Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kiky Indah Sari
Abstrak :

Ketidakstabilan ekonomi global menjadi tantangan perekonomian domestik terutama bagi emerging countries. Federal Fund Rate yang tinggi dalam waktu yang lama atau higher for longer berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi. Bank Indonesia berperan dalam menentukan BI rate untuk mencapai tujuan ekonomi. Indonesia sebagai open economy perlu mempertimbangkan aspek eksternal dalam penetapan kebijakan moneter. Kerangka kerja Augmented Taylor Rule dapat memfasilitas kebutuhan tersebut untuk mengetahi mengenai penentuan BI rate. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku Bank Indonesia dalam merespons kebijakan The Fed dan fenomena higher for longer. Periode penelitian dilakukan mulai tahun 2000Q2 – 2023Q4 dengan menggunakan data sekunder. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara keseluruhan Bank Indonesia merespons untuk meningkatkan BI rate ketika inflation gap meningkat, output gap meningkat, dan rupiah terdepresiasi. Kondisi tersebut sesuai dengan kerangka kerja Taylor Rule. Namun dalam periode higher for longer terdapat perubahan yang mana penentuan BI rate hanya bergantung pada output gap dan nilai tukar riil.Variabel inflation gap tidak berpengaruh signifikan dalam penentuan BI rate. Pada periode higher for longer, tujuan ekonomi yang diutamakan adalah pemulihan ekonomi secara menyeluruh.  ......Global economic instability is a challenge for the domestic economy, especially for emerging countries. A higher Federal Funds Rate for longer affects economic stability. Bank Indonesia plays a role in determining the BI rate to achieve economic goals. Indonesia as an open economy needs to consider external aspects in determining monetary policy. The Augmented Taylor Rule framework can facilitate this need to know about the determination of the BI rate. This study aims to identify the behavior of Bank Indonesia in response to the Fed's policy and the phenomenon of higher for longer. The research period was conducted from 2000Q2 - 2023Q4 using secondary data. The results of the analysis show that overall Bank Indonesia responds to an increase in the BI rate when the inflation gap increases, the output gap increases, and the rupiah depreciates. These conditions are following the Taylor Rule framework. However, in the higher for longer period there is a change in which the determination of the BI rate depends only on the output gap and the real exchange rate. The inflation gap variable has no significant effect on the determination of the BI rate. In the higher for longer period, the prioritized economic goal is a comprehensive economic recovery.

Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irpan Pebri Setiadi Hsb
Abstrak :
Kemiskinan energi masih menjadi permasalahan penting terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kemiskinan energi erat kaitannya dengan kekurangan pendapatan dalam memenuhi layanan energi dasar. Remitansi diyakini menjadi salah satu stimulus yang potensial dalam mengurangi kemiskinan energi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh remitansi dalam mengurangi kemiskinan energi multidimensi rumah tangga di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Indonesia Family Life Survey (IFLS) periode tahun 2007 dan 2014. Untuk mengatasi masalah endogenity yang muncul karena adanya reverse causality antara remitansi dan kemiskinan energi, maka penelitian ini menggunakan instrumental variables berupa traditional migrant-sending district. Dengan menggunakan metode 2SLS (two-stage least squares) diperoleh bahwa remitansi dapat menurunkan kemiskinan energi multidimensi di Indonesia. Rumah tangga penerima menggunakan tambahan pendapatan untuk membeli layanan energi seperti listrik, peralatan rumah tangga, dan komunikasi sehingga konsumsi energi meningkat dan selanjutnya kemiskinan energi menurun. Selanjutnya karakteristik rumah tangga juga signifikan dalam mempengaruhi kemiskinan energi seperti status pekerjaan, pendidikan, jenis kelamin, ukuran keluarga, kepemilikan rumah, dan lokasi tempat tinggal. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa ketimpangan pendapatan memediasi hubungan remitansi dan kemiskinan energi. ......Energy Poverty is still an important issue especially in developing countries like Indonesia. Recent studies showed that energy poverty is closely related to a lack of income in fulfilling basic energy needs. Remittances are believed to be one of the potential stimulus in reducing energy poverty. This study aims to analyze the effect of remittances in reducing multidimensional energy poverty of households in Indonesia. The data used in this study comes from the Indonesia Family Life Survey (IFLS) for the 2007 and 2014 periods. To overcome the endogeneity problem that arises because of the reverse causality between remittances and energy poverty, this study uses instrumental variables in the form of traditional migrant-sending districts. By using the 2SLS (two-stage least squares) method, it is found that remittances can reduce multidimensional energy poverty in Indonesia. Recipient households use the additional income to purchase energy services such as electricity, household appliances, and communications so that energy consumption increases and subsequently energy poverty decreases. Furthermore, household characteristics are also significant in influencing energy poverty such as employment status, education, sex, family size, home ownership, and location of residence. In addition, this study also found that income inequality mediates the relationship between remittances and energy poverty.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Dhafa Sigit Nurmanto
Abstrak :
Globalisasi mempermudah perdagangan antar negara di seluruh dunia, tidak terkecuali ASEAN. Kawasan ini telah menjalin banyak kerja sama perdagangan baik antar sesamanya maupun dengan negara di luar Kawasan. Namun, proses yang sudah berlangsung lama ini mempunyai dampak ambigu terhadap kesejahteraan dan ketimpangan antar negara. Berdasarkan hasil penelitian menggunakan regresi two stage least square selama 22 tahun, penulis menemukan bahwa peningkatan perdagangan di antara negara di ASEAN dengan mitra dagang yang sudah meratifikasi perjanjian perdagangannya menurunkan perbedaan pendapatan per kapita di antaranya. Hal ini sesuai dengan teori pertumbuhan neoklasik Solow dimana pada jangka panjang, negara dengan pendapatan per kapita rendah akan menyusul negara berpendapatan per kapita tinggi. Dalam penelitian ini juga ditemukan jarak geografis mempengaruhi intensitas perdagangan dan kesamaan bahasa sebagai proksi transfer teknologi mempercepat fenomena konvergensi ekonomi.
Globalization ease trade between countries all over the world, including ASEAN. This region has established several trade agreements both locally and externally with many countries. However, this long process has an ambiguous impact on welfare and inequality between countries. Based on the research using two stage least square through 22 years, we can conclude that trade increase among ASEAN countries and its trading partners reduce income per capita gap between them. This is in line with Solow neoclassic growth theory, where in long run, countries with low per capita income catching up high per capita income countries. This research also shows that geographical distance affects trade intensity and common language as proxy of technological transfer enhance economic convergence process.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cempaka Sekkauwati Mubtadi
Abstrak :
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat pernikahan dini yang cukup tinggi di dunia. Pernikahan dini berdampak buruk pada pendidikan wanita yang kemudian dapat berdampak pada pendidikan anak mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pernikahan dini terhadap pendidikan antargenerasi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data IFLS 5 tahun 2014 dan IFLS East. Terdapat permasalahan endogenitas dalam penelitian ini sehingga diperlukan variabel instrumen untuk mengatasinya. Metode yang digunakan adalah Two Stage Least Square (2SLS) dengan variabel instrumen usia pubertas (usia haid pertama). Hasil first stage menunjukkan bahwa usia pubertas merupakan instrumen yang baik dan memenuhi asumsi relevance. Hasil estimasi 2SLS menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh pernikahan dini ibu pendidikan anak. Adanya program wajib belajar 9 tahun bagi setiap anak dapat menjadi kontribusi positif pada capaian pendidikan anak di Indonesia. ......Indonesia is one of the countries with the highest rate of early marriage in the world. Early marriage can reduce mother’s educational attainment and impact their children’s educational outcomes.  This study aims to analyze the intergenerational effect of early marriage on children’s educational attainment by using nationally representative household data from the IFLS wave 5 and IFLS East. In the empirical strategy, age at menarche is used as an instrumental variable to address the endogeneity problem. The result of the first stage shows that age at menarche is a good and relevance instrument. The Two Stage Least Square (2SLS) estimates show that mother’s early marriage does not have a significant effect on children’s educational attainment. A 9-year compulsory education program for every child could give a positive contribution for children’s educational attainment.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisinis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library