Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdoel Fattah
Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Studi (LKiS), 2005
355.009 ABD d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alissa Shebila
"Skripsi ini berisi tentang wacana politik yang terdapat di dalam teks pidato inagurasi Vladimir Vladimirovich Putin pada tahun 2012. Metode yang digunakan adalah kualitatif yang dikaitkan dengan teori wacana politik dan teori progres tematik. Berdasarkan hasil analisis, telah dibuktikan bahwa di dalam teks pidato inagurasi Vladimir Vladimirovich Putin pada tahun 2012 terdapat wacana politik yang dibentuk melalui penggunaan bahasanya.

This thesis consist of political discourse inside Vladimir Vladimirovich Putininaugural speech text in 2012. The method used in this thesis is qualitative and relate it to the theory of political discourse and theory of thematic progression. Based on the analysis, it has been proved that inside Vladimir Vladimirovich Putin's inaugural speech text lies political discourse which formed by its language application.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S53226
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astria Zahra Nabila
"Pada era modern, kemampuan persuasif menjadi salah satu senjata politik yang paling efektif dalam mendapatkan kepercayaan masyarakat. Artikel ini menganalisis teknik-teknik retorika yang digunakan Barack Obama dalam menyampaikan pidatonya dan bagaimana teknik-teknik tersebut memberikan impresi tertentu pada peserta Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2015. Dengan menggunakan kerangka teori retorika, artikel ini menelaah bagaimana fitur-fitur linguistik berhubungan dengan konteks politik hingga memberikan efek persuasif. Artikel ini berkesimpulan bahwa dalam menjalankan politik agendanya, Barack Obama menggunakan strategi-strategi sistematik dalam merancang struktur pidato, menyeleksi diksi dan ungkapan deiksis, serta memilih referensi.
In these modern days, soft power becomes one of the most effective political weapons for winning people?s trust and confidence. This article analyses how Barack Obama adopts certain rhetorical skills in delivering his speech to the United Nations General Assembly in 2015 and the impression that they make on the audience. Using the rhetorical framework, this article examines how several linguistic features are intertwined with the political context until they leave persuasive effects. This article concludes that in establishing his political agendas, Barack Obama employs systematic strategies in devising the structure of the speech, choosing the proper dictions and deictic expressions, and making a reference."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Chandra Oktaviani
"Tesis ini membahas adanya kelemahan komunikasi politik dilevel daerah yaitu ditingkat kabupaten Bekasi tahun 2012. Khususnya yang dilakukan dalam proses melakukan kampanye. Beberapa diantaranya adanya gejala less argumentation, lack of credibility dan kurangnya kemampuan berkomunikasi melalui debat. Melihat permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui metode analisis diskursus. Untuk meninjau permalasahan ini digunakan teori The Fungsional Debate Campaign yang dikemukakan oleh William, L. Benoit. Termasuk penggunaan metode penelitian serta teknik analisis yang dikembangkan oleh Benoit. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa semua kandidat Bupati untuk periode 2012-2017 mengarahkan wacana politiknya kedalam bentuk kebijakan dari pada karakter, namun dalam menyampaikan pesan politiknya masih dinilai kurang baik pada aspek verbal maupun nonverbal. Sedangkan dari strategi fungsional dinilai sudah cukup memadai karena sudah menggunakan beberapa teknik, namun belum merata ditampilkan oleh semua kandidat, kelemahan yang nampak pada semua kandidat dilihat dari strategi berdebat adalah kurang mampu membangun acclaim untuk membangun keterpilihan oleh kandidat dengan berusaha menyerang dan bertahan ketika mendapat serangan. Implikasi penelitian pada tingkat lokal ini, menunjukan penggunaan debat di televisi sebagai forum komunikasi politik daerah sebenarnya masih belum menjadi sarana utama yang ideal untuk para pemilih lokal melihat kredibilitas dan kapabilitas calon pemimpin daerahnya.

This thesis discusses the weakness of political communication in district level region in Bekasi2012, Jawa Barat. Especially those committed in the process of campaigning. Several symptoms are observed including the less argumentation, lack of credibility and lack of communication ability through debate program. This research is done to analyze those symptoms using a qualitative approach with discourse analysis methods. Theory of The Functional Debate Campaign by William, L. Benoit is used as the basic theory to investigate the problem; also the methodology and analysis technique developed by Benoit is then used in this research. The result notes that all of the candidates of Bupati in the period of 2012-2017 directing the political discourse more on the policy than on the character, however they are still inadequate in delivering their political message. In term of functional strategy, they are considered to be adequate since they have used some techniques, although still not shown in all candidates. The weakness which is appeared in all candidates in term of debate strategy is the weak ability to build the acclaim which attempt to attack and defense when they are under attack. The implication of this research is to showing the using of debate program in television as a political communication forum is still not suitable as the main ideal media for the local voters to perceive the credibility and capability of their leader candidate."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Sukma Nugraha
"Di dalam kesusastraan Mesir, dua sastrawan periode modern, Yusuf As-Sibai dan Taufiq Al-Hakim menciptakan karya-karya kontroversial. Dalam novelnya, Nâ’ib ‘Izrâ’îl, As-Sibai menjadikan Malaikat Izrail sebagai tokoh utama dengan konflik utamanya berupa kesalahan Izrail dalam mencabut nyawa manusia sehingga menimbulkan berbagai masalah di akhirat. Adapun Al-Hakim menulis beberapa karya, seperti drama Asy-Syaithân Fî Khuthr, cerpen Asy-Syahîd, dan cerpen Imra’ah Ghalabat Asy-Syaithân yang menghadirkan setan yang berbeda dari konvensi keagamaan, misalnya setan cinta damai, setan ingin bertobat, dan setan yang merasa jengkel karena dikelabui oleh seorang perempuan.
Kontradiksi antara penggambaran setan dan malaikat dalam karya-karya tersebut dengan konvensi keagamaan sehingga menimbulkan kontroversi menjadi masalah penelitian yang diangkat dalam penelitian ini. Cara As-Sibai dan Al-Hakim yang menyingkirkan hierarki sosial dan konvensi keagamaan dalam karya-karya mereka tersebut sejalan dengan konsep carnivalesque yang digagas Mikhail Bakhtin. Carnivalesque merupakan suatu cara yang menangguhkan segala macam aturan dan hierarki sosial dalam kehidupan riil.
Carnivalesque yang ditampilkan dalam korpus menjadi strategi naratif As-Sibai dan Al-Hakim untuk menyuarakan ideologi mereka terkait wacana sosial politik Mesir masa monarki (1922-1956). Dalam konteks latar belakang setiap korpus, wacana tersebut terkait erat dengan kondisi sosial politik Mesir yang menyebabkan para sastrawan perlu memilih strategi khusus untuk menyampaikan kritik. Di antara kondisi yang dikritik adalah otoritarianisme raja dan pemerintah Mesir, diamnya para kelompok intelektual Mesir, dan masifnya kampanye nasionalisme yang disuarakan masyarakat Mesir.
Pada akhirnya, As-Sibai dan Al-Hakim menggunakan carnivalesque sebagai strategi naratif untuk menyuarakan wacana sosial politik Mesir pada era monarki. Keduanya menggunakan tokoh setan dan malaikat yang digambarkan secara kontradiktif dengan konvensi agama Islam. Hal itu menunjukkan bahwa represifnya monarki dan pemerintah Mesir pada saat itu, termasuk kepada sastrawan, dapat disiasati dengan teknik naratif bernuansa agama meskipun menghadirkan kontroversi bagi masyarakat Islamis dan pemuka agama. Selain itu, hal tersebut menunjukkan bahwa kedua pengarang memiliki pandangan keagamaan Islam yang progresif yang memandang estetika sastra adalah sesuatu yang terpisah dari pemikiran keagamaan.

In Egyptian literature, two writers of the modern period, Yusuf As-Sibai and Taufiq Al-Hakim, created controversial works. In his novel, Nâ'ib 'Izrâ'îl, As-Sibai makes the Angel of Izrail the main character, with the main conflict being Izrail's mistake in taking human life to cause various problems in the afterlife. Al-Hakim wrote several works, such as the play Ash-Shaithn Fî Khuthr, the short story Ash-Shahîd, and the short story Imra'ah Ghalabat Ash-Shaithân which presented demons that were different from religious conventions, such as the peace-loving demon, the devil wanting to repent, and the devil who felt annoyed because a woman deceived him.
The contradiction between the depiction of demons and angels in these works and religious conventions that caused controversy became a research problem raised in this study. The way As-Sibai and Al-Hakim got rid of social hierarchy and religious conventions in their works was in line with the carnivalesque concept initiated by Mikhail Bakhtin. Carnivalesque is a way of suspending all kinds of rules and social hierarchies in real life.
The carnivalesque featured in the corpus became the narrative strategy of As-Sibai and Al-Hakim to voice their ideology regarding the socio-political discourse of Egypt during the monarchy (1922-1956). In the context of the background of each corpus, the discourse is closely related to Egypt's socio-political conditions, which causes literati to choose a specific strategy to convey criticism. Among the conditions criticized were the authoritarianism of the Egyptian king and government, the silence of Egyptian intellectual groups, and the massive campaign of nationalism voiced by the Egyptian people.
Ultimately, As-Sibai and Al-Hakim used carnivalesque as a narrative strategy to voice Egypt's socio-political discourse during the monarchy era. Both use demonic and angelic figures depicted in contradiction to Islamic religious conventions. It shows that the repression of the Egyptian monarchy and government at that time, including literature, can be circumvented with religiously nuanced narrative techniques despite presenting controversy for the Islamist community and religious leaders. Moreover, it shows that both authors have a progressive Islamic religious view that views literary aesthetics as separate from religious thought.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ailsa Azzahra
"Dalam beberapa tahun terakhir, nilai-nilai demokrasi di Amerika Serikat menghadapi peningkatan pengawasan dan tantangan, mendorong para pemimpin nasional untuk secara terbuka menangani isu-isu tersebut. Pidato Joe Biden di Philadelphia, yang disampaikan di depan Independence Hall, menjadi contoh upaya tersebut, dengan fokus pada pelestarian demokrasi di tengah polarisasi politik. Critical Discourse Analysis (CDA) adalah pendekatan yang meneliti bagaimana bahasa dan komunikasi mencerminkan, memperkuat, dan menantang dinamika kekuasaan, ideologi, dan struktur sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pidato Joe Biden di Philadelphia yang membahas ancaman terhadap demokrasi di Amerika Serikat melalui pendekatan Critical Discourse Analysis (CDA). Metodologi kualitatif digunakan dengan berfokus pada elemen linguistik dan retoris dalam pidato tersebut. Data diambil dari transkrip resmi, yang kemudian disegmentasi ke dalam frasa kunci dan dikategorikan untuk mengidentifikasi strategi menonjolkan nilai-nilai demokrasi yang positif, meminimalkan kekurangan sekutu, serta mengungkap ancaman dari pihak lawan. Temuan dari penelitian menunjukkan bahwa Biden menggambarkan demokrasi sebagai institusi Amerika Serikat merupakan institusi yang mendasar namun rapuh. Ia menekankan pentingnya demokrasi melalui referensi historis, seperti penyebutan Independence Hall dan Declaration of Independence, yang diposisikan sebagai simbol identitas Amerika.

In recent years, democratic values in the United States have faced increasing scrutiny and challenges, prompting national leaders to address these issues publicly. Joe Biden’s Philadelphia speech, delivered in front of Independence Hall, exemplifies such efforts, focusing on the preservation of democracy amidst political polarization. Critical Discourse Analysis (CDA) is an approach that examines how language and communication reflect, reinforce, and challenge power dynamics, ideologies, and social structures. This study aims to investigate Joe Biden’s Philadelphia speech addressing threats to democracy in the United States through a Critical Discourse Analysis (CDA). A qualitative methodology was utilized, focusing on the linguistic and rhetorical elements within the speech. Data were derived from the official transcript, segmented into key phrases and categorized to identify strategies for accentuating positive democratic values, minimizing the negatives of allies, and exposing the threats posed by opponents. Findings reveal that Biden frames democracy as a foundational yet fragile institution. He emphasizes its significance through historical references, such as invoking Independence Hall and the Declaration of Independence, positioning these symbols as cornerstones of American identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library