Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hilman Hadiansyah
Abstrak :
ABSTRAK Nyeri kolik pada penderita batu ureter merupakan gangguan urologi yang paling menyakitkan. Nyeri kolik timbul karena adanya obstruksi dan hambatan pasase material dalam organ berongga. Kolik sangat dipengaruhi oleh ukuran batu, lokasi batu, derajat obstruksi, dan variasi anatomi tiap individu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara nyeri kolik dengan lokasi batu ureter pada pasien batu ureter unilateral. Penelitian dilakukan pada 1 Juni 2012 ? 1 Juni 2013 di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dengan mengambil 1146 data rekam medis pasien dengan batu ureter unilateral tahun 2009-2011. Data dikelompokkan sesuai dengan ada tidaknya nyeri kolik dan lokasi batu (proksimal dan distal ureter), lalu dihitung persentase perbandingan nyeri kolik dan lokasi batu dengan uji chi-square untuk melihat kemaknaannya. Sebagian besar pasien penderita batu ureter adalah laki-laki (73%). Kolik terjadi pada sebagian besar pasien (65,1%). Pasien kolik dengan batu ureter distal lebih banyak daripada batu ureter proksimal (55,4%, p=0,000, CI95%: 0,584). Disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara nyeri kolik dengan lokasi batu ureter.
ABSTRACT Colic pain in ureteral stone patients is the most painful urologic symptom. Colic pain occurs when there is an obstruction and passage barrier materials in organs with lumens. Colic pain is mostly affected by stone size, location, degree of obstruction, and individual anatomical variation. This study?s objective was to know the relationship between colic pain occurrences and stone locations in unilateral ureteral stone patients. The study was conducted on June 1st, 2012 - June 1st, 2013 in the Department of Urology Cipto Mangunkusumo Hospital using the 1146 medical records of unilateral ureteral stones patients in 2009-2011. Data were grouped according to the presence or absence of pain colic and stone location (proximal and distal ureter), and then the percentage ratio of colic pain and the stone location were calculated using the chi-square test to see their relationship. It was found that from patients with ureteral stone, 73% of them was male and colic pain occurred in 65,1% of the total patients. Patients with distal ureteral stones had colic pain more than in proximal ureteral stones (55,4%, p=0,000, CI 95%= 0,584). In conclusion, there was a relationship between colic pain and ureteral stone location.
2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alwin Monoarfa
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
T58986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyo Baskoro
Abstrak :
Hidronefrosis adalah perubahan anatomis ginjal berupa dilatasi pada bagian pelvikokaliks ginjal akibat penumpukan urin. Faktor penyebab hidronefrosis salah satunya adalah obstruksi saluran ureter oleh batu saluran kemih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara ukuran batu ureter dengan derajat hidronefrosis pada pasien batu ureter unilateral. Analisis dilakukan pada 520 data rekam medik Departemen Urologi Rumah Sakit Ciptomangunkusumo tahun 2009-2011. Data ukuran batu dibagi sesuai diameter, yaitu ukuran batu ureter 1 = <5mm, 2= 5-<10mm, dan 3= ≥10mm, dan derajat hidronefrosis berdasarkan pelebaran pelvikokaliks ginjal (rendah dan tinggi) yang dianalisis dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan ukuran batu ureter 2, paling banyak terjadi pada derajat hidronefrosis ringan. Juga pada hidronefrosis derajat berat paling banyak terjadi pada pasien dengan batu ureter ukuran 2. Sedangkan pasien dengan batu ureter ukuran 1 memiliki angka kejadian hidronefrosis paling kecil (p=0.000). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara ukuran batu ureter terhadap derajat hidronefrosis.
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Anom Suryawan
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Drainase temporer saluran kemih bagian atas dapat dilakukan dengan pemasangan stent ureter. Pemasangan DJ stent dapat memberikan keluhan rasa tidak nyaman pada pasien yang bervariasi dari seseorang ke orang yang lain dan bersifat idiosinkrasi Tujuan: Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap gejalagejala berkemih dan nyeri pada pasien-pasien yang terpasang DJ stent di RSUP Dr. Sardjito dan RSPAU Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta. Metode: Penelitian prospektif ini dilakukan pada bulan Maret - Agustus. Semua pasien yang dipasang DJ stent diikutsertakan dalam penelitian ini. Kriteria eksklusi adalah pasien yang dipasang DJ stent dengan kasus keganasan, pasien yang menjalani pemasangan DJ stent,dan pasien dengan DJ stent bilateral. Sebelum dan 1 bulan setelah dipasang DJ stent, yakni ketika pasien dijadwalkan lepas DJ stent, pasien kembali mengisi kuesioner IPSS, USSQ dan VAS. Data IPSS, komponen berkemih USSQ dan VAS dicatat dan dianalisis dengan Chi Square/ Fisher exact test, Pearson/Spearman dan Mann Whitney Hasil: Dari 40 pasien, laki-laki 23 orang (57,5%) dan perempuan 17 orang (42,5%), rerata usia 44,92 tahun dan lama pemasangan DJ stent 38,22 hari. Berdasarkan hasil IPSS, terdapat hubungan bermakna antara IPSS total sebelum dan setelah pemasangan DJ stent (p <0,001; r = 0,628). Distribusi gejala berkemih yang sering muncul pada kuesioner USSQ adalah disuria (62,5%), frekuensi (55%), nokturia (52,5%), buang air kecil tidak lampias (47,5%), hematuria (35%), dan urgensi (15%). Pada analisis bivariate, posisi DJ stent berhubungan dengan timbulnya frekuensi (p <0,001), nokturia (<0,001), urgensi (p=0,002), buang air kecil tidak lampias (p=0,049), dysuria (p=0,030), hematuria (p=0,026) dan nyeri (p<0,001). Kesimpulan: Gejala berkemih sebelum dipasang DJ stent dan posisi DJ stent merupakan faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala berkemih dan nyeri pada pemasangan DJ stent.
ABSTRACT
Background: Temporary drainage of upper urinary tract can be performed by ureteral stents. Stent discomfort can vary from one patient to another in an idiosyncratic manner. Purpose: To study factors that influence urinary symptoms and pain related to stented ureter Methode: This is prospectif study, from March 2014 to August 2014, to known factors that influence urinary symptoms and pain of patients with ureteral stent. All patients were inserted ureteral stent participated in this study. Exclusion criteria were patients with malignancy, patients who had history of DJ stent placement previously, and patients with bilateral DJ stents. All patients completed IPSS questionnaire before inserted stents. After 1 month, when removal DJ stents performed, all patients completed IPSS,USSQ and VAS. All data was analized with Chi square/fisher exact test, pearson/spearman correlation and Mann Whitney. Results: Fourty patients consist of 23 man (57.5%) and 17 women (42.5%) completed this study. The mean age was 44.92 years old and length of stented ureter was 38.22 days. There was significance correlation between IPSS of DJ stent preinsertion and post insertion ( p<0.001; r = 0.628). Of the patients reported dysuria (62.5%), frekuensi (55%), nocturia (52.5%), incomplete emptying (47.5%), hematuria (35%) and ugency (15%). On bivariate analysis, there was significance correlation between DJ stent position and frequency (p <0.001), nocturia (<0.001), urgency (p=0.002), incomplete emptying (p=0.049), dysuria (p=0.030), hematuria (p=0.026) and pain (p<0.001). Conclusion: Previous urinary symptoms and DJ stent position were factors that influence urinary symptoms and pain related ureteral stent insertion.
2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Narullita Anwar
Abstrak :
Masalah batu saluran kemih (BSK) masih menduduki kasus tersering di antara seluruh kasus urologi. Beban biaya perawatan batu saluran kemih di Indonesia termasuk biaya klaim terbanyak dengan jumlah klaim sebesar Rp 4.205.962.496.000 sementara salah satu etiologi dari gagal ginjal adalah batu saluran kemih. Penelitian ini akan memaparkan bagaimanakah tingkat keberhasilan terapi konservatif atau medikamentosa berdasarkan variabel umur, jenis kelamin, lokasi batu, ukuran batu dan jenis obat. Hasil penelitian menunjukkan responden yang berhasil menjalankan terapi batu saluran kemih sebanyak 78.4% dengan rentang usia 30-39 tahun dan jenis kelamin responden terbanyak adalah laki-laki. Sebagian besar adalah lokasi batu berada di daerah distal, ukuran batu kurang dari 9 mm dan menggunakan jenis obat tamsulosin. Tidak ada hubungan antara faktor demografi (usia dan jenis kelamin) dengan keberhasilan terapi batu saluran kemih. Lokasi batu, ukuran batu dan jenis obat berhubungan dengan keberhasilan terapi batu saluran kemih. Rumah Sakit dan Asuransi dapat melakukan pendeteksian dini pasien yang akan dilakukan terapi batu saluran kemih seperti lokasi batu ginjal yang terbukti menentukan keberhasilan terapi batu saluran kemih. Selain itu, tindakan terapi batu saluran kemih dan jenis obat yang sudah terbukti efektif dan efisien dapat dipilih dalam menentukan keberhasilan terapi batu saluran kemih. ......Ureterolithiasis still occupy the most common cases among all urological cases. The cost of treating urinary tract stones in Indonesia includes the highest claim costs with a total claim of IDR 4,205,962,496,000 while one of the etiology of kidney failure is reterolithiasis. This study will describe how the success rate of conservative or medical therapy based on the variables of age, gender, stone location, stone size and type of drug. The results showed that 78.4% of respondents who successfully performed urinary tract stone therapy with an age range of 30-39 years and the gender of the majority of respondents were male. Most of the stones are located in the distal area, the size of the stone is less than 9 mm and using tamsulosin. There is no relationship between demographic factors ( age and gender) with the success of urinary tract stone therapy. Stone location, stone size and type of drug are related to the success of urinary tract stone therapy. Hospitals and insurances can perform early detection of patients who will be treated for ureterolithiasis, such as the location of kidney stones which is proven to determine the success of urinary tract stone therapy. In addition, the treatment of urinary tract stones and the types of drugs that have been proven to be effective and efficient can be chosen in determining the success of urinary tract stone therapy.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budianto
Abstrak :
Pielografi intravena (PIV) dianggap sebagai pemeriksaan awal yang terbaik pada pasien dengan kecurigaan batu ureter, tetapi belakangan ultrasonograpi (USG) telah dianggap sebagai salah satu altematif. Telah dilakukan suatu studi prospektif untuk melihat sekiranya pendekatan ini dapat dipergunakan untuk mendiagnosis batu ureter. Telah dilakukan penelitian terhadap 43 pasien dengan kecurigaan batu ureter yang dikirim ke bagian radiologi dalarn peri ode 7 bulan penelitian. Dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan USG dan PIV pada hari yang sarna. Hasilnya, berdasarkan PIV didapatkan 21 pasien dengan batu ureter, dengan USG didapat hanya satu kesalahan diagnosis. Evaluasi dengan menggunakan koefisien kappa menunjukkan terdapat keselarasan yang secara statistik sangat baik antara hasil USG dan PIV. Penulis mengambil kesimpulan bahwa USG dapat dipergunakan sebagai salah satu modalitasvaltematif tehadap PIV dalam mendiagnosis batu ureter.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T59022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Rizky Teguh Ryanto
Abstrak :
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) merupakan terapi non-invasif yang menjadi tatalaksana lini pertama batu ureter. Terdapat berbagai faktor yang diduga dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan ESWL, diantaranya lokasi batu dan ukuran batu ureter. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan antara lokasi batu dan ukuran batu dengan tingkat keberhasilan ESWL pada pasien batu ureter. Penelitian dilakukan di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dengan mengambil 106 data rekam medis pasien laki-laki tahun 2009-2011 dengan batu ureter unilateral yang sudah dilakukan ESWL. Data kemudian dikelompokkan sesuai dengan kategori ukuran batu (diameter <10 mm atau ≥10 mm) dan lokasi batu (proksimal atau distal ureter), lalu dihitung persentase keberhasilan ESWL dan dianalisis dengan uji regresi logistik untuk melihat kemaknaannya. Didapatkan bahwa sampel memiliki rentang usia 27-74 tahun (mean 43,5 tahun). Persentase keberhasilan ESWL lebih tinggi pada batu ukuran <10 mm (92,4%) dibanding batu ukuran ≥10 mm (70,4%) (p=0,01, OR: 4,806(1,453-15,905)). Didapatkan juga persentase keberhasilan ESWL lebih tinggi pada batu ureter proksimal (92,2%) dibandingkan ureter distal (78,6%) (p=0,081, OR: 2,957(0,875-9,987)). Disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara ukuran batu ureter dengan tingkat keberhasilan ESWL tetapi tidak terdapat hubungan lokasi batu ureter dan tingkat keberhasilan ESWL. ......Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) is a non-invasive, first-line treatment for ureteral stone. There are multiple factors thought to be influencing its success rate, including stone location and size in the ureter. This study's objective was to prove the relationship between stone location and size with ESWL success rate in male unilateral ureteral stone patients. This study was done at Urology Departement Cipto Mangunkusumo Hospital. 106 patients met the inclusion criteria. The collected data were then grouped according to their categorizations for stone size (<10 mm or ≥10 mm) or location (proximal or distal), then their ESWL successs percentage were counted and analyzed using regression logistic test. It was found that from samples with age ranging from 27-74 years old (mean 43,5 years old), the ESWL success rate in <10 mm stone size patients was higher (92,4%) than in ≥10 mm size (70,4%) (p=0,01, OR: 4,806(1,453-15,905)). It was also found that ESWL success rate in proximal stones is higher (92,2%) than in distal stones (78,6%) (p=0,081, OR: 2,957(0,875-9,987)). In conclusion, there was a relationship only between ureteral stone size with ESWL success rate in ureteral stone patients, but there was no relationship ureteral stone location and ESWL success rate.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinny Verdini
Abstrak :
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan nilai Efficacy Quotient EQ?? dari tindakan ESWL Extracorporeal Shockwave Lithotripsy menggunakan mesin Piezolith Richard Wolf 3000 pada batu ureter. Desain penelitian adalah metode survei yang bersifat deskriptif dan analisis multivariat. Terdapat 113 95 dari 119 pasien yang dinyatakan bebas batu setelah tindakan ESWL pertama. Didapatkan nilai EQ 0,89. Hanya ukuran batu yang mempengaruhi angka bebas batu dalam penelitian ini P < 0,05 . Disimpulkan bahwa prosedur ESWL menggunakan mesin Richard Wolf Piezolith 3000 memiliki nilai efficacy quotient dan angka bebas batu yang lebih baik daripada mesin-mesin sebelumnya dan yang sejenis.Kata KunciBatu ureter, ESWL, efficacy quotient, angka bebas bat.
ABSTRACT The study aim was to determine the Efficacy Quotient EQ of ESWL using Piezolith Richard Wolf 3000 machine for ureteral stone. Design of study was both descriptive statistical and multivariate analytical study. From 113 95 of 119 patients were stated stone free after the first ESWL. EQ value was 0.89. Stone size was the only factor that correlated significantly with stone free rate P 0.05 . It is concluded that ESWL procedure using Richard Wolf Piezolith 3000 machine patients had better efficacy quotient and better stone free rate than previous reports using similar machines. Key WordsUreteral stone, ESWL, efficacy quotient, stone free rate.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Radityamurti
Abstrak :
Salah satu fungsi ginjal adalah sebagai tempat produksi erythropoietin yang berfungsi memicu produksi sel darah merah. Pada penderita obstruksi batu ureter bilateral kronik dapat terjadi kerusakan ginjal umumnya berakibat anemia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan antara kadar hemoglobin dengan kadar kreatinin darah. Kadar kreatinin darah dalam penelitian ini digunakan sebagai indeks pengukuran fungsi ginjal. Penelitian dilakukan di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dengan mengambil data 101 rekam medis pasien pada tahun 2009-2011 dengan batu ureter bilateral dan diambil data hemoglobin (cut-off 12 gr/dL) dan kreatinin serum (cut-off 1,5 mg/dL). Hubungan antara keduanya dihitung dengan uji chi-square dan didapatkan 70,6% pasien dengan hemoglobin rendah pada pasien dengan kadar kreatinin tinggi dan 42,0% pasien dengan hemoglobin rendah pada pasien dengan kadar kreatinin normal (p=0,004). Terdapat risiko penurunan kadar hemoglobin (OR = 3,314) pada pasien dengan kadar kreatinin yang tinggi. Disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kadar hemoglobin dengan kadar kreatinin darah dan pasien dengan kadar kreatinin tinggi cenderung berisiko anemia.
One of renal function is as a place that serves erythropoietin production triggers the production of red blood cells. In patients with bilateral ureteral stone obstruction chronic kidney damage can occur generally result in anemia. This study aimed to prove the existence of a relationship between hemoglobin levels with blood creatinine levels. Blood creatinine levels in this study was used as an index of kidney function measurement. The study was conducted in the Department of Urology Hospital Cipto Mangunkusumo by retrieving 101 medical records data of patients in the years 2009-2011 with bilateral ureteral stones and data retrieving hemoglobin data (cut-off 12 g / dL) and serum creatinine (cut-off 1.5 mg / dL). Relationship between the two was calculated by chi-square test. It was found that 70.6% of patients with low hemoglobin had high creatinine levels and 42.0% of patients with low hemoglobin had normal creatinine levels (p = 0.004). These result implied that there was a risk of a decrease in hemoglobin levels (OR = 3.314) in patients with high creatinine levels. In conclusion, there was a significant relationship between level of hemoglobin and creatinine levels in blood. Patients with high creatinine levels tend to be at risk of anemia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juhadi Sunaryo
Abstrak :
ABSTRAK
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan litotripsi laser holmium: YAG pada batu ureter. Penelitian inimerupakan suatu kohort prospektif yang dilaksanakan pada Januari 2013 ndash; Mei 2015 di RSUD Kardinah Tegal, Jawa Tengah. Pasien dengan batu ureter proksimal dan distal dimasukkan sebagai subyek penelitian. Sebanyak 50 pasien batu ureter yang terdiri dari ureter proksimal 13 26 dan distal 37 74 pasiendiikutsertaakan dalam penelitian ini. Stone burden, lama operasi, dan jumlah batu merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan tindakan litotripsi laser holmium:YAG pada batu ureter.
ABSTRACT
To know predictive factors for success of holmium laser YAG lithotripsy in ureteral calculi management. This prospective cohort study was conducted in January 2013 to May 2015 at RSUD Kardinah Tegal Central Java. Patients diagnosed with proximal and distal stones were included in this study. Of 50 ureteral stone patiens, consisted proximal 13 26 and distal 37 74 were included in this study. Stone burden, duration of operation, and stone number were predictive factors for success of holmium laser YAG lithotripsy in ureteral calculi management.
2015
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library