Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prisca Anabella
"Kegiatan jual beli tanah tidak selamanya berlangsung dengan baik meskipun di awal para pihak sudah mencapai kesepakatan. Permasalahan dalam jual beli tanah sering kali melibatkan pembeli yang merasa mempunyai niat baik karena telah membayar tanah yang diperjualbelikan. Kriteria pembeli seperti ini ialah pembeli beritikad baik. Di Indonesia, belum banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan terhadap pembeli beritikad baik sehingga seorang pembeli yang merasa dirugikan oleh penjual harus menggugatnya di muka pengadilan agar hak-haknya dapat dipenuhi melalui putusan pengadilan atau bahkan memohon kepada hakim untuk dinyatakan sebagai pembeli beritikad baik. Penulis mengambil contoh permasalahan Putusan Pengadilan No. 875/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Brt yang melibatkan pembeli beritikad baik. Dalam perkara ini, Tergugat sebagai penjual Objek Tanah SHGB No. 01541/Melawai tidak melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan perjanjian tertulis yang telah ditandatangani. Penggugat yang merasa dirinya pembeli beritikad baik memohon kepada Majelis Hakim untuk dinyatakan sebagai pembeli beritikad baik. Relevansi permasalahan yang terkandung dalam Putusan No. 875/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Brt dengan pembeli beritikad baik ialah dengan mengkaitkan antara asas-asas hukum dalam jual beli tanah secara KUHPerdata dan hukum adat. Penulis memaparkan pembeli beritikad baik menurut KUHPerdata dan hukum adat. Seseorang dinyatakan sebagai pembeli beritikad baik apabila memenuhi asas-asas hukum yang terkandung dalam perjanjian jual beli tanah baik secara KUHPerdata maupun secara adat. SEMA 4/2016 menegaskan bahwa pembeli beritikad baik seharusnya bisa mengidentifikasi apakah penjual yang akan berinteraksi dengannya merupakan orang yang berwenang untuk menjual.

The sale and purchase of land does not always go well even though the parties have reached an agreement at the beginning. Problems in buying and selling land often involve buyers who feel they have good intentions because they have paid for the land being traded. The criteria for a buyer like this is a buyer with good intentions. In Indonesia, there are not many laws and regulations governing the protection of buyers with good intentions so that a buyer who feels aggrieved by the seller must sue him before the court so that his rights can be fulfilled through a court decision or even ask the judge to be declared a buyer in good faith. . The author takes the example of the issue of Court Decision No. 875/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Brt involving buyers with good intentions. In this case, the Defendant as the seller of the Land Object SHGB No. 01541/Melawai does not carry out its obligations in accordance with the written agreement that has been signed. The plaintiff who feels that he is a buyer in good faith asks the Panel of Judges to be declared a buyer in good faith. The relevance of the problems contained in Decision No. 875/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Brt with buyers in good faith is to link between legal principles in buying and selling land in the Civil Code and customary law. The author describes buyers with good intentions according to the Civil Code and customary law. A person is declared a buyer in good faith if he fulfills the legal principles contained in the land sale and purchase agreement, both in the Civil Code and according to custom. SEMA 4/2016 emphasizes that a buyer with good intentions should be able to identify whether the seller who will interact with him is the person authorized to sell."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan, Adi Putera
Bandung: Mandar Maju, 1994
346.044 PAR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Aisyah
"Untuk meningkatkan investasi di Indonesia maka salah satu upayanya adalah dengan membentuk Undang-Undang Cipta Kerja yang memuat tentang Satuan Rumah Susun yang dapat dimiliki oleh warga negara asing diatas tanah hak pakai dan hak guna bangunan. Hal ini bertentangan dengan konstitusi yaitu UUD 1945 dan UUPA. Di dalam UUPA dijelaskan bahwa hak tanah yang diberikan kepada warga negara asing adalah hak pakai dan  ketentuan pemilikan satuan rumah susun oleh WNA menurut UndangUndang Cipta Kerja tidak sesuai dengan konstitusi Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Penelitian ini mengangkat permasalahan yaitu bagaimana pemilikan satuan rumah susun oleh warga negara asing di Indonesia dikaitkan dengan Undang-Undang Cipta Kerja dan bagaimana akibat hukum  pemilikan rumah susun oleh WNA ditinjau dari asas nasionalitas dalam UUPA. Jenis penelitian ini merupakan penelitian normatif. Penelitian ini memfokuskan pada kajian atas bahan hukum sebagai sumber data utamanya. Penelitian terhadap bahan hukum primer dilakukan untuk menemukan relasi antara satu undang-undang dengan undang-undang lain yang terkait kepemilikan satuan rumah susun oleh Warga Negara Asing. Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwa kepemilikan satuan rumah susun oleh Warga Negara Asing menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria dikarenakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja mengatakan sarusun yang dapat dimiliki orang asing adalah diatas tanah HGB dan Hak Pakai namun UUPA mengatakan bahwa HGB hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia. Akibat hukum yang ditimbulkan dari kepemilikan satuan rumah susun oleh WNA berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja dikaitkan dengan Asas Nasionalitas dalam Undang – Undang Pokok Agraria tidak terpenuhinya asas nasionalitas sebagai dasar dari pembentukan peraturan terkait pertanahan dalam Undang-Undang Cipta Kerja dimana asas nasionalitas memiliki tujuan memenuhi Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. 

To increase investment in Indonesia, one of the efforts is to establish a Job Creation Act which contains Flat Units that can be owned by foreign citizens on land with usufructuary rights and building use rights. This is contrary to the constitution, namely the 1945 Law and the Basic Agrarian Law. In the Basic Agrarian Law, it is explained that land rights granted to foreign citizens are the right of use and the provision of ownership of apartment units by Foreign Citizens according to the Copyright Law is not in accordance with the constitution of Article 33 paragraph 3 of the 1945 Constitution. This study raises the issue of how the ownership of apartment units by foreign nationals in Indonesia is linked to the Copyright Law and how the legal consequences of apartment ownership by Foreign Citizens are reviewed from the principle of nationality in the UUPA. This type of research is a normative research. This study focuses on the study of legal materials as the main source of data. Research on primary legal materials was conducted to find the relationship between one law and another law related to the ownership of apartment units by Foreign Citizens. The results of the study concluded that the ownership of apartment units by Foreign Citizens according to Government Regulation Number 18 of 2021 is contrary to the Basic Agrarian Law because according to Government Regulation Number 18 of 2021 as an implementing regulation of the Copyright Law says sarusun that can be owned by foreigners is on HGB land and Use Rights but UUPA says that Building Use Rights can only be owned by Indonesian Citizens. The legal consequences arising from the ownership of apartment units by Foreign Citizens under the Copyright Law are linked to the Principle of Nationality in Agrarian Law-non-fulfillment of the principle of nationality as the basis of the establishment of land-related regulations in the Copyright Law where the principle of nationality has purpose of fulfilling Article 33 paragraph 3 of the 1945 Constitution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library