Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irna Irmalina
"Ekonomi persaingan usaha dapat ditelaah dari dua sisi. Pertama, dari sisi pelaku usaha atau produsen, dan kedua, dari sisi konsumen. Dari sisi pelaku usaha, ekonomi persaingan usaha menyangkut hal bagaimana perusahaan menentukan strategi bersaing, apakah dilakukan dengan cara sehat atau saling mematikan.
Dalam praktiknya persaingan usaha sangat terpengaruh oleh berbagai kebijakan pemerintah atau kebijakan publik. Seharusnya kebijakan publik tersebut dibuat dengan wawasan yang berpihak kepada masyarakat, baik kepada produsen maupun kepada konsumen namun kenyataannya banyak kebijakan yang menyangkut sektor usaha yang diwarnai dengan berbagai kepentingan terselubung dari pihak tertentu.
Di masa pemerintahan orde baru, banyak dijumpai praktik persaingan yang tidak sehat, dengan ciri-ciri; (1) Unregulated, (2) Concentrated, (3) Protected dan No Competition, dan (4) Priveledge atau perlakuan khusus.
Sebagai tanggapan terhadap tuntutan globalisasi dan dalam usaha menciptakan ekonomi yang efisien pada tahun 1999 Indonesia telah berhasil membuat Undang-undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu UU. No. 5 Tahun 1999. Instansi yang ditugasi untuk menegakkan hukum persaingan usaha adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau disingkat dengan KPPU. Komisi ini bersifat independen.
Tesis ini mengkaji KPPU dari sisi kelembagaannya. Di sini dibahas berbagai aspek kelembagaan dalam kaitan dengan implementasi hukum persaingan usaha di Indonesia = dan mencoba memberikan gambaran bagaimana sistem dan mekanisme kelembagaan yang sama di negara-negara lain."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17075
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadine Amarsha
"ABSTRAK
Dalam mewujudkan persaingan usaha yang sehat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang beberapa kegiatan anti persiangan yang salah satunya adalah persekongkolan tender. Para pelaku usaha yang terbukti bersekongkol akan diberikan hukuman sesuai dengan ketentuan Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999 dimana salah satu sanksinya adalah denda minimum Rp.1.000.000.000,- dan maksimum Rp.25.000.000.000,-. Penelitian ini melakukan studi kasus terhadap dua putusan yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 118K/PDT.SUS-KPPU/2013 Dan Putusan KPPU Perkara Nomor 03/KPPU-L/2013. Dalam dua putusan tersebut masing-masing pelaku usaha yang telah terbukti bersekongkol diberikan sanksi untuk membayar denda yang jumlahnya kurang dari Rp.1.000.000.000,-. Dengan melakukan studi kasus terhadap dua putusan tersebut, kenyataannya sanksi administratif dalam bentuk denda dengan nominal tersebut sudah tidak relevan dengan keadaan persaingan usaha pada saat ini dengan mempertimbangkan beberapa faktor. Diusulkan dalam penelitian ini, untuk mengubah metode pemberian denda kedalam sebuah bentuk nilai persentase minimum sampai maksimum.

ABSTRACT
In realizing fair trade competition UU No. 5 Tahun 1999 prohibits some anti-merchant activities which one of them is tender collusion. Business actors proven collusion will be punished in accordance with the provisions of Article 47 of UU No. 5 Tahun 1999 in which one of the sanctions is a minimum fine of Rp.1.000.000.000, - and a maximum of Rp.25.000.000.000, -. This study conducted a case study of two verdicts: Supreme Court verdict Number 118K / PDT.SUS-KPPU / 2013 And KPPU verdict Case Number 03 / KPPU-L / 2013. In the two verdicts each merchant who has been proven conspired to be given a sanction to pay a fine of less than Rp.1.000.000.000, -. By conducting a case study of these two verdict, the fact that administrative sanctions in the form of fines with the nominal value is not relevant to the current state of business competition by considering several factors. It is proposed in this study, to change the method of fine filling into a form of minimum to maximum percentage value"
2017
T47716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library