Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edi Nursetyo
1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamila Insani
Abstrak :
Pengaturan mengenai masa jabatan kepala desa sebaiknya bisa menyesuaikan periode ideal masa jabatan dengan tujuan mewujudkan tatanan pemerintahan desa yang demokratis sebagai upaya menghindari abuse of power. Masa jabatan kepala desa tidak diatur secara terperinci dalam konstitusi seperti halnya masa jabatan presiden dan wakil presiden yang diatur pada Pasal 7 UUD NRI 1945 selama 5 tahun dalam 2 periode. Masa jabatan kepala desa diatur dalam pasal 39 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 selama 6 tahun dalam 3 periode. Hal tersebut kemudian menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat karena pengaturan masa jabatan kepala desa yang lebih panjang dibandingkan pengaturan masa jabatan presiden telah dianggap melanggar konstitusi dan prinsip demokrasi. Di sisi lain, ada juga usulan untuk lebih memperpanjang lagi masa jabatan kepala desa yang sudah dianggap sangat panjang tersebut. Penelitian ini menganalisis bagaimana konsep masa jabatan kepala desa berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa yang dikaitkan dengan prinsip demokrasi dan bagaimanakah periodisasi masa jabatan kepala desa yang ideal di terapkan di Indonesia berdasarkan prinsip demokrasi sebagai upaya menghindari abuse of power. Penelitian doktrinal ini menggunakan studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa, pengaturan masa jabatan kepala desa dalam UU Desa tidak melanggar konstitusi karena pengaturan tersebut termasuk open legal policy dan telah menerapkan prinsip demokrasi melalui pembatasan masa jabatan dalam penerapannya. Maka dari itu, sudah tepat masa jabatan kepala desa diatur selama 6 tahun dalam 3 periode karena wilayah desa memiliki keistimewaan tersendiri yang tidak bisa disamakan dengan pengaturan masa jabatan pemimpin lain. Solusi yang ditawarkan ialah tetap mempertahankan pengaturan masa jabatan kepala desa selama 6 tahun dalam 3 periode serta memperbaiki tata kelola penyelenggaraan pemerintahan desa. ......Arrangements regarding the term of office of village heads should be able to adjust the ideal period of office with the aim of realizing a democratic village government order as an effort to avoid abuse of power. The term of office of the village head is not regulated in detail in the constitution as well as the term of office of the president and vice president stipulated in Article 7 of the 1945 NRI Constitution for 5 years in 2 periods. The term of office of the village head is regulated in article 39 of Law No. 6 of 2014 for 6 years in 3 periods. This then caused controversy in the community because the arrangement of village tenure that was longer than the arrangement of the presidential term was considered to violate the constitution and democratic principles. On the other hand, there is also a proposal to further extend the term of office of the village head which has been considered very long. This study analyzes how the concept of village head tenure based on Law No. 6 of 2014 on villages is associated with democratic principles and how the ideal term of office of village heads is applied in Indonesia based on democratic principles as an effort to avoid abuse of power. This doctrinal research uses qualitatively analyzed literature studies. From the results of the analysis, it can be explained that the regulation of the term of office of the village head in the Village Law does not violate the constitution because the arrangement includes an open legal policy and has applied democratic principles through term limits in its application. Therefore, it is appropriate that the term of office of the village head is set for 6 years in 3 periods because the village area has its own privileges that cannot be equated with the arrangement of the term of office of other leaders. The solution offered is to maintain the arrangement of the village head's term of office for 6 years in 3 periods and improve the governance of village governance.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Yuda Istiqa
Abstrak :
Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menuntut Desa untuk lebih mandiri dalam mengelola Pemerintahan dan berbagai sumber daya yang dimiliki, termasuk Pengelolaan Keuangan Desa. Dalam rangka memperkuat kedudukan desa sebagai subjek pembangunan dan meningkatkan status desa, Pemerintah melakukan retribusi ekonomi melalui kucuran dana desa yang berjumlah fantastis. Kepala Desa mempunyai kewenangan yang luas sebagai penguasa pengelola keuangan desa, sehingga sangat rentan terjadinya penyimpangan terhadap penggunaan keuangan Desa. Oleh karena itu, Peneitian ini bertujuan untuk menganalisa pertanggungjawaban kepala desa dalam mengelola keuangan desa khusunya dana desa dan melihat peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengawasi penggunaan Dana Desa oleh Pemerintah Desa. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa banyaknya laporan yang wajib disampaikan oleh kepala desa dan kurangnya pemahaman kepala desa dalam menyusun laporan pertanggungajwaban. Selain itu, peraturan pengelolaan keuangan desa masih terlalu banyak, rumit, tumpang tindih dan sering mengalami perubahan yang tidak diiringi dengan sosialisasi yang memadai. Sehingga, mengakibatkan meningkatnya kasus penyalahgunaan keuangan di tingkat Desa. Adapun peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengawasi penggunaa Dana Desa di Desa Lancang Kuning belum berjalan dengan efektif dikarenakan kurangnya pembinaan dan pelatihan dari Pemerintah, tidak efektifnya jam kerja BPD, dan tidak terjalinnya komunikasi yang baik antara Pemerintah Desa, BPD dan masyarakat Desa. Metode dalam penelitian ini adalah yuridis normative yang mengkaji rumusan masalah dari sudut padang peraturan perundang-undangan. ......The enactment of Law Number 6 of 2014 concerning Villages requires villages to be more independent in managing the Government and various resources owned, including Village Financial Management. In order to strengthen the position of the village as the subject of development and improve the status of the village, the Government made an economic levy through the fantastic disbursement of village funds. The village head has broad authority as the manager of village financial management, making it very vulnerable to deviations from the use of village finances. Therefore, this Research aims to analyze the accountability of village heads in managing village finances especially village funds and see the role of the Village Consultative Body in overseeing the use of Village Funds by the Village Government. The results of this study indicate that the number of reports that must be submitted by the village head and the lack of understanding of the village head in preparing accountability reports. In addition, village financial management regulations are still too numerous, complicated, overlapping and often undergo changes that are not accompanied by adequate socialization. Thus, resulting in increased cases of financial abuse at the village level. The role of the Village Consultative Body in overseeing the use of Village Funds in Lancang Kuning Village has not been effective because of the lack of guidance and training from the Government, ineffective BPD working hours, and no good communication between the Village Government, BPD and the village community. The method in this study is normative juridical which examines the formulation of the problem from the point of view of the legislation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T55122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Asadullah Al Ghozi
Abstrak :
Penelitian ini membahas voter confidence atau kepercayaan pemilih dalam pemilihan Kepala Desa Tegal Waru Kabupaten Bogor tahun 2018. Berdasarkan penelitian sebelumnya, beberapa faktor yang memengaruhi voter confidence adalah karakteristik sosio-demografi usia dan tingkat pendidikan, dan faktor orientasi politik. Pemilih tua yang pendidikan rendah cenderung memiliki voter confidence yang lebih tinggi dibandingkan pemilih muda dengan pendidikan tinggi. Faktor orientasi politik memengaruhi voter confidence berkaitan dengan hasil pemilihan sebelumnya. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengeksplorasi dan mengetahui faktor apa yang memengaruhi voter confidence. Konstruksi kepercayaan pemilih diambil dari Alvarez dan Thad E Hall. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan uji hubungan statistik korelasi Kendall Tau-b dan korelasi Pearson. Temuan penelitian ini menunjukkan tingginya tingkat voter confidence pada pemilihan menggunakan e-voting. Faktor usia dan faktor orientasi politik memiliki pengaruh terhadap voter confidence, sedangkan faktor tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh. Faktor usia memiliki pengaruh negatif terhadap voter confidence sebesar 20%. Faktor orientasi politik memengaruhi voter confidence sebesar 40% dengan arah yang berlawanan. Pemilih cenderung memiliki voter confidence yang tinggi jika calon yang mereka dukung menang; sedangkan pemilih cenderung memiliki voter confidence yang rendah jika calon mereka kalah. ......This study discusses voter confidence in the election of tegal waru village head in bogor regency in 2018. Based on previous research, several factors that influence voter confidence are socio-demographic characteristics of age and education level, and factors of political orientation. Older voters with low education tend to have higher voter confidence than younger voters with higher education. Political orientation factors influence voter confidence with regard to the results of previous elections. The purpose of this study is to explore and find out what factors influence voter confidence. Construction of voter confidence was taken from Alvarez and thad e hall. The research method used is a quantitative method with the statistical correlation test kendall tau-b and pearson correlation. The findings of this study indicate the high level of voter confidence in elections using e-voting. The age factor and political orientation factor have an influence on voter confidence, while the education level factor has no influence. The age factor has a negative influence on voter confidence of 20%. Political orientation factors influence voter confidence by 40% in the opposite direction. Voters tend to have high voter confidence if the candidate they support wins; whereas voters tend to have low voter confidence if their candidates lose.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library