Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Efy Afifah
2011
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ngatawi
"Disertasi ini membahas fenomena menarik yang terjadi di kalangan pesantren pasca reformasi, yaitu munculnya orang kaya baru dengan gaya hidup mewah, harta melimpah dan rumah mewah. Mereka berkeliling dari hotel berbintang satu ke hotel berbintang lainnya dengan mobil mewah. Selain itu, banyak diantara mereka yang menduduki jabatan tinggi negara, menjadi menteri, bupati, pemimpin parta bahkan ada yang jadi komisaris beberapa perusahaan besar.
Bagi penulis fenomena ini menarik untuk diteliti, karena komunitas pesantren selama ini dikenal sebagai komunitas agamis, kehidupannya sarat denga nilai, moral dan ajaran tentang hidup sederhana, empati pada sesama. Penulis mencurigai, di balik fenomena ini ada proses ekonomisasi agama, yaitu upaya mengkonversi simbol-simbol agama ke dalam berbagai bentuk material yang memiliki nilai ekonomis. Atas dasar ini maka penulis mengambi fenomena ini sebagai topik penelitian disertasi.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode partisipatif. Dan untuk penggalian data, penulis terlibat langsung dalam kehidupan sehari-hari para responden dan subyek penelitian. Subyek penelitian ini adalah para kiai pengasuh pondok pesantren, para orang dekat kiai, dan para agen yang terlibat dalam pertarungan untuk memanfaatkan kapital simbolik yang dimiliki oleh para kiai dan komunitas pesantren.
Karena berkaitan dengan gaya hidup dan selera, penelitian ini menggunakan konsep Bourdieu mengenai ranah, habitus dan kapitalis sebagai pijakan untuk melakukan analisis terhadap fenomena yang diteliti. Selain itu penulis juga menjadikan beberapa hasil penelitian mengenai pesantren sebagai bahan rujukan sekaligus sebagai alat ukur untuk melakukan analisa.
Dari penelitian ini terlihat, bahwa telah terjadi proses konversi kapital simbolik agama ke dalam kapital ekonomi di kalangan komunitas pesantren. Proses ini dilakukan oleh orang-orang dekat kiai, yang memiliki hubungan spesifik dengan kiai sehingga memiliki akses terhadap beberapa kelompok atau aktor yang ingin memanfaatkan posisi dan otoritas kiai dan pesantren, untuk kepentingan ekonomi-politik. Hal ini terjadi karena kiai sebagai pemegang otoritas pesantren tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan yang transaksional dengan pihak lain. Kiai tidak dapat melakukan kapitalisasi atas berbagai kapital yang dimiliki, yang sebenarnya secara potensial memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Nilai-nilai dan habitus pesantren tidak memungkinkan kiai melakukan semua itu.
Situasi seperti ini dimanfaatkan oleh para broker yang berasal dari komunitas pesantren itu sendiri. Para broker ini dengan mudah mengambil alih peran kiai untuk melakukan transaksi dengan memanfaatkan kapital simbolik yang dimiliki oleh para kiai, karena mereka memiliki hubungan yang dikat dengan kiai baik secara emosional maupun sosial, bahkan ada yanggenetik. Selain itu mereka juga berasal dari komunitas pesantren yang memahami habitus pesantren dan dianggap menjadi bagian dari pesantren, sehingga kiai sangat percaya pada mereka. Sementara itu, di sisi lain, kelompok kepentingan yang hendak mendekati pesantren merasa perlu memanfaatkan jasa mereka karena dianggap lebih memahami pesantren. Dengan demikian pendekatan dengan pesantren akan mudah dilakukan.
Proses konvensi ini ternyata menghasilkan keuntungan materi yang cukup banyak bagi broker, sehingga dari sini mulai terjadi perubahan haya hidup di kalangan mereka. Mereka tidak lagi menjadi komunitas modern dengan habitus metropolis dengan memanfaatkan kapital yang dimiliki oleh pesantren. Kelompok inilah yang oleh penulis sebut sebagai komunitas kelas transkultural, yaitu kelas yang muncul sebagai hasil perpaduan antara habitus pesantren dengan habitus modernis-metropolis, antara gaya hidup tradisional dengan gaya hidup pragmatis-hedonis.
Ada beberapa tipologi dan pola terbentuknya kelas transkultural ini. Pertama, pola affinitas yaitu melakukan pendekatan pada kiai sehingga pada titik tertentu dipercaya untuk melakukan konvensi terhadap kapital simbolik yang dimiliki oleh kiai dan pesantren. Kedua pola geneti yaitu mereka yang berasal dari keturunan atau keluarga kiai sehingga merasa berhak untuk melakukan transaksi dengan memanfaatkan kapital simbolik yang diliki oleh pesantren.
Secara sepintas kelas ini menguntungkan bagi pesantren karena bisa memperoleh kapital ekonomi/material yang bisa digunakan untuk pembiayaan pengelolaan pesantren. Namun dalam jangka panjang kelompok ini sangat berbahaya bagi eksistensi pesantren karena bisa menyebabkan terjadinya demoralisasi pesantren. Selain itu, secara faktual, keuntungan yang diterima pesantren tidak sebanding dengan yang diperoleh oleh kelas transkultural. Dengan demikian kelas transkultural ini sebenarnya sangat merugikan pesantren, karena tidak saja bisa mengancam eksistensi pesantren tetapi bisa menjadi "parasit sosial" bagi komunitas pesantren maupun sistem ekonomi.
Keberadaan kelas transkultural agama ini juga menunjukkan terjadi perubahan konstruksi sosial pesantren dari bipolar ; kiai-santri, menjadi multipolar, yaitu kiai, santri kelas transkultural dan kelompok kritik yang merupakan antithesis dari kelas transkultural. Dengan konstruksi sosial multipolar ini jelas akan terjadi relasi dan interaksi sosial dengan kiai kompleks dalam dunia pesantren pada masa-masa mendatang. Hal ini akan berpengaruh terhadap peran, posisi dan fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan agama. Sehingga dari sini perlu adanya reaktualisasi, reinterpretasi dan reformulasi terhadap berbagai ajaran, sistem nilai dan pemahaman keagamaan pesantren."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
D641
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Safitri
"[ABSTRAK
Klien hipertensi berisiko mengalami ansietas yang dapat mempengaruhi kualitas hidup klien. Penanganan fisik saja pada klien hipertensi tidaklah cukup, karena ansietas dengan hipertensi saling mempengaruhi. Tujuan karya ilmiah akhir ini untuk memberikan gambaran tentang penerapan terapi keperawatan jiwa individu (terapi generalis dan terapi PMR) dan terapi kelompok (terapi suportif dan SHG) pada klien ansietas dengan hipertensi menggunakan pendekatan keperawatan transkultural. Tindakan keperawatan jiwa individu dan kelompok diberikan kepada klien ansietas dengan hipertensi sebanyak 16 klien. Hasil penerapan tindakan keperawatan jiwa individu adalah menurunkan tanda dan gejala ansietas rata-rata sebanyak 5 orang dan membuat klien memiliki rata-rata 24 kemampuan sedangkan hasil penerapan tindakan keperawatan jiwa individu dan kelompok adalah menurunkan tanda dan gejala ansietas rata-rata sebanyak 3 orang dan membuat klien memiliki rata-rata 34 kemampuan. Penelitian ini merekomendasikan agar pihak puskesmas dapat melanjutkan tindakan keperawatan individu dan kelompok secara berkesinambungan.

ABSTRACT
Clients hypertension at risk of anxiety that can affect the quality of life of clients. Physical handling of the client hypertension is not enough, because anxiety and hypertension affect each other. This final goal of scientific work to provide an overview of the application of the individual soul nursing therapy (therapy and therapy generalist PMR) and group therapy (supportive therapy and SHG) on the client anxiety and hypertension approach transcultural nursing. Nursing action of individual and group life given to the client anxiety and hypertension as many as 16 clients. The results of the implementation of nursing actions of the individual soul is to lower the signs and symptoms of anxiety an average of 5 people and makes the client has an average of 24 capabilities, while the results of the implementation of nursing actions of individual and group life is to lower the signs and symptoms of anxiety mean average as many as three people and making the client has an average of 34 capabilities. This study recommends that the clinic can continue nursing actions of individuals and groups on an ongoing basis., Clients hypertension at risk of anxiety that can affect the quality of life of clients. Physical handling of the client hypertension is not enough, because anxiety and hypertension affect each other. This final goal of scientific work to provide an overview of the application of the individual soul nursing therapy (therapy and therapy generalist PMR) and group therapy (supportive therapy and SHG) on the client anxiety and hypertension approach transcultural nursing. Nursing action of individual and group life given to the client anxiety and hypertension as many as 16 clients. The results of the implementation of nursing actions of the individual soul is to lower the signs and symptoms of anxiety an average of 5 people and makes the client has an average of 24 capabilities, while the results of the implementation of nursing actions of individual and group life is to lower the signs and symptoms of anxiety mean average as many as three people and making the client has an average of 34 capabilities. This study recommends that the clinic can continue nursing actions of individuals and groups on an ongoing basis.]"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Dwi Kurniawati
"Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keberagaman budaya. Kebudayaan yang dimiliki dapat mempengaruhi pandangan sehat dan sakit seseorang, sehingga dibutuhkan adanya asuhan keperawatan peka budaya. Asuhan keperawatan peka budaya membutuhkan pengetahuan transkultural sehingga dapat menghasilkan self efficacy dalam mengaplikasikannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan keperawatan transkultural dengan self efficacy dalam melakukan asuhan keperawatan peka budaya. Penelitian ini melibatkan 119 orang mahasiswa profesi baik asal program ekstensi maupun reguler menggunakan desain cross sectional dengan teknik total sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan keperawatan transkultural yang dimiliki dengan self efficacy dalam melakukan asuhan keperawatan peka budaya pada mahasiswa Profesi FIK UI angkatan 2015 (p value = 0,009). Penelitian ini merekomendasikan agar dilakukannya integrasi asuhan keperawatan peka budaya dalam kurikulum keperawatan lainnya. Penelitian pada unsur kompetensi budaya yang lain diperlukan pada penelitian selanjutnya.

Indonesia is an archipelago country which has multicultures. Culture can affect someone's view about health and illness, therefore cultural sensitive nursing care is needed. Cultural sensitive nursing care need transcultural knowledge to attain self efficacy in applying. The aim of this research was to discover the relationship between transcultural nursing knowledge with self efficacy in applying cultural sensitive nursing care. This research involved 119 nursing profession students from extension and regular program using cross sectional design with total sampling technique.
The result of this research showed that there was a significant relationship between transcultural nursing knowledge with self efficacy in applying cultural sensitive nursing care among nursing profession student, faculty of nursing universitas indonesia 2015 (p value = 0,009). This research is recomended the integration transcultural nursing care in the other curriculum nursing. Any further researches in other cultural competence is needed.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S63071
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Fathiani Rahma
"ABSTRAK
Fenomena multikultural menuntut mahasiswa keperawatan harus memiliki kompetensi budaya. Mahasiswa keperawatan yang kompeten secara budaya lebih memahami perbedaan dan persamaan budaya klien dalam memberikan asuhan keperawatan peka budaya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya perbedaan tingkat kompetensi budaya berdasarkan jenjang program. Penelitian ini melibatkan 164 mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa reguler semester 8 dan profesi profesi semester 2. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan teknik sampling stratified random sampling. Sumber Kuisioner pada penelitian ini yaitu modifikasi dari instrument IAPCC-SV oleh Campinha Bacote. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kompetensi budaya mahasiswa profesi semester 2 yaitu 60,0 dan mahasiswa reguler semester 8 yaitu 59,0 p value = 0,283; alpha=0,05 . Hasil tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa reguler semester 8 berada pada tingkat sadar budaya dan profesi semester 2 berada pada tingkat kompeten budaya dan secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Penelitian selanjutnya diperlukan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi budaya.

ABSTRACT
Multicultural phenomena require nursing students to have cultural competence. Competent nursing students are culturally more understanding of cultural differences and equations of clients in providing culturally sensitive nursing care. This study aims to see the differences in the level of cultural competence based on program level. This study involves 164 students consisting of regular students of 8th term and profession student 2nd term. This research use cross sectional design with stratified random sampling technique. Questionnaire rsquo s sources in this study is a modification from IAPCC SV instrument by Campinha Bacote. The results showed that the average value of the competency level of professional students in the 2nd semester was 60.0 and the regular students of 8th term were 59.0 p value 0.283 alpha 0,05 . The results show that regular students of the 8th term are at a aware level of culture and the profession student term 2nd at the competent level of culture and there is no statistically significant difference. Further research is needed to look at the factors influencing cultural competence."
2017
S67360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ainun
"Mahasiswa FIK UI berasal dari daerah yang berbeda-beda di Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan pandangan sehat dan sakit yang berbeda. Perbedaan budaya dapat menghalangi dalam memberikan asuhan keperawatan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan asal daerah tempat tinggal mahasiswa dalam penerapan keperawatan transkultural. Sebanyak 98 mahasiswa pada tahap profesi dari program ekstensi maupun reguler dilibatkan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan kuesioner culture skill oleh Novieastari 2013. Desain pada penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan teknik sampling quota sampling.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara asal daerah tempat tinggal dengan penerapan keperawatan transkultural p value = 0,388 . Mahasiswa yang berasal dari daerah yang berbeda-beda tetap memiliki kemampuan penerapan keperawatan transkultural yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa adanya keberhasilan proses pembudayaan selama mahasiswa menjalani Pendidikan di FIK UI. Penelitian ini merekomendasikan agar dilakukan penelitian mengenai penerapan keperawatan transkultural pada tingkat akademik lainnya.

Nursing Students of Universitas Indonesia have different home town. It makes the view about health and illness can be different too. Culture can distract when nursing care is delivered. The aim of this research was to discover the relationship between nursing student's home town with ability to apply transcultural nursing. There were 98 nursing professional students. This research used culture skill questionnaire from Novieastari 2013. This research uses cross sectional design with quota sampling technique.
The result shows that there is no relationship between nursing student's home town with ability to application transcultural nursing p value 0,388 . Students that are from different home town have same ability to apply transcultural nursing. It means that students have cultural process successfully among they have studied at Faculty of Nursing at Universitas Indonesia. This research is recommended to do research about another cultural research at nursing students.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S67563
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Butarbutar, Panca Oberti
"Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang ketika melakukan suatu bentuk kontrol terhadap fungsi dirinya dan kejadian dalam lingkungan, yang digambarkan sebagai penentu bagaimana seseorang tersebut merasa, berfikir, memotivasi diri dan berperilaku. Keperawatan transkultural adalah area ilmu dan budaya yang pada proses belajar dan praktek keperawatannya berfokus pada perbedaan dan kesamaan budaya serta menghargai keyakinan, nilai, dan pola hidup dalam memberikan asuhan keperawatan yang bermakna dan bermanfaat.
Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi efikasi diri tentang keperawatan transkultural pada perawat di rumah sakit. Desain penelitian menggunakan cross sectional dengan metode total sampling, jumlah sampel penelitian 190 perawat rawat inap rumah sakit di Palangka Raya. Kuesioner yang digunakan adalah Transcultural Self-Efficacy Tool TSET telah di uji Validitas dengan nilai Alpha Cronbach 0,760. Perawat rata-rata didominasi usia 32 tahun, jenis kelamin perempuan, agama Kristen Protestan, suku Dayak, tingkat Pendidikan DIII Keperawatan, jenjang karir PK 2 dan lama kerja 10 tahun.
Hasil penelitian menunjukan efikasi diri yang tinggi sebesar 79,5 , efikasi diri sedang sebesar 20,5, dan tidak ada efikasi diri yang rendah. Efikasi diri yang tinggi merupakan tantangan bagi rumah sakit agar terus meningkatkan dan mempertahankannya sebagai modal pada mutu pelayanan keperawatan. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan dengan metode kualitatif dengan mengekplorasi efikasi diri tentang keperawatan transkultural pada perawat pada suku tertentu dengan mengaitkan pada pemberian asuhan keperawatan.

Self efficacy is a person 39 s belief when performing a form of control over his or her function and events in the environment, which is described as determining how a person feels, thinks, motivates himself or behaves. Transcultural nursing is an area of science and culture that in its learning and nursing practice focuses on cultural differences and similarities and values the beliefs, values, and lifestyle in providing meaningful and useful nursing care.
The objective of the study was to identify self efficacy on transcultural nursing in hospital nurses. The research design was cross sectional with total sampling method, the number of research samples of 190 hospital nurses in Palangka Raya. The questionnaire used is the Transcultural Self Efficacy Tool TSET that has been tested with the value of Validity Alpha Cronbach 0.760. The average nurse is predominantly 32 years old, female type, Christian religion, Dayak ethnicity, Nursing DIII Education level, PK 2 career path and average 10 years of service.
The results showed high self efficacy by 79.5 , moderate self efficacy of 20., and no low self efficacy. High self efficacy is a challenge for hospitals to continue to improve and maintain it as a capital on the quality of nursing services. Further research is expected to be conducted by qualitative methods by exploring the self efficacy of transcultural nursing on the nurses in certain tribes by linking to the provision of nursing care.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dudy Syafruddin
"Globalisasi yang berkembang Pascaperang Dunia II telah meningkatkan mobilitas manusia dan informasi secara masif serta menyebabkan pertukaran budaya yang semakin luas dan intens. Masifnya pergerakan dan pertukaran tersebut mengubah paradigma dalam memandang ruang, waktu, dan budaya. Semua itu tidak lagi dianggap sebagai entitas yang homogen dan statis melainkan cair dan heterogen. Transkulturalitas menjadi salah satu fenomena yang muncul sebagai pembacaan ulang atas postkolonialisme yang telah berkembang sejak dua dekade akhir abad ke-20. Transkulturalitas melihat pertemuan budaya lebih dicirikan oleh porositas, pertukaran, keterjeratan, dan hibriditas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konstruksi wacana kolonial dalam novel Sturm über Südwest-Afrika, karya Ferdinand May (1962) yang terbit di Jerman Timur dan Morenga karya Uwe Timm (1978) yang terbit di Jerman Barat Pascaperang Dunia II melalui pendekatan transcultural. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis representasi dan rekonstruksi memori kolonial Jerman Pascaperang Dunia II dalam kedua novel tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan transkultural yang mencoba mendekonstruksi konsep-konsep pertemuan budaya dan memori budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di ruang koloni terjadi relasi yang saling terjerat dan meresap sehingga memungkinkan adanya kesalingtergantungan di antara pendatang Jerman dan penduduk pribumi di Afrika Barat Daya. Kompleks pemukiman dan lahan pertanian menunjukkan adanya kesaling tergantungan tersebut. Sementara pertemuan spiritualitas kristen dan animisme menunjukkan adanya pori yang memungkinkan menyerapnya pengaruh ke dalam ajaran Kristen. Demikian pula dengan kapal dan pelabuhan yang menunjukkan keterjeratan antara metropolitan dan pinggiran melalui komoditas kolonial. Pertemuan budaya di ruang koloni tersebut telah berusaha dijembatani oleh para perantara budaya. Namun demikian, transkulturalitas secara makro tidak terbentuk karena transkulturalitas secara mikro masih belum dimiliki oleh kebanyakan pendatang Jerman. Sementara itu, konstruksi memori kolonial dalam kedua novel menunjukkan adanya pergerakan dan kesalingpengaruhan dalam memaknai memori kolonial. Kedua novel dibangun oleh kesamaan ideologi antikapitalisme dan antifasisme. Namun demikian terdapat perbedaan dalam mengungkapkan keduanya. Di Jerman Timur konstruksi memori kolonial terbentuk karena batasan yang dibuat oleh negara, Sementara di Jerman Barat memori kolonial lebih tampak sebagai memori yang dipengaruhi secara terbuka oleh berbagai pihak.

Globalization developing after World War II has increased human mobility and massive information. In addition, it also contributes to cultural encounter which becomes wider and more intensive. This massive movement and exchange change paradigm in viewing space, time, and culture. All of those are no longer viewed as homogeny and static, but fluid and heterogenic. Transculturality has become one of the phenomena appearing as re-reading of post-colonialism which has developed since the last two decades at the end of the 20th century. Transculturality perceives that cultural encounter is marked as porosity, exchange, entanglement, and hybridity. This research aimed to analyze colonial discourse construction in the novel Sturm über Südwest-Afrika by Ferdinand May (1962) published in East German and Morenga by Uwe Timm (1978) published in West German after World War II through a transcultural approach. Moreover, this research also analyzed the representation and reconstruction of German colonial memory after World War II in those both novels. Furthermore, this research employed a transcultural approach attempting to deconstruct concepts of cultural encounters and cultural memory. The research result proved that in colonial space, entanglement might have happened, and then it was absorbed. As a result, it allowed interdependence among the German immigrants and native people of Southwest Africa. As a matter of fact, settlement complex and farming land identified the interdependence. On the other hand, Christian spirituality and animism showed a space allowing the influence to be absorbed in Christian values. Likewise, ships and harbors also indicated entanglement between metropolitan and suburban through colonial commodities. That cultural encounter in colonial space had been bridged by cultural agents. Nevertheless, macro transculturality was not established since micro transculturality was not owned by most German immigrants. Colonial memory construction in both novels identified movement and interdependence in interpreting the colonial memory. Both novels were created by similar ideologies; anti-capitalism and anti-fascism. Nonetheless, there are differences in expressing those terms. In East Germany, colonial memory construction was shaped due to restrictions made by the state. On the other hand, in West Germany it was viewed as a memory influenced openly by various parties."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dudy Syafruddin
"Globalisasi yang berkembang Pascaperang Dunia II telah meningkatkan mobilitas manusia dan informasi secara masif serta menyebabkan pertukaran budaya yang semakin luas dan intens. Masifnya pergerakan dan pertukaran tersebut mengubah paradigma dalam memandang ruang, waktu, dan budaya. Semua itu tidak lagi dianggap sebagai entitas yang homogen dan statis melainkan cair dan heterogen. Transkulturalitas menjadi salah satu fenomena yang muncul sebagai pembacaan ulang atas postkolonialisme yang telah berkembang sejak dua dekade akhir abad ke-20. Transkulturalitas melihat pertemuan budaya lebih dicirikan oleh porositas, pertukaran, keterjeratan, dan hibriditas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konstruksi wacana kolonial dalam novel Sturm über Südwest-Afrika, karya Ferdinand May (1962) yang terbit di Jerman Timur dan Morenga karya Uwe Timm (1978) yang terbit di Jerman Barat Pascaperang Dunia II melalui pendekatan transcultural. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis representasi dan rekonstruksi memori kolonial Jerman Pascaperang Dunia II dalam kedua novel tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan transkultural yang mencoba mendekonstruksi konsep-konsep pertemuan budaya dan memori budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di ruang koloni terjadi relasi yang saling terjerat dan meresap sehingga memungkinkan adanya kesalingtergantungan di antara pendatang Jerman dan penduduk pribumi di Afrika Barat Daya. Kompleks pemukiman dan lahan pertanian menunjukkan adanya kesaling tergantungan tersebut. Sementara pertemuan spiritualitas kristen dan animisme menunjukkan adanya pori yang memungkinkan menyerapnya pengaruh ke dalam ajaran Kristen. Demikian pula dengan kapal dan pelabuhan yang menunjukkan keterjeratan antara metropolitan dan pinggiran melalui komoditas kolonial. Pertemuan budaya di ruang koloni tersebut telah berusaha dijembatani oleh para perantara budaya. Namun demikian, transkulturalitas secara makro tidak terbentuk karena transkulturalitas secara mikro masih belum dimiliki oleh kebanyakan pendatang Jerman. Sementara itu, konstruksi memori kolonial dalam kedua novel menunjukkan adanya pergerakan dan kesalingpengaruhan dalam memaknai memori kolonial. Kedua novel dibangun oleh kesamaan ideologi antikapitalisme dan antifasisme. Namun demikian terdapat perbedaan dalam mengungkapkan keduanya. Di Jerman Timur konstruksi memori kolonial terbentuk karena batasan yang dibuat oleh negara, Sementara di Jerman Barat memori kolonial lebih tampak sebagai memori yang dipengaruhi secara terbuka oleh berbagai pihak.

Globalization developing after World War II has increased human mobility and massive information. In addition, it also contributes to cultural encounter which becomes wider and more intensive. This massive movement and exchange change paradigm in viewing space, time, and culture. All of those are no longer viewed as homogeny and static, but fluid and heterogenic. Transculturality has become one of the phenomena appearing as re-reading of post-colonialism which has developed since the last two decades at the end of the 20th century. Transculturality perceives that cultural encounter is marked as porosity, exchange, entanglement, and hybridity. This research aimed to analyze colonial discourse construction in the novel Sturm über Südwest-Afrika by Ferdinand May (1962) published in East German and Morenga by Uwe Timm (1978) published in West German after World War II through a transcultural approach. Moreover, this research also analyzed the representation and reconstruction of German colonial memory after World War II in those both novels. Furthermore, this research employed a transcultural approach attempting to deconstruct concepts of cultural encounters and cultural memory. The research result proved that in colonial space, entanglement might have happened, and then it was absorbed. As a result, it allowed interdependence among the German immigrants and native people of Southwest Africa. As a matter of fact, settlement complex and farming land identified the interdependence. On the other hand, Christian spirituality and animism showed a space allowing the influence to be absorbed in Christian values. Likewise, ships and harbors also indicated entanglement between metropolitan and suburban through colonial commodities. That cultural encounter in colonial space had been bridged by cultural agents. Nevertheless, macro transculturality was not established since micro transculturality was not owned by most German immigrants. Colonial memory construction in both novels identified movement and interdependence in interpreting the colonial memory. Both novels were created by similar ideologies; anti-capitalism and anti-fascism. Nonetheless, there are differences in expressing those terms. In East Germany, colonial memory construction was shaped due to restrictions made by the state. On the other hand, in West Germany it was viewed as a memory influenced openly by various parties."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Nurfadhillah Delima
"Skripsi ini menganalisis sebuah lirik lagu Eminem yang berjudul Brain Damage dari albumnya The Slim Shady Show. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Analisis skripsi ini terfokus pada kata-kata yang digunakan dan ragam bahasa Black English dan slang Amerika yang terdapat dalam lirik lagu Brain Damage. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui maksud penggunaan kata-kata tertentu dan Black English serta slang Amerika dalam lirik lagu tersebut dan hubungannya dengan latar belakang kehidupan Eminem dahulu. Penulis mengaitkan teori analisis wacana kritis dengan teori transkultural Pennycook, black English, dan slang Amerika, untuk menganalisis lirik lagu tersebut dan melihat penyebaran budaya hiphop. Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan antara latar belakang kehidupan Eminem dengan penggunaan kata-kata tertentu dalam lirik lagunya.

This study is to analyze a song called Brain Damage by Eminem from his album The Slim Shady Show. This study uses descriptive qualitative research methods. The analysis of this thesis focuses on the words used and the Black English variety and American slang in the lyrics of the song Brain Damage. This study aims to find out the purpose of the use of certain words, Black English, and American slang in the lyrics of the song and its relationship to the life of Eminem's in the past. This study applies the Critical Discourse Analysis by Fairclough, the Transcultural theory by Pennycook, Black English, and American slang to analyze the song lyrics and to see the spread of hiphop culture. The results prove that there is a relationship between the background of Eminem's life with the use of certain words in the lyrics of the song."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S118
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library