Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ramopolii, David Fernando
"Latar Belakang Sitrulin adalah asam amino non-protein yang terbentuk secara endogen melalui siklus urea pada hati dan ginjal sebagai senyawa intermediet. Beberapa penelitian sebelumnya membuktikan bahwa buah-buahan golongan Cucurbitaceae (seperti semangka, melon, dan mentimun) memiliki kandungan sitrulin. Sitrulin dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit hipertensi dengan menghasilkan nitrat oksida (NO) sebagai vasodilator pembuluh darah. Beberapa penelitian membuktikan bahwa mentimun memiliki kandungan sitrulin untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Penelitian ini ingin membuktikan untuk mengetahui dan membandingkan kadar sitrulin pada buah mentimun lokal dan mentimun jepang. Metode Peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengetahui kadar asam amino sitrulin dalam protein pada buah mentimun lokal dan mentimun jepang. Metode pembuktian adanya senyawa sitrulin dalam jus mentimun berdasarkan prinsip colorimetric assay Knipp dan Vasak (2000). Hasil Terdapat kandungan sitrulin pada buah mentimun dengan massa rata-rata kadar sitrulin per protein total yang terkandung dalam jenis mentimun lokal dan mentimun jepang secara berurutan adalah (0,291  0,104) mmol/mg dan (0,414  0,106) mmol/mg untuk 100 gram buah. Kadar sitrulin total pada buah mentimun sebesar (1,087  0,042) gram dan mentimun jepang sebesar (1,319  0,068) gram dalam 100 gram sampel buah. Kesimpulan Terdapat kandungan sitrulin pada buah mentimun, baik mentimun lokal dan mentimun jepang dengan perbedaan kadar yang tidak signifikan antara mentimun lokal dan mentimun jepang. Mentimun lokal maupun mentimun jepang dapat digunakan sebagai sumber makanan yang baik dalam mencegah penyakit kardiovaskular contohnya hipertensi dan angina pektoris, serta mengurangi risiko terjadinya komplikasi mikrovaskular pada penderita diabetes mellitus tipe 2.

Introduction Citrulline is a non-protein amino acid that is formed endogenously through the urea cycle in the liver and kidneys as an intermediate compound. Previous studies have shown that Cucurbitaceae fruits (such as watermelon, melon, and cucumber) contain citrulline. Citrulline can reduce the risk of hypertension by producing nitric oxide (NO) as a vasodilator of blood vessels. Several studies have shown that cucumber contains citrulline to reduce the risk of cardiovascular disease. This study wants to determine and compare the levels of citrulline in local cucumbers and Japanese cucumbers. Method This study used a quantitative descriptive approach to determine the levels of the amino acid citrulline per total protein in local cucumber and Japanese cucumber. The method of proving the presence of citrulline compounds in cucumber juice based on the principle of colorimetric assay Knipp and Vasak (2000). Results The content of citrulline in cucumber fruit with the average mass of citrulline content per total protein contained in local cucumber and japanese cucumber types is (0,291  0,104) mmol/mg and (0,414  0,106) mmol/mg of citrulline for 100 grams of fruit, respectively. The total mass of citrulline in 100 grams of local cucumber fruit is (1,087  0,042) grams and japanese cucumber is (1,319  0,068) grams for 100 grams fruit sample Conclusion The presence of citrulline compounds in local cucumber and Japanese cucumber is proved. The content of citrulline in both types of cucumber has a not significant difference levels between local cucumbers and Japanese cucumbers. Local cucumbers and Japanese cucumbers can be used as a good food source in preventing cardiovascular diseases, such as hypertension and angina pectoris, and also reducing the risk of microvascular complications in patients with type 2 diabetes mellitus."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radio Putro Wicaksono
"Latar belakang : Fontan merupakan tata laksana tahap final pada penyakit jantung bawaan dengan single ventricle. Salah satu komplikasi pascaoperasi yang meningkatkan lama rawat dan biaya adalah efusi pleura menetap dengan prevalensi 35,8%. Vasodilator paru digunakan untuk menurunkan tekanan arteri pulmonal dan resistensi paru yang berhubungan dengan mekanisme terjadinya efusi pleura. Penelitian ini melihat hubungan lama pemberian vasodilator paru praoperasi terhadap kejadian efusi pleura menetap pascaoperasi Fontan.
Metode : Studi kohort retrospektif pada pasien pascaoperasi Fontan di Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita (RSPJNHK). Saturasi oksigen praoperasi, indeks resistensi paru praoperasi, teknik fenestration, regurgitasi katup sistemik praoperasi, lama pemberian vasodilator paru praoperasi, durasi mesin pintas jantung paru, dan penggunaan klem silang aorta merupakan variabel bebas dan kejadian efusi pleura menetap pascaoperasi merupakan variabel terikat. Pengumpulan data melalui rekam medis pasien di divisi bedah jantung anak RSPJDNHK tahun 2017-2019. Analisis bivariat digunakan untuk menilai hubungan antar variabel.
Hasil : Terdapat 93 subjek yang diikutsertakan pada penelitian ini. Penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara indeks resistensi paru praoperasi, teknik fenestration, regurgitasi katup sistemik praoperasi dan lama pemberian vasodilator paru praoperasi, durasi mesin jantung paru, dan penggunaan klem silang aorta. Hubungan yang bermakna didapatkan dari variabel saturasi oksigen praoperasi dan tekanan arteri paru praoperasi.
Simpulan : Lama pemberian vasodilator paru praoperasi tidak berhubungan dengan efusi pleura menetap pascaoperasi Fontan. Namun secara klinis terdapat 67,4% subjek pada kelompok pemberian vasodilator paru ≥6 bulan tidak mengalami efusi pleura menetap.

Background: Fontan is final palliative surgery for single ventricle physiology congenital heart disease. Persistent pleural effusion is one of complication which can increase length of stay and cost after surgery. High pulmonary artery pressure and pulmonary resistance are involved in existence of persistent pleural effusion after surgery. Pulmonary vasodilator is one of drug that can decrease pulmonary artery pressure and resistance which can decrease pleural effusion production,
Method : Retrospective cohort was used in this paper. Data was taken from medical record from 2017 to 2019 in pediatric cardiac surgery division of National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital.
Result : there were 93 subjects in this study. Duration of cardiopulmonary bypass, aortic cross clamp, pulmonary artery resistence index, systemic valve regurgitation, duration of pulmonary vasodilator, and fenestration did not have significant correlation statistically to persistent pleural effusion. Preoperative oxygen saturation and pulmonary artery pressure had significant correlation to persistent pleural effusion statistically.
Conclusion : This study showed that duration of preoperative pulmonary vasodilator did not have correlation with persistent pleural effusion after Fontan. Clinically, there is 67,4% on ≥6 month of pulmonary vasodilator group did not have persistent pleural effusion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library