Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R.M. Koentjaraningrat, 1923-1999
Djakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1970
306 KOE k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Koentjaraningrat, 1923-1999
Jakarta: Gramedia, 1974
306 KOE k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kotkin, Joel
New York: Random House, 1992
650.1 KOT t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Beijing : China Intercontinental Press, 2011
SIN 306.451 GAM ;SIN 306.451 GAM (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ganendra Satria
"Brand communities and brand tribes have been observed in the marketing literature for decades. However, scholars still debate its basic attributes, making use of these attributes interchangeably without acknowledging the relationships that emanate from the brand community and its potential to develop into a brand tribe. This paper aims to suggest that the brand tribe and brand community have a positive relationship. Looking at the potential of the brand tribe mentioned in the previous study, companies could benefit from growing the brand community into a brand tribe. Thus, several attributes of brand community that can be developed into tribal brand attributes will be identified in this paper.

Komunitas merek dan suku merek telah diamati dalam literatur pemasaran selama beberapa dekade. Namun, para sarjana masih memperdebatkan atribut dasarnya, memanfaatkan atribut ini secara bergantian tanpa mengakui hubungan yang berasal dari komunitas merek dan potensinya untuk berkembang menjadi suku merek. Makalah ini bertujuan untuk menyarankan agar suku merek dan komunitas merek memiliki hubungan yang positif. Melihat potensi suku merek yang disebutkan dalam studi sebelumnya, perusahaan dapat memperoleh manfaat dari menumbuhkan komunitas merek menjadi suku merek. Dengan demikian, beberapa atribut komunitas merek yang dapat dikembangkan menjadi atribut merek suku akan diidentifikasi dalam tulisan ini."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rusnila
"Secara geografis Indonesia dikatakan sebagai negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Secara sosiologis bangsa Indonesia juga dikenal memiliki kebhinekaan dalam budaya, againa, Bahasa, suku yang melingkupinya. Keanekaan ini merupakan aset yang panting untuk menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa, agar bangsa Indonesia tetap eksis dan tumbuh baik di lingkungan regional maupun Internasional.
Pembangunan wilayah mempunyai strategi tersendiri mengingat pembangun wilayah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan nnelalui suatu pendekatan sektoral dan regional. Hal ini merupakan kekuatan dan perluasan kegiatan yang ditimbulkan oleh hubungan antar manusia dalam suatu wilayah tertentu disamping keterlibatan suatu bangsa dan pergaulan antar bangsa. Khusus pembangunan di Kalimantan Barat merupakan bagian kepentingan nasional dalam strategi kewilayahan tertentu. Wilayah Kalimantan Barat merupakan salah satu dari 27 propensi dan memiliki pemerintah daerah otonom yaitu daerah tingkat L Selanjutnya apabila dilihat dan segi geografi.
Kalimantan Barat sebelah utara berbatasan langsung dengan Sarawak (Malaysia Timur) : sebelah barat berbatasan dengan Laut Natuna pada jalur selatan Karimata dan Cina Selatan; dan sebelah timur berbatasan dengan propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah; dan sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa. Selain itu merupakan salah satu propinsi terdepan berinteraksi dengan negara-negara ASEAN maupun Asia Pasifik, dimana merupakan peluang pasar dunia dimasa-masa mendatang. Apabila dilihat dari batas-batas yang mengelilingi Kalimantan Barat, maka batas utara dan barat adalah merupakan letak strategis. Wilayah ini mempunyai batas yang terbuka. Kalimantan Barat merupakan salah satu pintu masuk baik berupa barang, jasa, orang, faham dan lain sebagainya.
Dilihat dani sisi pembangunan nasional, seperti sernua wilayah lainnya Kalimantan Barat mengandung potensi kekuatan sentrifugal yang menuju kearah disintegrasi. Hal ini sangat terkait dengan kemajemukan masyarakat. Menurut Haviland (1988: 12), masyarakat majemuk adalah masyarakat yang memiliki berbagai kebudayaan khusus yang jelas sekali. Masyarakat seperti ini ditandai oleh masalah tertentu seperti adanya berbagai kelonpok dan berbagai variasi khusus di dalamnya. Semua pada hakekatnya berjalan menurut perangkat peraturan yang berbeda-beda. Dalam masyarakat yang majemuk menjadi sulit dipahami norma yang berbeda-beda yang menjadi dasar kehidupan sub-kelompok yang bebeda-beda itu?"
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santy Yulianti
"

Frasa preposisional merupakan salah satu konstruksi bahasa yang mampu menggambarkan representasi mental seseorang atau komunitas tutur. Tuturan yang bermakna spasial dan berbentuk frasa preposisional menjadi fokus kajian penelitian ini.  Tujuan penelitian adalah untuk menyusun  skema kognitif spasial masyarakat Baduy. Suku Baduy terpilih karena memiliki keunikan berdasarkan aturan adat mengenai tata letak bangunan dan ladang dalam kehidupan mereka. Kosakata dasar  membantu mengarahkan kognisi spasial mereka dalam  interaksi dengan alam sekitar dan isinya, disamping itu  konstruksi frasa preposisional bahasa Sunda dialek Baduy merupakan representasi  verbal kognisi spasial mereka terhadap lingkungan tempat mereka hidup. Landasan teori yang digunakan untuk menghasilkan kaidah frasa  preposisional adalah semantik konseptual Ray Jackendoff (1985) dan peta kognitif Lynn Nadel (2013). Semantik konseptual Ray Jackendoff   merupakan perpaduan ilmu tata bahasa dan makna yang bersumber dari proses kognisi seseorang dan menghasilkan konsep- makna sebagai representasi mental seseorang ataupun komunitas bahasa. Manfaat  peta kognitif Lynn Nadel membantu dalam menemukan lokasi, orientasi dan reorientasi, dan konsep kognitif yang mendasari orientasi ruang masyarakat bahasa Sunda dialek Baduy. Data yang digunakan adalah frasa preposisi lokatif dan direktif yang diperoleh dari hasil wawancara dengan satu informan Baduy Dalam dan dua informan Baduy luar. Hasil dari penelitian ini terdiri atas kaidah frasa preposisional yang terbagi atas place function dan path function. Selain itu, preposisi yang banyak digunakan adalah perposisi ti, di, dan ka. Objek acuan untuk frasa preposisional ini berupa nomina tempat seperti imah, leuit, dan huma, dan nomina arah seperti luhur, kaler, kidul, kenca, dan katuhu. Skema kognitif yang diperoleh adalah konstruksi objek acuan yang sebagian besar alosentris hanya mengenal makna selatan (kidul) dan utara (kaler). Hal ini berhubungan dengan pengalaman mereka mengenai tata letak perkampungan , ladang, dan tempat sakral mereka yang dimulai dari wilayah yang paling utara sebagai wilayah umum (perkampungan) sampai dengan wilayah paling selatan sebagai tempat sakral (tempat ibadah) suku Baduy.


The prepositional phrase is one of the language constructs capable of describing the mental representation of a person or a speech community. Speech utterances that have spatial meaning and are in the form of prepositional phrases are the focus of this chapter. The objective is to develop a spatial cognitive scheme of the Baduy society. The Baduy tribe was chosen because of its unique customary regulations in their lives regarding the layout of buildings and fields. Basic vocabulary helps to direct their spatial cognition in their interaction with the natural surroundings. The construction of prepositional phrases in the Baduy dialect of Sundanese is a verbal representation of their spatial cognition of the environment where they live. Ray Jackendoff’s conceptual semantics (1985) and Lynn Nadel's cognitive map (2013) are used as the theoretical basis to generate prepositional phrase rules. The conceptual semantics of Ray Jackendoff is a fusion of grammar and meaning derived from a person's cognition process and produces concepts as the mental representation of a person or a language community. One of the benefits of Lynn Nadel’s cognitive maps is that it helps in finding location, orientation and reorientation, and the cognitive concepts underlying the spacial orientation of the community speaking the Baduy dialect of the Sundanese language. The data used are locative and directive prepositional phrases obtained from interviews with one Baduy Dalam informant and two Baduy Luar informants. Prepositional phrase in Baduy utterances consist of rules for place function and path function. In addition, the widely used prepositions are the prepositions ti, di, and ka. The reference object for these prepositional phrases are place nouns such as imah  (house), leuit (barn), and huma (field) , and direction nouns such as luhur (above), kaler (north), kidul (south), kenca (lefthand), and katuhu (righthand). The cognitive scheme obtained is the construction of reference objects that are mostly alocentric and only recognize the significance of south (kidul) and north (kaler). This relates to their experience of the layout of their settlements, fields and sacred places starting from the northernmost region as the common area (kampung or village) to the southern most region as the sacred place (place of worship) of the Baduy tribe.

"
Lengkap +
2018
T51708
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maikel Simbiak
"Telah dilakukan suatu studi etnoekologi untuk mengungkap hubungan suku asli di sekitar
kawasan Taman Nasional Wasur (TNW) dengan lanskap budaya mereka melalui tiga
sumbu pendekatan etnoekologi yaitu kosmos (sistem kepercayaan), corpus (pengetahuan
ekologis), dan praxis (pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya). Data dalam penelitian
ini diperoleh melalui kombinasi metode ekologi, antropologi, dan linguistik.
Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara semi-struktural, diskusi kelompok
terfokus (DKT), metode distribusi kerikil, dan survei lapangan dengan teknik walktransect
and free-listing serta observasi bebas. Hasil studi mengungkapkan bahwa suku
asli di sekitar kawasan TNW memiliki dasar penguasaan lanskap budaya yang diinisiasi
oleh kosmos yang juga mempengaruhi corpus serta praxis. Corpus suku asli di sekitar
kawasan TNW tentang etnoekotop (satuan-satuan lanskap utama) menunjukan kesamaan
konsep berdasarkan fisiografi kawasan yang sama dari dataran rendah aluvial yang secara
musiman dipengaruhi genangan air. Corpus suku asli tentang asosiasi vegetasi dengan
masing-masing etnoekotop diidentifikasi secara perseptual berdasarkan persepsi budaya
dan alamiah berdasarkan indikator spesies. Praxis suku asli dipengaruhi oleh kosmos
melalui hubungan Dema-totem-klan yaitu suatu struktur dasar komunitas suku asli yang
berhubungan dengan mitologi asal-usul yang mengatur pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya hayati sehingga terbentuk suatu tatanan kehidupan yang harmonis. Praxis
suku asli juga dipengaruhi kosmos dengan adanya penentuan areal-areal sakral, sistem
sasi (sar), dan aktivitas budidaya tumbuhan simbolik. Dalam hubungan budaya dengan
lingkungan, aktivitas subsisten suku asli tidak secara mutlak dipengaruhi oleh
lingkungan. Mereka mampu mengembangkan teknologi adaptasi melalui pengetahuan
yang diperoleh dari pemahaman tentang alam lingkungan mereka
An ethnoecological study has been carried out to reveal the relationship of indigenous
tribes around the Wasur National Park (WNP) area with their cultural landscape through
three axes of an ethnoecological approach, namely kosmos (belief system), corpus
(ecological knowledge), and praxis (resource management and utilization). The data in
this study were obtained through a combination of ecological, anthropological, and
linguistic methods. Data collection was obtained through semi-structural interviews,
focus group discussions (FGD), pebble distribution methods (PDM), and field surveys
using walk-transect and free-listing techniques as well as free observation. The results of
the study reveal that the indigenous tribes around the WNP area have a basic mastery of
the cultural landscape initiated by the kosmos which also affects the corpus and praxis.
The corpus of indigenous tribes around the WNP area regarding ethnoecotopes (main
landscape units) shows a similarity in concept based on the physiography of the same area
of the alluvial lowlands which are seasonally influenced by waterlogging. Indigenous
corpus about vegetation association with each ethnoecotope identified perceptually based
on cultural and natural perceptions based on species indicators. Indigenous Praxis is
influenced by the kosmos through the Dema-totem-clan relationship, which is a basic
structure of indigenous tribal communities associated with the mythology of origins
which regulates the management and use of biological resources so as to form a
harmonious life order. Indigenous praxis is also influenced by the kosmos by determining
sacred areas, the sasi system (sar), and symbolic plant cultivation activities. In the
relationship between culture and environment, the subsistence activities of indigenous
people are not absolutely influenced by the environment. They are able to develop
adaptation technologies through knowledge gained from an understanding of their natural
environment."
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Though the South Indian slate of Andhra Pradesh is
experiencing transition to replacement level, notable fertility
differentials persist between the caste groups. Fertility has been
much higher among scheduled caste and scheduled tribes compared
to other caste groups. This paper examines the fertility differentials
among caste groups in the context of characteristics and interaction
hypotheses, using the second Indian National Family Health Survey
data. The results of multiple classification analysis on cumulative
fertility and proportional hazard analysis on birth intervals show that
differentials between caste groups persist even after controlling for
the other socioeconomic and demographic variables. Further, the
analysis of interaction effects show that the caste effect is not
constant across the levels of other socioeconomic factors. In rural
areas and at the lower levels of education and standard of living,
fertility is relatively high and scheduled castes and tribes have
higher fertility than ?other? caste. But this situation is reversed
completely in urban areas and at the higher levels of socioeconomic
status, where the level of fertility is not only low hut also scheduled
castes and tribes have lower fertility than ?other? castes. This
indicates with the improvement of socioeconomic status, not only
will fertility decline, but also the difference in fertility between caste
groups will disappear.
"
Lengkap +
Journal of Population, 13 (1) 2007 : 61-90, 2007
JOPO-13-1-2007-61
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hamin Usman
"Padangan Beth Roberts terhadap Bentuk
Sastra pasca kolonial di manapun keberadaannya, pada umumnya mempunyai kesamaan penggambaran, yaitu perlawanan masyarakat yang dijajah terhadap penjajahnya. Namun di Australia bentuk sastra pascakolonial tersebut menjadi unik. Di Australia, perlawanan masyarakat yang dijajah yaitu perlawanan suku Aborijin melawan pemerintah Australia mendapatkan simpati dan bantuan dari masyarakat kulit putih penjajahnya. Melalui media maupun karya tulis, mereka turut menunjukkan sikap yang ditujukan kepada pemerintah Australia atas kebijakankebijakan yang diberlakukan bagi suku Aborijin yang dirasakan tidak sesuai, bahkan terkesan represif.
Beth Roberts, dengan karyanya, Magpie Boy (1989) adalah bagian dari fenomena ini. Di dalam karyanya tersebut, si pengarang kulit putih ini selain menggambarkan kehidupan suku Aborijin dan orang kulit putih, tampak pula memberikan pandangannya terhadap suatu bentuk rekonsiliasi.
Salah satu bagian dari gambaran kehidupan suku Aborijin dan orang kulit putih yang diangkat ke dalam cerita yang dianalisis dalam tesis ini adalah nilai-nilai kemanusiaan mereka. Dari nilai-nilai kemanusiaan yang dikaji melalui tokoh dan penokohan sebagai elemen dalam fiksi, kedua kelompok tersebut dicoba pertemukan dalam bentuk rekonsiliasi.
Namun pada akhirnya terlihat bagaimana penggambaran rekonsiliasi yang dari awal telah diupayakan oleh pengarang, tidak mendapatkan bentuk yang hakiki melalui caranya menghadirkan simbol-simbol yang metaforis. Simbol-simbol tersebut pada dasarnya adalah pesan pengarang kepada pemerintah Australia atas cara mereka menyikapi upaya proses rekonsiliasi di dalam negeri."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T9510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>