Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anry Widiaty
Abstrak :
Latar Belakang: Infeksi tuberkulosis laten ITBL merupakan ancaman bagi para petugas kesehatan terutama yang sehari-harinya kontak dengan penderita Tuberkulosis TB. Infeksi TB telah dapat dideteksi sejak lebih dari 100 tahun yang lalu dengan uji tuberkulin tuberculin skin test, TST. Sebagai alternatif terhadap uji tuberkulin saat ini telah tersedia pemeriksaan in vitro berupa pemeriksaan interferon gamma release assay IGRA. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan TST dan IGRA dalam mendiagnosis TB laten pada petugas kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta. Metode: Penelitian dilakukan dengan disain potong lintang. Hasil: Prevalens ITBL pada petugas kesehatan di RSUP Persahabatan adalah 66. Sejumlah 67 subjek dilakukan pemeriksaan IGRA dan TST dengan hasil 27 40 subjek dengan hasil pemeriksaan IGRA positif, 42 63 subjek dengan hasil pemeriksaan TST positif dan 44 66 subjek dengan hasil pemeriksaan IGRA dan atau TST positif, dengan kesesuaian sedang ?=0,459. Tidak ada hubungan antara usia dan parut BCG dengan hasil pemeriksaan TST maupun IGRA. Kesimpulan: proporsi ITBL berdasarkan TST lebih besar dibadingkan IGRA dengan kesesuaian sedang ......Introduction: Latent tuberculosis infection LTBI is a threat to the healthcare workers, especially who close contact with tuberculosis TB patients. Tuberculosis infection has been detected since more than 100 years ago with the tuberculin test TST. As an alternative to the tuberculin test now is currently available in vitro examination of interferon gamma release assay IGRA. Objective: to compare TST and IGRA in the diagnosis of LTBI among healthcare workers in Persahabatan HospitalJakarta. Method: The study is conducted with a cross sectional design. Results: The prevalence of latent TB among health care workers in Persahabatan general Hospital was 66 .Of the 67 subjects examined, there were 27 40 subjects with IGRA positive, 42 63 subjects with TST positive and 44 66 subjects with IGRA and or TST positive, with moderate agreement 0,459 . There was no correlation between age and BCG scar with the results of the TST or IGRA. Conclusion: High proportion of LTBI more positive with TST compare to IGRA, with moderate agreement
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, [2016;2016;2016;2016, 2016]
T55585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Cempaka Nova Intani
Abstrak :
Latar Belakang: Petugas kesehatan adalah kelompok yang kontak dekat dengan pasien tuberkulosis TB . Infeksi tuberkulosis telah terdeteksi sejak lebih dari 100 tahun yang lalu dengan uji tuberkulin.Sebagai alternatif terhadap uji tuberkulin saat ini telah tersedia pemeriksaan in vitro berupa pemeriksaan interferon gamma release assay IGRA. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan uji tuberkulin dan IGRA dalam mendiagnosis dan uji tapis TB laten pada petugas kesehatan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat BBKPM Bandung. Metode: Penelitian dilakukan dengan disain potong lintang. Hasil uji tuberkulin ditetapkan untuk menunjukkan ITBL baru jika terdapat indurasi ge; 10 mm atau jika hasil uji tuberkulin ge; 15 mm bagi petugas kesehatan yang pernah menjalani uji tuberkulin sebelumnya.Seluruh subjek penelitian telah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, foto toraks dan cek sputum BTA untuk menyingkirkan diagnosis infeksi tuberkulosis aktif. Hasil: Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai April 2015 di 84 petugas kesehatan. Prevalens TB laten adalah sebesar 51,2 dengan IGRA dan 29,8 denganuji tuberkulin dengan kesesuaian yang cukup ? = 0,34 . Terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan pendidikan yang rendah dengan hasil IGRA dan status merokok dengan uji tuberkulin. Kesimpulan: Proporsi ITBL lebih tinggi dengan IGRA dibandingkan dengan uji tuberkulin dengan kesesuaian yang cukup dan terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan pendidikan rendah dengan hasil IGRA serta status merokok dengan TST. ......Introduction Haealthcare workers are groups that are close contact with tuberculosis TB patients. Tuberculosis infection had been detected since more than 100 years ago with the tuberculin test TST. As an alternative to the tuberculin test now is currently available in vitro examination of interferon gamma release assay IGRA. Objectives: to compare TST and IGRA in the diagnosing and screening of LTBI among healthcare workers in Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat BBKPM Bandung. Methods: This study is a cross sectional design. Tuberculin test results were set to show new LTBI if there was induration ge 10 mm or ge 15 mm in healthcare workers who had had a previous TST. The subjects have been done anamnesis, physical examination, chest X ray and sputum smear checks for excluding the diagnosis of active tuberculosis infection. The relationship with the characteristics of the subjects was calculated with p le 0.05. Results: This research was conducted from January to April 2015 in 84 healthcare workers. The prevalence of latent TB was 51,2 in IGRA and 29,8 in TST with sufficient agreement 0,34. There were significant correlation between age and low education with the results of IGRA and in smoking status with TST. Conclusion: Proportion of LTBI is higher with IGRA compared with TST, with sufficient agreement and there are significant correlation between age and low education with the results of IGRA and in smoking status with TST.Keywords Latent tuberculosis infection, tuberculin skin test, interferon gamma release assay
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kinanta Imanda
Abstrak :
Latar Belakang: Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan penunjang utama yang membantu diagnosis tuberkulosis anak di Indonesia. Jenis TB yang diderita pasien ternyata dapat mempengaruhi hasil negatif palsu dari uji tuberkulin. Tujuan: Menganalisis hubungan antara hasil uji tuberkulin dan jenis tuberkulosis pasien TB paru dan ekstraparu pada pasien tuberkulosis anak. Metode: Penelitian potong lintang yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada Januari-Oktober 2018 dengan melihat data usia, jenis kelamin, penyakit komorbid, hasil uji tuberkulin, dan jenis tuberkulosis dari formulir TB-01 dan rekam medis dari 230 pasien anak yang terdiagnosis tuberkulosis selama periode 2014-2018. Hasil: Tidak terdapat hubungan bermakna antara hasil uji tuberkulin dengan jenis tuberkulosis (nilai p = 0,607; RR = 0,937; IK95% = 0,729 sampai 1,203). Kesimpulan: Hasil uji tuberkulin tidak berhubungan dengan jenis tuberkulosis yang dimiliki pasien anak. Pada kasus yang diduga mengalami anergi, diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan dengan gambaran klinis pasien, pemeriksaan radiologis, dan hasil uji bakteriologis. ......Background: Tuberculin skin test is one of the primary diagnostic tools for diagnosing tuberculosis in children. Objective: This research analyse the association between the result of tuberculin skin test and the type of tuberculosis in children with pulmonary and extrapulmonary tuberculosis. Methods: This research is a cross-sectional study conducted in Cipto Mangunkusomo Hospital, Jakarta in January to October 2018 by reviewing 230 data of age, gender, comorbidities, result of tuberculin skin test, and type of tuberculosis from TB-01 form and medical records of children diagnosed with tuberculosis from 2014 until 2018. Result: There is no significant correlation between the result of tuberculin skin test and type of tuberculosis in children with pulmonary and extrapulmonary tuberculosis (p value = 0.607; RR = 0.937; CI 95% = 0.729 to 1.203). Discussion: The result of tuberculin skin test does not have significant correlation with the type of tuberculosis in children with pulmonary and extrapulmonary tuberculosis. In cases with suspected anergy, the diagnosis can be formed by patients clinical features, radiology examination and the result of biological testing.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Dianova
Abstrak :
Latar Belakang : Infeksi TB laten didefinisikan sebagai kondisi individu yang terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis M.tb tetapi saat ini individu tersebut tidak sakit, tidak ada gejala dan gambaran foto toraks normal. Tujuan : Mengetahui proporsi TB laten pada petugas kesehatan di RSUDZA Banda Aceh, Mengetahui karakteristik subjek dan hubungan antara usia, masa kerja, lokasi kerja dan status gizi dengan kejadian TB laten pada petugas kesehatan di RSUDZA Banda Aceh. Metode : Penelitian ini adalah penelitian potong lintang dan mengidentifikasi TB laten menggunkan pemeriksaan uji tuberkulin TST pada petugas kesehatan di RSUDZA serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan pada bulan November 2015. Sampel terdiri dari petugas kesehatan di unit infeksi RS Zainoel Abidin yaitu : Poli DOTS, Poli Paru, Ruang Rawat Infeksi Paru PTT , Respiratory High Care Unit RHCU , Unit Bronkoskopi, Laboratorium Mikrobiologi dan Radiologi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan tehnik consecutive sampling. Hasil : Enam puluh lima petugas kesehatan di RSUDZA Banda Aceh dilakukan uji TST. 35 53,8 TST positif dan 30 46,2 TST negatif. Proporsi TB laten pada petugas kesehatan di RSUDZA Banda Aceh adalah 53,8. Tidak terdapat hubungan bermakna antara usia dengan kejadian TB laten p=0.727. Terdapat hubungan bermakna antara masa kerja dengan kejadian TB laten p=0,0001. Tidak terdapat hubungan bermakna antara lokasi kerja dengan kejadian TB laten p=0,324 dan tidak didapatkan hubungan bermakna antara status gizi dengan kejadian TB laten p=0,522. Kesimpulan : Kejadian TB laten pada petugas kesehatan yang bekerja di tempat risiko tinggi TB di RSUDZA tidak dipengaruhi oleh usia, lokasi kerja, status gizi namun dipengaruhi masa kerja. Proporsi TB laten pada petugas kesehatan di RSUDZA Banda Aceh adalah 53,8. ......Background : Latent TB infection is defined as the condition of individuals who are infected with Mycobacterium tuberculosis M.tb but this time the individual is no sick, no symptoms and have normal chest X ray. Objective : To determine the proportion of latent TB among healthcare workers in RSUDZA Banda Aceh, knowing the characteristics of the subjects and the relationship between age, length of employment, work location and the nutritional status and the incidence of latent TB among healthcare workers at RSUDZA. Methods : This research is an analytic observational study using cross sectional design. Sampling was conducted at RSUDZA during November 2015. The sample consisted of healthcare workers at Directly Observed Short Course Therapy Clinic, Pulmonary Clinic, Integrated Tuberculosis Care PTT, Respiratory High Care Unit RHCU, Bronchoscopy Unit, Microbiology Laboratory and Radiology at RSUDZA. Results : The proportion of latent TB among healthcare workers in RSUDZA Banda Aceh was 53.8. There was no significant relationship between age and incidence of latent TB infection p 0.727. There is a significant relationship between length of employment incidence of latent TB infection p 0.0001. There was no significant relationship between work location and incidence of latent TB infection p 0.324 and there is no significant relationship between nutritional status and incidence of latent TB infection p 0.522. Conclusion : The incidence of latent TB infection in health care workers who work in a high risk of TB at RSUDZA is not affected by age, location of work, nutritional status but affected with length of employment. The Proportion of latent TB among healthcare workers in RSUDZA Banda Aceh was 53.8.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Wahyudini
Abstrak :

Tuberkulosis merupakan salah satu tantangan masalah kesehatan dunia dengan perkiraan sepertiga populasi dunia terinfeksi MTB. Anak usia 0-5 tahun dengan kontak TB BTA positif berisiko tinggi untuk terinfeksi TB. Pemeriksaan skrining pada anak dengan risiko terjadinya infeksi TB laten merupakan langkah penting dalam program eliminasi dan kontrol penyakit TB. Ketersediaan tuberkulin yang sangat terbatas memicu pencarian alternatif lain untuk mendiagnosis infeksi TB. Penggunaan IGRA telah direkomendasikan WHO untuk mendiagnosis TB laten, tetapi belum banyak penelitian yang membandingkan ketiga modalitas yang tersedia di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara QFT-Plus, T-SPOT.TB dan uji tuberkulin dalam mendiagnosis infeksi TB laten pada anak usia 0-5 tahun dengan kontak TB BTA positif. Sebanyak 104 anak berusia 1-60 bulan dari 87 kasus index dihubungi untuk melakukan pemeriksaan QFT-Plus, T-SPOT.TB dan uji tuberkulin dengan hasil 51% merupakan infeksi TB laten. Perbandingan antara pemeriksaan QFT-Plus dan T-SPOT.TB menunjukkan kesesuaian baik dengan kappa 0,638. Perbandingan antara uji tuberkulin dengan kedua pemeriksaan QFT-Plus dan T-SPOT.TB menunjukkan kesesuaian cukup dengan hasil uji kappa hampir sama yaitu 0,528 dan 0,527. Berdasarkan hasil di atas, pemeriksaan QFT-Plus, T-SPOT.TB, dan uji tuberkulin mempunyai kesesuaian cukup baik dan dapat dijadikan pertimbangan untuk mendiagnosis infeksi TB laten pada anak 0-5 tahun.

 


Tuberculosis is one of the worlds health burden with an estimated one-third of the worlds population infected with MTB. Children aged 0-5 years with positive AFB contact has higher risk to get TB infected. Screening tests in children with risk of latent TB infections are an important step to eliminate and control TB disease. Availability of very limited tuberculin skin test triggers another alternative test to diagnose TB infections. WHO has recommended the use of IGRA to diagnose latent TB infection, but lack of research that compares all of three modalities. This study aimed to determine the comparison between QFT-Plus, T-SPOT.TB and tuberculin skin test in diagnosing latent TB infection in children aged 0-5 years with positive AFB contacts. A total of 104 children aged 1-60 months from 87 index cases was contacted to perform QFT-Plus, T-SPOT.TB and tuberculin skin test with 51% diagnosed with latent TB infections. The comparison between QFT-Plus and T-SPOT.TB has kappa 0.638 indicating substantial suitability. The comparison of tuberculin skin test with QFT-Plus and T-SPOT.TB showed moderate suitability with kappa 0.528 and 0.527, respectively. Based on the results, QFT-Plus, T-SPOT.TB, and tuberculin skin test  have good suitability and can be considerate to diagnose latent TB infections in children less than 5 years old.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Wahyudini
Abstrak :

Tuberkulosis merupakan salah satu tantangan masalah kesehatan dunia dengan perkiraan sepertiga populasi dunia terinfeksi MTB. Anak usia 0-5 tahun dengan kontak TB BTA positif berisiko tinggi untuk terinfeksi TB. Pemeriksaan skrining pada anak dengan risiko terjadinya infeksi TB laten merupakan langkah penting dalam program eliminasi dan kontrol penyakit TB. Ketersediaan tuberkulin yang sangat terbatas memicu pencarian alternatif lain untuk mendiagnosis infeksi TB. Penggunaan IGRA telah direkomendasikan WHO untuk mendiagnosis TB laten, tetapi belum banyak penelitian yang membandingkan ketiga modalitas yang tersedia di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara QFT-Plus, T-SPOT.TB dan uji tuberkulin dalam mendiagnosis infeksi TB laten pada anak usia 0-5 tahun dengan kontak TB BTA positif. Sebanyak 104 anak berusia 1-60 bulan dari 87 kasus index dihubungi untuk melakukan pemeriksaan QFT-Plus, T-SPOT.TB dan uji tuberkulin dengan hasil 51% merupakan infeksi TB laten. Perbandingan antara pemeriksaan QFT-Plus dan T-SPOT.TB menunjukkan kesesuaian baik dengan kappa 0,638. Perbandingan antara uji tuberkulin dengan kedua pemeriksaan QFT-Plus dan T-SPOT.TB menunjukkan kesesuaian cukup dengan hasil uji kappa hampir sama yaitu 0,528 dan 0,527. Berdasarkan hasil di atas, pemeriksaan QFT-Plus, T-SPOT.TB, dan uji tuberkulin mempunyai kesesuaian cukup baik dan dapat dijadikan pertimbangan untuk mendiagnosis infeksi TB laten pada anak 0-5 tahun.

 


Tuberculosis is one of the world's health burden with an estimated one-third of the world's population infected with MTB. Children aged 0-5 years with positive AFB contact has higher risk to get TB infected. Screening tests in children with risk of latent TB infections are an important step to eliminate and control TB disease. Availability of very limited tuberculin skin test triggers another alternative test to diagnose TB infections. WHO has recommended the use of IGRA to diagnose latent TB infection, but lack of research that compares all of three modalities. This study aimed to determine the comparison between QFT-Plus, T-SPOT.TB and tuberculin skin test in diagnosing latent TB infection in children aged 0-5 years with positive AFB contacts. A total of 104 children aged 1-60 months from 87 index cases was contacted to perform QFT-Plus, T-SPOT.TB and tuberculin skin test with 51% diagnosed with latent TB infections. The comparison between QFT-Plus and T-SPOT.TB has kappa 0.638 indicating substantial suitability. The comparison of tuberculin skin test with QFT-Plus and T-SPOT.TB showed moderate suitability with kappa 0.528 and 0.527, respectively. Based on the results, QFT-Plus, T-SPOT.TB, and tuberculin skin test  have good suitability and can be considerate to diagnose latent TB infections in children less than 5 years old.

 

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library