Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sianny Tirta
"Seiring dengan semaldn meningkatnya pemlintaan akan material dengan karakteristik unik yang tidak dimiliki logam, material komposit mulai diminati karena kekuatan terhadap berat yang tinggi. Salah satu jenis komposit tersebut adalah komposit poliester berpenguat serat E-glass. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih jauh mengenai matenal tersebut dalam lingkungan keija yang aneka ragam Salah satu jenis lingkungan yang dapat ditemui oleh serat gelas/poliester adalah lingkungan dimana terdapat kombinasi antara kelembaban dan temperatur tinggi (higrotermal) yang dapat menyebabkan degradasi pada matriks serta ikatan antara serat-matriks. Penelirian ini bertujuan unluk melihat pengaruh perlakuan higrotermal terhadap kekuatan lentur komposit serat gelas/poliesten Sampel untuk penelitian dibuat dari matriks poliester yang diperkuat dengan dua jenis serat, yaitu CSM (Chopped Strand Mat) dan WR (Woven Roving). Susunan lapisan adalah 3 CSM/ IWR/3 CSM/1 WR/2 CSM dan dibuat dengan metode laminasi basah. Sebelum diberi perlakuan sampel ditimbang terlebih dahulu. Perlakuan yang diberikan adalah perendaman dalam media air ledeng pada temperatur 26°C, 60° C dan 90°C selama 504 jam, Setelah perendaman, dilakukan penimbangan sampel. Kemudian dilakukan pengujian lentur sesuai dengan standar ASTM D790-81. Pada sampel, baik yang diuji lentur maupun tidak dilakukan pengamatan makro. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa berat sampel meningkat dengan semakin tingginya temperatur perendaman.Peningkatan berat sampel dan ternperatur perendaman diikuti dengan penurunan nilai kekuatan dan modulus lentur. Turunnya kedua nilai ini terjadi karena perendaman menyebabkan difusi air ke dalam matriks sehingga merusak matriks serta ikatan serat-matriks. Sedangkan pengarnatan foto makro memperlihatkan bahwa mode perpatahan yang dominan adalah mode perpatahan interlaminar terutama pada serat WR Bentuk perpatahan lain yang teramati adalah retak matriks, perpatahan Serat serta fiber pull-out."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S47811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rininta Triaswinanti
"Bijih besi menjadi salah satu sumber daya mineral yang sangat berpotensial di Indonesia untuk dilakukan proses pengolahan dan diproduksi sehingga menjadi logam mineral yang memiliki nilai guna Proses pengolahan bijih besi sudah banyak dikembangkan dengan cara reduksi langsung maupun reduksi tidak langsung dimana kedua proses tersebut membutuhkan reduktor untuk mereduksi bijih besi menjadi logam murni Reduktor yang digunakan pada proses reduksi bijih besi dalam bentuk padatan seperti batu bara dan kokas maupun dalam bentuk gas seperti gas metana Pada penelitian kali ini dilakukan pengembangan proses reduksi bijih besi menggunakan reduktor biomassa yaitu cangkang kelapa sawit yang merupakan limbah dari hasil perkebunan buah kelapa sawit Dalam penelitian digunakan bijih besi laterit Kalimantan dan cangkang kelapa sawit dari sisa perkebunan di Palangkaraya Kalimantan Tengah Bijih besi direduksi ukurannya hingga membentuk partikel serbuk 18 Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variabel temperatur reduksi dengan waktu dan rasio massa yang konstan terhadap hasil reduksi bijih besi Variasi temperatur yang diuji dalam penelitian adalah 600oC 700oC 800oC 900oC dan 1 000oC Seluruh sampel diuji dalam waktu 120 menit dan rasio bijih besi dengan cangkang kelapa sawit 1 3 yang dimasukkan ke sebuah krusibel dan perlakuan reduksi langsung dilakukan di dalam muffle furnace Hasil XRD menunjukkan bahwa pada 1 000oC merupakan temperatur optimum dengan waktu reduksi selama 120 menit karena kandungan bijih besi seluruhnya berupa peak Fe metallic tanpa adanya kehadiran peak peak besi oksida lainnya.

Iron ore become one of minerals source that very pottential in Indonesia for process to have result value metallic mineral Iron steel making process have been developed by direct reduction and indirect reduction process which both of them need solid reducing agent for reduction iron ore like coal and coke or gas reduction agent like methane gas In this research it develop renewable reduction iron ore process use biomass reductor palm kernell shell is waste from palm tree plantation The research was conducted laterite ore from Kalimantan and palm kernel shell from residue plantation in Palangkaraya Central Kalimantan Before reduction process is started iron ore must be crushing to reduce particle size forming powder particles with size about 18 The purpose of the research is to determine the effect of reduction temperature with optimum time and mass ratio to result of reduction iron ore Variation of temperature that be examined is 600oC 700oC 800oC 900oC and 1 000oC All of samples is tested in 120 minutes and mass ratio 1 3 for iron ore and palm kernell shell Mixed samples are put in crucible and reduction process take place in muffle furnace XRD results showed that in 1 000oC is optimum temperature during 120 minutes because all composition of iron ore is Fe metallic peaks without other iron oxide peaks."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andara Asifa Yudiana
"Tumpahan minyak merupakan bentuk pencemaran lingkungan yang dapat disebabkan oleh aktivitas maritim berupa kegiatan downstream seperti operasi dan pengangkutan minyak dengan kapal tanker. Tindakan penanggulangan yang dapat dilakukan berupa pemberian sebuah surfaktan kimia berupa dispersan ke tumpahan minyak. Dispersan diberikan untuk mempercepat proses emulsifikasi minyak di air sehingga minyak terdispersi menjadi tetesan kecil sebesar kolom air. Efektivitas kinerja dispersan pada tumpahan minyak dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti konsentrasi minyak, energi yang bekerja untuk mencampur dispersan dengan minyak berupa ombak, temperatur lingkungan dan jenis dispersan.
Dalam penelitian ini, memperlihatkan pengaruh dari variasi temperatur dan jenis dispersan terhadap efektivitas kinerja dispersan pada tumpahan minyak. Sampel minyak yang digunakan adalah crude oil dengan tipe MESLU dan sampel dispersan yang digunakan adalah MAXI CLEAN-2 dan NEO-CHEM M-405. Sumber pemanas yang digunakan adalah oven dan sumber pendingin yang digunakan adalah es batu yang ditaruh pada cooler bag.
Penelitian dilakukan dengan variasi temperatur lingkungan sebesar 16°C, 26°C dan 36°C. Waktu pengambilan sampel penelitian dilakukan selama 24 jam dengan pengambilan data dilakukan pada jam ke-3, ke-6 dan ke-24. Pengambilan sampel dilakukan pada lapisan permukaan, lapisan tengah dan lapisan dasar air. Sampel diuji dengan alat spectrophotometer UV-VIS pada gelombang 340 nm, 370 nm dan 400 nm.
Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa dispersan dapat bekerja dengan efektif pada temperatur 26°C - 36°C. Nilai absorbansi cahaya tertinggi yaitu pada lapisan permukaan jenis dispersan soluble di air pada temperatur 26°C dengan luas area absorbansi 82.15 abs, namun luas area absorbansi cahaya terkecil terjadi pada temperatur 16?C sebesar 25.72 abs. Luas area total absorbansi cahaya terbesar berada pada temperatur 26°C dengan jenis dispersan soluble di air yaitu mencapai 133.49 abs.
Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi temperatur hingga suatu titik tertentu maka kinerja dispersan semakin efektif karena menurunnya viskositas dari minyak dan dispersan. Selain itu, jenis dispersan dapat mempengaruhi kestabilan dari emulsi, semakin kecil konsentrasi pengemulsi maka emulsifikasi yang terjadi semakin stabil.

Oil spills is an environmental pollution that can be caused by maritime activities in the form of downstream activities such as operations and transportation of oil ship tankers. Mitigation actions that can be done is by pouring a chemical surfactant such as dispersant to an oil spills. Dispersant is given to speed up emulsification of oil in a water so it may disperse into a small droplets of water column. Dispersant effectiveness on oil spills can be influenced by various factors such as the concentration of oil, a mixing energy to mix dispersant and oil which provided by the waves, environmental temperatures and types of dispersant.
This research shows the influence of the temperature variations and types of dispersant on the effectiveness of the dispersant performance on oil spills. Samples of the oil that is used is MESLU crude oil and sample of dispersan that is used is MAXI CLEAN 2 and NEO CHEM M 405. The heating source used is an oven and the source of refrigerant that is used is the ice cubes that placed on a cooler bag.
The research is done by varying environmental temperature at 16°C, 26°C and 36°C. Sampling was done for 24 hours while taking data at 3, 6 and 24 hours of oil disperse. Sample is taking on the top, middle and base layer of water. Samples tested with the spectrophotometer UV VIS in the wavelength at 340 nm, 370 nm and 400 nm.
This research found that dispersant can work effectively in temperatures range at 26°C 36°C. The highest value of light absorbance is on the top layer of dispersant that soluble in a water at temperature about 26°C with absorbance area 82.15 abs and the smallest light absorbance occurs on 16°C temperatures with absorbance area 25.72 abs. The largest area light absorbance is found at temperatures 26°C with type of dispersant that soluble in water with area 133.49 abs.
This proves that the higher temperature up to a certain point makes dispersant performance more effective because the decreasing viscosity of the oil and dispersant. In addition, dispersant types can affect the stability of emulsion, the smaller concentration of emulsifier makes emulsification more stable.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S69789
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Emawati
"ABSTRAK
Bijih besi di Indonesia digolongkan menjadi tiga jenis yaitu besi primer, besi laterit dan pasir besi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil reduksi langsung bijih besi laterit dari pulau Sebuku, Kalimantan Selatan dan besi goethite sintetik secara karbotermik. Proses pembuatan komposit bijih besi laterit dimulai dari pulverisasi bijih besi laterit dan batubara, pengeringan oven pada temperatur 120 C, pencampuran, peletisasi, dan roasting dalam furnace pada temperatur 400 C. Reduksi langsung dilakukan menggunakan tube furnace dengan dua periode waktu yang berbeda yaitu 30 dan 60 menit serta tiga variasi temperatur yaitu 1000 C, 1100 C, dan 1200 C. Variasi komposisi batubara, temperatur, dan waktu tahan reduksi memberikan pengaruh terhadap hasil reduksi langsung yaitu penurunan derajat reduksi dan derajat metalisasi pada temperatur 1100oC dan kenaikan pada temperatur 1200oC. Derajat reduksi tertinggi dihasilkan oleh bijih besi goethite sintetik dengan komposisi batubara 24 pada temperatur 1000oC dan waktu tahan 60 menit sebesar 88,91 dan derajat reduksi terendah dihasilkan oleh bijih besi dari Sebuku dengan komposisi 16 batubara pada temperatur 1100oC dan waktu tahan 30 menit sebesar 69,81. Derajat metalisasi tertinggi dihasilkan dari bijih besi goethite sintetik dengan komposisi batubara 24 pada temperatur 1000oC dan waktu tahan 60 menit sebesar 94,35 dan derajat metalisasi terendah dihasilkan oleh bijih besi dari Sebuku dengan komposisi batubara 16 pada temperatur 1100oC dan waktu tahan 30 menit sebesar 72,53.

ABSTRACT
Iron ore in Indonesia has been classified into three types such as primary iron, iron laterite and iron sand. This study aimed to determine the results of direct reduction of Sebuku Lateritic Iron Ore from South Kalimantan and synthetic goethite iron with carbothermic reaction. Laterite ore composite making process was started from pulverizing of coal and laterite iron ore, drying oven in 120 C, mixing, pelletizing, and roasting. Direct reduction performed using tube furnace with two different time periods are 30 and 60 minutes and three temperature variation there are 1000 C, 1100 C, and 1200 C. Variation of coal compositions, temperature, and holding time have an influence on the results of direct reduction which is decreasing reduction degree and metallization degree in 1100oC and increasing in 1200oC. The highest of reduction degree is synthetic goethite with 24 coal composition in 1000oC and 60 minutes holding time at 88,91 and the lowest of reduction degree is lateritic iron ore from Sebuku with 16 coal composition in 1100oC and 30 minutes holding time at 69,81. The highest metallization degree is synthetic goethite with 24 coal composition in 1000oC and 60 minutes holding time at 94,35 and the lowest of metallization degree is iron ore from Sebuku with 16 coal composition in 1100oC and 30 minutes holding time at 72,53. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library