Prita Ditahapsari Priambodo
Abstrak :
Tulisan ini menitikberatkan pada permasalahan dalam penerapan quantitative restrictions yang dirumuskan dalam Pasal XI:1 GATT dalam WTO karena terdapat risiko tidak adanya kepastian hukum akibat terminologi yang digunakan tidak spesifik. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diterapkan oleh WTO dan wajib ditaati oleh seluruh negara anggota, termasuk Indonesia. Quantitative restrictions secara umum dilarang oleh WTO, terutama jika berbentuk kuota, lisensi, ataupun “other measures” sehingga pembatasan ekspor melalui tindakan ini melanggar Pasal XI:1 GATT. Namun, beberapa justifikasi dapat digunakan untuk mengecualikan penerapan tindakan quantitative restrictions yang dirumuskan dalam Pasal XI:2(a), (b), (c), serta Pasal XX GATT sebagai general exceptions. Permasalahan muncul ketika Dispute Settlement Body di WTO menetapkan beberapa tindakan di luar terminologi Pasal XI:1 GATT sebagai “other measures”. Unsur tidak memiliki standar hukum konkret sehingga sulit menentukan tindakan apa saja yang dapat ditentukan sebagai quantitative restrictions. Pasal pengecualian dalam GATT pun tidak memiliki kekuatan yang signifikan karena unsur yang terlalu sulit bagi responden untuk penuhi akibat parameter yang sangat buram. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya reformasi kebijakan dalam WTO beserta Indonesia terutama dalam peraturan ekspor dan impor sehingga kepastian hukum penerapan tindakan quantitative restrictions dapat dilindungi.
......This paper analyzes the quantitative restrictions complexities applied under Article XI:1 GATT at the WTO due to the legal uncertainty risk proneness from the terminologies. This paper employs normative legal research based upon the regulations obliged by the WTO for its members, including Indonesia. Quantitative restrictions are generally prohibited, particularly if implemented through export or import quotas, licenses, and “other measures”. However, several justifications have been set forth to exclude several measures from this provision by utilizing Article XI:1(a), (b), (c), and Article XX GATT as general exceptions. Perplexment arises when the WTO’s Dispute Settlement Body states several measures outside the explicit scope of Article XI:1 GATT as “other measures” with no concrete standards. These occurrences lead to difficulties in determining the ambit of Article XI:1 GATT. Justifications provided by GATT are inadequate as the parameters of each element are hardly structured straightforwardly bringing about respondent’s failures to meet the criteria. Regulatory reformations are direly necessary at the WTO and in Indonesia to ensure the assurance of legal protection for every member enacting quantitative restrictions measures.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library