Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Nurul Farahzita
"Notaris ataupun Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) selaku pejabat umum, keduanya berwenang mengeluarkan akta autentik tetapi dengan jenis yang berbeda. Untuk dapat suatu akta dikatakan sebagai akta autentik, maka harus memenuhi persyaratan dari verlijden, yang diartikan sebagai serangkaian tindakan-tindakan yang dilakukan oleh notaris atau PPAT, saksi-saksi dan para penghadap, sehingga merupakan suatu proses, yang dimulai dengan penyusunan akta oleh notaris atau PPAT, kemudian dibacakan oleh notaris atau PPAT kepada para penghadap dan saksi-saksi,dan akhirnya ditanda tangani oleh para penghadap, saksi-saksi, dan notaris atau PPAT. Berdasarkan uraian diatas, terdapat 2 (dua) rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu pertama, meneliti bentuk penerapan asas verlijden pada pembuatan akta PPAT, dan kedua upaya yang dapat dilakukan agar Notaris dan PPAT dapat saling bekerjasama tanpa melanggar peraturan yang berlaku. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan tipologi penelitian eksplanatori analitis. Hasil analisa dari penelitian yaitu pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menyatakan bahwa Untuk pemenuhan sifat autentik dari akta yaitu pembacaan akta dilakukan sendiri oleh PPAT, Penandatanganan para pihak, saksi dan oleh PPAT, dilakukan segera setelah pembacaan akta dimaksud. Sehingga terdapat rangkaian perbuatan yang harus dilaksanakan secara berurutan oleh PPAT dalam membuat akta sebagai bentuk penerapan atas asas Verlijden dan sesuai dengan yang ada dalam peraturan Pasal 22 PP 37 Tahun 1998 dan berkaitan dengan kerjasama antara Notaris dan dengan tetap menjaga kerahasiaan dan tidak menyalahi peraturan perundang-undangan dan kode etik.
Notaries or Land Deed Making Officials (PPAT) as public officials, both have the authority to issue authentic deeds but with different types. For a deed to be said to be an authentic deed, it must meet the requirements of verification, which is defined as a series of actions taken by a notary or PPAT, witnesses and witnesses, so that it is a process, which begins with the preparation of a deed by a notary or PPAT, then read by a notary or PPAT to the appearers and witnesses, and finally signed by the appearers, witnesses, and the notary or PPAT. Based on the description above, there are 2 (two) problem formulations in this study, namely first, examining the form of application of the Verlijden principle in making PPAT deeds, and secondly efforts that can be made so that Notaries and PPATs can cooperate with each other without violating applicable regulations. To answer this problem, a juridical-normative research method with a typology of explanatory-analytical research is used. The results of the analysis of the research are Article 22 of Government Regulation Number 37 of 1998 concerning the Regulation of the Position of Land Deed Officials which states that for the fulfillment of the authentic nature of the deed, namely the reading of the deed is carried out by PPAT itself, the signing of the parties, witnesses and by PPAT, is carried out immediately after the reading the deed in question. So that there is a series of actions that must be carried out sequentially by PPAT in making a deed as a form of application of the Verlijden principle and in accordance with the provisions of Article 22 PP 37 of 1998 and relating to cooperation between Notaries and while maintaining confidentiality and not violating the laws and regulations. invitation and code of ethics."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Qisthi Hani Mazaya Tori
"Notaris sebagai pejabat kepercayaan negara diamanatkan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris untuk selalu bertindak jujur, seksama dan tidak memihak. Tindakan tersebut merupakan etika dasar notaris untuk menjamin akta yang dibuatnya adalah akta yang autentik. Lahirnya autentisitas suatu akta dapat dilihat dari proses pengesahannya yakni harus memenuhi syarat verlijden yang mana harus disusun, dibacakan dan ditandatangani. Keduanya kewajiban tersebut merupakan satu kesatuan yang memiliki hubungan sebab akibat, karena tindakan tidak jujur, tidak seksama dan memihak kepada salah satu penghadap adalah sikap yang dapat menjadi pemicu tidak terpenuhinya salah satu dari ketiga syarat verlijden tersebut. Salah satu contoh kasus yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, di mana notaris membuat akta namun tidak secara jujur serta adanya keberpihakan kepada salah satu penghadapnya. Kasus bermula dengan adanya akta pengikatan jual beli yang dibuat di hadapan notaris, akan tetapi pembuatannya tidak memenuhi syarat verlijden akta serta adanya perubahan akta tanpa diketahui oleh calon penjual yang menyebabkan kerugian kepadanya. Oleh karena itu akan diangkat permasalahan mengenai keabsahan akta pengikatan jual beli yang dibuat di hadapan Notaris yang tidak memenuhi syarat verlijden dan bentuk tanggung jawab hukum notaris dalam pembuatan akta pengikatan jual beli yang dinyatakan batal demi hukum oleh pengadilan karena tidak memenuhi syarat verlijden. Penelitian hukum ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal, yaitu dengan menganalisis secara sistematis bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperoleh melalui studi dokumen guna menjawab permasalahan yang diangkat berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akta pengikatan jual beli dapat menjadi batal demi hukum, apabila tidak memenuhi syarat verlijden dan syarat sah perjanjian dalam hal ini adalah syarat objektif. Notaris dianggap telah memihak kepada salah satu penghadap sehingga merugikan pihak lainnya yaitu penjual Atas kesalahannya, maka seharusnya notaris tersebut diberikan sanksi secara administratif dengan sanksi pemberhentian pemberhentian tidak hormat atau sekurang-kurangnya pemberhentian sementara dan ganti kerugian sebagai pertanggungjawaban secara perdata. Mengingat beratnya pelanggaran jabatan yang dilakukan, notaris tersebut juga dapat di pidana atas tindakan pemalsuan akta autentik dalam Pasal 264 KUHP. Melalui kasus ini dapat disimpulkan bahwa sangat penting bagi notaris untuk memiliki nilai moral dan etika yang baik dalam menjalankan jabatannya.
Notaries as state trust officials are mandated by the Notary Law to always act honestly, carefully and impartially. These actions are the basic ethics of notaries to ensure that the deeds they make are authentic deeds. The authenticity of a deed can be seen from the validation process, which must meet the verlijden requirements, which must be compiled, read out and signed. Both of these obligations are a unity that has a causal relationship, because actions that are not, honest, not careful and favor one of the faces, can trigger the non-fulfillment of one of the three verlijden requirements. One example of a case that is the subject matter of this research, where a notary makes a deed but is not honest and there is favoritism to one of the confrontants. The case began with a deed of sale and purchase made before a notary, but the making of the deed did not meet the verlijden requirements of the deed and there were changes to the deed without the knowledge of the prospective seller which caused him harm. Therefore, the problem will be raised regarding the validity of the deed of binding of sale and purchase made before a Notary that does not meet the verlijden requirements and the form of legal responsibility of the notary in making the deed of binding of sale and purchase which is declared null and void by the court because it does not meet the verlijden requirements. This legal research is prepared using doctrinal research methods, namely by systematically analyzing primary and secondary legal materials obtained through document studies to answer the problems raised related to the issues in this study. The research results show that the deed of binding of sale and purchase can be null and void if it does not fulfil the verlijden requirement, and the legal requirement of the agreement, in this case, is the objective requirement. For his mistake, the notary should be given administrative sanctions with temporary dismissal and compensation as civil liability. Given the severity of the offence committed, the notary can also be criminalized for forgery of authentic deeds in Article 264 of the Criminal Code. Through this case, it can be concluded that it is essential for notaries to have good moral and ethical values in carrying out their positions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library