Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salsabila Luvaridian
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik berkas foton 6 MV pada lapangan non standar pesawat Linier Accelerator Varian iX dan TomoTherapy HiArt melalui parameter-parameter pengukuran seperti PDD, , profil berkas, dan faktor keluaran. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan 3 dosimeter, yaitu film gafchromic EBT 3, bilik ionisasi CC01 dan bilik ionisasi CC13. Evaluasi pengukuran PDD dilakukan dengan menentukan nilai dan menghitung nilai Profil dosis dianalisa berdasarkan nilai FWHM, penumbra, flatness, dan symmetry. Nilai faktor keluaran lapangan msr dibandingkan dengan hasil faktor keluaran pada lapangan referensi 10 10 cm2. Hasil pengukuran FWHM berkas profil menunjukkan bahwa nilai FWHM semakin besar seiring dengan semakin lebarnya ukuran lapangan dan semakin bertambah kedalamannya. Hasil pengukuran semakin bertambah seiring semakin besarnya luas lapangan berkas yang digunakan. Nilai faktor keluaran semakin besar seiring dengan pertambahan luas lapangan berkas. Perhitungan nilai menunjukkan peningkatan dengan bertambahnya luas lapangan. Penggunaan detektor bilik ionisasi CC01 dinilai paling baik dalam pengukuran pada lapangan non standar 5 10 cm2, 10 5 cm2, dan 6.6 6.6 cm2 karena efek volume yang terjadi pada bilik ionisasi CC01 tidak terlalu mempengaruhi hasil pengukuran. ...... The purpose of this study was to determine PDD, dose profile, and output factor measurement on non standard field generated by 6 MV linear accelerator and TomoTherapy HiArt. The detectors used in this research are Gafchromic Film EBT 3, ionization chamber CC01, and ionization chamber CC13. This research was aimed to determine the characteristic of 6 MV photon beam in Linac Varian iX nonstandard field and TomoTherapy HiArt machine spesific reference msr field. PDD measurements evaluation has been done by determining the value of and calculate the value. Dose profile was analyzed based on the value of FWHM, penumbra, flatness, and symmetry. The output factor value in the msr field are compared to the output factor value in the reference field 10 10 cm2. The FWHM measurement of the profile shows that the FWHM increases with the width and depth of field size. The result of measurement shows that the increases with the width of field size. The ouput factor measurement shows that it values increases with the field size, and also increases with depth when measured using TomoTherapy machine using Gafchromic EBT 3 Film. The calculation of shows that the increases with field size. For the 5 10 cm2, 10 5 cm2, and 6.6 6.6 cm2 msr field, the use of CC01 ionization chamber is very recommended because it does not too affected by the volume averaging so that, the measurement values are not underestimated.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuruddin
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek terhadap distribusi dosis akibat adanya pergerakan pada pasien di pesawat tomoterapi dengan melakukan simulasi perlakuan menggunakan fantom cheese. Penelitian dilakukan dengan melakukan variasi target kompleks bentuk C sesuai acuan AAPM TG 119 pada target statik dan bergerak searah longitudinal menggunakan amplitudo 2 mm, 4 mm, 6 mm, 8 mm dan 10 mm dengan perioda 4 s dan 6 s pada penggunaan lebar jaw 25 mm dan 50 mm. Data distribusi dosis yang dievaluasi meliputi dosis rata-rata, nilai indeks gamma, dan DVH pada struktur target dan OAR akibat pengaruh dari pergerakan target. Hasil pengukuran dosis rata-rata, indeks gamma dan evaluasi DVH struktur target menunjukkan amplitudo dan periode berpengaruh terhadap distribusi dosis perlakuan pada pesawat tomoterapi dan memiliki hasil yang lebih baik pada penggunaan lebar jaw 50 mm. Hasil evaluasi DVH pada  struktur OAR yang meliputi perbedaan dosis tertinggi di D max dan D5%, pada seluruh variasi pergerakan menunjukkan hasil yang lebih baik pada penggunaan lebar jaw 25 mm. ......The purpose of this study was to investigate the effect on the dose distribution due to movement in patients on the helical tomoterapi machine by performing a treatment simulation using phantom cheese. The study was carried out by varying the C-shaped complex target according to the AAPM TG 119 for static and moving target in a longitudinal direction using amplitude 2 mm, 4 mm, 6 mm 8 mm, 10 mm with period 4 s and 6 s in the use selectable jaw widht of 25 mm and 50 mm. The dose distribution data evaluated included average dose, gamma index values, and DVH on targets and OAR structures due to the influence of the target movement along longitudinal direction. The results of the measurement of the average dose, gamma index and DVH evaluation of the target structure show amplitude and period affect the dose distribution treatment on tomoterapi and have better results on the use of 50 mm jaw width. The results of DVH evaluation on the OAR structure which included the highest difference in Dmax and D5% in all movement variations showed better results in the use of 25 mm jaw width.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T54692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aninda Fitriandini
Abstrak :
Perkembangan teknik dan perangkat radioterapi yang sangat pesat membuat AAPM TG-51dan TRS 398 selaku protokol dosimetri konvensional menjadi kurang relevan untuk digunakan. Pada tahun 2008, Alfonso, dkk. kemudian memperkenalkan formalisme baru untuk menghasilkan faktor koreksi kualitas berkas lapangan nonstandar, baik statik maupun komposit untuk meminimalisir perbedaan antara kondisi kalibrasi dan aktual. Tujuan utama penelitian ini adalah mempelajari dan menentukan faktor koreksi lapangan komposit kpcsr,msr dan kclin,pcsr dari pesawat Tomotherapy pada kasus kanker kepala dan leher, pelvis, dan otak, serta mengimplementasikannya pada proses DQA. Pengukuran faktor koreksi dilakukan pada Exradin A1SL dan A16, menggunakan film EBT3 sebagai dosimeter referensi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai faktor koreksi kpcsr,msr pada kedua detektor meningkat seiring dengan peningkatan jaw, penurunan kompleksitas lapangan, dan peningkatan nilai pitch. Beberapa hal fisis yang mempengaruhi nilai faktor koreksi antara lain homogenitas target, volume averaging effect, thread effect, dan perbedaan besar rekombinasi umum pada jaw yang berbeda. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai faktor koreksi kpcsr,msr bersifat spesifik dan bergantung pada parameter pembuatan lapangan. Oleh karenanya, lapangan pcsr sebaiknya ditentukan sesuai dengan kondisi klinis yang digunakan. Implementasi faktor koreksi kclin,pcsr untuk DQA pada kasus kanker kepala dan leher menunjukkan adanya perubahan deviasi antara dosis terkalkulasi dan terukur hingga 3 . ......The rapid development of radiation therapy techniques and devices cause TG 51 and TRS 398 as conventional dosimetry protocols become less relevant for clinical dosimetry. In 2008, Alfonso, et al. introduced new formalism to produce correction factors for nonstandard field static and composite field to minimize the difference between calibration and actual conditions. The purpose of this work is to investigate and determine the correction factor of composite field from Tomotherapy for several cases H N, pelvis and brain cancer, and to implement it in DQA process. Measurements were performed using Exradin A1SL and A16, using EBT3 film as reference dosimeter. The results indicate that the value of kpcsr,msr on both detectors increased with increasing field width, decreasing field complexity, and increasing pitch value. Several factors that affect the correction factor were indicated in this work target homogeneity, volume averaging effect, thread effect, and large difference of general recombination on different jaws. These results show that kpcsr,msr is specific and depends on the parameters of composite field. Therefore, the pcsr field should be determined according to the parameters used in clinical conditions. Implementation of kclin,pcsr for DQA in H N cancer showed a change in deviation between the calculated and measured doses up to 3 .
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartutik
Abstrak :
ABSTRAK
Adanya pengaruh pada pergerakan target akibat dari proses pernapasan maupun parameter pitch dan faktor modulasi pada pesawat tomoterapi, maka penelitian ini dilakukan untuk menginvestigasi pengaruh dari manajemen pergerakan menggunakan citra yang didapatkan dari hasil fusi antara metode pemindaian statik dan dinamik pada fantom CIRS Thoraks. Teknik pemindaian dilakukan dengan menggunakan dua teknik yakni aksial dan helikal. Variasi amplitudo yaitu 10 mm, 15 mm, dan 20 mm. Selanjutnya dilakukan planning menggunakan TPS TomoPlan dengan variasi pitch 0.25-0.5 dan MF 2 dan 3 . Evaluasi planning menggunakan parameter dosis pada target dan OAR, HI, serta nilai mean LOT. Perubahan volume organ target untuk amplitudo 10 mm, 15 mm, dan 20 mm sebesar 10.9 cc, 10.3 cc, 16.1 cc untuk teknik aksial dan 6.6 cc, 8.5 cc, 14.9 cc untuk teknik helikal dari volume target statik sebesar 3.53 cc. Didapatkan perubahan volume yang lebih besar untuk teknik pemindaian aksial dibandingkan dengan helikal. Hasil parameter optimum yang didapatkan pada planning yaitu dengan nilai pitch 0.5 dan MF 3 berdasarkan evaluasi mean LOT dan HI. Oleh karena itu perlu adanya manajemen pergerakan untuk organ target yang bergerak selama penyinaran dengan pertimbangan pada penambahan volume target akibat adanya pergerakan pernapasan agar target menerima dosis preskripsi yang cukup.
ABSTRACT
The influence on target motion resulted from the respiratory process, the pitch and modulation factor presented in Tomotherapy. This study was aimed to investigate the effect of motion management using CT images obtained from the fusion process between static and dynamic scanning mode on the CIRS Thorax Phantom. The images were scanned using axial and helical modes. The amplitude were varied from 10 mm, 15 mm, and 20 mm. Then, the organ structures were planned using TomoPlan TPS with variation of pitch ranging from 0.25 to 0.5, and the MF in the range 2 to 3. Furthermore, evaluation of radiotherapy planning was performed using dose parameters on target and OAR, HI, and mean LOT. Target volume for static mode was 3.53 cc, where target volume has changed to 10.9 cc, 10.3 cc, 16.1 cc for axial and 6.6 cc, 8.5 cc, 14.9 cc for helical scanning. The optimum parameters were pitch 0.5 and MF 3 based on evaluation of mean LOT and HI. Therefore, motion management was needed during irradiation for the moving target organs with consideration of the target volume increment due to the movement of the respiratory system so the target volume would precisely accept the prescription dose.
2018
T50950
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Syafii
Abstrak :
Citra Megavoltage Computed Tomography (MVCT) dapat digunakan sebagai modalitas adaptive planning setelah diregistrasi ke citra Kilovoltage Computed Tomography (KVCT). Hasil adaptive planning pada penelitian terdahulu pada teknik penyinaran konvensional diketahui bahwa adaptive planning dapat mengkoreksi dosis pada PTV dan OAR menjadi lebih optimal, namun pada sebagian kasus, adaptive planning tidak memberikan keuntungan. Sayangnya, penelitian mengenai penggunaan MVCT pada teknik penyinaran fraksinasi rendah (hipofraksinasi) dan dosis tinggi belum banyak dilakukan. Penelitian ini difokuskan untuk mengevaluasi penggunaan MVCT pada 9 pasien kasus kanker hati hipofraksinasi dosis tinggi teknik Stereotactic Body Radiation (SBRT) dengan dosis perfraksi 3-8 Gy dalam 4-10 fraksi. Citra MVCT diregistrasi ke KVCT untuk mendapatkan contour sehingga dapat digunakan untuk modalitas planning. Citra MVCT juga dikirim ke Linac untuk planning untuk mengetahui efek perpindahan pasien Tomoterapi ke Linac. Hasil planning dianalisis menggunakan parameter HI, CI, dan GI. Nilai CI didapatkan pada rentang 0,7-1 (0,95 ± 0,063), nilai HI dalam rentang 0,02-0,53 (0,16 ± 0,12) dan nilai GI dalam rentang 2,6-8,24 (4,09 ± 1,57). Nilai indeks gamma pada keseluruhan planning dengan kriteria DD 3% DTA 3mm sebesar (95,4 ± 5,6). Secara umum, MVCT dapat digunakan untuk adaptive planning dengan perbedaan sebaran dosis PTV dan OAR tidak jauh berbeda dengan hasil planning KVCT pada kasus kanker hati. Perpindahan pasien dari Tomoterapi ke Linac dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan capaian dosimetri Tomoterapi ......Many researchers have been proposing Megavoltage Computed Tomography (MVCT) image as adaptive planning modality recently. The adaptive planning results using MVCT in the previous study noted that adaptive planning could optimize the dose in PTV and reduce the OAR dose, but in some cases, adaptive planning did not provide benefits. Unfortunately, research on the use of MVCT in low fractionation radiation techniques (hypofractionation) and high doses have not been widely investigated. This study focused on evaluating the use of MVCT in 9 Hepatocellular Carcinoma (HCC) patients with high-dose hypofractionation using Stereotactic Body Radiation (SBRT) technique (dose/fraction was 3-8 Gy in 4-10 fractions). The MVCT images then registered to Kilovoltage CT (KVCT) for contouring. The MVCT as well as KVCT also have been sent to the Linac planning station to mimic the clinical use of transfer patient treatment from Tomotherapy to Linac. The final plans were analyzed using HI, CI, and GI parameters. CI values found in the range 0.7-1 (0.95 ± 0.063), HI values in the range 0.02-0.53 (0.16 ± 0.12) and GI values in the range 2.6-8.24 (4.09 ± 1.57). The gamma passing rate for the overall planning with a 3% DD 3% DTA criteria is (95.4 ± 5.6). Generally, it was concluded that MVCT could be used for adaptive planning with differences in the distribution of PTV and OAR doses were not much different from the KVCT planning results for HCC cases. Transfer of patients from Tomotherapy to Linac can be done while maintaining the performance of Tomotherapy dosimetry
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T54693
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Lailyshofa
Abstrak :
ABSTRACT
MVCT merupakan modalitas pencitraan yang diintegrasikan dengan pesawat Tomoterapi menggunakan energi 3.5 MV yang memiliki andil cukup besar untuk memberikan tindakan terapi yang optimal pada Tomoterapi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kualitas citra, estimasi dosis, serta verifikasi posisi pada pencitraan MVCT. Dalam penelitian ini, evaluasi MVCT dilakukan dengan tiga variasi mode slice thickness yaitu fine, normal, dan coarse. Pengujian kualitas citra dilakukan menggunakan phantom Cathpan 600. Estimasi dosis dan verifikasi posisi dilakukan menggunakan phantom Rando pada tiga area yang ditentukan, yaitu head neck, thorax, dan pelvic. Verifikasi posisi dilakukan dengan memberikan beberapa marker eksternal di beberapa titik pada setiap area dan dihitung dengan bantuan dua perangkat lunak, yaitu software Tomoterapi dan 3D Slicer. Hasil evaluasi kualitas citra yang diperoleh menunjukkan bahwa seluruh variasi mode slice thickness pada MVCT masih berada dalam batas toleransi sesuai dengan AAPM TG 148. Estimasi dosis yang diperoleh menunjukkan bahwa dosis terbesar diperoleh pada mode fine. Secara umum, nilai estimasi dosis yang diperoleh berada pada rentang 1-4 cGy untuk semua area pada setiap titik OAR yang diukur. Pergerakan posisi yang diperoleh untuk seluruh variasi mode slice thickness menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan, dengan besar le; 0.5 mm. Perbedaan hasil pergerakan posisi yang diperoleh antara dua software yang digunakan tidak lebih dari 0.5 mm.
ABSTRACT
MVCT is an imaging modality which is integrated by Tomotherapy using 3.5 MV energy that has a large enough contribution to provide an optimal therapeutic in Tomotherapy. The purpose of this study is to evaluate the image quality, dose estimation, and verification of the position on MVCT imaging. In this study, MVCT evaluation was performed with three variations of the slice thickness mode that is fine, normal, and coarse. Image quality testing was performed using Catphan 600 phantom. Dose estimation and position verification were performed using Rando phantom in three areas, there were head neck, thorax, and pelvic. Verification of the position was performed by providing several external markers at several points in each area and calculated with the help of two software, namely Tomotherapy software and 3D Slicer. The result of image quality evaluation obtained shows that all variations of slice thickness mode in MVCT are still within tolerable limits in accordance with AAPM TG 148. Estimated dose obtained shows that the largest dose was obtained in fine mode. In general, the estimated dose value which was obtained is in the range of 1 4 cGy for all areas at each measured OAR point which was measured. Movement of position obtained for all variations of slice thickness mode shows insignificant difference, with value le 0.5 mm. The difference of result obtained between the two software used is no more than 0.5 mm.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny
Abstrak :
Latar Belakang: Hingga saat ini belum pernah dilakukan studi untuk menganalisis parameter dosimetri diantara teknik Three Dimentional Conformal Radiotherapy (3D-CRT), Intensity Modulated Radiotherapy-Step and Shoot (IMRT-SS), IMRT-Helical Tomotherapy (HT) dan Volumetric Modulated Arc Therapy (VMAT) pada kanker prostat di Departemen Radioterapi RSUPN Cipto Mangunkusumo. Metode: Studi eksperimental eksploratorik dengan melakukan intervensi pada 10 data CT plan pasien kanker prostat yang diradiasi di Departemen Radioterapi RSUPN-CM. Dosis 78 Gy diberikan pada PTV dalam 39 fraksi. Hasil: rerata V75Gy rektum dan buli antara teknik 3D-CRT dengan tiga teknik lainnya, seluruhnya memperlihatkan perbedaan yang bermakna (p <0,05). Rerata V5Gy RVR antara teknik 3D-CRT vs VMAT dan HT, IMRT-SS vs HT dan VMAT vs HT bermakna secara statistik dengan nilai p<0,0001. Rerata durasi penyinaran paling tinggi didapatkan dengan teknik HT (rerata 4,70±0,84 menit). Kesimpulan: Angka V75Gy Rektum dan buli antara teknik 3D-CRT berbeda signifikan dibandingkan dengan tiga teknik lainnya. Teknik IMRT-SS menggunakan 5 arah sinar ko-planar mampu memberikan distribusi dosis yang baik terhadap PTV dan organ kritis meskipun tidak superior dibandingkan dengan teknik HT dan VMAT. Teknik HT memiliki konformitas yang lebih inferior dibandingkan dengan teknik VMAT. Durasi penyinaran terpendek dengan menggunakan teknik VMAT, berbeda signifikan dibandingkan dengan 3 teknik lainnya. Background: There is limited study comparing dosimetry parameters between four different techniques; Three Dimentional Conformal Radiotherapy (3D-CRT), Intensity Modulated Radiotherapy-Step and Shoot (IMRT-SS), IMRT-Helical Tomotherapy (HT) and Volumetric Modulated Arc Therapy (VMAT) in relation to prostate cancer in Radiotherapy Department RSUPN Cipto Mangunkusumo. Method: Experimental study with intervention on 10 prostate cancer patients' CT planning data. All the subjects underwent radiation in radiotherapy department RSUPN-CM. 78 Gy dose in 39 fractions was given for PTV. Results: The mean V75Gy rectum and bladder between 3D-CRT and the other three above mentioned techniques all showed significant results (p <0.05). V5Gy RVR between 3D-CRT vs VMAT and HT, IMRT-SS vs HT and VMAT vs HT is statistically significant (p <0.0001). The longest radiation time was done with HT (mean 4.70±0.84 minutes). Conclusion: V75Gy rectum and bladder between 3D-CRT is statistically significant compared with the other three techniques. Even though, it is not superior compared to HT and VMAT, IMRT-SS using 5 co-planar beams are able to provide good dose distribution for PTV and critical organs. HT have inferior conformity compared to VMAT. Shortest radiation time was done using VMAT (statistically significant compared to three other techniques).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Sagung Ari Lestari
Abstrak :
Latar Belakang: Radiasi kraniospinal adalah metode radiasi yang sering digunakan pada kasus keganasan sistem saraf pusat yang menyebar ke cairan cerebrospinal, sehingga area radiasinya sangat luas meliputi seluruh otak dan canalis spinalis. Akibat daerah radiasi yang luas, area radiasi harus dibagi menjadi beberapa lapangan yang menghasilkan kesulitan dalam mengatasi junction antar lapangan tersebut.Kesulitan lain adalah banyaknya organ kritis yang terlibat dan usiapasien yang mayoritas anak-anak. Saat ini belum terdapat data penelitian yang menganalisis radiasi kraniospinal dengan teknik Three Dimentional Conformal Radiotherapy 3D-CRT, Intensity Modulated Radiotherapy IMRT, dan IMRT-Helical Tomotherapy HT di Indonesia. Metode: studi eksperimental eksploratorik dengan melakukan intervensi planning terhadap 10 data CT plan pasien kraniospinal yang diradiasi di Departemen Radioterapi RSUPN Cipto Mangunkusumo. Dosis 36 Gy diberikan dalam 20 fraksi.Cakupan PTV kranial dan spinal dievaluasi menggunakan indeks konformitas CI dan indeks homogenitas HI.Dilakukan pencatatan parameter organ kritis lensa mata, mata, kelenjar parotis, kelenjar submandibula, tiroid, paru-paru, jantung, ginjal, testis dan ovarium, serta paparan radiasi pada seluruh tubuh.Selain itu juga dilakukan pencatatan jumlah MU dan durasi sinar beam on time. Hasil: Teknik HT adalah teknik terbaik dalam pencapaian angka HI dan CI serta perlindungan terhadap organ kritis, namun memiliki paparan radiasi seluruh tubuh tertinggi dibandingkan teknik 3D CRT dan IMRT selain nilai MU tertinggi dan durasi penyinaran terlama sehingga harus dipertimbangkan penggunaannya pada pasien anak-anak karena resiko secondary malignancy yang tinggi. Teknik 3D CRT dengan arah sinar opposing lateral untuk lapangan kranial dan dari posterior untuk lapangan spinal memiliki nilai HI dan CI terburuk dengan keterbatasan kemampuan melindungi organ kritis namun memiliki paparan radiasi seluruh tubuh dan MU terendah serta durasi penyinaran terpendek.
Background: Craniospinal radiation is a method of radiation that is often used in cases of malignancy of the central nervous system that spread to cerebrospinal fluid, so that the area of ??radiation is very broad covering the entire brain and spinal canal. Due to the large area of radiation, the radiation area must be divided into several fields that produce difficulty in overcoming the inter-field junction. In addition, the number of critical organs involved and the age of patients with the majority of children result in separate considerations in the choice of craniospinal radiation techniques. Currently there is no research data that analyzes craniospinal radiation with Three Dimentional Conformal Radiotherapy 3D-CRT, Intensity Modulated Radiotherapy-Step and Shoot IMRT-SS, and IMRT-Helical Tomotherapy HT techniques in Indonesia. Method: exploratory experimental study by planning intervention on 10 CT plan data of craniospinal patients radiated in Radiotherapy Department of Cipto Mangunkusumo General Hospital. Dose 36 Gy is given in 20 fractions. Cranial and spinal PTV coverage was evaluated using the conformity index CI and homogeneity index HI. Performed recording of critical organ parameters of lens, eye, parotid gland, submandibular gland, thyroid, lung, heart, kidney, testis and ovary, and exposure to radiation throughout the body. In addition, also recorded the number of MU and the duration of the beam. Results: The HT technique is the best technique for achieving HI and CI figures and protection of critical organs, but has the highest body-wide radiation exposure compared to CRT and IMRT 3D techniques in addition to the highest MU values and longest exposure duration so should be considered in children high risk of secondary malignancy. 3D CRT technique with opposite lateral beam direction for the cranial field and from the posterior to the spinal field has the worst HI and CI values with limited ability to protect critical organs but has the lowest total body radiation and MU exposure as well as the shortest duration of irradiation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Nurhadi
Abstrak :
Latar Belakang: Radiasi eksterna seringkali digunakan untuk mengurangi gejala dari metastasis otak. Teknik radiasi paliatif Whole Brain masih merupakan terapi standar bagi pasien kanker dengan metastasis otak, namun teknik radiasi ini dapat menyebabkan penurunan fungsi neurokognitif yang diakibatkan oleh inflamasi akibat radiasi pada daerah hipokampus. Hal ini memicu penggunaan Hippocampal Sparing Whole Brain Radiotherapy (HS-WBRT) untuk mengurangi efek samping penurunan neurokogntif yang terkait hipokampus. Thesis ini membahas perbandingan dosimetri teknik radiasi Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT), Volumetric Modulated Arc Therapy (VMAT), dan Helical Tomotherapy (HT) pada Hippocampal Sparing Whole Brain Radiotherapy (HS-WBRT) untuk menilai apakah ada perbedaan parameter dosimetri dari ketiga teknik radiasi tersebut. Penelitian ini merupakan studi eksperimental eksploratif dengan melakukan intervensi pada data CT-plan pasien metastasis otak secara in silico. Parameter dosimetri yang dinilai adalah Conformity Index, Homogenity Index, Treatment Time, D98% PTV, D2% PTV, D50% PTV, D100% Hipokampus, dan Dmax Hipokampus. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan secara statistik dalam parameter Homogenity Index, D98% PTV, D2% PTV, dan D50% PTV pada semua kelompok data teknik radiasi, dimana Helical Tomotherapy (HT) memiliki nilai rerata yang paling baik dibandingkan kedua teknik radiasi lainnya. Untuk parameter yang lainnya baik Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT) maupun Volumetric Modulated Arc Therapy (VMAT) memiliki nilai rerata yang tidak berbeda bermakna, kedua teknik radiasi tersebut masih memungkinkan sebagai tehnik pilihan dalam HSWBRT. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar guna menilai dengan baik teknik radiasi mana yang paling unggul untuk digunakan dalam perencanaan HS-WBRT serta menghasilkan perencanaan radiasi yang lebih baik.
Background: Radiation therapy is still a standard treatment in brain metastases cases. Whole brain radiation therapy is widely used to reduce debilitating symptoms, on the other hand this treatment could decrease neurocognitif function due to radiationinduced inflammation of the hippocampus. This is the ground reason to apply Hippocampal Sparing Whole Brain Radiotherapy (HS-WBRT), in order to reduce hippocamus related side effects. The focus in this study is to analyze dosimetric parameter between Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT), Volumetric Modulated Arc Therapy (VMAT), and Helical Tomotherapy (HT) in Hippocampal Sparing Whole Brain Radiotherapy (HS-WBRT) to asses any differences in dosimetric values. This study is an experimental study on CT and delivered treatment planing data, recalculated in silico as a hippocampal sparing treatment planning to be compared. The dosimetric parameter that were used in this study are Conformity Index, Homogenity Index, Treatment Time, D98% PTV, D2% PTV, D50% PTV, D100% Hippocampus, dan Dmax Hippocampus. The dosimetric comparisons between the three modalities resulted in statistically significant differences in Homogenity Index, D98% PTV, D2% PTV, D50% PTV, D100% where Helical Tomotherapy (HT) has a better mean value among the rest of the group. In other dosimetric comparisons, Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT) and Volumetric Modulated Arc Therapy (VMAT) does not have any significant differences, as such both modalities allows for sparing of the hippocampus with acceptable means value in many dosimetric parameters. Further research is nedeed, particularly with larger sample to assess superiority in HS-WBRT modalities, as such to increase efficacy in its treatment planning.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmasari
Abstrak :
Latar Belakang: Radioterapi baik sebagai terapi tunggal maupun sebagai terapi kombinasi, memegang peranan yang penting dalam penatalaksanaan kanker payudara kiri. Eskalasi dosis dikatakan mampu meningkatkan kontrol dan menurunkan angka kekambuhan namun di sisi lain dapat meningkatkan angka toksisitas. Hingga saat ini masih terus dilakukan studi untuk menganalisis parameter dosimetri diantara teknik Three Dimensional Conformal Radiotherapy-Field and Field, Volumetric Modulated Arc Therapy, dan Helical Tomotherapy pada kanker payudara di departemen Radioterapi RSUPN-CM. Metode: Studi eksperimental eksploratorik dengan melakukan intervensi pada 10 data CT plan pasien kanker payudara kiri yang diradiasi di Departemen Radioterapi RSUPN-CM. Dosis 50 Gy diberikan pada PTV dalam 25 fraksi. Cakupan PTV dievaluasi menggunakan Indeks konformitas CI dan indeks homogenitas HI. Menilai perbandingan PTV lokal D98, D95, D2, D50 dan supraklavikula dan menilai organ kritis sekitar target seperti paru kiri ipsilateral V20 le; 30, paru kanan contralateral V5 le; 50, jantung V25 le;10, payudara kanan contralateral Dmean < 5Gy. Hasil: Dari hasil analisis statistik tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna antara 3DCRT-FIF, VMAT maupun HT dalam mencapai dosis D98 dan D95, pada D50 terdapat perbedaan yang bermakna antara 3DCRT-FIF dengan VMAT p=0,000, 3DCRT-FIF dengan HT p=0,000, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara VMAT dengan HT p=0,508. Dalam hal ini, ketiga teknik mampu memberikan cakupan dosis minimal yang baik pada volume target, meskipun begitu dari hasil penelitian ini teknik HT mampu memberikan nilai rerata D95 yang superior. Untuk D50 lokal ditemukan adanya perbedaan yang bermakna di 3 kelompok yang ada yaitu antara 3DCRT-FIF dengan VMAT p=0,000, 3DCRT-FIF dengan HT p=0,000, maupun VMAT dengan HT p=0,005. Didapat teknik HT memiliki nilai rerata D50 yang paling baik 50.01 0.25. Untuk D2 dari hasil analisis statistik ditemukan adanya perbedaan yang bermakna di 3 kelompok yang ada yaitu antara 3DCRT-FIF dengan VMAT p=0,005, 3DCRT-FIF dengan HT p=0,005, maupun VMAT dengan HT p=0,005. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna rerata D98 dan D95, namun terdapat perbedaan bermakna pada cakupan dosis D2 dan D50 antara teknik 3DCRT-FIF vs VMAT, 3DCRT-FIF vs HT, dan VMAT vs HT, seluruhnya memperlihatkan perbedaan yang bermakna p < 0,05 . Rerata durasi penyinaran paling tinggi didapatkan dengan teknik HT dan paling rendah pada 3DCRT-FIF.
Background: Radiotherapy as a main or combination therapy, holds an important role in the management of left breast cancer. Dose escalation is said to increase control and lower recurrence rate. On the other hand, dose escalation increases toxicity. Until now there is many study comparing dosimetry parameters between three different techniques; Three Dimensional Conformal Radiotherapy ndash; Field and Field 3DCRT-FIF, Volumetric Modulated Arc Therapy VMAT and Helical Tomotherapy HT and in relation to left breast cancer in radiotherapy department RSUPN-CM. Method: This is an experimental study with intervention on 10 left breast cancer patients, CT planning data. All the subjects underwent radiation in radiotherapy department RSUPN-CM. 50 Gy dose in 25 fractions was given for PTV. Afterwards, PTV coverage was evaluated using conformity index CI and homogeneity index HI . Comparison of critical organs was evaluated using Dmax le; 50 Gy spinal cord, V25 le; 10 heart, V20 le; 30 lung ipsilateral and V5 le; 30 lung contraleteral and Dmean < 5 Gy right breast. Results: From the statistical analysis there is no difference between 3DCRT-FIF, VMAT and HT in achieving D98 in local PTV. At the D95 value there is a difference between 3DCRT- and VMAT p = 0.022, 3DCRT-FIF with HT p = 0.005, but no value exists between VMAT and HT p = 0.508. In this case, one of the techniques employed gives a good minimum amount of volume targets, although the results of this technique HT are able to provide a superior D95% average. For D50% locally found, there are three groups that exist between 3DCRT-FIF with VMAT p = 0,000, 3DCRT-FIF with HT p = 0,000, and VMAT with HT p = 0,005. HT technique has the highest mean D50 50.01 0.25. For D2 of the analysis results found there were significant differences in 3 groups that existed between 3DCRT-FIF with VMAT p = 0,005, 3DCRT-FIF with HT p = 0,005, and VMAT with HT p = 0,005. Conclusion: There is no D98% and D95%, but there is still a difference with D2% and D50% between 3DCRT-FIF vs VMAT, 3DCRT-FIF vs HT, and VMAT vs HT, all significant differences (p <0.05). The highest average duration of exposure with HT and lowest on 3DCRT-FIF.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>