Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Viviana Kusuma Dewi
Abstrak :
Perkembangan otak yang signifikan terjadi hingga usia 5 tahun. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan ini adalah nutrisi, yang dapat digambarkan dengan status gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dan perkembangan pada usia lima tahun pertama. Penelitian potong lintang ini dilaksanakan di Pancoran Mas, Depok pada tahun 2018 dan Kampung Garungsang dan Kampung Tapos, Bogor pada tahun 2019. Status gizi diukur dengan antropometri dan perkembangan dinilai dengan KPSP. Dari 50 subjek penelitian, 26% anak masing-masing memiliki status gizi berat badan/umur (BB/U) dan tinggi badan/umur (TB/U) yang tidak normal, dan 22% anak dengan tinggi badan/berat badan (TB/BB) yang tidak normal. Lebih dari 60% anak dengan gangguan gizi memiliki perkembangan yang meragukan atau kurang. Sebaliknya, lebih dari 70% anak dengan status gizi normal memiliki perkembangan yang sesuai. Parameter BB/U dan BB/TB berhubungan dengan perkembangan (p = 0.001; p = 0.006), namun tidak TB/U. Faktor lainnya yang berhubungan dengan perkembangan adalah kelompok usia, berat badan lahir, pemeriksaan kesehatan rutin, dan pengasuh (p < 0.05). Perkembangan anak perlu dipantau secara berkala dengan memperhatikan kecukupan gizi, kesehatan prenatal, dan pengasuhan ibu yang baik untuk perkembangan otak yang optimal. ......Major neurodevelopment happens until the age of 5. One of the factors that influence neurodevelopment is nutrition, which can be depicted by nutritional status. This research is to find the association between nutritional status and neurodevelopment in the first five years of age. This cross-sectional research was conducted in Pancoran Mas, Depok in 2018 and Kampung Garungsang and Kampung Tapos, Bogor in 2019. Nutritional status was assessed by anthropometry and neurodevelopment was evaluated using KPSP. Of 50 subjects, there were each 26% of children with abnormal weight for age and abnormal height for age, and 22% of children with abnormal weight for height. More than 60% of undernourished children had poor or questioned neurodevelopment. In contrast, more than 70% of children with normal nutritional status had proper neurodevelopment. Weight for age and weight for height had significant association with neurodevelopment (p = 0.001; p = 0.006), but not height for age. Other factors that were associated with neurodevelopment were age group, birth weight, health check-up, and primary caregiver (p < 0.05). Child development should be monitored regularly and good nutrition, prenatal health, and maternal care should be taken into account for optimal neurodevelopment
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mika Hananto
Abstrak :
Pneumonia khususnya pada balita masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, hal ini terlihat dengan masih tingginya morbiditas dan mortalitas pneumonia di Indonesia. Salah satu upaya untuk menurunkannya adalah dengan diketahuinya faktor risiko terjadinya pneumonia pada balita. Dengan demikian diharapkan penaggulangan dan pencegahan penyakit ini dapat lebih tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di 4 propinsi di Indonesia tahun 2001. Desain yang digunakan adalah kasus kontroI, dimana kasus adalah semua balita 0-59 bulan yang tercakup dalam survei ini dan didiagnosis pneumonia, sedangkan kontrol adalah semua balita 0-59 bulan yang tercakup dalam survei ini dan hasil diagnosisnya tidak rnenderita pneumonia. Besar sampel yang digunakan dengan perbandingan 1 kasus (177 orang) dibandingkan 3 kontrol (513 orang) atau jumlah seluruh sampel sebanyak 708 balita. Data yang dipergunakan adalah hasil survey BES (Benefit Evaluation Study) yang dilakukan oleh Badan Litbang Depkes bekerjasama dengan Proyek ICDC (Intensified Communicable Disease Control) yang dikelola oleh Ditjen P2M-PL, yang meliputi 4 propinsi di Indonesia (Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tengah) tahun 2001. Hasil penelitian didapatkan, dari 10 faktor risiko yang diduga berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita ternyata hanya 4 variabel yang berhubungan yaitu pendidikan ibu, status ekonomi, umur balita dan kepadatan hunian. Faktor sosio demografi ibu yang berhubungan adalah pendidikan ibu dan status ekonomi. Balita yang ibunya berpendidikan rendah berpeluang untuk terjadi pneumonia sebesar 2,00 kali (95% CI: 0,95-4,21) dibandingkan balita yang ibunya berpendidikan tinggi, sedangkan balita yang ibunya berpendidikan sedang berpeluang untuk terjadi pneumonia sebesar 2,30 kali (95% CI: 1,11-4,74) dibandingkan balita yang ibunya berpendidikan tinggi. Balita yang berstatus ekonomi rendah berpeluang untuk terjadi pneumonia sebesar 2,49 kali (95% CI: 1,39-4,47) dibandingkan yang berstatus ekonomi tinggi, sedangkan balita yang berstatus ekonomi sedang berpeluang untuk terjadi pneumonia sebesar 2,16 kali (95% CI: 1,20-3,70) dibandingkan balita yang status ekonominya tinggi. Faktor biologi balita yang berhubungan adalah umur, dimana balita yang berumur < 12 bulan berpeluang untuk terjadi pneumonia sebesar 2,27 kali (95% CI: 1,55-3,31) dibandingkan balita yang berumur > 12 - 59 bulan. Faktor pelayanan kesehatan tidak ada yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita. Dari keempat variabel yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di 4 Propinsi di Indonesia ternyata yang paling dominan adalah variabel status ekonomi. Dengan hasil ini, mengingat pendidikan ibu dan status ekonomi merupakan faktor resiko kejadian pneumonia pada balita, maka diharapkan kepada depkes untuk bekerja sama dengan lintas sektor terkait karena untuk mangatasi masalah ini sangat erat kaitannya dengan sektor lain. Kepada pengelola proyek ICDC dalam perencanaan program pemberantasan pneumonia pada balita lebih menekankan kepada faktor risiko (pendidikan ibu yang rendah, status ekonomi rendah dan juga kelompok umur balita < 12 bulan). Sedangkan kepada peneliti lain perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui lebih jauh apakah faktor-faktor risiko kejadian pneumonia pada balita dalam penelitian ini juga berlaku untuk daerah lain di Indonesia dan juga faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Pustaka: 38 (1982-2003)
Analysis on Risk Factors That Related to Pneumonia Incidence among Under-fives in Four Provinces in IndonesiaPneumonia among under-fives is still remains a health issue in Indonesia, which could be seen by mortality and morbidity rate in Indonesia. One of the efforts to decrease the mortality and morbidity rate is to find out risk factors of pneumonia among under-fives in order to find the right handling on coping with and prevention of pneumonia. The objective of this study is to reveal the risk factors which related to pneumonia incidence among under-fives in four provinces of Indonesia year 2001. Design that has been used is case control design, where the case is all of under-fives (0-59 months) which covered in this study and diagnosed has ARI, while the control is all of under-fives (0-59 months) which covered in this study and diagnosed has not ARI. Number of sample that has been used by comparing 1 case (177 people) to 3 controls (513 people) or number of ill samples is 708 under-fives. The data that has been use is from Benefit Evaluation Survey (BES) which has carried out by R&D of Department of Health and Intensified Communicable Disease Control (ICDC) project which administrated by Ditjen P2M-PL, included four provinces in Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, and Sulawesi Tengah) year of 2001. The result of this study has found that from 10 risk factors which suspected to have relation to pneumonia incidence among under-fives, apparently only 4 variables which related which are economics status, age, and density of residence. Social demography factors of mothers which related are mother's education and economics status. Under-five which has low educated has a chance to get pneumonia 2.00 times (95% CI: 0.95-4.21) compared to those who has high educated mother. Meanwhile, under-five which has enough educated mother has a chance 2.30 times (95% CI: 1.11-4.74) compared to those who has high educated mother. Under-five which has low economics status has a chance 2.49 times (95% CI: 1.39447) to get pneumonia compared to those who has high economics status, while under-five which has middle economics status has chance 2.16 times (95% CI: 1.20-330) to get pneumonia compared to those who has high economics status. Biological factor which has relationship is age, where under-five with age 12 months and below has a chance to get pneumonia 2,27 times (95%CI:1.55-3.31) compared to under-fives with age betweenl2 to 59 months. Health services factor have no relationship with pneumonia incidence among under-fives. From those four variables which related to pneumonia incidence among under-fives in four provinces in Indonesia, reveal that the dominant variable is economics status. Based on the result of this study, considering mother's education and economics status as the factors of pneumonia incidence, it hoped to Department of Health Issue to establish cooperation to related sectors. To ICDC project management in planning the pneumonia controlling program more emphasize to the risk factors such as, mother's education, economics status and under-fives below 12 months. And to other researchers need advanced studies to discover if these risk factors of pneumonia among under-fives still valid in other regions and also if there are other factors which have not be studied in this study. References: 38 (1982-2003)
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Isti Purwanti
Abstrak :
Angka kesakitan dan kematian karena ISPA pada kelompok umur balita di Indonesia masih tinggi, maka penatalaksanaan program dititik beratkan kepada penanggulangan pneumonia pada balita. Pada akhir-akhir ini salah satu upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian tersebut adalah dengan adanya peningkatan pengetahuan ibu tentang ISPA , sikap dan perilaku pencarian pengobatan, serta praktek pengobatan oleh para petugas kesehatan setempat. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan pencarian pengobatan pertama penderita pneumonia pada balita di Kabupaten Majalengka tahun 2003. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol, dengan menggunakan data penderita pneumonia pada balita yang pencarian pengobatan pertama tidak ke fasilitas kesehatan ( kasus ), dan penderita pneumonia pada balita yang pencarian pengobatan pertama ke fasilitas kesehatan ( kontrol ). Adapun untuk pemilihan kasus dan kontrol adalah seluruh balita penderita pneumonia yang berobat ke puskesmas (16 puskesmas ) pada bulan Juni 2003. Dari basil penelitian ini menunjukkan pengetahuan kurang baik (OR = 3,592 ; dan 95 % CI 2,054 ; 6.282 ), sedangkan sikap yang negatif ( OR = 2,166 ; dan 95 % CI 1,230 ; 3,815 ) merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan pencarian pengobatan pertama penderita pneumonia pada balita. Dari hasil penelitian ini terlihat masih sangat diperlukannya kegiatan-kegiatan dari petugas kesehatan, terutama kegiatan penyuluhan mengenai penyakit pneumonia pada ibu-ibu yang memiliki balita terutama pada tanda bahaya penyakit pneumonia, sehingga apabila balitanya menderita pneumonia langsung dibawa berobat ke fasilitas kesehatan. Daftar Pustaka : 35 ( 1975 - 2002 )
Morbidity and mortality rates of ARI among under fives in Indonesia is still very high, thus program management is emphasized on efforts to overcome pneumonia among under fives. At the present time, one effort to reduce morbidity and mortality rates of pneumonia among under fives is by improving mother's knowledge about ARI, improving mother's attitude and health seeking behavior, and improving medication practices provided by local health personnel. This study aimed to investigate the relationship between knowledge and attitude with health seeking behavior among under fives with pneumonia in Majalengka District in 2003. This study employed case-control study design with under fives with pneumonia whose first health seeking behavior was not directed to health facility as cases and under fives with pneumonia whose first health seeking behavior was directed to health facility as controls. Those cases and controls were all under fives with pneumonia who went to community health center for medication (16 CHCs) during June 2003. The study showed that poor knowledge (OR=3.592; 95% CI 2:054:6.282) and negative attitude (OR=2.166; 95% CI 1.230:3.815) were risk factors related to first health seeking behavior among under fives with pneumonia. The study showed the importance and the necessity of improving health personnel activities, mainly those related to extension and community education about pneumonia targeted to mothers with under fives, particularly those with pneumonia danger signs. Therefore, whenever the child is getting sick, the mother would seek for health care to health facility at the first time.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Diarrhoeal diseases become the second coused of death of the under-fives, the third in infant and the fifth at all people in Indonesia....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Harimat Hendarwan
Abstrak :
Tingginya mortalitas bayi dan balita karma ISPA - Pnemonia menyebabkan penanganan penyakit ISPA - Pnemonia menjadi sangat penting artinya. Kondisi ini disadari oleh pemerintah sehingga dalam Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA telah menggariskan untuk menurunkan angka kematian balita akibat pnemonia dari 5/1000 balita pada tahun 2000 menjadi 3/1000 balita pada tahun 2005 dan menurunkan angka kesakitan pnemonia balita dari 10 -- 20 % menjadi 8 - 16 % pada tahun 2005. Resiko mortalitas pada balita, khususnya pada bayi sangat tinggi dan resiko ini lebih ditentukan pada kemampuan ibu atau keluarga atau masyarakat dalam memberikan perhatian dan pengobatan kepada anak-anaknya. Rendahnya cakupan penemuan kasus pnemonia di Kabupaten Serang menunjukkan adanya suatu mata rantai yang harus ditelusuri mengenai pola pencarian pengobatan dari balita yang menderita pnemonia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku pencarian pengobatan dari ibu yang memiliki balita dengan gejala pnemonia dan faktor - faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang (cross sectional). Lokasi penelitian meliputi wilayah kerja dari 3 puskesmas di wilayah utara Kabupaten Serang yaitu Puskesmas Kramat Watu, Puskesmas Bojonegara, Puskesmas Pontang, 3 puskesmas di Kota Serang yakni Puskesmas Serang Kota, Puskesmas Rau, Puskesmas Singandaru, dan 3 puskesmas di daerah selatan Kabupaten Serang yaitu Puskesmas Baros, Puskesmas Pabuaran, dan Puskesmas Jawilan. Sarnpel diambil secara quota dengan memperhitungkan proporsi balita yang ada di masing-masing wilayah kerja puskesmas tempat penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 8 variabel yang diteliti (umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, pengalaman, kepercayaan pengobatan, dan pengaruh orang lain) dalam hubungannya dengan upaya pencarian pengobatan terhadap kasus-kasus balita dengan gejala pnemonia ditemukan ada 2 variabel yang berhubungan secara bermakna dengan perilaku pencarian pengobatan pada ibu balita yaitu pengaruh orang lain dan kepercayaan pengobatan. Variabel pengaruh orang lain merupakan variabel yang paling dominan, dimana ibu yang memilih upaya pencarian pengobatan dipengaruhi oleh orang lain berpeluang untuk mengobati anak balitanya ke tenaga kesehatan 6,54 x dibandingkan dengan ibu yang memilih upaya pencarian pengobatan dengan inisiatif sendiri setelah dikontrol dengan variabel kepercayaan pengobatan. Dari hasil penelitian ini disarankan perlunya perhatian yang lebih besar dari Dinas Kesehatan Kabupaten Serang untuk kegiatan-kegiatan penyuluhan mengenai pneumonia pada ibu - ibu yang memiliki balita dengan penekanan pads kemampuan melakukan deteksi dini pneumonia, meningkatkan sistem pencatatan dan pelaporan dan seluruh pelayanan kesehatan yang dikelola oleh tenaga kesehatan, pelatihan untuk meningkatkan kemampuan teknis petugas kesehatan, serta melakukan audit terhadap kematian bayi yang disebabkan oleh pneumonia secara lain. Daftar Pustaka : 40 (1975 - 2002)
Factors Related to Mother's Health Seeking Behavior on Under Fives Suffered from Pneumonia Symptoms in Serang District, Banten Year 2003High infant and under five mortality rates due to ARI-Pneumonia justify the importance of handling this disease. Government responded to this condition by targeting to reduce under five mortality rate caused by pneumonia from 511000 under fives in 2000 to 3/1000 under fives in 2005 and to reduce the morbidity rate of pneumonia among under fives from 10-20% to 8-16% in 2005 as stated in P2ISPA Program. Under five mortality rates, particularly among infant are very high and this was determined by the ability of mother or family to provide sufficient attention, care, and cure for the suffered children. Low coverage of newly diagnosed pneumonia cases in Serang district indicates missing link to be identified regarding the health seeking behavior among mothers of pneumonia suffered under five. The aim of this study is to describe the health seeking behavior among mothers with child suffered from pneumonia symptoms and to understand factors related to it. This study was a cross sectional study, study location was working area of three community health centers in the northern part of Serang district, Kramat watu,Bojonegara, and Pontang community health centers; 3 community health centers in Serang city, that is, Serang City, Rau, and Singandaru community health centers; and 3 in the southern part of Serang district, that is, Baros, Pabuaran,and Jawilan community health centers. Samples were selected by quota considering the proportion of underfive in each working area. The study showed that out of 8 variables under study (age, education, occupation, income, knowledge, experience, belief in medication, and other's influence) there were two variables, that is, other's influence and belief in medication which had significant relationship with health seeking behavior. The most dominant variable was other's influence, where mother whose health seeking behavior was influenced by other people had 6.54 times higher chance to take her child to health facility compared to mother whose health seeking behavior was based solely on her own initiative, after controlled by belief in medication variable. Based on study results, it is suggested that Health Office Serang district to pay more attention on extension and education programs on pneumonia targeted to mothers with under five, emphasizing the ability to early detect pneumonia symptoms, to improve recording and reporting system of all lines of health office managed by health personnel, to provide training as to improve health personnel's technical skill, and to conduct child mortality audit caused by pneumonia routinely. References: 40 (1975-2002)
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imron Cahyono
Abstrak :
Penyakit diare disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit. Sedangkan yang menjadi faktor risiko antara lain kualitas air bersih, kondisi jamban, kepadatan hunian, status gizi, pemberian ASI eksklusif, imunisasi, pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan status ekonomi keluarga. Insiden diare di daerah Pondok Gede jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Kota Bekasi masih yang tertinggi yaitu 26,6 per 1000 penduduk (1998), 29,9 per 1000 penduduk (1999), dan 30,2 per 1000 penduduk (2000). Penyebab tingginya insiden tersebut belum diketahui secara pasti, sehingga perlu dilakukan kajian atau penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan diare. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan (kualitas air bersih, kondisi jamban dan kepadatan hunian) dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pondok Gede Kota Bekasi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain kasus kontrol. Kasus adalah balita yang menderita diare yang datang berobat ke puskesmas, sedangkan kontrol adalah balita yang tidak menderita diare yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pondok Gede. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi kondisi lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kualitas air bersih, kondisi jamban, status gizi balita, ASI eksklusif, imunisasi campak, pengetahuan ibu dan status ekonomi keluarga dengan kejadian diare pada balita. Sedangkan untuk kepadatan hunian dan pendidikan ibu tidak ada hubungan bermakna dengan kejadian diare pada balita. Untuk uji interaksi didapat adanya interaksi antara variabel kondisi jamban dengan status ekonomi keluarga dan status gizi keluarga dengan kepadatan hunian. Pada analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda, setelah dikontrol oleh faktor status gizi, pemberian ASI eksklusif, imunisasi campak, pendidikan, pengetahuan dan status ekonomi keluarga ternyata faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian diare adalah kondisi jamban. Dari hasil penelitian menunjukan perlunya meningkatkan perhatian masyarakat terhadap status gizi balita, pemberian ASI eksklusif, imunisasi campak, sarana penyediaan air bersih dan kondisi jamban keluarga dalam upaya penurunan insiden diare. Sedangkan kepada Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan Puskesmas Pondok Gede disarankan meningkatkan pemberian penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tidak hanya melalui puskesmas dan posyandu tetapi juga melalui pengajian ibu-ibu dan arisan dengan topik penyakit diare, persyaratan kesehatan lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat, imunisasi dan status gizi balita serta pengetahuan tentang penyakit diare guna pencegahan penyakit diare. Kepada Pemerintah Kota Bekasi disarankan agar dapat menyediakan dana untuk pemberian stimulan pembangunan sarana air bersih dan jamban keluarga percontohan atau pembangunan sarana air bersih dan jamban keluarga bagi keluarga yang tidak mampu. ......Relationship between Environment Factors with Diarrhea Incidence among Under-fives in Coverage Area of Pondok Gede Health Center, Bekasi City 2003Diarrhea could be caused by bacteria, viruses, or parasites and the risk factors are water quality, water closet condition, resident density, exclusive breast feeding, immunization, mother education, mother knowledge, and economic status of family. Diarrhea incidence in Pondok Gede compared to other area in Bekasi City has a highest rate that is 26,6 per 1000 residents (1998), 29,9 per 1000 residents (1999), and 30,2 per 1000 residents (2000). It is no clear the cause of high incidents rate, this need to be studied about factors that related to. Objective of this study is to find out relationship between environment factors such as quality of clean water, water closet condition and residents density with diarrhea incidence among under-fives in coverage area by Pondok Gede health center, city of Bekasi. This study used case control design. Case is under-five suffer to diarrhea which came to health center, and control is under-five not suffered to diarrhea which living in covered area of Pondok Gede health center. Data collected by interview and environment observation. The results of this study shows that there is relation between quality of clean water, water closet condition, under five nutrition status, exclusive breast feeding, immunization, mother knowledge, and economic status of family with diarrhea incidence. While with resident density and mother education have no significant relation ship with diarrhea incidence. The interaction test has found that there is interaction between water closet condition variable with economic status and family nutrition status with resident density. In multivariate analysis by multi regression logistic, after controlled by nutrition status factor, exclusive breastfeeding, measles immunization, education, knowledge, and economic status of family, environment factor that appears influence diarrhea incidence is water closet condition. From the results of this study showed that it is necessary to increase community awareness to under-five nutrition, exclusive breastfeeding, measles immunization, infrastructure of clean water provider, and water closet condition in efforts to decrease diarrhea incidence. While to Health Office of Bekasi City and Pondok Gede health center recommend conduct information dissemination to community to increase community's knowledge, not only by health centers or Posyandu, but through activities that gathered mothers such as pengajian (devotional) or arisan. Bekasi City government should be provide fund for stimulant to develop clean water infra structure, good family closet model and clean water infra structure and water closet for under class family.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12941
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mursid Tri Susilo
Abstrak :
ABSTRAK
Lingkar perut WC , rasio lingkar perut-tinggi badan WHtR , dan rasio lingkar perut-lingkar panggul WHR berpotensi memberikan informasi status obesitas. Penelitian ini membandingkan indikator tersebut dengan berat badan menurut tinggi badan WHZ dan indeks masa tubuh menurut umur BMI-age . Penelitian belah lintang dilakukan pada balita 24-59 bulan nested dengan penelitian kohort ldquo;Tumbuh Kembang Anak dan Penyakit Tidak Menular rdquo;. Kurva ROC dan sistem klasifikasi z-score digunakan untuk menemukan cut-off yang tepat. Tidak terdapat perbedaan proporsi obesitas antara WHtR dengan WHZ p=0.070 . Tidak terdapat perbedaan WHtR p=0.125 dan WC p=0.070 dibandingkan dengan BMI-age. WC dan WHtR dipertimbangkan sebagai indikator dalam penyaringan obesitas balita.
ABSTRACT
WC, WHtR and WHR were to be concern given information about obesity status. The study obtained those data and also compared to obesity proportion by WHZ BMI for Age. A cross sectional study was conducted among 24 59 months old children nested with the cohort of ldquo Tumbuh Kembang Anak dan Penyakit Tidak Menular rdquo . ROC curved and z score classification system were used to found the appropriate cut offs. There was no difference proportion of obesity between WHtR and WHZ indicators p 0.070 . Meanwhile, WHtR p 0.125 and WC p 0.070 were no difference proportion compare to BMI for age. WC and WHtR considered as screening indicators to detect obesity.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Parulian
Abstrak :
Penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) termasuk pneumonia masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, dimana angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) penyakit ISPA pada balita cukup tinggi. Oleh karena itu pemberantasan penyakit ISPA merupakan program nasional, untuk mendukung terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas di masa mendatang. Meningkatnya kejadian penyakit ISPA dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor lingkungan. Sebagian besar (80%-90%) waktu balita setiap harinya berada dalam rumah, dimana terdapat pajanan polusi udara dalam rumah yang diantaranya adalah PM10, Strategi yang paling tepat dilakukan dalam program pemberantasan penyakit ISPA adalah peningkatan kualitas udara indoor rumah tinggal. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Cakung Timur Kota Jakarta Timur, untuk mengetahui kejadian penyakit ISPA pada balita, kondisi lingkungan yang berkaitan dengan kejadian penyakit ISPA, dan hubungan antara partikulat debu PMIO rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita. Penelitian ini menggunakan disain studi kasus kontrol. Sebanyak lima puluh kasus dipilih dan daftar kasus ISPA terjadi di Puskesmas pada 2 bulan terakhir, sedangkan lima puluh balita yang sehat menjadi kelompok kontrol diambil dan tetangga terdekat kasus. Beberapa variabel yang berhubungan dengan kejadian ISPA adalah kelembaban, suhu, kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi, bahan bakar memasak, asap rokok, pencahayaan, status gizi balita, riwayat imunisasi, dan jenis lantai. Data primer dikumpulkan dan pengukuran parameter kualitas udara indoor, lingkungan perumahan, dan karakteristik balita. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari pencatatan dan pelaporan Puskesmas Kelurahan Cakung Timur. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan dibantu oleh staf puskesmas, teknis laboratorium dari BTKL Jakarta, dan staf Kelurahan Cakung Timur, melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan observasi terhadap lingkungan rumah tinggal. Kejadian ISPA pada balita dipengaruhi oleh beberapa factor yang meliputi faktor lingkungan rumah, kondisi social, dan pelayanan kesehatan. Pada penelitian ini didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara PM10 dan kejadian penyakit ISPA pada balita. Risiko untuk menjadi ISPA pada balita yang tinggal dalam rumah dengan konsentrasi PM10 lebih dari 70 μg/m3 adalah 6,1 kali dibanding balita yang tinggal dalam rumah dengan PM10 kurang atau sama dengan 70 μg/m3. Dengan mengontrol factor ventilasi rumah dan status gizi balita maka angka risiko tersebut akan berkurang menjadi 4,25 kali. Beberapa variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian penyakit ISPA pada balita dalam penelitian ini adalah PM10, ventilasi, status gizi balita, kelemababan. Sedangkan variabel lain seperti kepadatan hunian ruang tidur, bahan bakar memasak, asap rokok, pencahayaan, riwayat imunisasi, suhu, dan jenis lantai tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA pada balita. Didapatkan bahwa PM10 merupakan predictor utama terhadap kejadian ISPA pada balita. Sebagai factor risiko utama pada ISPA, pajanan PM10 di udara dapat terhirup melalui pernapasan sehingga menyebabkan iritasi pada system saluran pernapasan yang selanjutnya menyebabkan ISPA. Penelitian ini menganjurkan agar setiap rumah dapat memiliki ventilasi yang cukup sehingga dapat menetetralisir sirkulasi PM10 di dalam rumah. Hal yang lain yang juga dianjurkan adalah dengan peningkatan status gizi akan dapat mencegah/menurunkan risiko balita terkena ISPA. ......An Acute Respiratory Infection (ARI) including pneumonia is still becoming one of the public health problems in Indonesia because it causes high morbidity and mortality among children under-five year of age. Therefore, ARI has been included in the national program for prevention and control of ARI which goal is to achieve human resources quality of life, The increase of occurrence of ARI is influenced by many factors including environmental factors. Everyday, most of the time, 80-90% children under-five live in the house, which are exposed with indoor pollution including PM10. The main strategy of the national prevention and control program for ARI is to improve air quality of housing. This study is carried out in the working areas of Community Health Center in the sub-district of East Cakung, East Jakarta Municipality. The purposes of the study were to identify the occurrence of ARI among children under-five, environmental conditions related to ART, and the relationships between PM10 and the occurrence of ART among children under-five. A case-control study design was employed in the study. A total of fifty cases of children under-five were randomly selected from the Community Health Center and fifty control groups were randomly selected from the field of neighboring household of the cases. The cases and control groups were drawn from a similar population in the working areas of East Cakung. Data on ART were based on the recall period of 2 months. In addition, several variables including humidity, temperature, beds, ventilation, cooking woods, cigarette smoking, lighting, nutritional status of children, morbidity, immunization and type of floors were involved to control its relationships. The primary data was collected from several sources including the measurement of indoor air quality, housing environment, and children under-five characteristics. The secondary data was collected from the recording and reporting of the Health Center in East Cakung. Data were collected by the researcher with the help of Health Center staff, laboratory technician of CDC Laboratory in Jakarta, and local staff of East Cakung through interviews using a administered questionnaires and observation its housing environment. The occurrence of ARI among children under-five is influenced by many factors including its housing environment, social conditions, and health services. There is a significant relationship between PM10 and the occurrence of ART among children under-five, The risk of having ART for children under-five living in the housing with PM10 more than 70 ug/m3 was 6.1 times more than those living in the housing with PMI0 70 uglm3 or less. With the control of ventilation and nutritional status, the relationships reduce to 4,25 times. Of the total variables involved in the study, only several variables including particulate matter (PM10), ventilation, nutritional status of children, and relative humidity having significant relationship with the occurrence of the diseases. The other variables including beds, cooking woods, cigarette smoking, lighting, immunization, temperature, and the kind of floor do not indicate significant relationship with ARI. PM10 is considered as the predictor of the occurrence of ARI among children under-five. The main risk factor of ARI is PM10; its exposure in the air will be inhaled through respiratory system, which causes irritation of respiratory system, which leads to the occurrence of ARI. It is suggested that every house should have proper and adequate ventilation so as to prevent and neutralize PMI0 circulating indoors. It is also suggested that improving of nutritional status could prevent children under-five to ART.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
T12930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library