail material cetak alginat. Metode: Spesimen alginat dibuat sebanyak 30 buah dan dibagi menjadi 5 kelompok dengan setiap kelompok menggunakan obat kumur yang berbeda. Setiap kelompok memiliki perlakuan yang sama dan dilakukan 2 pengujian yang berbeda yakni uji waktu pengerasan dan uji reproduksi detail sesuai ISO 21563 tahun 2013. Reproduksi detail dievaluasi dari kemampuan gipsum mereplikasi garis 50 µm pada cetakan alginat dan dihitung dalam skor reproduksi detail (Skor Owen). Data dianalisa statistik menggunakan uji Kruskal Wallis. Hasil Penelitian: Waktu pengerasan material cetak alginat yang dicampur dengan obat kumur antiseptik mengalami perlambatan dibandingkan dengan material cetak alginat yang dicampur dengan akuades sedangkan reproduksi detail pada setiap kelompok tidak ada perbedaan bermakna. Kesimpulan: Obat kumur antiseptik dapat digunakan sebagai pengganti air dalam manipulasi material cetak alginat tanpa mengubah detail reproduksi dan waktu pengerasan masih dalam batas waktu yang ditentukan. ......Background: Alginate is the most frequently used impression material in dentistry in recent years because of its elasticity and ease of use. However, while making a patient’s impression, patient and clinicans will be contaminated by patient’s saliva which can transmit viruses or bacteria. The COVID-19 virus is a dangerous virus that is transmitted or spread through droplets and is currently a pandemic. One of the ways to reduce cross-contamination on the impression is manipulating alginate with antiseptic mouthwash as a water substitute which is known as a self-disinfecting irreversible hydrocolloid. Objective: Evaluating the effect of using antiseptic mouthwash as a water substitute on setting time and detail reproduction of alginate impression material. Methods: Alginate specimens were made as many as 30 pieces and divided into 5 groups with each group using a different antiseptic mouthwash. Each group had treated the same and carried out 2 different tests, the setting time test and the detail reproduction test according to ISO 21563. Detail reproduction was evaluated from the ability of gypsum to replicate 50 µm lines on alginate impressions and calculated in detailed reproduction scores (Owen's Score). Data analysis with Kruskal Wallis statistical test. Result: The setting time of the alginate impression material mixed with antiseptic mouthwash was slower compared to alginate impression material mixed with distilled water, while there was no significant difference in detail reproduction in each group. Conclusion: Antiseptic mouthwash can be used instead of distilled water on manipulation of alginate impression material without changing the surface detail of reproduction and the setting time is still within the specified time limit.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renny Indrastuty Siringoringo
Abstrak :
Latar belakang: Mineral Trioxide Aggregate (MTA) masih menjadi standar emas sebagai semen bioaktif pada kedokteran gigi, tetapi waktu pengerasannya 3-4 jam. Kitosan, senyawa biopolimer yang bersifat biokompatibel, biodegradable, dan non-toksik, dapat digunakan sebagai material aditif untuk memperbaiki sifat fisik sekaligus meningkatkan sifat biologis MTA. Jenis kitosan yang dapat terlarut dalam air diharapkan dapat berinteraksi dengan MTA yang juga memiliki pelarut netral. Tujuan: Penelitian ini akan menganalisis pengaruh penambahan kitosan larut air 5% dan 10% terhadap waktu pengerasan MTA. Metode: Tiga kelompok penelitian, yaitu MTA, MTA dengan penambahan kitosan larut air 5% (MTA-CW5), dan MTA dengan penambahan kitosan larut air 10% (MTA-CW10); enam sampel penelitian tiap kelompok. Dilakukan uji waktu pengerasan akhir menggunakan jarum Vicat. Uji reliabilitas menggunakan uji Intraclass Correlation Coefficient, dan hasil penelitian dianalisis dengan uji statistic One-Way ANOVA. Hasil:  Penambahan kitosan larut air berbagai konsentrasi memengaruhi waktu pengerasan MTA. Secara bermakna, waktu pengerasan paling cepat dimiliki grup MTA-CW5. Sedangkan MTA-CW10 secara bermakna memiliki waktu pengerasan yang paling lama bila dibandingkan dengan MTA dan MTA-CW5. ......Background: Mineral Trioxide Aggregate (MTA) is still the gold standard as a bioactive material in dentistry, yet its setting time is 3-4 hours. Chitosan, a biopolymer compound that is biocompatible, biodegradable, and non-toxic, can be used as an additive material to improve the physical properties as well as to improve the biological properties of MTA. The type of chitosan that can be dissolved in water is expected to interact well with MTA which also has a neutral liquid. Objective: To analyse the effect of adding 5% and 10% water-soluble chitosan to MTA setting time. Methods: Three groups with six samples per group: MTA, MTA with 5% water-soluble chitosan (MTA-CW5), and MTA with 10% water-soluble chitosan (MTA-CW10). The final setting time was tested using the Vicat needle. The Intraclass Correlation Coefficient was used for reliability test, and the research results were analyzed using the One-Way ANOVA. Results: The addition of water-soluble chitosan affected the setting time of MTA. The MTA-CW5 setting time was significantly the fastest among others. Meanwhile, MTA-CW10 significantly had the longest setting time when compared to MTA and MTA-CW5.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library