Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jeselyn
Abstrak :
ABSTRAK

Di Indonesia, dikenal adanya istilah penyerahan anak dan pengangkatan anak. Penyerahan anak sering disamakan dengan pengangkatan anak, padahal mempunyai akibat hukum yang berbeda pula, yaitu khususnya terhadap status hukum anak dan kedudukan anak dalam hal pewarisan. Sebagaimana dalam studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Tasikmalaya Nomor 55/Pdt.G/2017/PN.Tsm, ahli waris dari anak asuh menuntut pembagian atas harta warisan ayah asuhnya dengan dalil bahwa anak asuh tersebut merupakan anak angkat berdasarkan Akta Penyerahan Anak. Penelitian ini mengangkat masalah tentang pertimbangan hukum Hakim atas status anak asuh dalam keluarga dan pewarisan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Tasikmalaya Nomor 55/Pdt.G/2017/PN.Tsm, serta akibat hukum dari penyerahan anak dibandingkan dengan pengangkatan anak. Metode penelitian yang digunakan berbentuk yuridis-normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Hasil dari penelitian tesis ini adalah Majelis Hakim dalam  putusannya menganalogikan dengan perbuatan hukum pengangkatan anak, yang mana anak angkat adalah berbeda dengan anak asuh, sehingga anak asuh tidak berhak mewaris dari orang tua asuhnya. Kemudian, dibandingkan dengan pengangkatan anak, anak angkat berhak mewaris dari orang tua angkatnya karena dianggap layaknya anak sah dari orang tua angkatnya, sedangkan penyerahan anak tidak menyebabkan anak yang diasuh menjadi anak sah dari orang tua asuhnya. Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah untuk melindungi kepentingan anak asuh dapat memberikan hibah wasiat atau mengangkatnya sebagai ahli waris untuk bagian tertentu, serta agar masyarakat tidak dirugikan, Notaris berkewajiban memberikan penyuluhan hukum terkait perbedaan akibat hukum pengangkatan anak dan penyerahan anak.

Kata kunci: ahli waris, pengangkatan, penyerahan.


ABSTRACT

 


In Indonesia, the terms of fostering child and adopting child are known. Fostering child is often equated with adopting child, whereas they have different legal consequences, especially on legal status of the child and his position in the terms of inheritance. As in the Tasikmalaya District Court`s Verdict Number 55/Pdt.G/2017/PN.Tsm, the heir of foster child demanded the distribution of inheritance of his fosters parent with the argument that foster child is adopted child based on Fostering Child Deed. This research focuses on legal consideration of judge towards the status of foster child in family and inheritance based on Tasikmalaya District Court`s Verdict Number 55/Pdt.G/2017/PN.Tsm and the legal consequences of fostering child compared to adopting child. The form of research method is judicial-normative with descriptive-analitic of research typology. The conclusion of this thesis research are judges in their verdict take adoption as an analogy that adopted child is different from foster child, so that foster child is not entitled to inherit from his foster parents. Subsequently, compared to adoption, adopted child is entitled to inherit from his adoptive parents because he is considered as a legitimate child of his adoptive parents, whereas fostering child does not cause the foster child to be the legitimate child of his foster parents. The advices given in this research are to protect the interest of foster child, foster parent can provide will or appoint him as heir for certain proportion, along Notary is required to provide legal counseling related to differences in legal consequences of adopting and fostering child

2019
T53301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fadra Suhendra
Abstrak :
Hukum waris merupakan suatu hukum yang mengatur mengenai ketentuan, proses, syarat, serta prinsip dalam hal beralihnya harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya atau disebut juga sebagai proses kewarisan. Dalam proses kewarisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), dikenal suatu istilah penggantian (bijplaatsvervulling) terhadap kedudukan ahli waris yang telah meninggal dunia mendahului pewaris. Pihak yang melakukan penggantian terhadap kedudukan ahli waris yang telah meninggal dunia disebut sebagai ahli waris pengganti. Adapun yang berhak untuk menjadi ahli waris pengganti adalah keturunan yang sah dari pewaris serta keluarga dengan hubungan terdekat dengan pewaris. Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana ketentuan pembagian hukum waris terhadap harta peninggalan yang ditinggalkan oleh pewaris, bagaimana ketentuan hukum tentang penggantian dalam perhitungan bagian kewarisan, dan apakah isi amar putusan yang telah ditetapkan oleh hakim dalam putusan Nomor 973/Pdt.G/2021/PN Sby dan putusan No. 36/Pdt.G/2021/PN Mks telah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pada penelitian ini, penulis akan menjawab permasalahan tersebut dengan pendekatan yuridis-normatif dengan menggunakan data-data yang diperoleh berdasarkan hasil studi kepustakaan serta menelaah ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) terkait proses kewarisan dan tindakan penggantian dalam kewarisan. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam putusan No. 973/Pdt.G/2021/PN Sby dan dalam putusan No. 36/Pdt.G/2021/PN Mks tidak terjadi suatu peristiwa tindakan penggantian terhadap ahli waris yang meninggal dunia hal ini disebabkan tindakan penggantian tidak dapat terjadi terhadap ahli waris yang masih hidup dan penggantian hanya dapat dilakukan oleh keturunan yang sah daripada pewaris, amar putusan hakim adalah tidak sesuai karena istri bukanlah pihak yang dapat melakukan tindakan penggantian ......The process of transferring assets from a decedent's estate to their heirs, commonly referred to as the inheritance process, is governed by inheritance law. The term for replacement (bijplaatsvervulling) in the inheritance process, according to the Civil Code (KUH Perdata), is known for the position of the heir who has passed away in the world where the heir is located. The person who assumes the role of the deceased heir is known as the substitute heir. The legal descendants of the heir and the family with the heir's closest ties are eligible to become substitute heirs. What are the legal requirements for replacement in calculating the inheritance portion, what are the legal provisions regarding replacement in determining the inheritance portion, and what are the contents of the verdict that the judge has determined in decisions No. 973/Pdt.G/2021/PN Sby and No. 36/Pdt.G/2021/PN Mks comply with the requirements stipulated in the Civil Code are the topics that will be discussed. By reviewing the regulations outlined in the Civil Code (KUH Perdata) addressing the process of inheritance and replacement of heritage, the author of this study will address these issues using a juridical-normative approach applying data based on the findings of literature studies. The analysis results indicate that there was no event of replacement action for heirs who passed away in decisions No. 973/Pdt.G/2021/PN Sby and No. 36/Pdt.G/2021/PN Mks because replacement actions cannot take place for heirs who are still alive and replacement can only be carried out by legitimate descendants rather than heirs. The judge's decision is also inappropriate because the wife is not a person that can take replacement action
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Hidayat
Abstrak :
Bagi umat Islam, adalah suatu keharusan melaksanakan syari?at Islam, termasuk pula dalam hal penyelesaian masalah pembagian harta pusaka. Sebab, kewarisan Islam, harta peninggalan yang diterima oleh ahli waris pada hakikatnya merupakan kelanjutan tanggung jawab terhadap keluarganya. Jadi, bagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris berimbang dengan perbedaan tanggung jawab masing-masing ahli waris terhadap keluarganya. Meskipun demikian, tanggung jawab ahli waris terhadap harta peninggalan pewaris, tidak selamanya meninggalkan harta warisan saja, akantetapi adakalanya ahli waris harus membayar utang pewaris baik utang kepada Allah swt maupun utang kepada sesama manusia. Oleh sebab itu, bagaimana Hukum Waris Islam mengatur mengenai kedudukan ahli waris dan harta peninggalan pewaris? Serta bagaimana mana tanggung jawab ahli waris terhadap hutang pewaris apabila jumlah hutang pewaris lebih besar daripada harta peninggalan pewaris? Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan penelitian yang bersifat hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaanan, dimana penelitian lebih ditekankan kepada tinjauan kepustakaan. Adapun data yang digunakan adalah data sekunder yang kemudian dianalis dan disusun secara kualitatif guna mengetahui apakah perundang-undangan telah mengatur dengan jelas mengenai tanggung jawab ahli waris terhadap pelunasan hutang seorang pewaris. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kedudukan ahli waris telah ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur?an, namun tidak demikian dengan kriteria mengenai harta peninggalan pewaris menurut Hukum Islam, sebab diantara para ulama pun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai apa saja yang termasuk ke dalam harta peninggalan. Menurut hukum Islam, tanggung jawab ahli waris terhadap utang pewaris hanya terbatas pada jumlah harta peninggalannya, dan tidak boleh menimbulkan kerugian bagi ahli waris itu sendiri.
For moslem, it is necessary to constitute Islamic rules, include in overcoming the problem of legacy distribution, because in Islamic legacy system, the property that accepted by lineal heir from heir are continuing responsibilities to their fmiliy, so the property that are accepted by each lineal heir balanced with the responsible differences each lineal heir toward their family. In spite of it, lineal heir have responsibility toward the legacy of heir, not only they have legacy but also they must pay debt to God or to other persons that the number of debs can be more than its property heir. Because of that, how does Islamic legacy law manage about the position of lineal heir and legacy heir? And also how responsibility of lineal heir toward heir debt if the number of heir debt more than the property legacy? To answer the question above, the authors use a normative juridicial researches or researches literature juridicial where a research more emphasized in literature outlook. So, data used in research is secondary data then analyzed and constructed qualitatively to get a result whether the laws have regulated clearly about the lineal heir responsibilities toward paying off of heir debt. The result of research can be summarized that the position of lineal heir have fixed clearly in Al-Qur?an, but it does not mention its criteria about heir legacy on Islamic law. Because among ulamas have different outlook about what property are in legacy. According to Islamic law that the responsibility of lineal heir toward debt heir only limited in amount of property heir and it may not cause be disadvantages for all lineal heir.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27390
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Sukmo Haningtyas
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai wasiat yang melebihi bagian mutlak yang ditinjau secara yuridis. Skripsi ini menganalisis perkara waris ditingkat kasasi antara para ahli waris yakni Pemohon Kasasi selaku anak angkat yang diakui sah dan Termohon Kasasi selaku istri kedua Pewaris. Permasalahan muncul ketika wasiat yang dibuat Pewaris menyatakan Termohon Kasasi berhak atas harta peninggalan satu-satunya, sementara Pemohon Kasasi selaku legitimaris, tidak mendapatkan hak waris dari Pewaris serta diputuskan oleh Hakim bahwa Pemohon Kasasi tidak berhak atas warisan Pewaris karena telah mendapat warisan atas harta gono-gini antara Pewaris dengan Istri pertamanya. Skripsi ini menggunakan penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini meyimpulkan bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor 241/K/Pdt/2015 yang mengesahkan wasiat yang dibuat Pewaris, merupakan kekeliruan dalam memahami ldquo;warisan rdquo; yang menyebabkan Pemohon Kasasi tidak mendapatkan hak waris. Sebagai legitimaris, Pemohon Kasasi berhak atas bagian mutlak yang tidak dapat dikesampingkan oleh siapapun. Putusan Mahkamah Agung Nomor 241/K/Pdt/2015 tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia mengenai bagian mutlak karena Hakim mengesampingkan Pasal 913 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang bagian mutlak dan Pasal 914 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang besaran bagian mutlak.
ABSTRACT
This research discuss about the exceed of absolute part of the testament with overview legally. This research explain heir lawsuit in Supreme Court level between The heirs are, The Appellant as legitimate adopted child and The Respondent as The Testators second wife. The set of problems occur when the testament that made by The Testator said that The Respondent reserved the right of his one only property, while his legitimate adopted child as legitimate legacy receiver got nothing, and The Judge set that The Appellant not entitled to receive the heir because he has got heir from community property between The Testator and his first wife. This paper uses the method of juridicial normative research, using secondary data. This study conclude that the decision of the Supreme Court No. 241 K Pdt 2015 that has assigned the testament is misunderstanding ldquo heir rdquo that cause The Appellant got nothing from the heir. As legitimate legacy receiver, The Appellant has right of the absolute part that cannot be breaking by anyone. The decision of the Supreme Court No. 241 K Pdt 2015 is not accordance with Indonesian legislation about the absolute part, because The Judge has been ruled out Article 913 of Act Book of the Civil Code about the absolute part and Article 914 of Act Book of the Civil Code about portion of the absolute part.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisha Kinanti
Abstrak :
ABSTRAK
Pembebanan Jaminan Hak Tanggungan Terhadap Harta Bersama Yang Belum Dibagi Waris Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 353 K/PDT/2015 Bank mempunyai fungsi untuk menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Dana yang disalurkan ke bank oleh masyarakat disimpan dalam bentuk tabungan atau deposito, sedangkan dana yang disalurkan bank kepada masyarakat yang membutuhkan disalurkan dalam bentuk pinjaman/kredit. Kredit yang disalurkan oleh bank mengandung risiko, untuk itu perjanjian kredit selalu diiringi dengan perjanjian pembebanan jaminan. Hak Tanggungan adalah salah satu bentuk lembaga jaminan yang paling banyak diminati oleh bank. Akan tetapi penyerahan jaminan dapat menimbulkan masalah apabila penyerahan jaminan dilakukan tanpa persetujuan dari pihak yang turut atas objek jaminan. Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, yaitu dengan cara pengumpulan data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan dan dengan menganalisis data secara kualitatif dengan melakukan sistematika terhadap penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar demikian, Penulis dapat membuat simpulan bahwa pembebanan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh tanpa persetujuan pihak yang turut memiliki serta objek jaminan adalah tidak sah dan pihak yang merasa keberatan atas pembebanan jaminan dapat mengajukan pembatalan ke Pengadilan. Bank untuk memberikan fasilitas kredit kepada masyarakat harus menerapkan prinsip perkreditan dengan baik, yaitu dengan melakukan analisa mengenai calon nasabah sebelum menyetujui pemberian kredit. Selain itu, Notaris/PPAT sebagai pihak yang berwenang untuk membuat akta dalam menjalankan jabatannya pada saat membuat akta harus secara saksama dan teliti menganalisa para pihak yang membuat akta.Kata kunci: Hak Tanggungan, Harta Bersama, Waris.
ABSTRACT
Mortgage Guarantee Imposition of Community Property That Has Not Been Divided Inheritance Analysis of The Supreme Court Verdict Number 353 K Pdt 2015 Bank has a function to raise funds from communities and distribute it back to communities. Communities submit their funds to the bank as savings or deposits, then the funds that are collected from communities will be distributed to those in need as loans credits. Bank credit may pose risk, therefore every credit agreement is accompanied by the imposition of a guarantee agreement. Mortgage is the most in demand form of security by banks. However, the handover of collateral can cause problems when it held without the consent of the parties who also having the security object. The study was conduct by the research of normative literature, by collecting data from literature and analyzing data qualitatively by the systematic application of laws and regulations that applied. Based on these study, authors conclude that the imposition of mortgage without the consent of the parties who also having a security object is not valid and those parties can claim for the cancellation to the court. To provide a credit facilities to the public, bank must apply the principle of good credit by analyzing customers rsquo prospective before approving a loan. In addition, the Notary PPAT as the competent authority to make a deed while doing their job must be carefully and thoroughly analyze the parties to a deed.Keywords Mortgage, Heir, Community Property
2017
T47201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martin Josen Saputra
Abstrak :
Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pejabat umum di bidang pertanahan seringkali bertindak lalai baik disengaja maupun tidak disengaja di dalam pembuatan akta sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam akta. Dari Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 60/PDT.G/2018/Pn.Ptk diangkat dua permasalahan yaitu tentang kekuatan hukum atas akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang tidak mengikutsertakan seluruh ahli waris sah sebagai para pihak dan pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pembuatan akta jual beli yang tidak mengikutsertakan seluruh ahli waris sah sebagai para pihak. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif yang menitikberatkan pada penggunaan data sekunder dan bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptip analitis. Dari hasil analisi dapat ditarik simpulan bahwa kekuatan hukum dari akta jual beli yang tidak mengikutsertakan seluruh ahli waris sebagai para pihak dalam jual beli tanah yang merupakan objek waris adalah batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat materiil dalam syarat sah jual beli tanah menurut yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 123/K/Sip/1970. Mengenai pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah atas perbuatan yang merugikan para pihak dapat dikenakan pertanggungjawaban secara perdata dan pertanggungjawaban secara adminitrasi.
The Land Deed Official (PPAT) which act as the acting official on land establishment effort could be negligent on his/her duty which could potentially causes major losses for all party involved on the land deed establishment. According to a court ruling by the court of Pontinak, number 60/PDT.G/2018/Pn Ptk, which stated that there are two sets of problems regarding the legal standing of the Sales and Purchase Agreement (AJB) made by a Land Deed Official which does not include all legal heir within the party involved on a land deed establishment, as well as the accountability of said Land Deed Official which does not include all legal heir(s) within the party involved on a land deed establishment. The method used for the Thesis Study is the Juridical Normative Research method that focused on the use of secondary data, while the format used for this research would be the Analytically Descriptive Research. The result of the study concludes that the legal standing of the Sales and Purchase Agreement that does not include all legal heir(s) within the party involved during a sale and purchase of a land which is an object of an inheritance is considered void by the law due to lack of valid requirement of sales and purchase of land, according to jurisprudence of the Supreme Court number. 123/K/Sip/1970. Regarding the accountability of the Land Deed Official that causes detrimental losses on his/her duty shall be held accountable both through civil law or administratively.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54879
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sackville-West, V.
London: The Richard Press, 1950
823 SAC h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Donna Tanumiharja
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang hak yang dimiliki oleh ahli waris untuk memperoleh bagian warisan yang menjadi haknya. Hak yang dimaksud adalah hak menuntut hereditatis petitio sesuai Pasal 834 KUHPerdata. Terdapat berbagai macam hak menuntut, sehingga perlu diketahui lebih mendalam mengenai hak menuntut yang dimiliki ahli waris berdasarkan KUHPerdata. Berdasarkan studi kasus: Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 789/PK/PDT/2010 terdapat sengketa waris yang harta warisannya dikuasai salah satu ahli waris, dimana gugatan diajukan oleh para ahli waris berdasarkan hak menuntut yang dimiliki. Metode penelitian normatif digunakan untuk mengkaji permasalahan dikaitkan dengan hukum positif yang berkaitan dengan hukum waris dan mengenai hak menuntut yang dimiliki ahli waris dalam sistem pewarisan. Hak menuntut seorang ahli waris terdiri dari hak menuntut ahli waris secara umum, yaitu hak menuntut bagian warisan dan hak menuntut menguasai harta warisan. Serta terdapat pula hak menuntut kepada sesama ahli waris, seperti hak menuntut terkait anak luar kawin diakui sah, hak menuntut terkait suami atau istri kedua, hak menuntut terkait pihak ketiga yang mewaris berdasar surat wariat, hak menuntut terkait batasan dan larangan dalam pembuatan surat wasiat serta hak menuntut pemisahan pembagian warisan. Proses hukum berdasarkan kasus diajukan tidak hanya berdasarkan 1 satu macam hak menuntut saja, melainkan didasari oleh beberapa macam hak menuntut yang dimiliki oleh ahli waris. ...... The thesis discussed regarding the rights owned by the heirs to have the inheritance they are entitled. The right is the right to sue hereditas petitio in accordance with the article 834 civil code. There are various kinds of the right to sue, so it is important to explore about the right to suing by the heirs based on civil code. Based on case study Supreme Court Decisions of The Republic of Indonesia Number 789 PK PDT 2010 there are inheritance dispute whose estate of inheritance controlled by one of the heirs, where a lawsuit filled by the heirs based on the possession of the right to sue. Normative research method used to asses the problem associated with positive law relating to inheritance law and about the right to sue by the heirs in the inheritance. The right to sue of an heir consists of the right to sue in general, which is the right to sue inheritance and the right to sue to take control of the estate of inheritance. There were also the right to sue to others heirs, such as related to children outside marriage, the second husband or wife, a testament to a third party, related to boundaries and prohition in making a testament and the right to sue separation the partition of an inheritance. The legacy process submitted not only based on 1 one kind of the right to sue, but based on some sort of the right to sue owned by the heirs.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Winatasia
Abstrak :
Penguasaan terhadap harta peninggalan pewaris tidak dapat dilakukan sertamerta oleh para ahli waris sejak kematian pewaris. Hal tersebut harus didahului dengan pembuatan Surat Keterangan Waris. Tujuan utama Surat Keterangan Waris adalah untuk membuktikan subjek yang merupakan ahli waris atas harta peninggalan menurut hukum dan berapa perolehan masing-masingnya. Namun dalam pembuatan Surat Keterangan Waris banyak ditemui berbagai pelanggaran diantaranya manipulasi data ahli waris, bagian perolehan ahli waris bahkan pemalsuan tanda tangan. Berdasarkan penjelasan tersebut, hal yang diteliti dalam artikel ini adalah Akibat hukum terhadap pelanggaran jabatan notaris dalam pembuatan Surat Keterangan Waris atas tanah kaum yang terindikasi memiliki Spurious Signaturedalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 634K/PID/2016. Dalam Putusan tersebut, pemalsuan tanda tangan dilakukan oleh DD, teman dari SS yang merupakan salah satu ahli waris. SS meminta DD untuk menandatangani Surat Keterangan Waris atas Mamak Kepala Waris sebagai pemegang kekuasaan atas tanah kaum dan juga sebagai salah satu ahli waris tanpa persetujuan dari Mamak Kepala Waris tersebut. Sebelumnya SS dan DD membuat Surat Ranji, Akta Pernyataan dengan Notaris yang sama yakni ESP. Pembuatan akta tersebut dilakukan dalam rangka pelepasan hak atas tanah. Notaris dianggap telah mengetahui adanya perbedaan bentuk tanda tangan yang ada dalam kartu identitas Mamak Kepala Waris dengan tanda tangan yang dilakukan oleh DD karena pembuatan akta sebelumnya. Hal tersebut juga dibuktikan dengan Hasil pemeriksaan laboratorium Kriminalistik No. LAB: 1461/DTF/2014 tanggal 4 Maret 2014. Oleh karena itu berdasarkan putusan tersebut penulis ingin menjelaskan bagaimana akibat hukum terhadap pelanggaran jabatan notaris yang dalam Surat Keterangan Warisnya memiliki Spurious Signature. ...... The control of testator's inheritance cannot be performed necessarily by the heir since the death of the testator. It must be preceded by making legal heir certificate. The main purpose of legal heir certificate is to prove the subject who is the heir of inheritance according to the law and how much each is earned. However, in making legal heir certificate, many violations were found such as heirs data manipulation, part of heirs acquisition even forgery of signature. Based on that explanation, the topic researched in this article is the law consequence of the notary's position violation in making legal heir certificate of the communal land which is indicated has spurious signature in supreme court Indonesian Republic decision No 634K/PID/2016. In that decision, forgery signature done by DD, friend from SS who is one of the heirs. SS asks DD to sign the legal heir certificate as Mamak head of inheritance, holders of power over the communal land and also as one the heir& without consent from Mamak head of inheritance. Previously SS and DD make a ranji letter, deed of declaration with the same notary namely ESP. The making of it was carried in order to release of land rightsThe notary is deemed to be aware of the different forms of signatures that are on Mamak head of inheritance identity card with DD Signature due of previous deed making. This is also proven by criminalistic laboratory investigation No. LAB: 1461/DTF/2014 on 4 march 2014 Therefore, based on the decision the writer wants to explain how the law consequence of the notary's position violation which is in legal heir certificate has spurious signature.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viondi Yunatan
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam hal terjadinya perwarisan, ahli waris tidak hanya mendapatkan hak atas kekayaan, akan tetapi juga kewajiban terhadap utang-utang dan beban-beban lain yang diakibatkan oleh perbuatan pewaris, termasuk di dalamnya kerugian akibat dari Perbuatan Melawan Hukum. Salah satu contohnya adalah pada putusan nomor 02/PDT.G/2010/PN.DPK, dimana Alm. Yusuf Setiawan selaku Direktur PT. Setiajaya Mobilindo didakwa melakukan korupsi dan meninggal pada saat persidangan. Kemudian gugatan perdata dilanjutkan kepada para ahli warisnya. Penelitian ini dilakukan secara normatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ahli waris bertanggung jawab atas akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pewaris (Alm. Yusuf Setiawan) yang berupa gugatan ganti kerugian, sedangkan perihal perbuatan melawan hukum itu sendiri tidak dapat dibebankan kepada para ahli waris.
ABSTRACT
In the case of inheritance, heiress not only get the right of property, but also an obligation to the debts and other expenses caused by the act of heir, including losses resulting from trot. One example is verdict No. 02/PDT.G/2010/PN.DPK, where Alm. Yusuf Setiawan as Director of Setiajaya Mobilindo LLC, charged with corruption and died during the trial. Then the civil suit, sued to the heiress. This research was conducted normative. Results from this study is that the heiress are responsible for the consequences of illegal actions carried out by the heir (Alm. Yusuf Setiawan) in the form of tort, while regarding tort itself cannot be passed on to the heiress.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>