"Penelitian ini membahas kesepadanan penerjemahan tujuh teknik memasak bermuatan budaya dalam buku resep masakan Indonesia ke dalam bahasa Jerman. Teknik memasak tersebut yaitu, “ungkep”, “ulen”, “sangrai”, “bakar”, “kukus”, “tumis”, dan “suwir”. Penelitian ini menggunakan teori metode penerjemahan menurut Smith (1989), strategi penerjemahan menurut Baker (1992), pergeseran bentuk dan makna menurut Simatupang (2000) dan teori kesepadanan dinamis menurut Nida dan Taber (1964). Hasil analisis menunjukan bahwa hanya empat terjemahan teknik memasak dinyatakan sepadan, yaitu “ulen”, “kukus”, “bakar” pada terjemahan variasi kedua, dan “tumis”. Hasil terjemahan teknik memasak yang dinyatakan kurang sepadan, yaitu “ungkep”, “sangrai”, “suwir”, “bakar” pada terjemahan variasi pertama, “bakar” pada terjemahan variasi ketiga, dan “bakar” pada terjemahan variasi keempat. Metode penerjemahan yang paling sering digunakan adalah metode equivalent term. Selain itu, strategi penerjemahan yang sering digunakan adalah strategi penerjemahan dengan menggunakan kata yang lebih umum. Hasil terjemahan tujuh teknik memasak tersebut juga menunjukkan pergeseran bentuk dan makna, di antaranya (1) pergeseran pada tataran semantik yaitu khusus ke umum dan umum ke khusus, (2) pada tataran sintaksis yaitu kata ke frasa, dan (3) perbedaan makna karena sudut pandang budaya.
This research discusses the equivalence of translating seven cooking techniques that contain cultural elements in Indonesian cookbooks into German. The cooking techniques are “ungkep”, “ulen”, “sangrai”, “bakar”, “kukus”, “tumis”, and “suwir”. This research uses the theory of translation methods by Smith (1989), translation strategies by Baker (1992), shifts in form and meaning by Simatupang (2000) and dynamic equivalence theory by Nida and Taber (1964). The results of the analysis show that only four translations of cooking techniques are considered equivalent, namely “ulen”, “kukus”, “bakar” at the translation of the second variation, and “tumis”. The results of the translation of cooking techniques that are declared less commensurate, namely “ungkep”, “sangrai”, “suwir” , “bakar” at the translation of the first variation, “bakar” at the translation of the third variation, and “bakar” at the translation of the fourth variation. The most frequently used translation method is the equivalent term method. In addition, the translation strategy that is often used is the translation strategy using more general words. The translation results of the 7 cooking techniques also show a shift in form and meaning, including (1) a shift at the semantic level, namely specific to general and general to specific, (2) at the syntactic level, namely words to phrases, and (3) differences in meaning due to cultural point of view."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021