Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ulfa Fadhilah Rachmawati
Abstrak :
Sehubungan dengan berlakunya UUPA, terhitung sejak tahun 1961 tidak ada lagi tanah yang dapat dikenakan Verponding Eropa, Verponding Indonesia dan Landrente/Pajak Bumi. Namun hingga saat ini, bentuk produk hukum atas pembayaran pajak tanah bekas hak barat seperti Eigendom Verponding masih digunakan sebagai dasar untuk melakukan kegiatan jual-beli tanah melalui pembuatan akta otentik, sehingga menimbulkan masalah mengenai kepemilikan atas tanah itu sendiri di kemudian hari. Berdasarkan dengan apa yang telah dirumuskan diatas, maka penulis bermaksud melakukan penelitian hukum dengan perumusan masalah mengenai kedudukan Eigendom Verponding sebagai bukti kepemilikan tanah dalam pembuatan suatu akta otentik pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 82/PK/PID/2017 dan posisi Notaris dalam pembuatan akta otentik mengenai peralihan hak atas tanah bekas hak barat. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan jenis data sekunder yang didapat dari studi kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Berdasarkan pada putusan tersebut, kedudukan Eigendom Verponding dalam pembuatan suatu akta otentik adalah merupakan suatu bukti yang menguatkan seseorang sebagai pemilik tanah asalkan riwayatnya jelas dan pemilik Eigendom Verponding tersebut memang benar adalah pemilik tanah yang bersangkutan sedangkan dalam menangani pembuatan akta otentik mengenai tanah bekas hak barat, posisi Notaris terbatas pada pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli, Akta Kuasa Menjual dan Akta Pelepasan Hak.
With respect to the entry into force of Basic Agrarian Law, starting from 1961, there is no land which can be charged with Verponding of Europe, Verponding of Indonesia, and Landrente Land Tax. However, until now, the form of a legal product on the payment of land tax from the former Western rights, such as Eigendom Verponding, is still used as the basis for buying and selling land through the issuance of authentic deed, so it causes a problem about the land ownership itself in the future. Based on what is formulated above, the researcher intends to conduct a legal research with a problem formulation about the position of Eigendom Verponding as the proof of land ownership in issuing an authentic deed in Supreme Court Decision No. 82 PK PID 2017 and the position of notary in issuing an authentic deed concerning the transition of land rights from former Western rights. This research used the normative juridical method with secondary data which were obtained from the literature study which consists of primary, secondary, and tertiary legal materials. Based on the verdict, the position of Eigendom Verponding in issuing an authentic deed is a proof for a person as the landowner as long as the history is obvious and the owner of Eigendom Verponding is truly the owner of the related land, while the position of notary, in handling the transition of land rights from the former Western rights, is only limited to issuing Deed of Sale and Purchase, Deed of Authority to Sell, and the Deed of Release of Right.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51071
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kei Hapetua
Abstrak :
Akta perjanjian perkawinan wajib dibuat dalam bahasa Indonesia. Namun pada praktiknya terdapat persoalan dimana para pihak yang terdiri dari 2 (dua) pihak, salah satu penghadapnya, yaitu WNA tidak mengerti bahasa Indonesia. Dalam hal ini Notaris digugat oleh penghadap WNA dengan surat gugatannya yang diputus oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Denpasar dalam Putusan Nomor 1308/Pdt.G/2019/PN.Dps. yang menyatakan bahwa akta perjanjian perkawinan yang dibuat Notaris tersebut batal dengan segala akibat hukumnya. Permasalahan dalam penelitian ini mengenai pelanggaran oleh Notaris terhadap akta perjanjian perkawinan yang merugikan warga negara asing dan alasan pembatalan akta perjanjian perkawinan para pihak dikaitkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 1308/Pdt.G/2019/PN.Dps. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian doctrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris adalah Notaris tidak menerjemahkan atau menjelaskan isi akta dalam bahasa yang dimengerti oleh penghadap dan tidak juga memanggil seorang penerjemah resmi untuk menerjemahkan atau menjelaskan isi akta tersebut, sehingga Notaris melanggar kewajiban jabatannya dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan akta perjanjian perkawinan tersebut menjadi batal demi hukum karena tidak memenuhi kekuatan hukum pembuktian lahiriah dan materiil. Selain memperhatikan pembuatan akta perjanjian perkawinan dalam UUJN, perlu melihat undang-undang terkait dalam pembuatannya, dalam hal ini Pasal 35 Undang-Undang Perkawinan (UUP) dan Pasal 21 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) mengenai harta bersama dan kepemilikan hak atas suatu tanah, sehingga tidak ada kontradiksi pada substansi pasal-pasalnya yang dapat merugikan WNA. Dengan dibatalkannya akta perjanjian perkawinan yang dibuat oleh para pihak tersebut, maka keadaan menjadi seperti semula dan harta tersebut menjadi harta campur bersama antara WNA dan WNI, sehingga para pihak wajib melepaskan hak milik tersebut dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dan hak tersebut hapus karena hukum dengan tanah jatuh kepada negara.  Berdasarkan hal tersebut, Notaris harus memberikan penyuluhan hukum terkait pembuatan akta dan perbuatan hukum yang akan dilakukan sebagaimana Pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN, sehingga para penghadap dapat teredukasi dengan baik dengan segala akibat-akibat hukum yang akan terjadi di kemudian hari. ......The marriage agreement deed must be made in the Indonesian language. However, in practice, there are problems where the parties consist of two  parties and one of the opponents, namely the foreigner, does not understand Indonesian. In this case, the Notary was sued by the foreign plaintiff with his lawsuit, which was decided by the Panel of Judges at the Denpasar District Court in Decision Number 1308/Pdt.G/2019/PN.Dps. stating that the marriage agreement deed made by the notary is null and void with all the legal consequences. The problems in this study regarding violations by a notary of the marriage agreement deed that harm foreign citizens and the reasons for canceling the marriage agreement deed of the parties are related to Denpasar District Court Decision Number 1308/Pdt.G/2019/PN.Dps. This study uses a form of doctrinal research. The results of the study show that the violation committed by the Notary is that the Notary does not translate or explain the contents of the deed in a language understood by the appearer and does not also call an official translator to translate or explain the contents of the deed, so that the Notary violates his position obligations in Article 16 paragraph (1) letter a of the Notary Office Law (UUJN) and the deed of the marriage agreement becomes null and void because it does not fulfill the legal force of proof outwardly and material. In addition to paying attention to the making of the marriage agreement deed in the UUJN, it is necessary to look at the relevant laws in making it, in this case Article 35 of the Marriage Law (UUP) and Article 21 of the Basic Agrarian Law (UUPA) regarding joint property and ownership of rights to a land, so that there are no contradictions in the substance of the articles that could harm foreigners. With the cancellation of the marriage agreement deed made by the parties, the situation will return to normal, and the property will become joint property between the foreigner and the Indonesian citizen, so that the parties are obliged to relinquish these ownership rights within a period of one  year, and these rights are nullified because the law with land falls to the state. Based on this, the Notary must provide legal counseling related to the making of the deed and legal actions that will be carried out as per Article 15 paragraph (2) letter e UUJN, so that appearers can be properly educated with all the legal consequences that will occur in the future.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafidh Dzaky Ardian
Abstrak :
Pengalihan piutang sebaiknya diimplementasikan dengan wujud akta otentik, yaitu dibuat dihadapan Notaris dan tidak dibuat dalam wujud akta dibawah tangan. Penelitian ini akan membahas mengenai akibat hukum dari pengalihan piutang terhadap debitur dan pemindahan perjanjian cessie dibawah tangan menjadi akta otentik terjadi apabila kreditur lama sedang dalam proses pailit. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dimana merupakan penelitian yang secara khusus meneliti hukum dan mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Dengan mendapatkan penalaran ini diharapkan mahir menjawab persoalan-persoalan yang tercantum dalam penelitian ini. Keberadaan perjanjian piutang secara cessie tidak akan mengikat ataupun memberikan dampak hukum kepada debitur apabila tidak diumumkan kepada debitur, secara tertulis tidak diakui atau disetujui oleh debitur. Dalam hal akan melakukan pemindahan perjanjian cessie (pengalihan piutang) yang dibuat dibawah tangan menjadi sebuah akta otentik, Notaris hendaklah memastikan secara langsung bahwa tidak ada pihak yang sedang bermasalah. Perjanjian cessie ini harus ditekankan kembali bahwa agar sah maka harus diketahui oleh pihak yang berutang (debitur). Peran Notaris dalam menunjukkan ketetapan hukum untuk membuat akta cessie di masyarakat wajib dimaksimalkan. Bagi para pihak yang hendak membuat Akta Cessie sebaiknya dimuat dalam akta otentik untuk mendapatkan kepastian hukum. ......The transfer of receivables should be implemented in the form of an authentic deed, which is made before a Notary and is not made in the form of a deed under the hand. This study will discuss the legal consequences of the transfer of receivables to the debtor and the transfer of an underhand cessie agreement into an authentic deed occurs when the old creditor is in the bankruptcy process. The form of research used in this research is normative juridical research which is a research that specifically examines the law and conducts systematization of written legal materials. By getting this reasoning, it is hoped that they will be proficient in answering the questions listed in this study. The existence of a cessie receivables agreement will not bind or give legal impact to the debtor if it is not announced to the debtor, in writing it is not recognized or approved by the debtor. In the case of transferring the cessie agreement (transfer of receivables) made under the hand into an authentic deed, the Notary must ensure directly that no party is in trouble. This cessie agreement must be emphasized again that in order to be valid it must be known by the debtor. The role of the Notary in showing legal provisions to make a cessie deed in the community must be maximized. For parties who want to make a Cessie Deed, it should be contained in an authentic deed to obtain legal certainty.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Yusuf
Abstrak :
Fokus pada penelitian ini adalah pada akibat hukum dalam pembuatan nominee yang dibuat di hadapan notaris serta pertanggungjawaban notaris dalam membuat akta nominee. Hal tersebut menjadikan adanya penyelundupan hukum yang mana nominee adalah perjanjian yang tidak di atur dan dilarang di dalam Sistem Hukum Indonesia dan merugikan banyak pihak, tidak hanya pemilik sertpikat hak milik atas tanah, namun juga merugikan pihak yang membuat perjanjian tersebut. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang akibat hukum pembuatan akta pernyataan yang berisi tentang perjanjian nominee yang dibuat di hadapan notaris. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah doktrinal. Adapun Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari penelusuran data kepustakaan yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa. Akibat hukum dalam praktik pembuatan akta pernyataan yang berisi tentang perjanjian nominee yang dibuat di hadapan notaris adalah tidak sah dan batal demi hukum, karena perjanjian nominee telah melanggar Sistem Hukum di Negara Indonesia dalam ketentuan peraturan KUHPerdata, perjanjian nominee tidak memenuhi syarat objektif sebagai syarat sah perjanjian mengenai sebab yang halal sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, selain itu dalam Sistem Hukum Pertanahan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan SEMA Nomor 10 Tahun 2020 perjanjian nominee tidak diperbolehkan dan dilarang. Adapun pertanggungjawaban notaris dalam membuat perjanjian nominee yang dituangkan kedalam akta autentik akan mendapat sanksi administratif dan perdata sebagaiamana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris dan KUHPerdata. ......The focus of this research is on the legal consequences of making a nominee in the presence of a notary and the responsibility of the notary in making a nominee deed. This creates legal smuggling where nominees are agreements that are not regulated and prohibited in the Indonesian Legal System and harm many parties, not only the owner of the land title certificate, but also the party who made it. The problem raised in this research is about the legal consequences of making a deed of statement containing a company nominee made before a notary. In this research, the method used is doctrinal in nature. The type of data used is secondary data obtained from searching library data which is then analyzed qualitatively. This research found that. The legal consequences in the practice of making a deed of statement containing a nominee agreement made before a notary are invalid and null and void, because the nominee agreement has violated the Legal System in Indonesia in the provisions of the Civil Code regulations, the nominee does not fulfill the requirements as a legal requirement. lawful reasons as regulated in Article 1320 of the Civil Code, apart from that in the Land Law System in Indonesia as stated in PP Number 24 of 1997 concerning Land Registration and SEMA Number 10 of 2020 nominees are not permitted and prohibited. The notary's responsibility in making a nominee agreement as outlined in an authentic deed will receive administrative and civil sanctions as regulated in Law Number 02 of 2014 on the Position of Notaries and the Civil Code.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abdoel Aziz
Abstrak :
Tesis ini membahas setoran pajak dalam pembuatan akta otentik. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 158/Pid.Sus/2019, TL divonis bersalah karena terbukti melakukan tindak pidana perpajakan berupa pemalsuan surat setoran PPh dan BPHTB. Tindak pidana tersebut dapat dilakukan dikarenakan ia mengetahui bahwa PPAT yang mempekerjakan dirinya yakni PPAT MS lalai mengecek surat setoran PPh dan BPHTB yang diserahkan olehnya. Terkhusus untuk PPh, PPAT MS juga lalai mengecek surat setoran PPh yang ia terima telah dilakukan penelitian terhadapnya atau belum. Untuk itu, dalam tesis ini akan dibahas mengenai tanggung jawab PPAT terhadap setoran pajak dalam pembuatan akta otentik dan juga tanggung jawabnya dalam hal tersebut berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 158/Pid.Sus/2019. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan studi dokumen melalui penelusuran literatur atas data sekunder. Metode pendekatan analisis yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa tanggung jawab PPAT terhadap setoran pajak dalam pembuatan akta otentik adalah dalam hal BPHTB PPAT wajib menerima surat setoran pajak sebelum membuatkan akta otentik. Sedangkan untuk PPh, PPAT juga wajib memastikan bahwasanya telah dilakukan penelitian terlebih dahulu terhadap surat setoran PPh yang diserahkan kepadanya. Apabila seorang PPAT mengabaikannya, maka ia dapat dikenakan sanksi administratif dan dimungkinkan juga untuk dituntut kerugian atas kelalaiannya. Atas kelalaian PPAT MS tidak mengecek apakah surat setoran PPh yang diterima olehnya telah diteliti terlebih dahulu atau belum, maka PPAT MS dapat dimintai pertanggungjawaban secara administratif dan perdata. Pertanggungjawaban secara administratif adalah dengan dikenakan sanksi administratif. Sedangkan pertanggungjawaban secara perdata dalam hal ini dituntut ganti kerugian melalui gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Penelitian ini kemudian memberikan saran agar PPAT senantiasa menjalankan ketentuan yang mengikat dirinya dalam hal menerima surat setoran PPh dan BPHTB dan mengecek surat setoran PPh sudah dilakukan penelitian atau belum. Pengecekan tersebut harus dilakukan karena merupakan tanggung jawabnya dan apabila diabaikan maka ia dapat dikenakan sanks ......This thesis discusses tax payments in making authentic deeds. Based on the Decision of the Cibinong District Court Number 158 / Pid.Sus / 2019, TL was convicted of being convicted of a tax crime in the form of forgery of income tax and BPHTB deposits. The criminal act could be committed because he knew that the PPAT who employed him, namely PPAT MS, failed to check the PPh and BPHTB deposit letters that were submitted by him. Particularly for PPh, PPAT MS also neglected to check the income tax deposit that he received had researched on it or not. For this reason, this thesis will discuss the PPAT's responsibility for tax payments in making authentic deeds and also its responsibilities in this regard based on the Cibinong District Court Decision Number 158 / Pid.Sus / 2019.. The research method used in this research is normative juridical, with study through literature for searching secondary data. The analytical approach method that used in this research is qualitative approach. From the research conducted, it is known that the PPAT responsibility for tax payments in making authentic deeds is in the case that BPHTB PPAT is obliged to receive a tax payment letter before making an authentic deed. As for PPh, PPAT is also obliged to ensure that an examination has been made of the PPh deposit letter submitted to him. If a PPAT ignores it, then he can be subject to administrative sanctions and it is also possible to sue for losses for his negligence. For the negligence of PPAT MS not to check whether the PPh deposit letter received by him has been examined or not, then PPAT MS can be held accountable administratively and civil. Administrative responsibility is subject to administrative sanctions. Meanwhile, civil liability, in this case, requires compensation through a claim for default and actions against the law. This research then provides suggestions for PPAT to always carry out the provisions that bind itself in terms of receiving PPh and BPHTB deposit letters and checking the PPh deposit documents whether research has been carried out or not. This check must be carried out because it is his responsibility and if it is ignored, he will be subject to sanctions
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tria Ayu Norma Ardani
Abstrak :
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN. Dalam menjalankan jabatannya tidak luput dari kesalahan sehingga dapat dikenakan hukuman. Hukuman diberikan oleh Lembaga Peradilan Umum maupun dari Majelis Pengawas Notaris secara berjenjang. Diperlukan koordinasi antara keduanya dalam hal ini MA dan MPPN untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan dan menjatuhkan sanksi terhadap Notaris. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif terhadap efektifitas asas-asas, sistematika hukum. Hasil penelitian menyarankan dilakukan koordinasi antara MA dan MPPN demi menjaga kehormatan profesi Notaris. ...... A notary public is a public officer who is authorized to make an authentic deed and other authorities referred to in UUJN. In running his Office did not escape the error so it can be subject to punishment. The penalty given by the judiciary of the House of Assembly or public Notary hierarchical Supervisor. Coordination is required between the two in this MA and MPPN to conduct surveillance, investigations and impose sanctions against the notary. This research uses the juridical normative method against the effectiveness principles, legal Systematics. Research results suggest that made coordination between MA and MPPN in order to maintain the honor of the profession of notary public.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemuning Senja Ramadana
Abstrak :
Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT adalah pejabat yang oleh undang-undang diberikan kewenangan untuk membuat akta otentik. Akta Otentik adalah alat bukti yang memiliki kekuatan sempurna, oleh karena itu sudah selayaknya pejabat yang berwenang untuk membuat akta tersebut harus menjaga produk yang dihasilkannya. Adanya unsur kesalahan dalam pembuatan akta otentik dapat mengakibatkan Notaris dan PPAT patut diduga melakukan tindak pidana, lalu bagaimana tanggungjawab Notaris dan PPAT dalam membuat akta otentik yang mengandung unsur pemalsuan surat, dan bagaimana kedudukan akta otentik yang terbukti mengandung unsur pemalsuan surat, dalam menjawab permasalahan tersebut tesis ini menggunakan metoda yuridis normatif, dengan menganalisis masalah tersebut melalui bahan hukum sekunder yaitu bahan literatur kepustakaan dan peraturan perundang-undangan. Maka PPAT/Notaris dan dapat dimintai pertanggungjawabannya secara pidana, apabila terbukti ada unsur kesalahan dalam pembuatan akta otentik, dan akta otentik yang terbukti ada unsur pemalsuan di dalamnya dapat menjadikan akta otentik menjadi akta di bawah tangan.
Notary and Land Deed Official PPAT is an officer who by law are authorized to create an authentic deed. An authentic deed is evidence that the strength of perfect, therefore it is proper authorities to make such deed must keep the products it produces. The element of error in making authentic act can result Notary and PPAT reasonably suspected of committing a crime, then how responsibilities Notary and PPAT in making authentic act containing elements of forgery, and how to position the authentic act is proven to contain elements of forgery, in addressing these problems this thesis using normative juridical method, by analyzing the problem through secondary law which is material literature literature and legislation. Notary and PPAT then be held criminally accountable, if it is proven there is an element of error in making authentic deed and authentic act that proved there was an element of forgery in it can make authentic deed into a deed under hand.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47330
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriyah Husein
Abstrak :
Notaris selaku PPAT dalam menjalankan jabatannya mengacu kepada ketentuan hukum sesuai koridor hirarkhi perundang-undangan yang berlaku secara mengikat. Adanya perbedaan prosedur pembuatan akta jual beli secara otentik sebagai syarat permohonan pembebasan BPHTB sesuai Peraturan Gubernur Nomor 193 Tahun 2016 secara materil harus tetap mengacu kepada ketentuan yang berlaku diatasnya sebagai landasan hukum bagi Notaris selaku PPAT menandatangani Akta Jual Beli. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan mengaitkan norma-norma hukum yang berlaku yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini. Seluruh data yang dikumpulkan berdasarkan studi dokumen dan wawancara dengan narasumber untuk mendukung analisa penulis diolah dan dianalisa secara kualitatif dengan melakukan sistematika terhadap penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga menghasilkan data secara kualitatif. Atas dasar demikian, penulis dapat membuat kesimpulan bahwa dengan berlakunya Peraturan Gubernur Nomor 193 Tahun 2016 pelaksanaan Jabatan Notaris selaku PPAT harus mengacu kepada ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku. Sebelum atau pada saat penandatangan Akta Jual Beli Notaris selaku PPAT harus memastikan bahwa BPHTB terutang sudah dipenuhi. Untuk permohonan pembebasan 100 seratus persen atas BPHTB karena Jual Beli, Notaris selaku PPAT tetap tidak dapat melampirkan akta otentik untuk memenuhi ketentuan Peraturan Gubernur Nomor 193 Tahun 2016.
Notary as Land Deed Official PPAT in performing their function refers to the applicable legal provisions in accordance with legally binding legislation hierarchical corridors. The difference procedure in authentic sale and purchase deeds inception as BPHTB exemption request requirement in pursuant with Governor Regulation Number 193 Year 2016 materially must be reffering to the applicable provision above as a legal basis for Notary as PPAT in legalized Deed of Sale and Purchase. The study uses normative juridical research methods, by associating the applicable legal norms related to the problems in the study.The data collected based on document study and interview the sources aim to support writer analysis, processed and analyzed in qualitative method by systemizing the practice of applicable law and regulation, which resulting qualitative data. Writer rsquo s conclusion based on prior explanation is the implementation of Governor Regulation Number 193 Year 2016 regarding Notary Function As PPAT must be in accordance with the applicable law and regulations. Prior or in the legalization of Deed of Sale and Purchase, Notary as PPAT must confirm that unpaid BPHTB is already settled. Request of 100 one hundred percent exemption of BPHTB due to Sale and Purchase, authentic deed legalization by Notary as PPAT cannot be accommodated even to comply Governor Rule Number 193 Year 2016.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48525
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal Riyadi
Abstrak :
Notaris berwenang untuk membuat akta autentik salah satunya akta perjanjian kredit.Dalam pembuatan akta autentik diperlukan pulasaksi untuk mengamati dan menjamin bahwa pembuatan akta tersebut telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana kewenangan dan kewajiban saksi dalam akta perjanjian kredit yang dibuat dihadapan Notaris dan kedudukan hukum saksi dalam Akta Perjanjian Membuka Kredit yang dibuat dihadapan Notaris RP. Dalam Akta Perjanjian Membuka Kredit yang dibuat dihadapan Notaris RP terdapat pencantuman pihak yang kedudukan hukumnya tidak diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Pihak tersebut berasal dari karyawan Bank yang turut menyaksikan penandatanganan akta perjanjian kredit. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan tipologi penelitian deskriptif analitis. Kedudukan hukum pihak tersebut dalam suatu akta perjanjian kredit yang dibuat dihadapan Notaris diperlukan untuk menjamin dan melindungi kepentingan para pihak berkaitan dengan perbuatan hukum yang akan dicantumkan dalam Akta Notaris.
Notaries are authorized to make an authentic deed one of which is a credit agreement. In making authentic deeds, witnesses are required to observe and ensure that the deed is in accordance with the provisions of applicable laws and regulations. In this study explains how the authority and obligations of witnesses in the credit agreement deed made before the Notary and the legal standing of witnesses in the Deed of Credit Opening Agreement made in front of Notary RP. In the Deed of Credit Opening Agreement made in front of Notary of RP there is found a party whose legal status is not stipulated in the Law of the Notary. The parties are from Bank employees who also witnessed the signing the deed of credit agreement. This research uses normative juridical research with typology research using analytical descriptive research. The legal status of that party in a credit agreement made in front of Notary is required to guarantee and protect the interests of the parties in relation to legal actions to be included in the Notarial Deed.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51496
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviyanti
Abstrak :
Komponen dalam kerjasama yang berpotensi menimbulkan permasalahan hukum salah satunya adalah pemberian kuasa, dalam pemberian kuasa ini dilaksanakan melalui proses hukum yang dapat melibatkan peran Notaris untuk membuat akta kuasa secara autentik. Dalam hal ini, Penulis mengangkat dua permasalahan yaitu: kesatu, bagaimana tanggung jawab Notaris yang membuat akta kuasa? Kedua, bagaimanan dampak Akta Pencabutan Kuasa berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 22/Pdt.G/2015/PN Bna? Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, jenis data yang digunakan, Penulis menggunakan jenis data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa selama Notaris menjalankan tugas dan jabatannya sesuai dengan prosedur, maka dalam hal ini Notaris tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya karena Notaris bukan pihak dalam Akta tersebut. Tetapi pencabutan kuasa ini harus dilakukan oleh para pihak atau melalui pengadilan. Sedangkan, jika dalam kuasa tersebut belum ada pemenuhan prestasi, maka pada prinsipnya kuasa tersebut dapat dicabut. Dampak dari pembuatan Akta Pencabutan Kuasa yang dibuat oleh Pemberi Kuasa tanpa persetujuan Penerima Kuasa, dalam hal sudah ada prestasi yang dilakukan oleh Penerima Kuasa, maka merupakan perbuatan melawan hukum. Sehingga, Pemberi Kuasa dapat dimintakan tanggung jawab berupa ganti rugi.
The component in cooperation that has the potential to cause legal problems one of them is the granting of Authority, in the granting of this Authority is carried out through legal process that may involve the role of notary to create a deed of Authorization systemically. In this case, the Author raises two issues, namely, first, how the responsibility of the notary in creating the law construction of Authorization Deed, second, how the effect of the revocation of the Authorization Deed based on the Verdict of Banda Aceh District Court Number 22/Pdt.G/2015/PN.Bna. The type of this research method is normative juridical research method, the Author uses the type of secondary data which is obtained from literature study. The results of this study convey that during this notary can not be asked a responsibility because notary is not a party on the deed. but the revocation of the Authorization Deed must be done by the parties or through the District court. Whereas, if on that Authorization Deed has no obligation compliance yet, so in the principle, the Authorization Deed can be revoked. The effect of the revocation of the Authorization Deed which is made by the grantor without the consent of the proxy in the event of an obligation compliance which has been performed by the proxy, so that case means unlawful action. Therefore the grantor may be liable for a compensation.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>