Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Robert Utji
"Dengan berakhirnya Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama (PJPT I) dan dimulainya Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua pada tahun 1994 ini saya memilih judul pidato pengukuhan : " Mikrobiologi suatu tantangan untuk menyongsong hari esok".
Sasaran umum PJPT II ini adalah terciptanya kualitas,manusia dan masyarakat Indonesia, secara khusus adalah melalui pelayanan kesehatan yang makin bermutu dan merata. Pada pidato pertanggung jawaban Presiden di depan Sidang Umum MPR tahun 1993 dikemukakan bahwa kemajuan apapun yang ingin dicapai, pembangunan lahir batin manusia Indonesia adalah yang utama.
Mikrobiologi sebagai bagian Ilmu Kedokteran merasa terpanggil untuk menjawab tantangan menyongsong hari esok ini. Bidang Kesehatan yang melibatkan peran mikrobiologi tidak sedikit.
Lihatlah angka penyakit infeksi di Indonesia.
Survai Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992 menyatakan bahwa penyakit infeksi adalah penyebab utama kematian; diantara 15 macam penyakit penting di Indonesia yang dikemukakan oleh Dep. Kes. dua belas penyakit adalah penyakit infeksi seperti :
  1. Infeksi saluran nafas
  2. Diare
  3. Tetanus
  4. Difteri
  5. Pertusis
  6. Campak
  7. Demam berdarah
  8. Poliomyelitis
  9. Hepatitis virus
  10. Tuberkolosis
  11. Malaria
  12. AIDS
"
Jakarta: UI-Press, 1993
PGB 0127
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Rustamadji
"Pada kesempatan yang baik ini, saya pilih judul pidato pengukuhan 'Dokter Keluarga Menjawab Tanrangan Kedokteran Masa Depan' yang menurut pengamatan saya perlu diungkapkan dan mudah-mudahan hadirin sekalian dapat memahami bahwa dokter itu tempat kerjanya, tidak hanya di rumah sakit, melainkan di mana-mana.
Konsep dokter keluarga bukanlah suatu konsep baru. Dokter praktek umum yang didatangi suatu keluarga tiap kali anggotanya jatuh sakit, akan diakui sebagai dokter keluarganya. Bila dokter tersebut juga diminta oleh suatu perusahaan atau pabrik untuk mengawasi kesehatan karyawannya, maka ia berfungsi sebagai dokter komunitas/sekelompok manusia, yaitu masyarakat karyawan perusahaan/pabrik tersebut. Sebagai dokter umum, ia menangani keluhan pasiennya dengan spektrum kelainan yang lebar. Memang, dia adalah seorang 'generalist' dalam bidang luas pemeliharaanlasuhanlperawatan kedokteran yang tersedia di Indonesia. Namun, sebetulnya diapun seorang 'specialist' berbagai jenis, bukan spesialis suatu alat tubuh yang sakit saja, melainkan dalam pemeliharaan kesehatan perorangan dan keluarganya. Dalam bidang inilah pengetahuan dan kepakarannya penting, lagi pula unik. Kenyataan ini diakui di Amerika Serikat dalam tahun 1947, yaitu dengan didirikannya 'Academy for Family Physicians'. Di Inggris, 'the British College of General Practitioners' menjadi kenyataan dalam tahun 1952.
Ciri kedokteran keluarga adalah pelayanan menyeluruh dan holistik atau seluruhnya. Tiada disiplin kedokteran lainnya yang menawarkan pelayanan serupa itu. Dokter keluarga memandang terganggunya kesehatan pasiennya dalam keseluruhannya, bukan sebagai krisis episodik, melainkan terganggunya kesehatan beserta segala masalah terkait dari pasien, keluarga dan komunitasnya sebagai suatu gambaran utuh, bukan secara berkeping-keping.
Dalam pernyataannya pada tahun 1991, World Organization of National Colleges, Academies & Academic Associations of General Practitioners/Family Physicians (WONCA) mendefinisikan Dokter Keluarga sebagai berikut :
'The general practitioner or Family Physician is the Physician who is responsible for comprehensive health care to every individual seeking medical care and arranging for other health personnel to provide services when necessary. The general practitioner/Family Physician functions as a generalist, who accepts every-one seeking care, whereas other health providers limit access to their services on the basis of age, sex and or diagnosis. The general practitioner/Family Physician cares for the individual in the context of the family and the family in the context of the community, irrespective of race, religion, culture or social class. He/she is clinically competent to provide the greater part of their care after raking into account their cultural, socio-economic and psychological background. in addition, he/she takes personal responsibility for providing comprehensive and continuing care for his patients. The General Practitioner/Family Physician exercises directly or through the -services of others according to the health needs and resources available within the community he/she serves."
Jakarta: UI-Press, 1993
PGB 0114
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Sitawati
"Latar Belakang: Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa berat, Skizofrenia diderita oleh 21 juta orang di dunia. Anggota Rumah Tangga (ART) di Indonesia yang menderita Skizofrenia/ psikosis 6,7 per mil pada 2018. Cakupan pengobatan penderita Skizofrenia atau psikosis yang berobat ke RS Jiwa/fasilitas layanan kesehatan/Tenaga Kesehatan adalah pernah/seumur hidup (85%) dan yang minum obat rutin 1 bulan terakhir (48,9%). Sekalipun prevalensinyaya kecil namun dampaknya sangat besar biaya finansial Skizofrenia di Amerika Serikat diperkirakan melampaui biaya semua kanker bila digabungkan, karena Skizofrenia bermula pada awal kehidupan, menyebabkan hendaya/ketidakmampuan yang signifikan dan bertahan lama, membuat tuntutan perawatan rumah sakit yang berat, membutuhkan perawatan rawat jalan, rehabilitasi, dan layanan dukungan terus-menerus. Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya determinan kepatuhan minum obat pada penderita Skizofrenia di Poli Rawat Jalan RSJ Daerah Propinsi Lampung tahun 2019.
Metode: Penelitian Kuantitatif dengan desain Cross Sectional, sampel 192 responden diolah dengan chi square dan regresi logistik.
Hasil: Sebagian dari penderita yang menjadi responden patuh minum obat (51,0%), berumur dewasa >30 tahun (70,3%), berpenghasilan dibawah UMP Lampung (82,3%), tingkat pendidikan dasar (46,9%), akses ke RSJ terjangkau (73,4%), persepsi dukungan keluarga sangat kuat (50,5%), wawasan terkait penyakit luas (94,3%), persepsi keparahan penyakit sedang (61,5%), persepsi tidak ada efek samping obat (54,7%), persepsi peran Dokter baik (35,9%) dan peran Apoteker sangat baik (80,2%). Kepatuhan berasosiasi secara positif dengan penghasilan (OR= 4,73), tingkat pendidikan, akses ke RSJ (OR=5), persepsi dukungan keluarga (OR=2,2), wawasan terkait penyakit (OR=5), persepsi keparahan penyakit, persepsi efek samping obat (OR=2,6), peran Dokter dan peran Apoteker (OR=2,7). Variabel yang paling dominan yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat adalah akses dengan OR = 6,6.
Rekomendasi: Meningkatkan akses pada penderita melalui optimalisasi pelayanan kesehatan mental rujukan berjenjang di PPK I, II, disertai sumber daya manusia (Dokter, Apoteker) serta obat-obatan terkait, mengaktifkan Website RSJ serta melakukan edukasi melalui video edukasi, leaflet, poster, banner terkait kepatuhan minum obat penderita Skizofrenia.

Introduction: Skizophrenia is a severe mental disorder, it affects 21 Million people in the word. Household membersin Indonesia who suffer from schizophrenia/psychosis 6,7 per mile in 2018. Treatment coverage for schizophrenia/ psychosis patients who go to mental health/health care facilities/ health workers is ever/ for lifetime (85%) and who take routine medication for last month (48.9%). Even though the prevalence is small but the impact is enormous, financial costs of schizophrenia in the United States are estimated to exceed the costs of all cancers when combined, because schizophrenia starts early in life, causes significant and long-lasting health/disability, makes demands for severe hospital treatment, requires outpatient care, rehabilitation, and continuous support services. The purpose of this study was to determine the determinants of medication adherence in patients with paranoid schizophrenia in outpatient polyclinic in Lampung Province Regional Hospital in 2019
Method: a quantitative research with cross sectional design, 192 sample respondents, using chi square and logistic regression analysis.
Result: Some of the patients who became respondents obeyed taking medication (51.0%), having adult age > 30 years (70.3%), earning under the UMP Lampung (82.3%), basic education level (46.9%), access to RSJ affordable (73.4%), perception of family support was very strong (50.5%), good insight into illness (94.3%), perception of disease severity moderate (61.5%), perception of drug: no side effects (54.7%), perceptions of the role of the doctor good (35.9%) and the role of the Pharmacist is very good (80.2%). Compliance was positively associated with income (OR = 4.73), education level, access to RSJ (OR = 5), perceptions of family support (OR = 2.2), insight into illness (OR = 5), perception of disease severity, perception of drug side effects (OR = 2.6), the role of the doctor and the role of the pharmacist (OR = 2.7). The most dominant variable that is related to medication adherence is access with OR = 6.6
Recommendation: Increase access to patients through optimization of tiered referral mental health services in PPK I, II, along with human resources (Doctors, Pharmacists) and related medicines, activate the RSJ Website and conduct education through educational videos, leaflets, posters, related banners compliance with taking medication for patients with schizophrenia.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendansyah
"Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah setiap derajat intoleransi karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan. Definisi ini meliputi spektrum klinis yang luas; tidak memandang apakah digunakan insulin atau cukup hanya digunakan modifikasi diet saja dalam mengontrol gula darah, tidak memandang apakah kondisi bertahan setelah kehamilan, dan termasuk pula kondisi intoleransi glukosa dalam berbagai tingkat dari ringan sampai berat yang terjadi sebelum kehamilan namun tidak dikenali sebelumnyalbaru diketahui pada saat hamil.
Sekitar 1-14% kehamilan mengalami komplikasi DMG setiap tahun di AS. Di Indonesia. dilaporkan prevalensi DMG antara 1.9-3.6e% dari seiuruh kehamilan setiap tahun.Kontrol gula darah pada DMG berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas- pada ibu maupun bayi berupa preeklampsia. polihidramnion, infeksi saluran kemih, persalinan seksio sesarea dan trauma persalinan akibat bayi besar. DMG berhubungan dengan angka kejadian preeklampsia, induksi persalinan, distosia bahu, seksio sesarea, bayi besar, dan Erb's Palsy yang lebih tinggi. Hiperblikemia juga berhubungan dengan peningkatan risiko kematian janin infra uteri (IUFD) pada 4-8 minggu terakhir kehamilan, meningkatnya mortalitas perinatal dan angka kejadian makrosomia, dan pada neonatus terjadi peningkatan kejadian hipoglikemia, ikterus. polisitemia dan hipokaisemia. Dalam jangka panjang pasien DMG memiliki risiko terjadinya diabetes tipe 2 setelah kehamilan. Bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu DMG memiliki risiko lebih tinggi akan kejadian sindroma metabolik, obesitas, intoleransi glukosa dan diabetes pada masa muda/dewasa.
Langkah awal penanganan DMG yang dianut saat ini adalah pemberian konseling dan terapi diet selama 1 minggu dengan target tes toleransi glukosa darah normal. Apabila tidak berhasil maka diberikan insulin, yang sampai saat ini masih mcrupakan terapi pilihan pada DMG. Ternyata hingga 60% penderita akan memerlukan insulin untuk mempertahankan kontrol glikemiknya.7 Insulin diberikan secara suntikan subkutan sehingga bagi pasien dirasakan sulit dan tidak praktis digunakan, yang mempengaruhi penerimaan pasien dan akhirnya kcberhasilan terapi. Penggunaan obat hipoglikemik oral (OHO) dalam kehamilan dahulu diduga menyebabkan kelainan kongenital.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library