Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Ketika Republik federasi Jerman mengambil alih kepemimpinan (Presidensi) Uni Eropa di bulan Januari 2007, Perdana Menteri Angela Market menggiring rekan-rekannya menuju suatu "Roadmap" bagi masa depan Eropa...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S8171
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Denny Baskara Adiputra
"Skripsi ini membahas tentang yurisdiksi ICSID terhadap sengketa kewajiban kontraktual dan sengketa kewajiban traktat. Sengketa kewajiban kontraktual tunduk pada hukum nasional negara penerima investasi sehingga diselesaikan melalui pengadilan nasional negara penerima investasi. Sedangkan, sengketa kewajiban traktat tunduk pada hukum internasional, yang di antara lain meliputi prinsip hukum umum maupun hukum kebiasaan internasional sehingga diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa seperti ICSID. Dalam praktik, seringkali terdapat tumpang tindih antara kedua jenis sengketa tersebut karena investor asing dapat mengajukan sengketanya ke ICSID secara langsung meskipun lahir dari pelanggaran kontrak investasi dan bukan perjanjian investasi bilateral (PIB). Hal ini disebabkan karena yurisdiksi ICSID berdasarkan Pasal 25 ayat (1) Konvensi ICSID didasarkan pada kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam masing-masing kontrak investasi maupun PIB. Selain itu, majelis arbitrase ICSID memiliki pendekatan yang berbeda-beda untuk menentukan lingkup yurisdiksi ICSID.
Skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif untuk meninjau penerapan ketentuan yurisdiksi ICSID terhadap sengketa kewajiban kontraktual dan sengketa kewajiban traktat dalam kasus Churchill Mining v. Indonesia, Vivendi Annulment, SGS v. Pakistan, dan SGS v. Philippines. Berdasarkan keempat kasus tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa ICSID memiliki yurisdiksi terhadap sengketa kewajiban traktat selama persyaratan dalam yurisdiksi ICSID terpenuhi. Akan tetapi, yurisdiksi ICSID terhadap sengketa kewajiban kontraktual bergantung pada konstruksi masing-masing kontrak investasi dan PIB. Skripsi ini menyarankan agar para pihak penyusun kontrak investasi dan PIB memperjelas sengketa yang masuk dalam lingkup kesepakatannya. Selain itu, negara penerima investasi dapat menyisipkan kewajiban untuk menempuh seluruh upaya dalam hukum nasional negara penerima investasi (exhaustion of local remedies) sebelum para pihak dapat bersengketa di ICSID.

This thesis provides an overview of ICSID jurisdiction over contract and treaty claims. Contract claims are claims based on contract which fall within the purview of the domestic law of the host state, hence subject to the courts of the host state. On the other hand, treaty claims are based on violations of a treaty (in this case a Bilateral Investment Treaty or BIT) and is subject to international law with its own dispute settlement mechanism, such as ICSID. Contract and treaty claims are often conflated in practice because of the direct access that investors have to ICSID. This situation is perpetuated by the fact that ICSID jurisdiction under Article 25(1) of the ICSID Convention is based on the consent of both parties, which differs in each investment contract or BIT. Furthermore, tribunals employ different approaches to determine the scope of ICSID jurisdiction.
This thesis uses a juridical-normative approach to determine how tribunals apply ICSID jurisdiction over contract and treaty claims based on four cases, namely Churchill Mining v. Indonesia, Vivendi Annulment, SGS v. Pakistan, and SGS v. Philippines. Based on these four cases, ICSID has jurisdiction over treaty claims, so long as its jurisdictional requirements are met. However, ICSIDs jurisdiction over contract claims is highly contingent on the construction of each specific investment contract or BIT. In conlusion, this thesis suggests that drafters of investment contracts and BITs should explicitly provide the disputes that fall within each agreement. Moreover, BIT drafters could include an exhaustion of local remedies requirement.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giraldin Sarah Margaretha
"ABSTRAK
Salah satu upaya Indonesia untuk mencapai konsep negara kesejahteraan seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah untuk melaksanakan sosial kesejahteraan, salah satunya ditujukan untuk para penyandang cacat penglihatan. Itu pemerintah berkewajiban untuk memastikan ketersediaan informasi yang dapat diakses sebagai satu tentang hak untuk mengekspresikan, mengomunikasikan dan memperoleh informasi untuk orang-orang dengan visual penurunan nilai. Itu sesuai dengan ketentuan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan UNCRPD. Perjanjian Marrakesh memfasilitasi kontraknya pihak untuk memenuhi kewajiban mereka dalam mengimplementasikan ketentuan UNCRPD oleh mengatur bahwa menyalin, mendistribusikan dan membuat karya tersedia untuk umum di format yang dapat diakses dikecualikan dari pelanggaran hak cipta. Indonesia telah menjadi menandatangani Perjanjian Marrakesh sejak 24 September 2013. Itikad baik sebagai a konsekuensi dari negara penandatangan dimanifestasikan dengan mengadopsi Marrakesh Ketentuan perjanjian untuk Pasal 44 ayat (2) UU Hak Cipta dan PP 27/2019. PP 27/2019 menetapkan beberapa ketentuan sehingga fasilitasi akses tidak melanggar hak cipta.

ABSTRACT
One of Indonesias efforts to achieve the concept of a welfare state as mandated by the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is to implement social welfare, one of which is aimed at people with visual impairments. The government is obliged to ensure the availability of accessible information as one about the right to express, communicate and obtain information for people with visual impairment. That is in accordance with the provisions of the Universal Declaration Human Rights and UNCRPD. The Marrakesh Agreement facilitates parties contracts to fulfill their obligations in implementing UNCRPD provisions by regulating that copying, distributing and making publicly available works in an accessible format excluded from copyright infringement. Indonesia has been signed to the Marrakesh Agreement since 24 September 2013. Good faith as a the consequences of the signatory state are manifested by adopting Marrakesh Conditions of agreement for Article 44 paragraph (2) of the Copyright Act and PP 27/2019. PP 27/2019 stipulates several provisions so that facilitation of access does not violate copyrights."
Lengkap +
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Nashita Noegroho
"Setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan sebagaimana sesuai dengan Pasal 26 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Pelaksanaan pendidikan sangat lekat dengan yang dinamakan literasi, sehingga akses literasi bagi setiap individu merupakan hal yang penting guna untuk mendapatkan informasi. Aksesibilitas literasi merupakan suatu hambatan bagi penyandang disabilitas netra, gangguan penglihatan, dan disabilitas dalam membaca karya cetak sehingga mengakibatkan adanya ancaman paceklik buku. Hambatan terjadi dikarenakan adanya proses hukum dalam hal hak cipta untuk memproduksi, mendistribusikan, melakukan pertukaran antar negara terhadap ciptaan literasi. Lahirnya Traktat Marrakesh bertujuan untuk mengatasi paceklik buku dengan mengatur pembatasan dan pengecualian hak cipta terhadap fasilitasi akses literasi sehingga penyandang disabilitas netra, gangguan penglihatan, dan disabilitas dalam membaca karya cetak dapat mendapatkan akses literasi dalam format yang dapat diakses tanpa melanggar hak cipta. Traktat Marrakesh diadopsi pada tanggal 27 Juni 2013 dan mulai berlaku 30 September 2016. Indonesia merupakan salah satu negara penandatangan dari Traktat Marrakesh, namun baru meratifikasi pada tahun 2020 melalui Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2020. Tepat satu tahun sebelum Indonesia meratifikasi Traktat Marrakesh, Thailand telah mengaksesi Traktat Marrakesh dengan melakukan amandemen terhadap Copyright Act BE 2537 (1994) melalui Copyright Act (No. 4) B.E. 2561 (2018). Sebagai negara anggota ASEAN, ratifikasi dan aksesi Indonesia dan Thailand terhadap Traktat Marrakesh merupakan salah satu bentuk pengimplementasian dari Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN. Penelitian ini menemukan bahwa dalam pengaturan dan implementasi Traktat Marrakesh terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Dalam segi perbandingan pengaturannya, Indonesia lebih unggul dalam menetapkan pihak-pihak yang terlibat dalam hal fasilitasi akses literasi dibanding dengan Thailand. Akan tetapi, dalam segi perbandingan implementasi, Thailand lebih unggul dalam hal pertukaran akses literasi lintas batas dibanding dengan Indonesia.

Every human being has the right to education in accordance with Article 26 of the Universal Declaration of Human Rights. Education is closely related to what is called literacy, so access to literacy for each individual is important in order to obtain information. Literacy accessibility is an obstacle for people with visual impairments, resulting in the threat of book famine. Barriers occur due to the legal process in terms of copyright to produce, distribute, exchange between countries for literacy works. Marrakesh Treaty aims to overcome book famine by regulating copyright restrictions and exceptions to facilitate access to literacy so that people with visual impairments can get access to literacy in accessible formats without violating copyright. Marrakesh Treaty was adopted on June 27, 2013 and entered into force on September 30, 2016. Indonesia is one of the signatory countries of the Marrakesh Treaty, but only ratified it in 2020 through Presidential Regulation Number 1 of 2020. Exactly one year before Indonesia ratified the Marrakesh Treaty, Thailand had acceded to the Marrakesh Treaty by amending the Copyright Act BE 2537 (1994) through Copyright Act (No. 4) B.E. 2561 (2018). As ASEAN member countries, the ratification and accession of Indonesia and Thailand to Marrakesh Treaty is a form of implementation of ASEAN Declaration of Human Rights. This study found that there are significant differences in the regulation and implementation of the Marrakesh Treaty. In terms of regulatory comparison, Indonesia is superior in determining the parties involved in facilitating access to literacy compared to Thailand. However, in terms of implementation comparison, Thailand is superior in terms of cross-border literacy access exchange compared to Indonesia."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library