Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ariandy Dena Putra
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas mengenai fenomena sistem birokrasi universalis yang berjalan pada sebuah perusahaan. PT Indosat Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi. Hal yang menjadi fokus bahasan pada tulisan ini mengenai sistem birokrasi universalis yang berjalan di dalam PT Indosat Tbk. Konsep untuk melakukan analisa data temuan penulis ialah dengan konsep karakteristik birokrasi menurut Perrow serta konsep kepemimpinan menurut Etzioni. Temuan tulisan ini ialah sistem birokrasi universalis yang berjalan pada suatu perusahaan yang penulis kategorikan sebagai tipe ideal dari birokrasi menurut Perrow. Hal ini disebabkan oleh kemunculan aktor pemimpin sebagai pemegang wewenang yang mampu menerapkan sistem nilai dan kebijakan yang lebih universalis dalam konteks organisasi sebagai birokrasi pada anggota-anggota di dalamnya. Pada tulisan-tulisan sebelumnya, lebih memposisikan sebuah birokrasi di dalam perusahaan sebagai faktor penting dalam melihat dan menentukan berjalan dan produktivitas perusahaan, tetapi tidak melihat adanya peran pemimpin di dalamnya. Poin penting tulisan ini adalah peran aktor pemimpin yang dapat menciptakan sistem birokrasi universalis di dalam perusahaan.

ABSTRACT
This paper discuss phenomenon about bureaucratic system in organization that apply universalism characteristics, in this case of PT Indosat Tbk. PT Indosat Tbk is a company that provides telecommunication. This paper focus on universal bureaucratic system and leadership in PT Indosat Tbk. Concepts that used in this paper are bureaucratic system characteristics by Perrow and leadership by Etzioni. This paper findings are universalism bureaucracy that applied in the organization wherein author argue that is the ideal type of bureaucracy according to Perrow. This happens due to appearance leadership actor as the authority holder that can implement value system and policy that has universality in the context of organization as bureaucracy for organization?s members. In past studies, bureaucracy and leadership are not considered as one entity that link to each other. This paper core point is about role of leadership which can create bureaucratic system with universalism characteristics in the organization."
2016
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jelnikar, Ana
"In 1913, Rabindranath Tagore received the Nobel Prize in Literature. World famous overnight, he was translated into numerous languages. Meanwhile, in Slovenia, a young, still anonymous poet felt strongly drawn to the newly available works of the Indian bard. This young man was Srecko Kosovel, who is today hailed as Slovenias leading avant-garde poet of the interwar period. But what could Kosovel, then barely out of his teens, have in common with a figure of Tagores stature? Deeply affected by Italys conquest of parts of Slovene-populated territory, Kosovel was able to identify with Tagore and relate to the historical predicament of colonial subjugation. Despite coming from different backgrounds, they were kindred spirits-a dynamic, creative ideal of universalism lay at the core of their concerns, as opposed to the more readily available nationalisms of the time. What is interesting about Kosovels reading of Tagore is not that he took inspiration from Tagore, but that the two writers shared a similar set of preoccupations. The contours of an expanding internationalist stage of the 1920s also united the two writers-who never met-in their world view as Kosovel identified with Tagore. Moreover, as a true universalist, in the sense of feeling empathy with the less fortunate, it was more in the spirit of equality that Kosovel approached Tagore rather than as an Eastern guru or an inferior Oriental. This book is the first comparative study of the writings of these two poets who lived worlds apart but spoke in strikingly similar voices. It explores the links between India and East-Central Europe in the early decades of the twentieth century and gives voice to responses from within Europe that have largely been overlooked in postcolonial and cultural studies."
Oxford: Oxford University Press, 2016
e20470211
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muh. Adlan N.
"Wacana Hak Asasi Manusia (HAM) mengemuka saat berbagai kekerasan, penindasan dan pelecahan terhadap kemanusiaan mengemuka dalam sejarah hidup umat manusia. Rezim-rezim totaliter di abad modern tidak jauh beda dengan pola kepemimpinan abad pertengahan dan primitif. Saat itu, manusia menjadi objek eksploitasi oleh manusia lain. Subordinasi dan superioritas yang terjalin antara penguasa (ruler) dan masyarakat (ruled) tidak henti-hentinya menjadi cerita laten sebuah bangsa.
Telah banyak kesepakatan yang dibuat untuk menempatkan posisi relasi antar manusia. Khususnya yang mengatur batas-batas kewenangan pemimpin dan warga negara. Bahkan sebelum modernitas menyapa dunia. Namun, hal itu tidak terlalu membawa dampak signifikan, meski asumsi moral pun telah diajukan. Dalam kondisi tersebut, diperlukan respon global yang menyeluruh pentingnya pengakuan atas hak-hak asasi manusia. Tidak hanya sekedar motivasi moral, namun juga memiliki kekuatan hukum dan politik.
Kulminasi desakan kepentingan tersebut berada pada titik saat berkumandangnya Universal Declaration of Human Right (UDHR), Deklarasi Semesta Hak Asasi Manusia, pada tahun 1948 yang dikodifikasikan pada tahun 1966 dalam Kesepakatan Internasional hak sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Poltical Rights) serta Kesepakatan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economics, Social and Cultural Rights).
Gagasan liberalisme Barat menjadi penopang utama pentingnya hak asasi manusia. Sebab ia memiliki landasan pengakuan atas kebebasan dan kesetaraan. Sebagai salah satu ideologi besar di dunia, ia menyeru bahwa setiap individu memiliki hak atas kebebasannya dan diberikan kesempatan yang sama untuk mengekspresikan kebebasan tersebut. Asumsi universalitas pun patut ditekankan, saat tak ada celah bagi pihak lain untuk menolaknya, atas dasar kemanusiaan.
Tentu saja gagasan ideal ini memiliki makna dan cita-cita yang Iuhur. Namun, ketika ia memasuki ranah hukum dan politik, maka muncul perbedaan sekaligus penentangan dari pihak lain. Khususnya budaya dan tradisi lain yang tidak berangkat dari asumsi liberal Barat. Salah satunya adalah Islam. la berangkat dari tradisi doktrin keagamaan yang bersumber pada AI-Qur'an dan Hadits. Keduanya terkumulasi dalam sistem hukum dan politik.
Pembahasan dalam tesis ini secara umum hendak memperoleh jawaban sejauh mana eksistensi HAM dalam perspektif Islam yang memiliki realitas budaya yang berbeda dengan Barat. Masalah pokok ini dijabarkan dalam sub-sub masalah sebagai berikut: Apa asumsi yang mendasari wacana HAM dalam pemikiran Barat dan Islam? Bagaimana eksistensi hak asasi manusia dalam perspektif Barat dan Islam? Sejauh mana efek kedudukan Tuhan dan manusia melandasi wacana HAM dalam perspektif Barat dan Islam?
Jenis penelitian memakai pendekatan kualitatif. Hasil data yang diperaleh dari operasional metode kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Penelitian ini jugs bersifat literer (library research), sumber data penelitian ini sepenuhnya berdasarkan kepada riset kepustakaan, mengandalkan tulisan-tuiisan yang berkaitan dengan wacana Hak Asasi Manusia (HAM) dalam perspektif Barat dan Islam, serta dengan tulisan-tulisan lain yang relevan, dengan menggunakan dua metode pembahasan; deskriptif dan analitis.
Metode deskriptif melukiskan keadaan secara obyektif. Wacana HAM dalam perpektif Barat dan Islam diteropong secara objektif. Dengan demenelisik asumsiasumsi HAM dalam pemikiran modern serta berbagai tinjauan atas relativisme budaya dalam pemikir kontemporer. Demikian Pula penerimaan atas pemikiran Islam reformis dalam pemikiran kontemporer Islam.
Metode analitis dilakukan dalam meneopong kedua wacana tersebut dalam bingkai filosofis. Urutan-unitan kronologis kemunculan HAM dibahas sesuai dengan dasar-dasar filosofis yang dikandungnya. Tokoh-tokoh semisal Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau menjadi pilar utama penggerak prinsip HAM yang menjadi acuan bagi dideklarasikannya HAM universal. Selain itu, juga dipakai dalam menganalisa konsep hak asasi manusia dalam perspektif Islam yang bersumber dari ayat-ayat AI-Qur'an dan Hadits.
Penemuan penting dalam tesis ini adalah bahwa wacana HAM dalam Islam tidak memiliki penjelasan yang eksplisit_ Bahkan pembicaraan HAM tersebut diajukan setelah pemikiran Barat mulai menyentuh wacana tersebut. Layaknya dokumen pedoman, pemikiran HAM dalam Islam merupakan upaya menyesuaikan gagasan HAM Barat dengan informasi yang dimuat oleh AI-Qur'an dan Hadits.
Dari penyesuaian tersebut, ditemukan bahwa hakikat HAM dalam Islam memiliki karakteristik khas, bersifat teosentris. Tuhan adalah motivasi mutlak dari segala sesuatu. Dia adalah pusat orientasi dari segala motivasi. Manusia adalah sosok mukallaf (dipenuhi kewajiban), sedangkan hak utama hanya milik Tuhan. Hal ini berbeda dengan konsep Barat yang anstroposentristik, berorientasi pada eksistensi manusia sebagai tujuan. Mementingkan perlindungan pada HAM dan kemerdekaan individu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17230
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library