Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Victoria Gita Hardianto
Abstrak :
Masyarakat Jepang adalah masyarakat yang homogen. Homogenitas masyarakat Jepang menimbulkan xenofobia yang menyebabkan diskriminasi terhadap ras asing. Hafu sebagai salah satu ras asing di Jepang tidak terlepas dari perlakuan diskriminasi. Diskriminasi terhadap hafu khususnya tokoh anak dapat dilihat dalam sebuah film pendek karya Emmanuel Osei-Kuffour, Jr yang berjudul Umaretsuki. Masalah penelitian yang diangkat adalah bagaimana konsep uchi-soto bekerja dalam tindakan diskriminasi terhadap tokoh hafu di dalam film pendek Umaretsuki. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan bagaimana konsep uchi-soto bekerja dalam tindakan diskriminasi terhadap tokoh hafu dalam film pendek Umaretsuki. Penelitian ini menggunakan teori diskriminasi Theodorson & Theodorson dengan konsep uchi-soto untuk melihat pembatas antara pihak uchi dan soto. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah pembatas antara pihak uchi dan soto dalam film pendek Umaretsuki diperlihatkan dari tiga aspek yaitu perbedaan penampilan fisik, perlakuan dari pihak uchi terhadap pihak soto, dan stigma masyarakat terhadap pihak soto. ...... Japanese society is a homogeneous society. The homogeneity of Japanese society creates xenophobia which causes racial discrimination against foreigners. Hafu as one of the foreign races in Japan can not be separated from discrimination. Discrimination against hafu, especially children’s character can be seen in a short film works from Emmanuel Osei-Kuffour, Jr titled Umaretsuki. The problem that will be discussed in this research is how the uchi-soto concept works in acts of discrimination against hafu in the short film Umaretsuki. The purpose of this research is to explain how the uchi-soto concept creates a barrier between uchi and soto, causing discrimination against hafu in the short film Umaretsuki. This research applies Theodorson & Theodorson’s discrimination as a theory and uchi-soto concept to see the barrier between uchi and soto. The result of this research is the barrier between uchi and soto in Umaretsuki shown from three aspects, differences in physical appearance, treatment from uchi to soto, and stigma towards soto.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Ardhiani Samodro
Abstrak :
ABSTRAK
Kehidupan masyarakat Jepang tidak terlepas dari kehadiran media sosial. Melalui Twitter, sebuah media sosial dengan angka pengguna tinggi di Jepang, pengguna saling berinteraksi. Di sisi lain, Jepang memiliki uchi/soto yang menjadi landasan dalam menentukan posisi diri sendiri terhadap lawan bicara. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus dilakukan terhadap 19 kicauan berbahasa Jepang dari 10 pengguna mengenai kontroversi Logan Paul di Jepang. Ditemukan bahwa pengguna Twitter yang diteliti menentukan uchi/soto mereka terhadap pengguna lain melalui hubungan follow yang tercipta melalui Twitter serta melalui persamaan identitas Jepang yang tercipta di luar Twitter. Temuan tersebut sejalan dengan teori uchi/soto yand dikemukakan oleh Takahashi 2010, Bachnik 1994, dan Lebra 1976, serta teori mengenai komunikasi termediasi yang disampaikan oleh Miller, et al. 2016.
ABSTRACT
Social media has become a part of Japaneses lifestyle. Through Twitter, a social media with a high number of users in Japan, users interact with each other. Meanwhile, Japanese has uchi soto as a way to determine their position to others. Using case study method, this research analyzes 19 tweets in Japanese from 10 users on the subject of Logan Pauls controversy in Japan. It is found that Twitter users in this research determine their uchi soto relation to another user through their following on Twitter and through the shared identity of being a part of Japan constructed outside of Twitter. Those findings correspond to uchi soto theories from Takahashi 2010, Bachnik 1994, and Lebra 1976, and also to mediated communication theory from Miller, et al. 2016.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Dwinta
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas meiigenai makna dan fungsi prefiks o. Tujuan dari penelitian ini yakni menganalisis dan mengklasifikasikan prefiks o pada kata benda. Penelitian ini menggunakan sumber data novel anak Koe No Denai Baku To Marisan No Isshukan karya Matsumoto Satomi. Dalam proses analisis tidak hanya dilakukan kajian secara internal saja namun juga menggunakan kajian secara ekstemal dengan pendekatan sosiolinguistik. Data dianalisis menggunakan komponen SPEAKING Dell Hymes dan konsep iichi-soto oleh Nakane Chie. Hasil dari penelitian ini ditemukan 2 data prefiks o bennakna sonkeigo dan 5 data prefiks o bermakna bikago. Selain itu dapat dilihat pemahaman mengenai pembentukkan dan makna kata juga diperlukan dalam penentuan makna prefiks o pada kata benda.
ABSTRACT
This research discussed about the meaning of prefix o. The purpose of this research is to analyze and classify the prefix o on nouns. This research used a novel titled Koe No Denai Baku To Marisan No Isshukan by Matsumoto Satomi as the data. In the analysis process, researcher not only analyze internally but also externally by using sociolinguistic approach. The data was analyzed by using speaking component by Dell Hymes and uchi-soto concept by Nakane Chie. As result of this research, it was found that 2 datas have sonkeigo meaning and 5 datas have bikago meaning. Other than that, we could see that an understanding about composing process and meaning of word also needed in deciding prefix o meaning on nouns.
2017
S70246
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herannika Dewati
Abstrak :
Seperti bahasa dan bangsa lain di dunia, Jepang juga memiliki budaya dan bahasa yang unik. Bahasa Jepang memiliki honorifik yaitu ragam hormat pada sistem bahasanya, yang disebut keigo. Keigo terdiri dari tiga jenis yaitu teineigo (ragam sopan) , kenjougo (ragam merendah), dan sonkeigo (ragam meninggikan). Keberadaan ragam hormat ini mempersulit pelajar asing mempelajari Bahasa Jepang. Pemelajar bingung kapan dan kepada siapa mereka harus menggunakan atau tidak menggunakan keigo. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan data percakapan yang dikumpulkan dari web-radio bernama Ito Kento to Nakajima Yoshiki ga Anata wo Muchuu ni Saseru Radio ~YumeRaji~. Dari hasil analisis data terlihat bahwa pertimbangan penggunaan ragam hormat paling banyak ditentukan berdasarkan hubungan penutur dengan mitra tutur. Pertimbangan pengalihan ragam bahasa didasari paling banyak oleh perubahan mitra tutur dengan lingkup yang berbeda dan posisi sosial penutur dalam kalimatnya. ......Just like other countries with their languages, Japan also has a unique cultures and language. Japanese have honorifics in their language system, called keigo. Keigo consists of three different forms called teineigo, kenjougo, and sonkeigo. This also increase the difficulty for non-native learners to learn Japanese. Many learners are confused as to when and to whom should they use or not use keigo to. The data used in this research is collected from a web-radio called Ito Kento to Nakajima Yoshiki ga Anata wo Muchuu ni Saseru Radio ~YumeRaji~. Usually, keigo were used to speak with outsiders and people with higher social status. In this manner, the main purpose whether to use keigo or not is to state the distance between speaker and listener. Keigo also often be used when receiving something, to show their gratitude to the giver. From the data collected, it shows that the speech style shifts are mostly determined by the scope of listener. The speech style shifts are usually caused by the change of listener with a different scope and the speaker’s social position in that sentence.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dipo Agung Tilarso
Abstrak :
ABSTRACT
Skripsi ini membahas penerapan konsep uchi-soto ke dalam drama televisi berjudul Tokuyama Daigoro wo Dare ga Koroshitaka. Sebuah penggabungan antara konsep yang sudah lama ada dalam masyarakat Jepang dengan unsur modern berupa serial televisi yang digemari masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan konsep uchi-soto dalam drama ini dan bagaimana dampaknya terhadap perilaku karakter di dalamnya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Kesimpulan yang didapat yaitu konsep uchi-soto berdampak pada perubahan perilaku, sifat dan hubungan antarkarakter di dalam serial drama ini. Hal ini dikarenakan adanya kesadaran terhadap konsep uchi-soto yang dimiliki oleh setiap karakter. Selain itu, drama ini juga dibuat sebagai kritik sosial terhadap kasus serupa seperti dalam drama yang terjadi di masyarakat.
ABSTRACT
This thesis will focus on an implementation of the uchi-soto concept in the drama Tokuyama Daigoro wo Dare ga Koroshitaka. The drama shows a combination of concepts that have long existed in Japanese society with modern elements in the form of a television series that is popular with the public. The purpose of this research is to explain the implementation of the concept and how it impacts character behavior in this drama. This research is a qualitative study. This study concludes that the uchi-soto concept has an impact on changes in behavior, traits and relationships between characters in this drama series. This is because there is an awareness of the uchi-soto concept that belongs to each character. In addition, this drama was also made as a social criticism of similar cases as in the drama that occurred in the society.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Ari Wibowo
Abstrak :
Penelitian ini adalah mengenai penggunaan ?tekureru dan ?temorau dalam konteks uchi/soto. Fokus masalah pada penelitian adalah mengenai hubungan antara pembicara dengan pihak pemberi pada kalimat yang menggunakan ?temorau dan ?tekureru dalam konteks uchi/soto pada serial drama Hotelier. Ada perbedaan di antara Wetzel (1994) dan Sadanobu (2001) mengenai hubungan antara pembicara dengan pihak pemberi pada kalimat yang menggunakan ?temorau. Selain itu, para peneliti seperti Wetzel (1994), Sadanobu (2001), Makino (2002) tidak menjelaskan hubungan antara pembicara dengan pihak pemberi dalam ?tekureru. Berangkat dari permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan teoretis ?Apakah hubungan pembicara dengan pihak pemberi dalam kalimat yang menggunakan kata kerja ?tekureru dan ?temorau pada konteks uchi soto?. Selain itu penelitian ini juga bertujuan melihat pengaruh hubungan antara pembicara dengan kawan bicara pada kalimat dimana pihak pemberi adalah orang ketiga. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pada tahapan analisis, penulis mengelompokkan data dengan pola-pola situasi yang sejenis ke dalam kategori umum dan kategori khusus. Pembuatan kaegori ini berdasarkan Metode Padan yang dikemukakan Sudaryanto (1993). Kesimpulan penelitian yang didapat dari data adalah, bila hubungan antara pembicra dengan pihak pemberi adalah soto, maka pembicara cenderung mengunakan ?temorau untuk situasi dimana pihak pemberi/penerima bukan orang ketiga. Sedangkan bila hubungannya adalah uchi, maka pembicara cenderung menggunakan ?tekureru, terutama untuk situasi dimana kawan bicara bukan soto
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13811
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Purnama Dewi
Abstrak :
Penelitian ini memiliki tiga tujuan. Yang pertama adalah untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan genkan dalam struktur tata ruang rumah Jepang. Tujuan yang kedua adalah untuk mengetahui mengapa genkan merupakan bagian yang harus ada dalam struktur tata ruang rumah Jepang. Kemudian, yang ketiga bertujuan untuk mengetahui bagaimana genkan di tengah perkembangan desain tata ruang yang semakin modern mampu bertahan hingga saat ini. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan. Berdasarkan pada pengertian genkan yang tertera pada Kamus Kojien akan dilakukan analisis terhadap pengertian dan fungsi genkan yang dikaitkan dengan teori uchi-soto Seiichi Makino dan Charles J. Quinn, Jr, serta pernyataan Shigeru Iijima mengenai factor pembentukan psikologi orang Jepang yang ada dalam lingkup arsitektur Jepang. Hasil penelitian menunjukan bahwa genkan yang merupakan bagian dari tata ruang rumah jepang tetap dapat bertahan dengan karakteristiknya yang khas, memiliki fungsi lebih dari sekedar pintu masuk kedalam rumah. Genkan yang juga dapat disebut sebagai aimai no tobira atau pintu yang bukan pintu (pintu yang bersifat ambigu), merupakan pembatas antara bagian dalam dan luar dari bangunan rumah yang memiliki makna lebih dari sekedar pengertian ruang yang bersifat konkrit, seperti dapat dicontohkan dengan juga fungsi genkan yang dapat menyatakan _gmana yang merupakan orang dalam (uchi) dan mana yang merupakan orang luar (soto)_h. Selain itu, genkan juga berfungsi untuk memisahkan antara bagian yang bersih dan yang kotor, serta bagian yang suci dan tidak suci. Dari analisis juga dapat disimpulkan bahwa fungsi genkan dapat dapat mencerminkan kesadaran psikologi dan cara pandang orang Jepang terhadap pembagian antara dalam (uchi) dan luar (soto).
This research has three objectives. The first is to figure out what genkan means in Japanese interior design. The second is to figure out why genkan is a has to be a part of Japanese interior design. Finally, the third objective is to figure out how genkan manages to survive despite the modernization of interior design. The research is done by the dictum method. Based on the description of genkan that is described in the Kojien Dictionary, there will be an analysis concerning the comprehension and the functions of genkan that is related to Seiichi Makino and Charles J. Quinn, Jr._fs uchi-soto theory, along with Shigeru Iijima_fs statement about the shaping of Japanese people_fs psyche within the range of the Japanese architecture. The research shows that genkan as a part of Japanese interior can still survive with its certain characteristic, that it is more functional than merely an entrance to the house. Genkan, which can also be described as the aimai no tobira or a door that is not a door (an ambiguous door), separates the indoor space and the outdoor space of the house that has a deeper meaning than _gspace_h in a concrete sense. For example, genkan can separate between _ginsiders (uchi) and outsiders (soto)_h. Apart from that, genkan also functions as a separator between the clean and the dirty, as well as the pure and impure . From the analysis we can also conclude that the functions of genkan can reflect the Japanese_fs psyche and point of view about separating the inside (uchi) and outside (soto).
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13750
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library