Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 50 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amelia Maya Sari
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S6480
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Bona Ricki Jeferson
"Setiap warga negara memiliki kesamaan kedudukan di dalam hukum dan berkehidupan bernegara. Selain itu, setiap warga negara juga berhak atas perlindungan terhadap setiap bentuk diskriminasi ras dan etnis. Namun bentuk-bentuk tindakan yang merugikan atau viktimisasi masih saja di alami oleh mereka yang beretnis minoritas seperti halnya etnis Tionghoa. Melalui pendekatan penelitian kualitatif dengan menambahkan proses survei terhadap mereka yang beretnis Tionghoa di Kota Jakarta menjelaskan bahwa Double victimization yang dirasakan oleh etnis Tinghoa adalah situasi atau keadaan yang membuat seseorang atau sekelompok orang etnis Tionghoa menjadi korban karena sudah diterima sebelum kejadian kejahatan terjadi. Stereotipe dan prasangka menimbulkan unsur kebencian yang dilakukan oleh kelompok lain terhadap etnis tersebut sudah tertanam di setiap benak masyarakat umum. Berdasarkan pada klasifikasi korban, maka etnis Tionghoa di katakan sebagai socially weak victims, yaitu kaum minoritas yang memiliki posisi sosial lemah dalam tatanan masyarakat dan memiliki tendensi yang cukup tinggi untuk menjadi korban ataupun dieksploitasi oleh elemen kejahatan. Stigma and Social Identity yang melekat pada mereka yang beretnis Tionghoa, sebagai mana dijelaskan oleh Goffman menciptakan sarana untuk mengelompokkan orang dan atribut pelengkap yang dianggap wajar dan alami bagi setiap anggota kelompok yang pada dasarnya merugikan mereka yang beretnis Tionghoa.

Every citizen has the same position in the law and has a state of life. In addition, every citizen also has the right to protection against any form of racial and ethnic discrimination. However, forms of harm or victimization are still experienced by those who are ethnic minorities like the Chinese. Through a qualitative research approach by adding a survey process to those of Chinese ethnicity in the City of Jakarta, it was explained that Double victimization felt by ethnic Tinghoa was a situation or situation that made a person or group of ethnic Chinese victims because they were received before the crime occurred. Stereotypes and prejudices create an element of hatred carried out by other groups towards ethnicity that has been embedded in the minds of the general public. Based on the classification of victims, Chinese are said to be socially weak victims, namely minorities who have a weak social position in the society and have a high tendency to become victims or be exploited by elements of crime. The Stigma and Social Identity inherent in those who are ethnic Chinese as explained by Goffman creates a means to classify people and complementary attributes that are considered natural and natural for each group member which basically harms those of Chinese ethnicity."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52100
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalele, Agnes Febriana
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S6471
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Munir
"Dalam keadaan tertentu, kebijakan yang dibuat pemerintah dalam upaya
melakukan perubahan sosial, terkadang tidak bersifat populis, malah cenderung
melahirkan permasalahan baru yang amat mendasar. Diantaranya kegagalan
pemerintah memproteksi keseimbangan hak dan kewajiban antara pengusaha dan
buruh dalam kerangka regulasi ketenagakerjaan menyangkut sistem outsourcing.
Meski sangat tendenius menganalogikan sistem outsourcing dengan penjajahan
baru di zaman modern (ASPI : 2005), namun realita tersebut tampak manakala
saat penulis melakukan penelitian terhadap buruh outsourcing PT (X) yang
dipekerjakan pada PT (Y). Dalam penelitian dengan menggunakan pendekatan
kualitatif, penulis dapatkan sebuah kesimpulan, bahwa hubungan kerja melalui
sistem outsourcing ini telah menghadirkan perlakuan tidak seimbang yang
bermuara pada diskriminasi dan eksploitasi terhadap hak-hak dasar buruh
outsourcing diantaranya menyangkut : upah lembur, upah pokok, biaya
perpanjangan kontrak, jamsostek serta larangan bergabung ke dalam serikat. Hal
ini konsekuensi dari tidak lengkapnya ketentuan dalam regulasi ketenagakerjaan
mengatur secara tegas dan pasti menyangkut batasan bidang kerja serta sanksi
pidana maupun administrasi kepada pengusaha sekiranya melanggar ketentuanketentuan
yang sebenarnya telah dituliskan dalam regulasi ketenagakerjaan
sendiri. Selain itu, komponen struktur hukum ketenagakerjaan seperti
Disnakertrans yang sejatinya berfungsi melakukan tindakkan pengawasan untuk
pencegahan, sama sekali tidak berjalan disebabkan alasan hukum dan prioritas
kerja. Alhasil, regulasi ketenagakerjaan yang dilengkapi dengan komponen
strukturnya (disnakertrans) terkesan hanya semata-mata sebatas mengisi
kelengkapan administrasi negara dibidang ketenagakerjaan belaka. Pada titik
itulah, viktimisasi struktural terhadap buruh outsourcing telah terjadi.

In particular cirsumstances, a policy could be made by The Government in
an effort to make a social changes, sometime it could not be popular for civilians,
in fact it will make a new fundamental problem. Such as a failure by The
Government to protect the balancing of right and obligation between a
businessman and a worker in the regulation of employment related to outsourcing
system. Even it is so tendency to analogicaly outsourcing system with a new
colonialism in the modern age (ASPI : 2005), but that reality has shown when a
writer doing a research to a outsourcing worker at company (X) that has been
hired to another company (Y). In a research by using qualitative approaching, a
writer have concluded, that a working relationship by this outsourcing system has
occuring unbalancing treatment that estuary to a discrimination and exploitation
of outsourcing worker fundamental right such as : overtime wages, basic wages,
contract extending fee, insurance, and cannot be joining into a union. It is a
consequency from the uncomplete rules in manpower regulation arrange with an
expressly and as always related to jobs border and also give a criminal punisment
or administrative to a businessman if they breaking a provisions that has been
writed in a regulation of employment. Besides that, a law structural component
for employment like Disnakertrans that should have a function to monitoring for
prevention, absolutely not running because a legal reason and work priority. As a
result, a regulation of employment that equipped with the structural component
(disnakertrans) it is just only impressing filled a completeness of national
administration in the field of employment. So, in that part of fact, a structural
victimitation to an outsourcing worker is happening.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Gosita
Jakarta: Akademika Pressindo, 1993
362.880 2 ARI m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Gosita
Depok: Universitas Indonesia, 2007
362.880 2 ARI m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Permata Yuliana
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana proses modernisasi pasar
tradisional jika dilihat dari aspek kejahatan negara serta bagaimana viktimisasi
dan reaksi sosial yang ditimbulkan dari kejahatan tersebut. Kejahatan Negara
dalam penelitian ini tidak menunjuk pada kejahatan yang dilakukan oleh Negara
secara utuh tetapi kejahatan yang dilakukan oleh perpanjangan tangan negara atau
agen-agen pemerintahan. Penelitian ini menggunakan studi kasus proses
modernisasi pasar Tradisional Melawai, Blok M, Jakarta Selatan. Dalam upaya
untuk mendapatkan hasil penelitian yang sesuai dengan tujuannya, maka peneliti
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskripitif–
analisis. Informan diambil dari tiga pihak yakni PD. Pasar Jaya, mantan pedagang
pasar tradisional Melawai serta Asosiasi pedagang pasar tradisional Melawai
(TIM 21).
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa pihak PD. Pasar Jaya
yang seharusnya melayani para pedagang berperekonomian lemah berubah
orientasi dan berfokus pada pencarian keuntungan dalam proses modernisasi pasar
tradisional Melawai sehingga mengabaikan kepentingan dari para pedagang.
Kejahatan yang dilakukan oleh pihak PD. Pasar Jaya lebih banyak berupa
pengabaian-pengabaian terhadap hak-hak para pedagang serta adanya konspirasi
pihak PD. Pasar Jaya dengan pihak swasta dengan tujuan memaksimalkan
keuntungan sehingga semakin mempersulit pihak pedagang untuk
memperjuangkan hak-haknya.

ABSTRACT
This study discusses about how the process of traditional market
modernization if viewed from the aspects of states crime and how victimization
and social reaction caused by that crime. State crime in this study does not refer to
the crime committed by the State as a whole, but the crimes committed by an arm
of the state or government agencies. Researchers used a case study of the
modernization process of Melawai traditional market, Blok M, South Jakarta. In
an effort to get the results of the study in accordance with the purpose, the
researchers used qualitative research methods with descriptive-analysis research
type. Informants drawn from the three subjects wich are PD. Pasar Jaya, Melawai
traditional market ex-traders and Melawai Traditional Market association (TIM
21).
The results of this research showed that the PD. Pasar Jaya are supposed to
serve the traders with weak economic level finally changes the orientation and
focused on finding profit in the process of traditional market modernization. PD.
Pasar Jaya are also ignoring the interests of the traders. The crimes committed by
the PD. Pasar Jaya are in the form of omission the rights of the traders and the
existence of the conspiracy between PD. Pasar Jaya to the private sector or
bussiness with the aim of making the traders more difficult to maximize profits
and to fight their rights. "
2014
S53223
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Salsabila
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang pola penyelesaian konflik perselisihan hubungan industrial yang dikaitkan dengan pemikiran Austin Turk tentang kriminologi kritis dan konsep viktimisasi struktural. Data diperoleh dari Lembaga Bantuan Hukum Dewan Perwakilan Daerah Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (LBH DPD FSP LEM SPSI) DKI Jakarta dalam kurun waktu 2015-2017. Data menunjukkan bahwa kasus perselisihan hubungan industrial paling banyak adalah perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Indikator konflik dalam perselisihan PHK tercermin pada pekerja kontrak yang menuntut menjadi pekerja tetap, sebagai penyebab perselisihan dengan frekuensi terbanyak. Pekerja/serikat pekerja yang berada di posisi subordinat melihat pengusaha terkesan eksplotatif dan mendominasi keputusan, sedangkan pengusaha yang berada di posisi superordinat melihat pekerja/serikat pekerja selalu protes atas kebijakan perusahaan sebagai bentuk kekuasaan. Indikator viktimisasi struktural terlihat dari kerentanan status kepegawaian pekerja kontrak dan penyelesaian perselisihan melalui jalur Pengadilan Hubungan Industrial, sebagai jalur penyelesaian perselisihan dengan frekuensi terbanyak. Sedangkan PHK disertai pemberian pesangon menjadi dampak tertinggi dari hasil penyelesaian perselisihan. UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial memiliki beberapa kelemahan bagi pekerja/serikat pekerja yang menimbulkan viktimisasi struktural, akibat dari kerentanan mereka dalam hubungan tidak setara yang berkaitan dengan kekuatan dan kesempatan yang tersedia dalam struktur sosial, ditambah tindakan pembiaran oleh pemerintah. Sehingga disimpulkan bahwa, pola konflik yang terjadi antara perusahaan dan pekerja/serikat pekerja terjadi dalam pola ketidaksetaraan antara posisi superordinat dan subordinat, lalu pola viktimisasi struktural tergambar pada proses pengadilan hubungan industrial dan indikator status kepegawaian, bila dilihat dari kerentanannya.

ABSTRACT
This study discusses about the pattern of conflict settlement of industrial relations dispute, associated with critical criminology by Austin Turk and structural victimization. The data were obtained from Lembaga Bantuan Hukum Dewan Perwakilan Daerah Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (LBH DPD FSP LEM SPSI) DKI Jakarta within the period of 2015-2017. The data show that most industrial relations dispute cases are work termination (Pemutusan Hubungan Kerja). Indicators of conflict in disputes are reflected in contract workers demanding to become permanent workers, as the cause of the most frequent disputes. Workers/unions in subordinate positions see that entrepreneurs seem to be explosive and dominating decisions, while entrepreneurs who are in a superordinate position see workers/unions always protesting over company policies as a form of power. The indicators of structural victimization are seen from the vulnerability of employment status of contract workers and dispute settlement through Industrial Relation Court, as the most frequent dispute settlement. While, layoffs along with severance pay are the highest impact of disputes resolution. UU No. 2 Tahun 2004 on Industrial Relations Settlement has several weaknesses for workers/unions, which led to the structural victimization due to their vulnerability in unequal relationships relating to forces and available opportunities in the social structure, and the omission by the government. It is concluded that the pattern of conflict between firms and workers/unions occurs in the pattern of inequalities between superordinate and subordinate positions, then the pattern of structural victimization is reflected in the industrial relations court process and the employment status indicator, when viewed from its vulnerability."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri Wicaksono
"ABSTRAK
Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia yaitu tingginya angka kasus perundungan yang terjadi pada kalangan pelajar. Studi-studi sebelumnya menyatakan bahwa tingkat status sosial ekonomi (SSE) dan modal sosial merupakan faktor-faktor penting yang menyebabkan terjadinya praktik perundungan di sekolah. Siswa yang berasal dari tingkat SSE rendah lebih sering menjadi korban perundungan dibandingkan dengan siswa yang berasal dari tingkat SSE tinggi. Begitupun dengan modal sosial, siswa yang memiliki tingkat popularitas rendah dan jaringan sosial yang lemah cenderung lebih rawan menjadi korban. Untuk mengisi ruang literatur, penulis menggunakan analisis multi-sebab terhadap variabel tingkat SSE dan modal sosial secara bersamaan, serta berupaya untuk melihat faktor yang lebih dominan dalam mempengaruhi praktik perundungan di sekolah. Secara khusus, studi ini menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan siswa menjadi korban perundungan di sekolah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei dan teknik olah data regresi logistik biner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki modal sosial rendah 6 kali lebih berpotensi menjadi korban perundungan dibandingkan dengan siswa yang memiliki modal sosial tinggi. Sementara itu, variabel tingkat SSE dinyatakan tidak berkorelasi dengan kejadian viktimisasi perundungan di SMAN X. Oleh karena itu, variabel modal sosial diketahui merupakan faktor yang lebih dominan sebagai penyebab terjadinya praktik perundungan dibandingkan dengan variabel tingkat SSE.

ABSTRACT
One of the problems of education in Indonesia is the high number of bullying practice that occur among students. Previous studies stated that the level of socioeconomic status (SSE) and social capital were important factors that led to the practice of bullying in schools. Students from low SSE levels are more often victims of bullying practice compared to students from high SSE levels. Likewise with social capital, students who have a low level of popularity and weak social networks tend to be more vulnerable to being victims. To fill the literature space, the author uses multi-cause analysis of SSE level variables and social capital simultaneously, and seeks to see more dominant factors in influencing bullying practice in school. In particular, this study analyzes the factors that caused students to become victims of bullying practice at school. This study uses a quantitative approach with survey methods and binary logistic regression data processing techniques. The results showed that students who had low social capital were 6 times more likely to be victims of bullying practice compared to students who had high social capital. Meanwhile, the SSE level variable is stated not to correlate with the incidence of bullying victimization at SMAN X. Therefore, the variable of social capital is known to be a more dominant factor as a cause of bullying victimization compared to the SSE level variable."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rijal Ramdhani
"Tulisan ini mencoba menjelaskan peranan penting dari desain struktural dalam video games yang memiliki fitur simulasi perjudian digital berupa gacha sebagai media paparan aktivitas perjudian. Dengan melihat paparan aktivitas perjudian sebagai efek yang ditimbulkan sebagai sebuah kerugian/damage yang diterima pengguna, kita dapat memetakan paparan aktivitas perjudian tersebut sebagai tindakan kejahatan. Menggunakan segitiga kejahatan berbasis jaringan serta teori aktivitas rutin yang dimodifikasi, kita dapat menjelaskan indikator yang ada pada desain struktural dalam video games sebagai elemen ndash; elemen yang menjelaskan munculnya kejahatan itu sendiri. Sebagai hasilnya, kita dapat menjelaskan peran desain struktural sebagai media paparan aktivitas perjudian serta isu viktimisasi didalamnyaDesain Struktural, Video Games, Aktivitas Perjudian, Media Paparan, Segitiga Kejahatan Berbasis Jaringan, Teori Aktivitas Rutin, Viktimisasi.

This thesis will try to explain an important role of structural design in video games which having features of a simulation gambling in the form of gacha as an exposure medium to gambling activity. By seeing the exposure itself as a form of harm/damage received by the user, we can mapped out the exposure of gambling activity as a course of criminal conduct. Using network-based crime triangle and modified routine activity theory, we are able to explain the indicators of structural design in video games as elements that explain the emergence of crime itself. As a result, we are also able to explain the roles of structural design as an exposure medium and gambling activity as well as victimization issues."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>