Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Santi Nururly
"Minat masyarakat dewasa ini terhadap produk berkualitas dan usaha peternakan khususnya Sapi Potong semakin meningkat, seperti daging dan veal. Hal ini menyebabkan peluang investasi bidang Peternakan Sapi Potong bagi kalangan swasta kini terbuka luas mengingat kebutuhan daging ternak belum seluruhnya dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Akibat dari ini semua menyebabkan tingkat persaingan antara perusahan dan produk lain semakin meningkat.
Semakin meningkatnya usaha dalam bidang ini mendorong penu lis untuk mengetahui titik impas dan produk yang dihasilkan usaha ini. Produk yang ditelaah adalah daging dan veal yang merupakan primadona usaha sapi potong.
Analisis Titik Impas sebagai alat yang dapat berfungsi dalam membuat rencana, mengawasi dan mengkoordinasi semua akti vitas perusahaan, sehingga dapat membantu manajemen dalam men gambil suatu keputusan saat ini dan masa mendatang. Untuk itu dibutuhkan suatu pendekatan yang sistematis dan rasional berda sarkan pada informasi dan analisis scientific. Aplikasi Manage ment science membantu dalam proses pengambilan keputusan apabila masalah yang dihadapi cukup kompleks dan berulang-ulang.
Model yang digunakan dalam analisis karya ini adalah Linier Programming yang merupakan salah satu model dan management Science yang merupakan disiplin ilmu yang bertujuan mengalokasi kan sumber daya yang ada secara optimal dengan memperhatikan kendala/keterbatasan yang dimiliki.
Hasil yang diperoleh dan perhitungan Akuntansi dengan metode Weighted Average ternyata dengan memproduksi daging sebesar 928.316 Kg atau 2.184 ekor dan veal sebesar 3.759 Kg atau 47 ekor telah mencapai titik impas. Sedangkan hasil yang diperoleh dan Linier Programming, nilai titik impas dicapai pada produksi daging sebesar 921.328 Kg atau 2.168 ekor dan produksi veal sebesar 5.508 Kg atau 69 ekor. Perbedaan perhi tungan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan dan asumsi datanya, namun nilai tersebut dapat digeneralisir sebagai acuan bagi manajemen dalam menentukan kapasitas minimum yang harus diproduksi, sebagai titik impas misalnya ; untuk produksi daging sebesar 2.200 ekor per tahun atau veal sebanyak 75 ekor per tahun Ternyata PT X sebagai tempat dimana penulis melakukan analisis telah mencapai titik impas tersebut.
Analisis Linier Programming terhadap nilai optimal yang membenikan keuntungan terbesar yang dapat dicapai oleh perusa haan, dalam memproduksi daging adalah 4.700 ekor atau 2.255 ekor per tahun dengan mendapatkan laba sebesar Rp 1,2 milyard per tahun. Disini perusahaan masih mampu untuk meningkatkan produk sinya dengan menggunakan kapasitas yang tersedia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S9195
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dziki ufidian alwi
"

Penggunaan Biodiesel kelapa sawit sebagai campuran bahan bakar minyak solar semakin meningkat seiring dengan penerapan peraturan pemerintah yang mewajibkan pencampuran biodiesel ke dalam minyak solar sebanyak 20% menjadi biosolar (B-20) pada tahun 2016 dan 30% (B-30) pada tahun 2020. Dilaporkan bahwa penggunaan B-20 menyebabkan penyumbatan pada saringan bahan bakar kendaraan. Penyumbatan disebabkan oleh adanya endapan yang terbentuk dari aglomerasi monogliserida terutama monopalmitin. Adanya endapan ini menurunkan sifat kemudahan alir (flow properties) B-20. Telah dilakukan penelitian untuk memperbaiki flow properties biodiesel dengan penambahan surfaktan Sorbitan Monooleate (SMO). Penambahan SMO pada biodiesel menyebabkan turunnya nilai cold filter plugging point (CFPP) yang dapat menghambat aglomerasi monogliserida. Pada pengujian pengaruh monogliserida terhadap terbentuknya endapan, kadar monopalmitin pada biodiesel divariasikan sebesar 0,4%, 0,5% dan 0,8% massa. Sampel ini dikondisikan pada suhu rendah (160C) selama 24 jam, kemudian dibiarkan pada suhu kamar untuk selanjutnya disaring dan ditimbang endapannya. Semakin tinggi kandungan monogliserida dalam biodiesel, maka semakin banyak endapan yang terbentuk. Penelitian dengan SMO menggunakan biodiesel yang memiliki kandungan monogliserida yang berbeda-beda, yaitu sebesar 0,46% (B-100 A), 0,55% (B-100 B), dan 0,65% massa (B-100 C). Pada setiap biodiesel, penambahan SMO di variasikan 0,1%, 0,5%, dan 1% volume. Penyimpanan sampel biodiesel dikondisikan pada suhu rendah (160C) dan pada suhu ruang (± 270C). Pengaruh SMO terhadap suhu awal pembentukan kristal/wax pada biodiesel dianalisa dengan metode differential scanning calorimetry (DSC), sedangkan pengaruhnya terhadap flow properties dianalisis menggunakan 4 parameter yaitu : viskositas, densitas, titik kabut, dan cold filter plugging point (CFPP). Pengujian dilakukan setiap 1 minggu sekali untuk setiap sampel biodiesel. Penggunaan SMO 0,1% - 1% memperbaiki flow properties dengan menurunkan titik kabut sebesar ± 1,60C dan CFPP sebesar 20C, yang diakibatkan oleh penurunan suhu awal pembentukan kristal dari 10,470C menjadi 6,990C.


The use of palm oil biodiesel as a mixture of diesel oil fuel is increasing along with the application of government regulations that require mixing biodiesel into diesel oil as much as 20% to biodiesel (B-20) in 2016 and 30% (B-30) in 2020. It was reported that the use of the B-20 caused a blockage in the vehicle's fuel filter. Blockage is caused by the presence of deposits formed from agglomeration of monoglycerides, especially monopalmitin. The presence of these deposits decreases the flow properties of B-20. Research has been carried out to improve the flow properties of biodiesel by adding Sorbitan Monooleate (SMO) surfactant. The addition of SMO to biodiesel causes a decrease in the value of cold filter plugging point (CFPP) which can inhibit agglomeration of monoglycerides. In testing the effect of monoglycerides on the formation of deposits, the level of monopalmitin in biodiesel was varied by 0,4%, 0,5% and 0,8% by mass. This sample is conditioned at a low temperature (160C) for 24 hours, then left at room temperature to then filter and weigh the precipitate. The higher content of monoglycerides in biodiesel, the more deposits are formed. Research with SMO uses biodiesel which has different monoglyceride content, which is 0,46% (B-100 A), 0,55% (B-100 B), and 0,65% mass (B-100 C). In each biodiesel, the addition of SMO is varied by 0,1%, 0,5%, and 1% by volume. Storage of biodiesel samples is conditioned at low temperatures (160C) and at room temperature (± 270C). The effect of SMO on the initial temperature of crystal formation / wax on biodiesel was analyzed by the method of differential scanning calorimetry (DSC), while the effect on flow properties was analyzed using 4 parameters: viscosity, density, cloud point, and cold filter plugging point (CFPP). Tests are carried out every 1 week for each biodiesel sample. The use of SMO 0,1% - 1% improves flow properties by decreasing the cloud point by ± 1.60C and CFPP by 20C, which is caused by a decrease in the initial temperature of the crystal formation from 10,470C to 6,990C.

"
2019
T52106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nugroho Supriyadi
"Pesawat udara yang sedang beroperasi mengalami beberapa gaya yang menghasilkan momen dan gaya net pesawat. salah satu faktor yang paling berkontribusi adalah berat pesawat. Pusat gravitasi merupakan fungsi penting dari berat dan keseimbangan pesawat karena, dalam kaitannya dengan gaya lain, ini menentukan stabilitas statis yang akan menjadi faktor pengatur pengendalian pesawat baik di darat maupun di penerbangan [2] [3]. Skripsi ini bertujuan untuk membahas analisis prediksi pusat gravitasi sebuah mobil terbang dari proyek yang dipimpin oleh Dr.-Ing. Mohammad Adhitya, ST, M.Sc. Oleh karena itu, perhitungan CG berguna untuk menghitung perhitungan kinerja untuk langkah sukses dan berkelanjutan proyek ini. Analisis CG menggunakan perangkat lunak CAD untuk menemukan properti bobot dan penempatan komponen mobil terbang dalam konfigurasi taxiingnya. Analisis yang dihasilkan menunjukkan bahwa pesawat memiliki lokasi CG yang diperkirakan sebelum analisis ini, dimana lokasinya berfluktuasi tidak lebih dari 500 mm pada x-axis dari EWCG. Proyek pengembangan mobil terbang tersebut saat ini sedang dalam proses perancangan konseptual, penyelesaian makalah ini diharapkan dapat menjadi kemajuan menuju pengembangan mobil terbang ini.

Aircraft in operation is subjected to multiple forces which results in net moment and force of the aircraft. One of the most contributing factors which is the weight of the aircraft. The center of gravity is an important function of the weight and balance of the aircraft as, in relation to other forces, it determines the statical stability which would become the governing factor of the controllability of the aircraft both on land and in flight [1] [2]. This thesis aims to discuss the analysis to predict the center of gravity of a flying car from the project led by Dr.-Ing. Mohammad Adhitya, ST, M.Sc. Therefore, the calculation regarding CG is useful for calculating the performance calculations for the succeeding and ongoing steps of this project. The analysis of the CG utilizes CAD software to find the weight properties and placement for the components of the flying car under its taxiing configuration. The resulting analysis shows that the aircraft does have the CG location that is predicted before this analysis, in which its location fluctuates no more than 500 mm away from the EWCG on x-axis. The project of the aforementioned flying car development is currently in the conceptual design process, completion of this paper would hopefully serve as a progress towards the development of the flying car.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widia Nursiyanto
"ABSTRAK
Telah dilakukan pengujian sifat 5 jenis gelas borosilikat yang komposisi kandungan Na20 bervariasi dari 8,3% (G1), 7,3% (G2), 6,3% (G3), 5,30 (G4) dan 4,30 (G5) dari berat. Sifat gelas yang diuji antara lain titik lunak (softening point), rapat jenis, koefisien muai panjang, kejut suhu (thermal shock) dan ketahanan kimia. Kandungan Na2O yang rendah dapat menaikkan titik lunak, menurunkan tingkat pelucutan dan menaikkan kejut suhu. Terhadap rapat jenis dan koefisien muai tidak terlihat gelas karena perubahan kandungan Na20 terlalu kecil. Dengan difraksi sinar-x, membuktikan bahwa peleburan komposisi oksida benar-benar menjadi gelas, yang ditunjukkan dengan struktur amorf. Setelah dibandingkan dengan persyaratan gelas laboratorium dari Standar Industri Indonesia (SII), semua gelas yang terbentuk memenuhi syarat sebagai gelas laboratorium yaitu kejut suhu (LT) minimum 1500C dan ketahanan kimia ditandai dengan banyaknya Na20 yang terlucut lebih kecil dari 0,075 mg Na20/gram cuplikan . Komposisi gelas (G5) mempunyai sifat tahan panas dan tahan kimia yang lebih tinggi, yaitu sebesar ΔT = 199 °C dan 0,031 mg Na20/gram cuplikan.



"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laurensia Limas
"Latar Belakang: Kualitas pencitraan 3 dimensi salah satunya bergantung pada resolusi voxel dan diduga dapat mempengaruhi proses identifikasi titik anatomis. Belum banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat pengaruh variasi ukuran voxel terhadap ketepatan diagnosis sehingga belum terdapat suatu protokol dalam pemilihan ukuran voxel yang dapat digunakan dalam memanfaatkan CBCT sebagai perangkat diagnostik dalam bidang kedokteran gigi. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai reprodusibilitas identifikasi titik anatomis pada gambar volumetrik hasil pemindaian CBCT dengan mempertimbangkan parameter pemindaian yang mempengaruhi kualitas gambar (ukuran voxel) sehingga pemindaian dapat dilakukan dengan dosis radiasi yang optimal sesuai dengan prinsip ALARA. Metode: Objek penelitian berupa satu buah tengkorak kering yang dipindai dengan CBCT i-CAT 17-19 (Imaging Science, Amerika Serikat) pada ukuran voxel 0,4 mm dan 0,25 mm. Hasil pemindaian ditampilkan dengan perangkat lunak OsiriX dalam bentuk MPR. Identifikasi 9 titik anatomis sefalometri oleh 34 orang ortodontis pada bidang sagital, aksial dan koronal secara berurut sebanyak 2 kali untuk tiap gambar dengan selang waktu 1 minggu. Koordinat titik-titik anatomis tersebut dicatat dan reprodusibilitas masing-masing titik pada kedua gambar diuji dengan menghitung simpangan koordinat yang ditentukan oleh subjek penelitian terhadap ODM dan kemudian diuji t berpasangan. Hasil: Hasil uji t berpasangan pada kedua kelompok data berdasarkan resolusi voxel menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna simpangan koordinat yang di tentukan oleh subjek penelitian terhadap rerata koordinat yang didapat dari penelitian ini kecuali pada titik Pog dalam arah medio-lateral. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan reprodusibilitas dalam menentukan titik anatomis sefalometri pada gambar 3D yang direkonstruksi dengan ukuran voxel 0,25 mm dan 0,4 mm.

Background: 3D imaging quality was assumed to be influenced by its voxel resolution. Up to now, there has only been few studies on how voxel sizes influence the accuracy of diagnosis, hence there is no concensus of voxel sizes protocol to utilize CBCT as a diagnostic imaging in dentistry, especially in the field of Orthodontics. This study was aimed to assess the influence of voxel sizes to the reproducibility of cephalometric landmarks obtained from a CBCT in order to achieve optimum radiation dose according to  the ALARA principle. Methods: One dried skull was scanned by CBCT machine (i-CAT 17-19; Imaging Science, USA) with 0.4 mm and 0.25 mm voxel sizes. The images were saved in DICOM format to be observed and traced by 34 orthodontists using OsiriX software. Landmark identification was undertaken twice by each subject on MPR view using 3D landmark definition. Deviation of each landmark was calculated to the observers’ mean for each data set. Reproducibility of each landmark was identified on those two data sets and was tested using paired t-test. Result: This study showed that there were no significant differences on those two data sets of coordinate deviation from the observers’ mean except only for Pog (medio-lateral). Conclusion: Voxel size did not seem to influence the landmark identification reproducibility in 3D cephalometric obtained from CBCT."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan T.
Jakarta : Delta teknik group, 1988
620.1 GUN t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Darmadi
"ABSTRAK
Latar Belakang : Diagnosis Inflammatory Bowel Disease (IBD) masih didasarkan pada pemeriksaan invasif (endoskopi dan histopatologi). Fecal calprotectin merupakan petanda inflamasi intestinal non invasif yang dapat digunakan untuk membedakan IBD dengan penyakit intestinal non inflamasi, namun studi-studi yang ada masih memberikan perbedaan nilai diagnostik dan hubungannya dengan derajat IBD.
Tujuan : Membuktikan bahwa pemeriksaan fecal calprotectin memiliki nilai diagnostik yang tinggi untuk mendiagnosis IBD serta berhubungan dengan derajat IBD. Metode : Penelitian ini adalah studi potong lintang untuk melakukan uji diagnostik. Penelitian dilakukan di beberapa rumah sakit di Jakarta mulai bulan September 2014 sampai Februari 2015. Kurva ROC dibuat untuk mendapatkan nilai diagnostik fecal calprotectin dan uji Krusskal Wallis untuk menilai perbedaan kadar fecal calprotectin menurut derajat IBD.
Hasil : Terdapat 71 pasien IBD berdasarkan pemeriksaan kolonoskopi diikutkan dalam penelitian. Dari pasien tersebut didapatkan sebanyak 57 pasien ditetapkan definite IBD berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Kadar fecal calprotectin lebih tinggi bermakna pada pasien IBD dibanding yang bukan IBD (553,8 μg/g vs 76,95 μg/g, p < 0,001). Didapatkan nilai titik potong 179,3 μg/g dengan sensitivitas 96% (IK 95% 0,88-0,99), spesifisitas 93% (IK 95% 0,69-0,99) dan Area Under Curve (AUC) 99,5% (IK 95% 0,98-1,00). Didapatkan perbedaan bermakna kadar fecal calprotectin pada masing-masing derajat IBD (p < 0,001).
Kesimpulan : Pemeriksaan fecal calprotectin memiliki nilai diagnostik yang tinggi untuk mendiagnosis IBD serta berhubungan dengan derajat IBD.

ABSTRACT
Background : Diagnosis of inflammatory bowel disease (IBD) is still based on invasive examination such as endoscopy and biopsy. Fecal calprotectin as a intestinal inflammation marker can used for diagnosis, but studies still had different diagnostic value and it?s correlation with grading of IBD.
Objective : Proving that fecal calprotectin have a high diagnostic value for IBD and correlation with grading of IBD. Methods : A cross sectional study for diagnostic of IBD. This study was conducted at several Hospitals in Jakarta from September 2014 until February 2015. A curve of ROC to determined diagnostic value of fecal calprotectin and Krusskal Wallis analysis to assessed of different value of fecal calprotectin according grade of IBD were made.
Results : Based on colonoscopy, 71 patient IBD were participated in this study. There were 57 patient diagnosis as definite IBD based on histopathology examination. Value of fecal calprotectin for IBD patient was higher than non IBD (553.8 μg/g vs 76.95 μg/g, p < 0,001). Value of fecal calprotectin was 179.3 μg/g as a new cutoff value with sensitivity 96% (CI 95% 0.88-0.99), specificity 93% (CI 95% 0.69-0.99) and Area Under Curve (AUC) 99.5% (CI 95% 0.98- 1.00) for diagnostic IBD. There was significant differences value of fecal calprotectin according every grade of IBD ( p < 0.001 ).
Conclusion : Fecal calprotectin has a high diagnostic value for IBD and correlated with grading of IBD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwandi
"Treatment Planning System (TPS) merupakan modalitas penting yang menentukan outcome radioterapi. TPS memerlukan input beam data yang diperoleh melalui komisioning yang panjang dan berpotensi terjadi kesalahan. Kesalahan pada tahap ini mengakibatkan terjadinya kesalahan sistematis yang berimplikasi pada kesalahan dosis yang diterima target tumor. Tujuan penelitian ini adalah melakukan verifikasi dosimetri TPS untuk mengetahui rentang deviasi antara dosis hasil perhitungan TPS dengan dosis hasil pengukuran di dalam fantom inhomogen. Penelitian menggunakan obyek uji berupa fantom CIRS model 002LFC yang merepresentasikan thoraks manusia dengan mensimulasikan seluruh tahapan radioterapi berkas eksternal. Fantom dipindai menggunakan CT Scanner, membuat dan mengevaluasi 8 kasus uji yang hampir sama dengan kondisi di praktek klinik, diujikan pada empat center radioterapi. Pengukuran dosis titik menggunakan bilik ionisasi 0,6 cm3. Dosis hasil perhitungan TPS dan dosis hasil pengukuran di fantom dibandingkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar deviasi pada seluruh kasus uji di keempat center radioterapi berada di dalam rentang toleransi dengan rata-rata deviasi pada center 1, 2, 3 da 4 berturut-turut sebesar -0.17 ± 1.59 %, -1.64 ± 1.92 %, 0.34 ± 1.34 % dan 0.13 ± 1.81 %. Besarnya deviasi di luar rentang toleransi umumnya ditemukan pada kasus uji menggunakan alat pembentuk berkas, menggunakan berkas tengensial dan pada material inhomogen. Dosis hasil pengukuran pada titik nomor 10 (material ekuivalen tulang) pada umumnya cenderung lebih tinggi daripada dosis hasil perhitungan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semua unit TPS menunjukkan performa yang baik. Algoritma Superposisi memiliki performa kurang baik dibandingkan dengan algoritma Konvolusi maupun Analytic anisotropic algorithm (AAA) dengan rata-rata deviasi berturut-turut sebesar -1.64 ± 1.92 %, -0.17 ± 1.59 % dan -0.27 ± 1.51 %.

The Treatment Planning System (TPS) is an important modality that determines radiotheraphy outcome. TPS requires input beam data obtained through a long commissioning and potentially error occured. Error in this step may result in systematic error which have implication to inacurrate dose in tumor target. The aim of this study to verify the TPS dosimetry to know deviation range between calculated and measurement dose in inhomogen phantom. This research used CIRS phantom 002LFC representing the human thorax and simulated all external beam radiotherapy stage. Phantom was scanned using CT Scanner and planned 8 test case that were similiar to those in clinical practice situation was made, tested in four centers of radiotheraphy. Dose measurement using 0,6 cc ionization chamber. Calculated and measured dose were compared.
The results of this study showed that generally, deviation of all test case at all four centers was within agreement criteria with average deviation about -0.17 ± 1.59 %, -1.64 ± 1.92 %, 0.34 ± 1.34 % dan 0.13 ± 1.81 %. The deviation out of tolerance commonly were found on test case using beam modifier, tangential incidence beam and at inhomogen material. Generally, measured dose at point 10 (bone equivalent material) tend to be larger than the calculated dose.The conclusion of this study was all TPS involved in this riset showed good performance. The Superposition algorithm showed rather poor performance than either Analytic Anisotropic Algoritm (AAA) and Convolution algorithm with average deviation about -1.64 ± 1.92 %, -0.17 ± 1.59 % dan -0.27 ± 1.51 % respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T45644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suherlan
"Realisasi ITS-90 di Puslit KIM-LIPI dilakukan pada rentang suhu 0°C-961,78°C dengan termometer standar SPRT. Titik tetap yang diukur yaitu titik tripel H2O, titik leleh Ga dengan plateau selama 7 jam, titik beku In selama 6 jam, Sn selama 24 jam, Zn selama 14 jam, Al selama 12 jam dan Ag selama 2,5 jam dengan ketidakstabilan suhu ± 0,25 mK ~ ± 0,5 mK. Titik tetap ini kemudian dijadikan standar suhu primer menurut definisi ITS-90. Tiga buah HTSPRT dan 4 buah SPRT diuji dan dikalibrasi dengan metode pengukuran langsung pada sejumlah titik tetap pada rentang W6 dan sub-rentang W7, W8, W9, W10 dan W11. Pengujian dilakukan pada titik leleh Ga dengan W(29,7646°C) ≥ 1,11807 dan pada titik beku Ag dengan W(961,78 °C) ≥ 4,2844.
Hasil ini menunjukan bahwa semua termometer memenuhi kriteria ITS-90 untuk dijadikan sebagai alat interpolasi pada skala suhu ini. Koefisien-koefisien persamaan ITS-90 yaitu a, b, c dan d diperoleh dari data kalibrasi dan dihitung menggunakan matrik. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terutama dalam masalah kerataan suhu sel titik tetap, penetapan angka penting dan ketidakpastian pengukuran.

Realization of ITS-90 at Puslit KIM-LIPI was performed in the temperature range of 0°C-961,78°C by standard thermometer SPRT. The number of fixed points which were measured are triple point of H2O, melting point of Ga with plateau for 7 hours, freezing point of In for 6 hours, Sn for 24 hours, Zn for 14 hours, Al for 12 hours and Ag for 2,5 hours with temperature instability is about ± 0,25 mK - ± 0,5 mK. These fixed point sells will be a primary standard of temperature defining on ITS-90. Three pieces of HTSPRTs and 4 pieces of SPRTs were tested and calibrated by direct measuring method on a number of fixed points in the range W6 and sub range W7, W8, W9, W10 and W11. The thermometers were tested on Ga melting point with W(29,7646°C) ≥ 1,11807 and Ag freezing point with W(961,78°C) ≥ 4,2844.
It is certified that the thermometers can be used as an instrument for interpolation in this temperature scale. The ITS-90 coefficients a, b, c and d are come from data calibration calculated by matrix method. The next important step should be performed to know the immersion profile of the cell, significant number and the uncertainty of measurement.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
T21631
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>