Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zuniar
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T58978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Nuryati Chairani
Abstrak :
ABSTRAK Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Hubungan antara jenis kelainan histopatologik tertentu pada radang berulang tonsil dengan kelainan imunopatologik yang terjadi belum banyak diselidiki. Penelitian ini ditujukan untuk melihat hubungan antara kelainan histopatologik tertentu dengan kelainan imunopatologik yang timbul dengan jalan menghitung jumlah dan penyebaran set pengandung imunoglobulin (SPIg) pada tonsil serta mengukur kadar imunoglobulin serum pada penderita radang berulang tonsil. Diperiksa 125 pasang tonsil dan serum yang berasal dari 125 anak usia 4-14 tahun yang menjalani tonsilektomi. Dengan pewarnaan HE dilakukan penggolongan jenis kelainan histopatologik. Dengan cara imunoperoksidase (PAP) diperiksa jumLah SPIg (keLas G,M,A,E dan D) pada daerah sentrum germinativum (SG), kelim limfosit (KL), interfolikuler (IF) dan epitel retikuler kripta (ER). Dengan cara imunodifusi radial diperiksa kadar imunoglobulin (kelas G,M dan A) dalam serum penderita. Sebagai perbandingan diperiksa kadar Ig serum yang berasal dari 33 anak sehat dengan tonsil yang tidak menunjukkan tanda radang. HasiL dan Kesimpulan: Secara histopatologik ditemukan jenis kelainan yaitu: hiperplasia tonsil (HT), 60,5 %; tonsilitis kronik .(TK), 23,2% dan tonsilitis kronik eksaserbasi akut (IKEA), 16,0%. Jumlah SPIg di daerah KL pada kelompok TK Lebih banyak dan berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok TKEA dan HT. Di daerah ER, jumlah SPIg pada kelompok TK Lebih sedikit dan berbeda bermakna dibandingkan keLompok TKEA. Ditemukan peningkatan bermakna kadar Ig G dalam serum pada kelompok TK dan HT dibandingkan dengan keLompok kelola, dan peningkatan bermakna kadar Ig A dalam serum penderita TK dibandingkan dengan kelompok kelola. Perbedaan jumlah dan penyebaran SPIg pada tonsil yang mengatami radang berulang sesuai dengan jenis kelainan histopatoLogik, yang diikuti dengan peningkatan kadar Ig G dan Ig A dalam serum.
ABSTRACT Scope and Method of Study: The relationship between histo pathological and immunopathological changes caused by recurrent inflammation of the tonsil has not been studied extensively. The aim of this study was to see the relationship between particular histopathological changes by counting the immunoglobulin containing cells (Ig CC) and its distribution in tonsil and to measure immunoglobulin (Ig) Level in serum of patients with recurrent inflammation of the tonsil. One hundred and twenty five pairs of tonsils and 125 sera from children aged 4-14 years, who underwent tonsillectomy were examined. Histopathological diagnosis was based on routine H and E staining. Immunoperoxidase (PAP) staining was performed to count the amount and distribution of Ig CC (G,M,A,E and D classes) in germinal center (GC), Lymphocyte cuff (LC), interfoLlicular (IF) and reticular part of epithelium (RE) areas. Ig (G,M and A) serum Levels were measured by radial immunodiffusion technique. As a comparison, Ig serum levels of 33 healthy children without signs of inflammation of the tonsil was examined. Findings and Conclusions: Three histopathological changes were found: hyper plastic tonsil (HT), 60.8%; chronic tonsillitis (CT), 23.2% and chronic tonsillitis with acute exacerbation (CTAE), 16.0%. Significantly higher proportion of Ig CC in LC area was found in CT group compared to CTAE and HT groups. In contrast, in RE area the proportion of Ig CC in CT group was significantly Lower than in CTAE group. There were significant elevations of Ig G serum level in CT and HT groups compared to the control group. Ig A serum Level in CT group was significantly higher than the control group. This study revealed that Ig G CC have different distribution in inflamed tonsil according to its histopathological changes, and those changes were accompanied by the increase of Ig G and Ig A serum Levels.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvie Zulka Kautzia Rachmawati
Abstrak :
ABSTRAK
Refluks laringofaring (RLF) pada anak merupakan kelainan yang sering ditemukan dan dihubungkan dengan peningkatan insidens berbagai penyakit saluran napas dan gangguan tumbuh kembang, oleh karena itu diperlukan instrumen diagnosis yang tepat untuk penatalaksanaanya. Sampai saat ini, instrumen terstandarisasi belum ada, sehingga diperlukan satu cara untuk mendiagnosis secara mudah, murah, nyaman, tidak invasif namun mempunyai nilai diagnosis tinggi. Pada orang dewasa, RLF sering kali dikaitkan dengan Hipertrofi Tonsil Lingual (HTL) dan keberadaan DNA Human Papillomavirus (HPV), namun hal ini belum dapat dibuktikan pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan instrumen diagnostik RLF serta melihat hubungan antara RLF dan HTL dan keberadaan DNA HPV pada RLF dengan HTL. Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan 3 desain penelitian, yaitu uji diagnostik kuesioner Skor Gejala Refluks (SGR) dan Skor Temuan Refluks (STR) dibandingkan dengan pHmetri 24 jam, dilanjutkan dengan studi kasus kontrol untuk menilai hubungan RLF dan HTL, serta uji melihat keberadaan HPV DNA pada HTL dengan RLF dengan cara Linear Array genotyping. Kriteria inklusi adalah anak berusia 5‒18 tahun, memiliki beberapa keluhan seperti banyak riak di tenggorok, sering nyeri menelan, rasa tersangkut dan mengganjal di tenggorok, mendehem, tersedak, bersuara serak dan batuk kronik. Kemudian dilakukan pemeriksaan nasofaringolaringoskopi untuk menilai keadaan faring dan laring dan pemasangan pHmetri. Apabila pasien RLF terdapat HTL derajat 2 dan 3, dilakukan biopsi tonsil lingual untuk menilai keberadaan DNA HPV. Dari hasil penelitian ini, diperoleh satu instrumen baru yang terdiri dari keluhan berdehem, batuk mengganggu dan choking, disertai kelainan pita suara dan edema subglotik. Instrumen dengan titik potong 4, mempunyai nilai diagnostik yang baik dengan nilai sensitivitas 75%, spesifisitas 76%, Nilai Prediksi Positif 80% dan Nilai Prediksi Negatif 71%. Instrumen baru ini dapat digunakan untuk mendiagnosis RLF pada anak. Tidak terdapat hubungan bermakna antara HTL dengan RLF dan keberadaan HPV DNA tidak terdeteksi pada HTL pasien RLF.
ABSTRACT
Laryngopharyngeal reflux (LPR) is common condition in children which is connected to the increased incidence of airway problems and a developmental delay, therefore a reliable diagnostic tool is required to manage the condition. There is no standardized instrument to diagnose LPR yet, consequently, obtaining an instrument which is cost effective, simple, convenient, non-invasive but yield a good diagnostic values (sensitivity, specificity, Positive Predictive Value (PPV) and Negative Predictive Value (NPV)) is essential. In adult, LPR is frequently linked to Lingual Tonsil Hypertrophy (LTH) and the presence of HPV DNA in its tissue, however those findings have not been confirmed in pediatric population. The aim of this study is to obtain a good diagnostic instrument for LPR, to observe the relationship between LPR and LTH and to identify the existence of HPV DNA in LTH of patient with LPR. A diagnostic study was done comparing adult questionaires for LPR i.e. Reflux Symptom Index (RSI) and Reflux Finding Score (RFS) with 24 hour pHmetry, followed by a case control study to determine the relationship between LPR and LTH and a crossectional study to evaluate the existence of HPV DNA with Linear Array genotyping in LTH. The inclusion criteria are age between 5‒18 years old, with the complain of phleghmy throat, frequent odinophagia, the sensation of lump in the throat, frequent throat clearing, choking episode, hoarseness and chronic cough. Then the patient underwent nasopharyngolaryngoscopy for laryngeal evaluation followed by pHmetry insertion. If LPR is confirmed, the biopsy will be taken from LTH, to see the existence of HPV DNA. A new diagnostic instrument, consists of frequent throat clearing, annoying cough, choking, vocal cords abnormalities, and subglottic edema has been developed and it demonstrates a good diagnostic outcome. The cut-off is score 4, which produced 75% sensitivity, 76% specificity, 80% NPP, 71% NPN. Therefore, this instrument can be applied to diagnose LPR in children. Neither a significant relationship between LPR and HTL nor the existence of HPV DNA are demonstrated
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Duhita Yassi
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini melaporkan gambaran skor nasalance pada defek celah palatum, hubungan antara skor nasalance percontoh celah palatum dan percontoh tanpa celah palatum serta mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan skor nasalance pada pasien celah palatum berdasarkan klasifikasi Veau. Desain penelitian adalah comparative cross sectional. Pengambilan percontoh dilakukan dengan purposive sampling, dilakukan di Departemen THT-KL FK UI-RSCM serta Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati. Percontoh dikelompokkan menjadi 2 yaitu kelompok celah palatum dan tanpa celah palatum sebagai kontrol. Jumlah percontoh adalah 17 untuk masing-masing kelompok. Dilakukan pengumpulan data berupa wawancara, pengisian kuesioner, selanjutnya pemeriksaan THT, audiometri, timpanometri, nasoendoskopi dan nasometri. Didapatkan hasil gambaran rerata skor nasalance percontoh celah palatum Uji Gajah kelompok Veau 1 45,40% ± 10,6; Veau 2 41,74% ± 11,6; Veau 3 52,88%; celah palatum sub mukosa 55,67% ± 6,2. Pada Uji Hantu didapatkan rerata skor nasalance kelompok Veau 1 43,90 % ± 6,8; Veau 2 40,59% ± 13,7; Veau 3 59,8% dan celah palatum sub mukosa 49,02% ± 7,5. Pada Uji Sengau, rerata kelompok Veau 1 40,16 % ± 7,2; Veau 2 41,77% ± 13,4; Veau 3 70,51% dan celah palatum sub mukosa 62,75% ± 6,3. Terdapat perbedaan yang bermakna antara skor nasalance percontoh celah palatum dan tanpa celah palatum pada Uji Gajah dan Uji Hantu (p<0,001), sedangkan pada Uji Sengau tidak bermakna (p>0,05). Pada analisis multivariat secara keseluruhan faktor-faktor yang berhubungan dengan skor nasalance ((adenoid, Otitis Media Efusi (OME) dan gangguan pendengaran)) dan keberadaan celah palatum berpengaruh secara signifikan terhadap skor nasalance pada semua uji nasalance (p<0,05) pada pengujian terhadap kedua kelompok percontoh, dan tidak berpengaruh secara signifikan pada pengujian kelompok celah palatum saja. Bila dilihat secara parsial faktor adenoid berpengaruh secara signifikan terhadap skor semua uji nasalance baik pada analisis kedua kelompok percontoh maupun pada percontoh celah palatum saja.
ABSTRACT
This paper reported nasalance score in cleft palate patients, the correlation between nasalance score in cleft palate and non cleft palate patients and also factors related with nasalance score in cleft palate patients in Veau criteria. The design of this study is comparative cross sectional, with purposive sampling in ENT Department of Indonesian University-Cipto Mangunkusumo Hospital and Instalation of Medical Rehabilitation Fatmawati Hospital. Sample devided in to 2 groups, cleft palate and non cleft palate group with 17 samples in each group. Data was collected with interview, questioner application, ENT examination, audiometry, tympanometry, nasoendoscopy and nasometry. The result of this study reported mean of nasalance score in cleft palate patients, Uji Gajah in Veau 1 patients is 45,40% ± 10,6; Veau 2 41,74% ± 11,6; Veau 3 52,88% and sub mucous cleft palate 55,67% ± 6,2. In Uji Hantu the nasalance score are Veau 1 patients 43,90 % ± 6,8; Veau 2 40,59% ± 13,7; Veau 3 59,8% and sub mucous cleft palate 49,02% ± 7,5. In Uji Sengau, the score are Veau 1 40,16 % ± 7,2; Veau 2 41,77% ± 13,4; Veau 3 70,51% and sub mucous cleft palate 62,75% ± 6,3. There is significant difference in nasalance score between cleft palate and non cleft palate patients in Uji Gajah and Uji Hantu (p>0,05) but no differences in Uji Sengau. In multivariate analysis, in general the factors related with nasalance score ((adenoid, Otitis Media with Effusion, hearing loss)) and also existancy of cleft palate is significantly correlated with nasalance score in all nasalance test (p<0,05) in both groups analysis but no signifficant correlation in cleft palate group analysis. Partially, adenoid is significantly correlated with nasalance score in both group analysis and cleft palate group analysis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library