Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alifa Ramadhanty Rachman
Abstrak :
Tulisan ini menganalisis bagaimanakah status tanah bersertipikat HGB No. 1192/PRM yang timbul akibat dari ganti blanko sertipikat HGB No. 14/KD yang diatasnya telah diletakkan sita eksekusi yang telah dialihkan kepemilikannya melalui jual beli dan bagaimanakah kedudukan hukum Penggugat dalam Putusan No. 68/Pdt.G/Tjk/2017 terhadap penguasaan tanah milik perusahaan yang telah diletakkan sita eksekusi, disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Status tanah bersertipikat HGB No. 1192/PRM yang timbul akibat dari ganti blanko sertipikat HGB No. 14/KD adalah sebagai tanah objek sengketa yang sudah beralih kepemilikan hak atas tanahnya secara tidak sah. Dalam putusan pengadilan yang telah inkracht pada Putusan Kasasi Nomor 174 K/Pdt/2019, akta jual beli No. 63/2/WH/2016 tanggal 14 Oktober 2016 dinyatakan batal demi hukum, dan terhadap jual beli dianggap tidak pernah ada dan tidak memiliki akibat hukum sejak dari awalnya. Kedudukan hukum Penggugat terhadap penguasaan tanah milik perusahaan adalah tidak berhak atas penguasaan tanah HGB. Tidak ada peralihan hak yang terjadi antara Penggugat dengan pemilik SHGB lama. Kedudukan Penggugat pada saat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri Tanjungkarang Kelas IA di bulai Mei tahun 2017 terhadap tanah bersertipikat HGB No. 14/KD yang telah berganti blanko sertipikat HGB No. 1192/PRM adalah sebagai orang yang menurut hukum, berdasarkan putusan hakim MA No. 207 K/PHI/2007 sebagai seorang yang mempunyai tagihan atas tanah HGB No. 14/KD yang telah diletakkan sita eksekusi dan berganti blanko menjadi tanah bersertipikat HGB No. 1192/PRM. Kewajiban untuk membayar tersebut telah di bayarkan di bulan September tahun 2017. Kedudukan Penggugat atas tanah tersebut sudah tidak lagi tepat untuk mengajukan penetapan sah dan berharga sita eksekusi tersebut pada Mahkamah Agung, karena perusahaan sudah menunaikan kewajibannya untuk membayarkan hak pekerja/buruh sesuai yang ada di dalam putusan hakim MA No. 207 K/PHI/2007. ......This research analyzes how the status of HGB No. 1192/PRM certified land arising from the replacement of HGB No. 14/KD certificate blanks on which execution confiscation has been placed through sale and purchase and what is the legal position of the Plaintiff in Decision No. 68/Pdt.G/Tjk/2017 on the control of land owned by the company that has been placed for execution, compiled using doctrinal research methods. The status of land certified HGB No. 1192 / PRM arising from the replacement of blanks HGB certificate No. 14 / KD is as land object of dispute that has changed ownership of its land rights illegally. In a court decision that has been inkracht in Cassation Decision Number 174 K / Pdt / 2019, the sale and purchase deed No. 63 / 2 / WH / 2016 dated October 14, 2016 was declared null and void, and the sale and purchase was considered to have never existed and had no legal consequences from the beginning. The Plaintiff's legal position on the control of the company's land is that it is not entitled to the control of HGB land. No transfer of rights took place between the Plaintiff and the old SHGB owner. The position of the Plaintiff when filing a lawsuit at the Tanjungkarang District Court Class IA in May 2017 against land certified HGB No. 14 / KD which has changed the blank certificate HGB No. 1192 / PRM is as a person who according to law, based on the decision of the Supreme Court judge No. 207 K / PHI / 2007 as a person who has a bill on HGB No. 14 / KD land that has been placed for execution and changed blanks to land certified HGB No. 1192 / PRM. The obligation to pay was paid in September 2017. The position of the Plaintiff over the land is no longer appropriate to apply for a valid and valuable determination of the execution to the Supreme Court, because the company has fulfilled its obligation to pay workers' rights as stated in the Supreme Court judge's decision No. 207 K / PHI / 2007.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Namira Anindya
Abstrak :
Pengaturan mengenai penggunaan akta pembagian waris telah diatur sejak tahun 1997 dengan berlakunya Pasal 42 ayat (4) PP 24/1997. Namun, nyatanya hingga saat ini belum semua kantor pertanahan menerima penggunaan akta tersebut. Di Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara, penggunaan akta pembagian waris baru dapat digunakan sejak tahun 2022, sedangkan di Kabupaten Bogor I, akta pembagian waris belum dapat digunakan. Adanya ketidakseragaman prosedur yang harus ditempuh oleh para ahli waris tidak mencerminkan asas sederhana yang dianut dalam pendaftaran tanah. Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang menyebabkan ketidakseragaman penerapan Pasal 42 ayat (4) PP 24/1997 di Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara dan Kabupaten Bogor I, serta memberikan solusi terhadap permasalahan yang ditemui. Dalam penelitian yang menggunakan metode non-doktrinal ini, penulis terlebih dahulu mempelajari peraturan dan teori yang berkaitan dengan penggunaan akta pembagian waris sebagai dasar peralihan hak atas tanah karena pewarisan. Selanjutnya, penulis melakukan wawancara kepada Notaris/PPAT dan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara dan Kabupaten Bogor I untuk mengetahui kenyataan di lapangan. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua perbedaan dalam penerapan Pasal 42 ayat (4) PP 24/1997 tentang akta pembagian waris di Kota Administrasi Jakarta Utara dan Kabupaten Bogor I, yaitu mengenai penerimaan akta pembagian waris sebagai dasar peralihan hak dan pajak yang dipungut. Hambatan utama yang menyebabkan tidak seragamnya penerapan Pasal 42 ayat (4) PP 24/1997 adalah karena perbedaan pandangan dari para pihak terkait, khususnya kantor pertanahan. Oleh sebab itu, untuk dapat mewujudkan keseragaman dalam penggunaan akta pembagian waris, diperlukan adanya peran aktif dari Badan Pertanahan Nasional, kantor pertanahan serta dari notaris. ......Provisions regarding the use of inheritance distribution deed have been regulated since 1997 with the enactment of Article 42 paragraph (4) of PP 24/1997. However, until now not all land offices accept the use of inheritance distribution deed. In the Land Office of North Jakarta Administrative City, the use of inheritance distribution deed can only be implemented from 2022, while in Land Office of Bogor Regency Area I, the use of inheritance distribution deeds cannot be used yet. The nonuniformity of these procedures that must be followed by the heirs does not reflect the simple principles adopted in land registration. This research will identify and analyze the problems that have caused the use of the inheritance distribution deed as the basis for the transfer of land rights yet to be carried out and provide solutions to the problems encountered. In this non-doctrinal method research, the author first studies the regulations and theories related to the use of inheritance distribution deed as the basis for transferring land rights due to inheritance. Furthermore, the authors conducted interviews with the Notary/PPAT and the representative from the Land Office of the North Jakarta Administrative City and Bogor Regency Area I to find out the reality on the ground. From this research, it is concluded that there are two differences in the implementation of the transfer of land rights due to inheritance in the Administrative City of North Jakarta and Bogor Regency Area I, namely regarding the acceptance of the inheritance distribution deed as the basis for the transfer of rights and the difference in taxes collected. The main obstacle regarding different implementations of Article 42 paragraph (4) of PP 24/1997 is caused by different perspectives from the relevant parties, especially the Land Officers. Therefore, in order to pursue uniformity of the use of the inheritance distribution deed, it is necessary to have a more proactive role from the National Land Agency, the Land Office, as well as from the notary.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maena Vianny
Abstrak :
Perbuatan hukum dengan tujuan peralihan hak atas tanah salah satunya dapat dilakukan melalui jual beli yang kemudian dibuatkan akta autentik oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang untuk dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Namun dalam kenyataannya, terdapat Akta Jual Beli (AJB) dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh pihak yang tidak berwenang sebagaimana ditemukan dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1869K/PDT/2022. Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dalam proses pembuatan AJB dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang kemudian dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru. Untuk dapat memberikan penjelasan ekstensif terkait permasalahan utama tersebut maka dilakukan analisis tentang akibat hukum terhadap AJB peralihan hak atas tanah yang dibuat secara melawan hukum. Selain itu juga mengenai tanggung jawab PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur dalam pembuatan AJB peralihan hak atas tanah. Data sekunder yang didapatkan melalui studi dokumen pada penelitian doktrinal ini adalah berupa bahan-bahan hukum yang diperkuat dengan wawancara kepada narasumber dan kemudian dilakukan analisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan akibat hukum dari AJB yang diteliti seharusnya kedua AJB tersebut tidak dapat dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru karena tidak memenuhi persyaratan formil pembuatan AJB yakni dilakukan di hadapan PPAT yang berwenang dan PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur pembuatan AJB hak atas tanah diberikan sanksi baik secara administratif dengan pemberhentian secara tidak hormat, perdata dengan gugatan ganti rugi dan bahkan berpotensi diberikan sanksi pidana apabila memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 264 dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. ......One of the legal actions to transfer land rights can be carried out through sale and purchase, which is then made an authentic deed by a Land Deed Official (PPAT) authorized to transfer to the new right holder by the Government Regulation Number 24 of 1997 regarding Land Registration. However, in reality, there are Land Title Deeds made by unauthorized parties as found in the case of Supreme Court Decision Number 1869K/PDT/2022. The main problem discussed in this thesis is related to the tort of law in the process of making AJB in order to transfer land rights to new rights holders. To be able to provide an extensive explanation related to the main problem, an analysis is carried out on the legal consequencesof the Land Title Deed for the transfer of land rights made against the law In addition, it is also about the responsibility of the PPAT who violates the procedure in making AJB for the transfer of land rights. Secondary data obtained through document studies in this doctrinal research is in the form of legal materials reinforced by interviews with sources and then analyzed qualitatively. From the results of the research, it can be explained that although there are differences in the legal consequences of the AJBs studied, the two AJBs should not be transferred to the new right holder because they do not fulfill the formal requirements for making AJBs, which are carried out in the presence of an authorized PPAT and PPATs who violate the procedures for making AJBs of land rights are given sanctions both administratively with dishonorable dismissal, civil with compensation claims and even potentially criminal sanctions if they meet the elements in Articles 264 and 266 of the Criminal Code.

 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library