Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gema Perdana
Abstrak :
ABSTRAK
Berlakunnya UU No. 23 Tahun 2014 berimplikasi pada perubahan pembagian urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan dibidang pendidikan menengah yang semula menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota berubah menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Penetapan pembagian urusan pemerintahan harus berdasar pada prinsip akuntabilitas, efisiensi dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional sebagaimana diatur pada UU No. 23 Tahun 2014, tetapi penetapan pengelolaan penedidikan menengah tidak sepenuhnya mematuhi prinsip-prinsip sebagaimana diatur dalam undang-undang. Sehingga, terdapat kekhawatiran adanya ketidak sesuaian antara maksud dan tujuan dengan materi pengaturan dalam UU No. 23 Tahun 2014. Hal ini berimplikasi terhadap tanggungjawab pemerintah untuk memberikan peningkatan pelayanan publik yang maksimal kepada masyarakat dibidang penyelenggaraan pendidikan menengah. Penelitian ini diharapkan memberikan kajian hukum yang komprehensif terkait perubahan pengelolaan pendidikan menengah di pemerintah provinsi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, yurisprudensi dan doktrin yang ada. Serta menggunakan tipologi Preskriptif dan Jenis data sekunder. Perubahan pengelolaan pendidikan menengah yang semula merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota sepenuhnya menjadi Kewenangan Pemerintah Provinsi, tanpa adanya hubungan/hieraki keterkaitan dalam penyelenggaraan, sehingga dalam pelaksanaannya dibentuk cabang dinas pendidikan sebagai kepanjangan tangan Dinas Pendidikan Provinsi. Penentuan pembagian urusan pengelolaan pendidikan menengah pada dasarnya belum sepenuhnya berlandaskan pada Prinsip dan Kriteria pembagian urusan pemerintahan konkuren, sehingga dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya mengedepankan fungsi kemanfaataan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik. Besarnya beban anggaran yang menjadi tanggungjawab pemerintah provinsi berdampak pada menurunya akses pelayanan penyelenggaraan pendidikan menengah bagi masyarakat. Sehingga dibutuhkan perubahan substansi pengaturan manajemen pengelolaan pendidikan menengah dalam UU No. 23 Tahun 2014.
ABSTRACT
The enactment of Act No. 23 of 2014 concerning Regional Government has an impact on the changes in functional assignment of concurrent government affairs between the central government, provincial government and district/city government. One of the major implications in society is the management shift of secondary education affairs which is originally under the authority of district/city government to become under the authority of provincial government. The society which initially received free school facilities until secondary education and ease of access to supervision of the implementation of secondary education becomes difficult due to the ability of the provincial government to provide the same services. This study focuses on the changes in the implementation of secondary education, the determination of government affairs in the management of secondary education, and the implications of management shift of secondary education. This research is expected to be able to provide ideal construction in the distribution of government affairs. This study is normative legal research by exploring the laws and regulations and existing doctrines using secondary data. The management shift of secondary education which is originally the authority of district/city government becomes the authority of provincial government completely without any relationship/hierarchy in the implementation. Hence, a branch of Education Office is formed as an extension of the Provincial Education Office. The determination of functional assignment for managing secondary education is basically not fully based on the principles and criteria for the distribution of concurrent government affairs, so its implementation, the priority function has not been put forward for the society to get public services. The amount of the budget burden that is the responsibility of the provincial government has an impact on the decrease of access to services in secondary education for the society. Therefore, a change in the substance of the management arrangements for secondary education management in Act No. 23 Of 2014 is needed.
2019
T54416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Guwanda
Abstrak :
Penyediaan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau. Disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengubah tugas dan wewenang Pemerintah Daerah yang berakibat terhadap pelaksanaan tanggung jawab Pemerintah tersebut. Penelitian ini membahas kewenangan Pemerintah Daerah sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 serta bentuk pelaksanaan oleh Pemerintah Daerah untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang disempurnakan dengan perbandingan contoh Badan/Lembaga yang ada di negara lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan kewenangan Pemerintah Daerah akibat pembagian urusan kewenangan konkuren yang dapat menghambat penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Maka dari itu, perlu ada bentuk pelaksanaan untuk melengkapi peran Pemerintah Daerah dalam penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Bentuk pelaksanaan tersebut adalah dengan pembentukan dan/atau penunjukan Badan Pelaksana di tingkat Pusat dan Daerah. Tingkat Pusat dilakukan dengan melakukan penunjukan Perum Perumnas oleh Pemerintah Pusat dan di daerah dilakukan pembentukan atau penugasan Badan Pelaksana oleh pemerintah daerah dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah.
Provision of Houses for Low-Income Communities is the responsibility of the Central Government and Regional Governments so that people are able to live and inhabit decent and affordable homes. The enactment of Law Number 23 Year 2014 concerning Regional Government changed the duties and authority of the Regional Government which resulted in the implementation of the Government's responsibilities. This study discusses the authority of the Regional Government before and after the enactment of Law Number 23 Year 2014 and the form of implementation by the Regional Government to carry out its responsibilities. The research method used is a normative legal research method that is refined by comparing examples of agencies/institutions in other countries. The results of this study indicate that there is a change in the authority of the Regional Government due to the distribution of concurrent authority functions that can hinder the provision of housing for Low-Income Communities. Therefore, there needs to be a form of implementation to complement the role of the Regional Government in providing housing for Low-Income Communities. The form of implementation is the establishment and/or appointment of Implementing Agency at the Central and Regional levels. The Central Level is carried out by the appointment of Perum Perumnas by the Central Government and in the regions the establishment or assignment of the Implementing Agency by the regional government in the form of Regional Owned Enterprises.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigalingging, Eduard
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menggambarkan bagaimana sinkronisasi penyelenggaraan urusan pemerintahan dilaksanakan oleh pemerintah dengan pemerintah daerah, yang akan dijelaskan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Adapun hasil yang diperoleh adalah bahwa sinkronisasi dilakukan melalui koordinasi penyusunan rencana program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi, prioritas dalam RPJMN dan RKP menjadi acuan bagi penyusunan RPJMD dan RKPD, dikoordinasikan antara kementerian / lembaga dan pemerintahan daerah, begitu pula target-target nasional terkait urusan pemerintahan daerah III dikoordinasikan untuk dijadikan acuan oleh daerah dalam menentukan target di masing-masing daerah. Selain itu, salah satu penyusunan kebijakan yang menjadi tugas pemerintah adalah penyusunan peraturan pemerintah tentang standar pelayanan minimal dilakukan melalui koordinasi dengan kementerian teknis yang melaksanakan urusan pemerintahan terkait pelayanan dasar. Dengan demikian, hasil sinkronisasi urusan pemerintaha dapat mengintegrasikan pembangunan daerah dengan pembangunan nasional.
Jakarta: Biro Hukum dan Komunikasi Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2018
320 JPAN 8 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hasim As`ari
Abstrak :
Kebijakan Distribusi Urusan Pemerintahan pada Sektor Kehutanan di Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga saat ini beberapa kali mengalami perubahan, yang menunjukkan adanya tarik ulur kewenangan antara Pemerintan Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/kota. Tarik ulur kewenangan tersebut membawa dampak pada pengurusan hutan yang belum optimal dan lestari pada tataran implementasi. Oleh karena itu, maka perlu adanya solusi terkait desain kebijakan Distribusi Urusan Pemerintahan pada sektor Kehutanan masa depan, yang mampu memetakan siapa pihak yang paling tepat untuk mengurusi hutan, sehingga mampu menyelesaikan masalah-masalah kehutanan dan mampu mengarahkan pada implementasi pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang optimal dan lestari. Melalui penggunaan metode kualitatif, dengan informan yang mencakup aktor-aktor terkait dengan pelaksanaan urusan pemerintahan pada sektor kehutanan dan pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan dianalisis melalui metode kualitatif,  maka dihasilkan bahwa desain distribusi urusan pemerintahan bidang kehutanan di masa depan dapat dilakukan dengan IV alternatif, antara lain: Alternatif I: Desentralisasi ke Provinsi dan Tingkat Tapak, Alternatif II: Desentralisasi ke Provinsi dengan Cabang Dinas, Alternatif III: Desentralisasi ke Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan Alternatif IV: Desentralisasi fungsional. Dari keempat alternatif tersebut, penulis memandang pilihan terobosan dengan desentralisasi fungsional lebih menjanjikan, dimana dari pendekatan desentralisasi fungsional ini lahir dua model desain distribusi urusan pemerintahan bidang kehutanan yakni "One Province One Forestry Board" dan atau "One Landscape One Forestry Board".
Government Affairs Distribution Policy in the Forestry Sector in Indonesia since the beginning of independence has so far undergone several changes, which shows the tugging of authority between the Central Government, Provincial Governments and District/City Governments. The tugging of authority has an impact on forest management that is not optimal and sustainable at the level of implementation. Therefore, there is a need for solutions related to the design of the Government Affairs Distribution policy in the future Forestry sector, which is able to map who is the most appropriate party to manage forests, so as to be able to solve forest problems and be able to direct the implementation of optimal forest management and utilization and sustainable. Through the use of qualitative methods, with informants covering actors related to the implementation of government affairs in the forestry sector and collecting data through in-depth interviews and analyzed through qualitative methods, it was produced that future design of governmental affairs in the forestry sector could be carried out with alternative IVs. among others: Alternative I: Decentralization to Province and Site Level, Alternative II: Decentralization to Provinces with Service Branches, Alternative III: Decentralization to Provinces and Districts /Cities, and Alternative IV: Functional Decentralization. Of the four alternatives, the author considers breakthrough choices with functional decentralization more promising, where from this functional decentralization approach two models of governmental distribution business design are born, namely "One Province One Forestry Board" and "One Landscape One Forestry Board".
Depok: Universitas Indonesia, 2019
D2631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arindita Pratiwi
Abstrak :
Air sebagai salah satu sumber daya alam penting bagi kehidupan manusia, akses terhadap pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat menjadi suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah, termasuk diantaranya Pemerintah Kabupaten Tangerang. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU 17/2019 tentang Sumber Daya Air, PP 122/2015 tentang SPAM dan PP 54/2017 tentang BUMD, atas dasar hak penguasaan negara, memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola dan menyelenggarakan sumber daya air dan air minum di daerah melalui BUMD yang bergerak di bidang penyediaan air minum dan/atau kerja sama dengan badan usaha swasta dalam pengembangan penyelenggaraan SPAM. Metode penelitian yang digunakan adalah bentuk penelitian yuridis empiris, dimana peneliti menganalisis terlebih dahulu ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan sumber daya air dan penyelenggaraan air minum oleh pemerintah daerah kemudian menganalisis pemberlakuan ketentuan tersebut di masyarakat. Hasil penelitian ini adalah penyelenggaraan air minum di Kabupaten Tangerang dilakukan oleh PERUMDAM TKR selaku badan usaha milik daerah dan beberapa badan usaha swasta. Pasca dibatalkannya UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air, penyelenggaraan air minum oleh badan usaha swasta hanya dapat dilakukan melalui kerja sama investasi dan pemberian izin penyelenggaraan air minum diprioritaskan untuk BUMD. ......Water as one of the natural resources that is important for human life, so that access to the fulfillment of water needs for the community is an obligation that must be fulfilled by the Regional Government, including the fulfillment of drinking water needs in Tangerang Regency. This is in line with the mandate of Article 33 paragraph (3) UUD 1945, UU 23/2014 concerning Regional Government, UU 17/2019 concerning Water Resources, PP 122/2015 concerning SPAM and PP 54/2017 concerning BUMD, on the basis of ownership rights, the state authorizes district governments to manage water resources in district areas through the establishment of BUMDs and/or cooperation with private business for the development of SPAM. The research method used is a form of empirical juridical research, where the researcher first analyzes the provisions of the laws and regulations regarding the management of water resources and the administration of drinking water by the local government and then analyzes the implementation of these provisions in the community. The result of this research is that the provision of drinking water in Tangerang Regency is carried out by PERUMDAM TKR as a regional-owned company and several private companies. After the cancellation of UU 7/2004 concerning Water Resources, the provision of drinking water by private business can only be carried out through investment cooperation and the granting of a drinking water operation permit is prioritized for BUMD.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover