Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Beni Wijanarko
Abstrak :
Pelaku usaha kecil mempunyai peran yang penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia, karena kontribusinya bagi Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Tetapi karena ukuran skala usaha ekonominya yang kecil pelaku usaha kecil selalu kalah bersaing dengan pelaku usaha besar. Berbagai masalah juga selalu melekat pada pelaku usaha kecil seperti masalah keuangan, sumber daya manusia, pemasaran, dan perizinan usaha. Untuk mengatasi berbagai kelemahan usaha kecil, pemerintah melakukan program-program pemberdayaan. Salah satunya adalah pemberdayaan pelaku usaha kecil yang didasarkan pada ekonomi pasar yaitu dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 (UU No. 5/1999) tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal dalam UU No. 5/1999 yang mengatur pemberdayaan pelaku usaha kecil adalah Pasal 50 huruf (h) yang menyatakan bahwa, yang dikecualikan dari ketentuan UU ini adalah pelaku usaha yang tergolong ke dalam usaha kecil. Maksud dari pengecualian ini adalah agar pelaku usaha kecil dapat menggabungkan diri dengan pelaku usaha kecil lainnya membentuk suatu kerjasama yang bertujuan untuk meningkatkan posisi tawar dalam kegiatan bisnis berhadapan dengan pelaku usaha besar, dan meningkatkan skala ekonominya agar dapat berkembang menjadi usaha yang lebih besar. Namun, kerjasama yang diizinkan tersebut termasuk dalam pengaturan prinsip larangan UU No.5/1999, sehingga berpeluang untuk menghambat persaingan pada pasar bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman yang mengatur mengenai pengecualian pelaku usaha kecil dari ketentuan UU No. 5/1999, karena sampai saat penulisan skripsi ini selesai disusun, belum ada pengaturan lebih lanjut mengenai hal ini.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Varial Ashari
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai perbandingan penerapan dan pengaturan merger vertikal di Amerika Serikat dan ketentuan-ketentuan yang ada di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dimana data penelitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan pengaturan mengenai merger vertikal di Indonesia dan di Amerika Serikat. Perbedaan tersebut dapat kita temukan dari larangan yang diatur oleh Amerika Serikat dan Indonesia. Merger vertikal di Amerika Serikat tidak hanya melarang mengenai pengambilalihan atas saham, namun juga pengambilalihan atas aset sedangkan di Indonesia dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 hanya mengatur mengenai pengambilalihan atas saham dan perbedaan lainnya terdapat dalam bagaimana cara FTC dan KPPU melakukan penilain terhadap aktivitas merger vertikal. Di Amerika Serikat FTC akan melakukan penilaian menyeluruh terhadap aktivitas merger vertikal apakah mempengaruhi persaingan potensial yang berbahaya atau tidak dengan salah satu caranya adalah melihat pangsa pasar perusahaan yang terlibat dalam merger memiliki pangsa pasar 5 hal tersebut bertujuan untuk menganalisa apakan hasil dari aktivitas merger vertikal tersebut akan mengeliminasi salah satu perusahaan yang melakukan aktivitas merger vertikal sebagai calon pendatang baru yang potensial untuk dapat masuk ke pasar dan berakibat menimbulkan hambatan masuk di pasar masa depan. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu pembahasan mendalam mengenai pengaturan pengambilalihan atas aset dan juga penilaian terhadap persaingan potensial yang berbahaya atau tidak, dengan merujuk kepada pengaturan di Negara yang terlebih dahulu menerapkannya, yakni di Amerika Serikat. ......This thesis discusses the comparative application and regulations of vertical mergers in the United States and the provisions in Indonesia. This research uses normative juridical research method where the research data is mostly from literature study. The result of this study is that there are different regulations regarding vertical mergers in Indonesia and in the United States. These differences can be found from the restrictions imposed by the United States and Indonesia. The vertical merger in the United States not only prohibits the takeover of shares, but also the takeover of assets while in Indonesia in Law no. 5 of 1999 only regulates the acquisition of stock and other differences in how FTC and KPPU conduct judgments on vertical merger activities. In the United States the FTC will undertake a thorough assessment of the activity of a vertical merger whether it affects dangerous potential competition or not by one way is to see the market share of companies involved in a merger having a 5 market share it aims to analyze whether the results of such vertical merger activity will eliminate one of the companies that engage in vertical merger activity as potential new entrants to enter the market and result in barriers to entry in the future market . It is therefore necessary to have an in depth discussion of the arrangement of asset acquisition and also the assessment of potentially dangerous competition or not. To do that analysis, we can refer to the United States as a country that has already applied the regulation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Noverino
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai adanya dugaan praktek kartel yang dilakukan oleh importir bawang putih. Adanya dugaan praktek kartel ini menurut perkiraan awal KPPU yang melihat terdapat kejanggalan dalam hal distribusi dengan dilakukannya penahanan bawang putih ke pasaran di pelabuhan oleh importir bawang putih, padahal ketika itu pasokan dipasaran sedang langka dan mengakibatkan harga bawang putih naik hingga 5 (lima) kali lipat dari harga normal. Sejauh ini KPPU belum dapat membuktikan kebenaran praktek kartel yang dilakukan oleh para importir bawang putih dan instantsi pemerintahan. Teori pembuktian melalui direct evidence dan indirect evidence yang diamanatkan oleh Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 04 Tahun 2010 belum bisa membuktikan kebenaran praktek kartel ini dan KPPU belum bisa membuktikan adanya perjanjian yang dilakukan oleh para importir bawang putih. ......This thesis discusses about the alleged cartel practices carried out by the importer garlic. The existence of the alleged cartel practices, according to the Commission's preliminary estimates irregularities seen in terms of the distribution of the detention does garlic into the market by the importer at the port of garlic, But when it was rare in the market supply and caused prices of garlic rose to 5 (five) times the of the normal price. So far the Commission has not been able to prove the truth of cartel practices carried out by the importer garlic and government. Theory of evidence through direct evidence and indirect evidence mandated by the KPPU No. 04 of 2010 has not been able to prove the truth of this cartel practice and the Commission has not been able to prove the existence of an agreement made by the importer garlic
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Handarbeni Prakoso
Abstrak :
Penyediaan tenaga listrik bersumber dari panas bumi belum sesuai dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Hal ini dapat dilihat dari tidak didapatkannya harga listrik yang wajar yang dapat mendorong pelaku usaha untuk berinvestasi. Teknologi adalah bagian mendasar untuk membawa listrik dari energi panas bumi kepada seluruh masyarakat Indonesia. Komponen Teknologi membentuk nilai investasi yang nilainya dari tahun ke tahun semakin mahal sehingga di perlukan harga uap dan/atau listrik yang wajar untuk mendapatkan keuntungan. Harga yang wajar ini tidak didapatkan karena para investor baik BUMN maupun swasta tidak mungkin menjual listrik secara langsung kepada masyarakat umum karena PLN memiliki prioritas utama (First right of refusal). Jika harga patokan tertinggi terlalu rendah dan pengembang panas bumi memulai penawaran atas harga itu kepada PLN, maka akan berakhir di suatu titik dimana proyek-proyek tidak dapat atau layak untuk dikembangkan karna hasil negosiasi menghasilkan kesepakatan harga yang sangat tidak ekonomis. Hal ini menyebabkan terhambat masuknya pelaku usaha lain atau pesaing potensial untuk masuk ke dalam pasar (barrier to entry) sehingga meciptakan persaingan usaha yang tidak sehat. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan metode deskriptif analitis. Hasil penelitian menyarankan bahwa pemerintah seharusnya menentukan tarif harga jual listrik perwilayah dan perdaerah yang sudah ditetapkan yang bersifat ekonomis, sehingga tidak perlu ada proses negosiasi panjang antara pengembang PT PLN (Persero), karna perlunya faktor kepastian harga listrik untuk menghitung nilai keekonomian di dalam investasi di bidang usaha penyediaan tenaga listrik.
Provision of electric power from geothermal sources is not fulfill the principles of fair competition. It can be seen from the unreasonable electricity prices that cannot encourage businesses to invest. Technology is a fundamental part to bring electricity from geothermal energy to all the people of Indonesia. The Technology component to form the value of investments is getting more expensive so it needs a reasonable price of steam and / or electricity to make profit. The reasonable price is not obtained because both SOEs and private investors may not sell electricity directly to the general public because PLN has a top priority (First right of refusal). If the benchmark price is too low and geothermal developers start bidding up the price to PLN, it will end up at a point where projects may or may not be feasible to develop because the outcome of negotiations resulted in an agreement which the economical price will not be achieved. This leads to inhibited the entry of other business operators or potential competitors to enter the market (barrier to entry) and leads to unfair business competition. This thesis is using a normative study with descriptive analytical method. The results of the study suggest that the government should determine the reasonable selling price of electricity, so there should be no long negotiation process between the developer with PT PLN (Persero), because it is very important to know the exact price for certain in the needs for calculating electricity prices in the economic value of investment in electricity supply business.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T42907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Acep Sugiana
Abstrak :
ABSTRAK
Persekongkolan dalam Tender merupakan tindakan yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan usaha tidak sehat. Secara khusus larangan melakukan Persekongkolan dalam Tender diatur di dalam Pasal 22. Tujuan dilaksanakannya Tender yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat ikut menawarkan harga dan kualitas yang bersaing. Sehingga pada akhirnya dalam pelaksanan proses tender tersebut akan didapatkan harga yang termurah dengan kualitas yang terbaik. Penelitian ini bersifat yuridis normatif berdasarkan penelitian literatur dan perundang-undangan.Dalam perkara KPPU No.03/KPPU-L/2016 KPPU tidak cermat dalam mempertimbangkan dan membuktikan unsur efisiensi dan Afiliasi selain unsur-unsur lainnya.Sehingga meskipun dalam tingkat persidangan di KPPU para Terlapor dinyatakan bersalah namun dalam tingkat keberatan di Pengadilan Negeri dan Kasasi di Mahkamah Agung para Terlapor yaitu Husky-CNOOC Madura Limited dan PT COSL INDO dibebaskan dari tuduhan pelanggaran pasal 22 tentang persekongkolan tender.Pencapaian efisisensi merupakan roh dari hukum persaingan usaha di Indonesia,ketika efisiensi dapat tercapai dengan tujuan utama kesejahteraan konsumen maka faktor-faktor lain menjadi tidak begitu relevan untuk dituduhkan kepada pelaku usaha. Ditambah dengan ketidakcermatan KPPU dalam membuktikan pihak terafiliasi dalam perkara ini menjadi suatu pelajaran dan bahan evaluasi bagi KPPU ke depannya dalam penerapan pasal 22 UU No.5 tahun 1999.
ABSTRACT
Conspiracy in Tender is an action that is prohibited under the Law No. 5 of 1992 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. Specifically, the prohibition to conduct Conspiracy in Tender is stipulated in Article 22. The objective of Tender execution is to provide the same opportunity to business actors in order to offer competitive prices and qualities. So that, eventually the said tender process, lowest prices with the best qualities will be obtained. This research is juridical normative based on research on literatures as well as laws and regulations. In the case KPPU No.03 KPPU L 2016, KPPU was not scrupulous in considering and proving the efficiency element and Affiliation apart from other elements. As a result, even though the Reported were sentenced to be guilty in the trial in the stage of KPPU, but in the objection stage in District Court and Cassation in Supreme Court, the Reported, namely Husky CNOOC Madura Limited and PT COSL INDO were exempted from the accusation of Article 22 regarding tender conspiracy. Efficiency accomplishment is the spirit of business competition law in Indonesia. When efficiency can be reached with main objective is consumer welfare, therefore other factors become less relevant for business actor to be accused of. Added with KPPU rsquo s imprecision in proving the affiliated parties in this case, it becomes a lesson and evaluation material for KPPU in the implementation of Article 22 Law No. 5 of 2009 in the future.
2018
T50860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Edietha
Abstrak :
Patent Pooling merupakan manajemen yang mengelola lisensi yang dilakukan oleh dua atau lebih pemegang hak paten di mana pemegang hak paten tersebut merupakan hak paten yang dimiliki anggota dari manajemen tersebut. Patent Pooling mempermudah pelaku usaha dalam memperoleh izin penggunaan suatu teknologi yang dilindungi hak paten serta meringankan pembayaran royalti dalam penggunaan paten tersebut. Patent Pooling merupakan suatu tindakan para pelaku usaha untuk saling bekerja sama dengan para mitra usahanya untuk menghimpun lisensi Hak atas Kekayaan Intelektual terkait komponen produk tertentu.. Dalam kondisi tertentu, patent pooling berpotensi untuk menciptakan keadaan pasar yang bersaing dengan tidak kompetitif sehingga dapat melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Indonesia telah memiliki pedoman yang dibuat KPPU dalam Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, tetapi pedoman tersebut tidak membahas secara detail dan rinci batasan-batasan kondisi lisensi patent pooling yang melanggar ketentuan persaingan usaha tidak sehat. Hal ini dapat menimbulkan kekosongan hukum dalam menganalisa sejauh mana patent pooling telah melanggar ketentuan hukum persaingan usaha tidak sehat. Indonesia perlu mengembangkan pedoman yang telah dimiliki dengan mengambil contoh positif dari pedoman yang dimiliki Amerika Serikat dan Jepang.
Patent Pooling is a form of management who manage license conduct by two or more patent holder whereas the said patent rights own by the said management member. Patent Pooling simplify the process in obtaining licenses in utilizing a technology which license or patent is protected for business actors and makes royalty payment in utilizing the said patent cheaper. Patent Pooling is a form of act conduct by the business actors in cooperates with their business partners in collecting license against Intellectual Property Rights of particular component products. In special conditions, Patent Pooling are potential in creating an unfair business competition (persaingan usaha tidak sehat) in the market, the foregoing condition may breach the stipulation in Law No. 5 of 1999 dated 5 Mar. 1999 concerning Prohibition against Monopolistic Practices and Unfair Business Competition (?Law No. 5 of 1999?). Indonesia owns guidelines that created by Business Competition Supervisory Commission (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) (?KPPU?) and stipulated in the KPPU Regulation No. 2 of 1999 concerning Guidelines on Exception on the Implementation of Law No. 5 of 1999, however the guidelines have no specific details on the limitation of patent pooling license condition that violate the stipulation of an unfair business competition. The said situations are very likely to cause an uncertainty in analyzing how far the patent pooling violates the stipulation of Law No. 5 of 1999. Indonesia needs to develop the current guidelines by adopting positive examples own by the United States of America and or Japan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27579
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>