Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
Ismareni
2008
T36985
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Sihaloho, Janses E.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S24410
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tantry Widiyanarti
Abstrak :
Tanah Jaluran adalah tanah ulayat etnik Melayu yang disengketakan antara rakyat penunggu (notabene etnik Melayu) dengan PTPN IX atas nama negara. Sengketa ini bermula ketika tanah jaluran yang dahulunya dikontrak oleh Belanda untuk dijadikan perkebunan tembakau, kemudian setelah RI merdeka, tanah jaluran tidak dikembalikan kepada pemiliknya. Oleh negara RI tanah jaluran diambil dan pengelolaannya diserahkan kepada PTPN IX Tentu saja hal ini menimbulkan konflik di antara mereka.
Pada perkembangan selanjutnya, persoalan sengketa tanah jaluran menjadi lebih kompleks dan rumit. Karena rakyat penunggu tidak hanya berhadapan dengan PTPN IX saja. tetapi juga berhadapan dengan penggarap liar dan para pengusaha yang juga mengklaim bahwa tanah jaluran kepunyaan mereka. Untuk mengatasi persoalan yang pelik ini maka rakyat penunggu membuat organisasi yaitu BPRPI (Badan Perjuangan Penunggu Rakyat Indonesia) yang berjuang untuk mengembalikan tanah ulayat rakyat Melayu.
Persoalan tanah ulayat yang diambil oleh pemerintah khususnya tanah jaluran tidak hanya berkisar pada persoalan pertanahan saja. Ada beberapa aspek ataupun dimensi yang menyelimutinya. Diantaranya adalah dimensi ekonomi dan hegemoni negara sehingga persoalan ini menjadi berlarut-larut.
Untuk dapat mengembalikan tanah jaluran yang disengketakan tersebut, BPRPI menggunakan berbagai macam strategi dalam konflik tersebut. Diantara strategi yang dijalankan oleh BPRPI adalah membangun sentimen ke-Melayuan, mengembangkan wacana tanah ulayat dan hak ulayat. Selain itu BPRPI juga melobi para birokrat lokal dan nasional, mengirim surat-surat dan delegasi ke pejabat-pejabat pemerintah, protes-protes terbuka, mengdakan kerjasama dengan pihak akademisi, menarik perhatian umum melalui peta, serta membawa isu tersebut ke pengadilan. Semua itu dilaksanakan demi untuk mengembalikan tanah ulayat mereka yang telah diambil oleh negara. Namun hingga saat ini hasil optimal yang diharapkan masih belum juga tercapai.
Semua ini terjadi karena negara tetap bersikukuh bahwa tanah jaluran adalah hak dan milik negara sedangknn PTPN IX berhak dalam pengelolaannya. Negara menafikkan rakyat penunggu selaku pemilik syah tanah jaluran dan tidak ada sedikitpun kemauan politik untuk mengambil tindakan win-win solution untuk kedua belah pihak dalam kasus sengketa tanah jaluran ini, sehingga sampai saat ini konflik masih tetap saja berlanjut dan BPRPI tetap berjuang untuk mengembalikan tanah ulayat mereka.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kwalitatif dengan teknik pengumpulan data melalui pengamatan terlibat dan wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan kepada beberapa informan yang saya anggap mengetahui benar tentang permasalahan yang ada. Selain itu sebagai data sekunder saya juga melakukan studi kepustakaan untuk menunjang data yang saya dapat selama di lapangan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9854
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Yelia Nathassa Winstar
Abstrak :
Adat Minangkabau mengalami perkembangan seiring masuknya agama Islam yang diterima sebagai satu-satunya agama di Minangkabau. Diterimanya Islam merubah falsafah adat kepada falsafah yang bernuansa agamais. Sehubungan dengan itu penyesuaian adat terhadap agama dilakukan hingga menimbulkan perubahan perubahan pada pola pergaulan dalam perkawinan yang kemudian mempengaruhi sistem kewarisan masyarakat adat Minangkabau yang dahulu hanya mengenal satu macam sistem kewarisan, sekarang menjadi dua macam sistem kewarisan.
Penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pengaruh masuknya Islam terhadap sistem kewarisan adat tersebut, bagaimana pelaksanaannya dan bagaimana perkiraan perkembangannya dimasa yang akan datang.
Penelitian dilakukan secara yuridis Normatif bersifat deskriptif analitis. Mengutamakan penelitian kepustakaan yang diikuti pula dengan wawancara guna penambahan data. Dengan metode analisis data secara kualitatif maka diperoleh kesimpulan bahwa masuknya Islam membawa perubahan yang besar dalam masyarakat adat Minangkabau khususnya dalam hukum kewarisannya, perubahan kewarisan, didahului oleh perubahan pola pergaulan dalam perkawinan di masyarakat adat, yang meninggalkan pola ekstended family menjadi nuclear family yang merupakan realisasi dari perubahan falsafah adat menjadi falsafah yang agamais. Sehingga terjadi penyesuaian adat terhadap agama. Di terimanya keputusan "Chang ampek Jinih" yang membagi harta menjadi dua yaitu harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah, yang di turunkan masing-masing secara adat dan secara syara. Masyarakat Minangkabau setelah masuknya Islam melaksanakan dua sistem kewarisan yaitu sistem kewarisan Kolektif Matrilinial untuk harta pusaka tinggi, dan Sistem Kewarisan Individual Bilateral yang dianut oleh kewarisan Islam untuk harta pusaka rendah.
Dari analisis data, diketahui bahwa bila tanah ulayat yang merupakan unsur pokok dari kewarisan Matrilinial itu tidak dapat di pertahankan eksistensinya di kemudian hari, maka dapat di pastikan walaupun tidak di ketahui jangka waktunya, kewarisan adat dengan sistem kewarisan Matrilinial tersebut akan pudar dan hanya sebagai lapisan luar dari kewarisan adat yang dualistis tersebut.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T18881
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2005
346.04 DAR
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Silvana Monika
Abstrak :
Tanah di dalam hukum adat Minangkabau merupakan tanah ulayat yang dikuasai oleh masyarakat sebagai satu-kesatuan suku ataupun kaum. Tanah ulayat di dalam wilayah tersebut terdiri atas: tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku, dan tanah ulayat kaum, dan merupakan tanah milik bersama dari anggota kaum tersebut meskipun demikian anggota dari masyarakat hukum adat itu dapat memakai secara pribadi. Dalam arti, bahwa suatu keluarga untuk kepentingannya atau untuk kepentingan anggota keluarga matrilinealnya dapat menguasai tanah ulayat tersebut dengan hak pengelolaan yang disebut dengan istilah ganggam bauntuak.
Dewasa ini, tanah ganggam bauntuak banyak yang telah didaftarkan. Alat bukti atas pendaftarannya adalah sertipikat Hak Milik. Hal ini berbeda dari apa yang telah ditentukan oleh Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), dimana Pasal VI Ketentuan Konversi UUPA disebutkan bahwa ganggam bauntuak di konversi menjadi Hak Pakai. Dengan demikian terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara UUPA dengan kenyataan yang terjadi di Sumatera Barat. Permasalahannya adalah, mengapa hal ini dapat terjadi, dalam arti bahwa praktek yang terjadi dilapangan berbeda dengan hukum yang berlaku? Prosedur apakah yang harus ditempuh atau bagaimana caranya agar tanah ganggam bauntuak itu dapat dibuatkan sertipikat Hak Milik atas tanahnya dan bukannya Hak Pakai, dan konsekuensi hukum apakah yang kemudian timbul karenanya?
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14575
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Made Kalidna Ratna Putri
Abstrak :
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 tahun 2019 tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum mengakui eksistensi hak ulayat masyarakat hukum adat sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Hal tersebut diatur dengan tujuan agar masyarakat hukum adat mendapatkan pengakuan dan kepastian hukum atas tanah ulayatnya dengan didaftarkan sebagai objek hak atas tanah. Penelitian ini membahas mengenai: (i) kekuatan hukum sertipikat hak atas tanah ulayat masyarakat adat di Desa Timpag, Kabupaten Tabanan Bali; dan (ii) kedudukan subjek hukum perseorangan dalam penguasaan tanah ulayat milik masyarakat adat di Desa Timpag, Kabupaten Tabanan Bali. Penelitian ini merupakan penelitian normatif empiris dengan menggunakan data primer dan sekunder disertai tipologi penelitan eksplanatoris. Hasil penelitian ini yaitu: (i) tanah desa dapat dijadikan sebagai objek hak milik atas tanah dengan desa pekraman atau desa adat sebagai subjek hukum penguasanya berdasarkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 tahun 2019 dan Kepmen ATR/Ka. BPN No 276/KEP-19.2/X/2017; ii) subjek hukum perorangan terhadap tanah ulayat dikuasai dengan hak milik tidak penuh, di mana desa pakraman sebagai lembaga adat tetap terlibat dalam pengelolaan dan penguasaannya sehingga tidak menghilangkan sifat dan karakter komunal dari sebuah tanah adat.
......Regulation of the Minister of Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency Number 18 of 2019 concerning Procedures for Administration of Ulayat Land of Legal Community Units recognizes the existence of customary rights of customary law communities as enshrined in the provisions of Article 3 of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Regulations. This is regulated with the aim that customary law communities get legal recognition and certainty over their ulayat lands by being registered as objects of land rights. This study discusses: (i) the legal strength of certificates of rights to customary lands of indigenous peoples in Timpag Village, Tabanan Regency, Bali; and (ii) the position of individual legal subjects in the control of customary land owned by indigenous peoples in Timpag Village, Tabanan Regency, Bali. This research is an empirical normative research using primary and secondary data accompanied by a typology of explanatory research. The results of this study are: (i) village land can be used as an object of land ownership with Pekraman village or customary village as the legal subject of its ruler based on the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency Number 18 of 2019 and Kepmen ATR/Ka. BPN No 276/KEP-19.2/X/2017; ii) individual legal subjects on ulayat land are controlled with incomplete property rights, where the village of Pakraman as a customary institution is still involved in its management and control so as not to eliminate the communal nature and character of a customary land.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sukirno
Jakarta: Prenadamedia Group, 2018
340.57 SUK p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Siahaan, Nommy H.T.
Jakarta: Universitas Indonesia, 2001
M.01 SIA e
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Denny Afriyuliany
Abstrak :
Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan ekonomi mendorong pemerintah untuk melakukan upaya peningkatan pendapatan nasional di bidang pembangunan. Salah satunya memanfaatk:an tanah ulayat yang pada dasarnya merupakan kepunyaan masyarakat hukum adat. Menurut hukum adat Minangkabau, tanah ulayat memiliki sifat kolektif, dimana peruntukkaffi.?ya ditujukan bagi kesejahteraan komunitas pemilik tanah ulayat. Pemanfaatan tanah ulayat dapat dilakukan oleh pemilik tanah ulayat, pemerintah maupun pihak investor/pengusaha. Bagi pihak investor yang melakukan pemanfaatan tanah ulayat di "Ranah Minang" ini, harus melewati prosedur sesuai dengan hukum adat Minangkabau. Yaitu meminta kesepakatan seluruh anggota pemilik tanah ulayat dengan menuangkannya dalam suatu perjanjian pemanfaatan.
......
The rapidly of economic development is the reason for government to have increase the national income. One of the act is using ulayat land that basically prescriptive law society as the owner. According to the Minangkabau prescriptive law society, ulayat land has collectiveness at ownership, that is priority to fullfil needed of community ulayat land owner. The owner of ulayat land, government and investor can do utilizing the ulayat land. For investor who utilize ulayat land in "Ranah Minang", have to performed by all procedures according to Minangkabau prescriptive law. That is ask all of community who authorized the ulayat land with a pattern of utilization agreement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T44112
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library