Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuniar Cahyania Intani
"Latar Belakang: Faktor predisposisi utama pada otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah gangguan fungsi tuba eustachius (TE). Adanya gangguan fungsi TE memungkinkan terjadinya OMSK berulang walaupun telah diterapi. Variasi anatomi dari telinga berupa ukuran TE berkaitan dengan perbedaan fungsi fisiologis  TE. 
Tujuan: Membantu memperkirakan status gangguan fungsi TE berdasarkan pemeriksaan HRCT mastoid. 
Metode: Data sekunder status fungsi TE berdasarkan pemeriksaan timpanometri automatic Toynbee Eustachian Tube Function Test 2 (ETF2) terdiri dari tanpa gangguan fungsi TE dan dengan gangguan fungsi TE, kemudian dilakukan pengukuran panjang TE, diameter TE pre-timpani, dan regio isthmus pada pemeriksaan High Resolution Computed Tomography (HRCT) mastoid tebal irisan 1 mm potongan sagital oblik dan aksial berdasarkan bidang Ku-Copson dari sistem Picture Archiving and Communication System (PACS). Pasien dengan kolesteatoma dieksklusi. Rerata panjang TE, diameter TE pre-timpani, dan regio isthmus dengan gangguan fungsi TE dibandingkan tanpa gangguan fungsi TE dianalisis menggunakan uji-T tidak berpasangan. 
Hasil: Didapatkan perbedaan signifikan rerata panjang TE, diameter TE pre-timpani, dan regio isthmus pada gangguan fungsi TE dibandingkan tanpa gangguan fungsi TE (p<0,001), dimana nilai rerata panjang TE dengan gangguan fungsi TE lebih pendek (35,2 ± 1,5 mm) dibandingkan tanpa gangguan fungsi TE (37,4 ± 1,7 mm) dan diameter pre-timpani serta diameter isthmus TE lebih kecil pada pasien dengan gangguan fungsi TE (diameter pretimpani: 3,5 ± 0,1 mm; diameter isthmus: 0,89 ± 0,09 mm) dibandingkan tanpa gangguan fungsi TE (diameter pretimpani: 3,9 ± 0,1 mm; diameter isthmus: 1,08 ± 0,07 mm). 
Simpulan: Ukuran TE dengan gangguan fungsi TE lebih kecil dibandingkan tanpa gangguan fungsi TE pada pasien OMSK tipe aman. 

Background: The main predisposing factor in chronic suppurative otitis media (CSOM) is dysfunction of the eustachian tube (ET). The presence of ET function disorders allows CSOM to recur even though it has been treated. Anatomical variations of the ear in the form of ET size are related to differences in ET physiological function. 
Objectives: To estimate the status of impaired ET function based on mastoid HRCT examination. 
Methods: Secondary data on ET function status based on the Toynbee ETF2 automatic tympanometry examination consisted of without ET function disorder and with ET function disorder, then ET length, pre-tympanic ET diameter, and isthmus region were measured on HRCT mastoid examination with 1 mm thick slice of the mastoid oblique sagittal section and axial based on the Ku-Copson plane of the Picture Archiving and Communication System (PACS). Patients with cholesteatoma were excluded. The mean ET length, pre-tympanic ET diameter, and isthmus region with impaired ET function compared to those without impaired ET function were analysis using an unpaired T-test. 
Results: There were significant differences in the mean ET length, ET diameter in the pre-tympani region, and isthmus region in ET function disorders compared to those without ET function disorders (p<0.001), where the mean ET length with ET function disorders was shorter (35.2 ± 1 .5 mm) compared to those without ET function disorder (37.4 ± 1.7 mm) and the pre-tympani diameter and ET isthmus diameter were smaller in patients with ET function disorder (pre-tympanic diameter: 3.5 ± 0.1 mm; isthmus diameter : 0.89 ± 0.09 mm) compared to no ET function disorder (pre-tympanic diameter: 3.9 ± 0.1 mm; isthmus diameter: 1.08 ± 0.07 mm). 
Conclusion: ET size with impaired ET function is smaller than without impaired ET function in CSOM patients with benign type.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ivana Supit
"Latar belakang: Botol susu saat ini sudah rutin digunakan, terutama pada ibu yang aktif dan bekerja. Penggunaan botol susu secara global mencapai 56%, sedangkan di Indonesia mencapai 37,9%. Penggunaan botol susu yang tidak tepat dapat mengakibatkan locking phenomenonkarena peningkatan tekanan negatif secara berlebih pada rongga nasofaring, yang berujung pada kejadian disfungsi tuba Eustachius. Penelitian ini menilai faktor yang berkaitan dan pengaruhnya terhadap disfungsi tuba Eustachius pada anak-anak yang menggunakan botol susu.Tujuan : mengetahui pengaruh dan hubungan faktor yang dapat menyebabkan disfungsi tuba Eustachius pada penggunaan botol susu. Metode :Penelitian ini melibatkan 160 subjek berusia 24 – 48 bulan yang menggunakan botol susu. Fungsi tuba Eustachius setiap subjek dievaluasi menggunakan alat sonotubometer untuk menentukan ada tidaknya disfungsi tuba Eustachius. Pengolahan data dilakukan dengan uji chi square, menggunakan Pvalue <0,25 untuk melihat hubungan antar faktor dengan kejadian disfungsi tuba Eustachius. Faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian disfungsi tuba Eustachius dianalisis dengan uji regresi logistik untuk menentukan faktor determinan terhadap kejadian disfungsi tuba Eustachius.Hasil : Penelitian ini mendapatkan gambaran penggunaan botol susu yang baik dapat mencegah kejadian disfungsi TE hingga 6,8 kali. Hipertrofi adenoid memiliki pengaruh terhadap kejadian disfungsi TE hingga 10,5 kali. Jenis susu memiliki pengaruh terhadap kejadian disfungsi TE 4,1 kali. Kesimpulan : Cara penggunaan botol susu, hipertrofi adenoid dan jenis susu sebagai faktor determinan terhadap disfungsi tuba Eustachius.

Backgroud: Bottle feeding has been considered normal and widely used, preferably by active and working mother. Numbers of bottle feeding globally reach 56% of total population, while the Indonesian use of bottle feeding up to 37,9%. Improper use of bottle feeding may lead to locking phenomenon due to excessive pressure changes in nasopharynx area. This study aims to evaluate factors and their contribution in the development of Eustachian tube dysfunction in bottle feeding children. Aims : to evaluate factors and their contribution in the development of Eustachian tube dysfunction in bottle feeding children. Methods : This study involved 160 subjects 24 – 48 months old children with bottle feeding. We evaluated their Eustachian tube using a sonotubometer to determine the presence of Eustachian tube dysfunction. Data analysis was done using chi square method to determine the significant factors with Pvalue<0,25. Significant factors then analyzed by logistic regretion in order to determine determinan factors. Result : This study found that proper used of bottle feeding protect children from Eustachian tube dysfunction up to 6,8 times. Adenoid hypertrophy 10,5 times effected the Eustachian Tube, Type of milk consumed contributed up 4,1 times toward Eustachian tube dysfunction.Conclusion : Proper used of bottle feeding, adenoid hypertrophy and milk type are the determinant factors on Eustachian tube dysfunction."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Samuel Dominggus Chandra
"Latar Belakang: Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah kondisi infeksi telinga tengah dan mastoid kronik yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah struktur tuba Eustachius. Morfometri tuba Eustachius dengan bidang referensi pada modalitas CT-scan memberikan pilihan non-invasif penilaian struktur tuba. Bidang Ku-Copson adalah bidang referensi baru morfometri tuba yang sebelumnya lebih umum menggunakan bidang Reid. Tujuan: Menilai pengaruh besar sudut kemiringan tuba Eustachius berdasarkan bidang Ku-Copson terhadap kejadian OMSK. Metode: Sebanyak 128 sampel telinga, 64 telinga kelompok normal dan 64 telinga kelompok OMSK diinklusi dalam penelitian ini. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan diagnosis akhir berdasarkan rekam medis. Pengukuran sudut dilakukan dengan multiplanar reconstruction (MPR) pada HRCT kepala-leher. Analisis bivariat dengan menggunakan uji student T dilakukan untuk menilai perbedaan rerata kedua kelompok dengan Interval Kepercayaan (IK) 95%. Hasil: Terdapat perbedaan rerata yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok (p = 0,005). Rerata besar sudut pada kelompok telinga normal sebesar 27,20 ± 4,8 (SD) dan pada kelompok telinga OMSK sebesar 29,20 ± 3,2 (SD). Nilai AUC dari ROC besar sudut tuba Eustachius dalam diferensiasi kelompok telinga normal dan OMSK sebesar 0,62 (0,523 – 0,718), dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas pada nilai titik potong 28,50 adalah 56,3% dan 56,3%. Kesimpulan: Besar sudut kemiringan tuba Eustachius berdasarkan bidang referensi Ku-Copson pada kelompok telinga normal lebih besar dibandingkan pada kelompok telinga OMSK, dengan perbedaan sekitar 2 derajat antara kedua kelompok.

Background: Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a chronic infection of middle ear and mastoid caused by various factors, one of which is the Eustachian tube. Eustachian tube morphometry based on reference plane on CT-scan provides a non-invasive option for assessing tube structure. The Ku-Copson plane is a new reference plane for tubal morphometry which previously used the Reid plane more commonly. Objective: To assess the influence of Eustachian tube angle based on the Ku-Copson plane on the presence of CSOM. Methods: A total of 128 ear samples, 64 ears on normal group and 64 ears on CSOM group, were included in this study. Grouping was based on the final diagnosis according to medical records. Angle measurements were carried out with multiplanar reconstruction (MPR) on head and neck HRCT. Student T test was used to analyse the mean difference of the two groups with a 95% Confidence Interval (CI). Results: There was a statistically significant mean difference between the two groups (p = 0.005). Mean tube angle in the normal ear group was 27.2 ± 4.8 (SD) and in the CSOM ear group was 29.2 ± 3.2 (SD). The AUC value of the of Eustachian tube angle ROC in discriminating normal ear and CSOM groups was 0.62 (0.523 – 0.718), with sensitivity and specificity at cutoff of 28.5 being 56.3% and 56.3%. Conclusion: The Eustachian tube angle based on the Ku-Copson plane in the normal ear group is greater than in the CSOM ear group, with a difference of around 20."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mokoginta, Setiawan S.A.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T4169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junicko Sacrifian Anoraga
"Latar Belakang: Audiometri impedans belum digunakan secara rutin dalam uji tekanan khususnya di Indonesia. Calon penyelam sering langsung menerima pajanan tekanan dalam Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) tanpa diketahui keadaan telinga tengah dan fungsi tuba Eustachius. Pemeriksaan audiometri impedans sangat penting untuk mengetahui fungsi ventilasi tuba Eustachius (TE).
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan nilai tekanan telinga tengah yang berhubungan dengan fungsi ventilasi TE pada calon panyelam.
Metode: Penelitian ini melibatkan 29 subjek calon penyelam berusia 20-40 tahun tanpa gangguan pendengaran konduktif. Semua subjek menjalani pemeriksaan audiometri impedans yang dimodifikasi untuk kepentingan penyelaman baik sebelum maupun sesudah uji tekanan dalam RUBT beruang ganda.
Hasil: Didapatkan perubahan nilai tekanan di telinga tengah yang bermakna sebelum dan sesudah uji tekanan dengan perasat Toynbee pada telinga kanan dan kiri, masing-masing p < 0,001 dan p = 0,018.
Kesimpulan: Pemeriksaan audiometri impedans sangat diperlukan dalam seleksi calon penyelam khususnya dalam uji tekanan dalam RUBT.

Background: Impedance audiometry is not yet used in the pressure test routinely, especially in Indonesia. Prospective divers often receive exposure of pressure in hyperbaric chamber directly without assesment of the middle ear and Eustachian tube (ET) ventilation function. Impedance audiometry examination is very important to asses the ET ventilation function.
Objective: This study determined the middle ear pressure value changes associated with ET ventilation function of prospective divers.
Method: This study involved 29 prospective diver subjects aged 20-40 years without a conductive hearing loss. All subjects underwent a modified diving impedance audiometry examination both before and after the pressure test in hyperbaric double lok chamber.
Result: Obtained value changes of pressure in the middle ear meaningful before and after the pressure test with Toynbee maneuver on the right and left ear, respectively p <0.001 and p = 0.018.
Conclution: Impedance audiometry examination is needed in the selection of candidates divers who underwent pressure test within hyperbaric chamber.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library