Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Ariyanti
"ABSTRAK
Program telehealth di Indonesia dapat menjangkau masyarakat yang berada di daerah terluar dan perbatasan, dimana fasilitas pelayanan kesehatan belum merata ketersediaannya. Penelitian ini bertujuan memperoleh potensi implementasi telehealth di Indonesia dengan menggunakan pendekatan analisis dari segi ekonomi dan teknologi. Metode penelitian menggunakan pendekatan data kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Perhitungan biaya program telehealth dalam penelitian ini direncanakan untuk puskesmas yang berada di daerah tertinggal di seluruh Indonesia dalam kurun waktu lima tahun (2016-2020). Hasil kajian menunjukkan bahwa biaya program telehealth untuk sektor kesehatan di Indonesia cukup besar. Biaya terbesar pada tahun keempat yaitu berkisar Rp 180 Miliar. Meskipun demikian biaya tersebut masih terjangkau dari anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk Kementerian Kesehatan. Program telehealth juga dapat menjadi tonggak untuk implementasi Internet of Things di sektor kesehatan bagi masyarakat publik. Maka dari itu, implementasi telehealth sangat mungkin diterapkan di Indonesia."
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika,Badan Penelitian dan Pengembangan SDM, Kementerian Komunikasi dan Informatika , 2017
302 BPT 15:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gregorius Dimas Herlambang
"Akses layanan kesehatan bagi Orang dengan HIV AIDS (ODHA) di masa pandemi dirasakan lebih berat, selain adanya ketakutan tertular Covid-19, stigma negatif masyarakat dirasakan masih besar. Upaya yang sesuai dengan kondisi ini adalah dengan menyediakan layanan telemedis khusus bagi ODHA. Saat ini belum ada penelitian yang secara khusus membahas pengukuran yang bisa digunakan untuk layanan telemedis bagi ODHA. Penelitian ini mencoba memetakan penelitian-penelitian terkait kepuasan layanan telemedis ODHA lima tahun terakhir dengan menggunakan metode Scoping Review dari empat online database. Hasil yang didapatkan adalah perlunya memakai kuesioner tervalidasi seperti Telemedicine Satisfaction Questionnaire, Telemedicine Satisfaction Usability Questionnaire dan System Usability Scale dan meninjau aspek kualitas konten, kemudahan penggunaan, kegunaan, akseptabilitas, kebutuhan pengguna dan kekhawatiran. Dibutuhkan peningkatan kuantitas dan kualitas penelitian di negara berkembang dan menekankan penggunaan kuesioner teruji dan metode mixed method difasilitasi dengan rekomendasi aplikasi statistik kuantitatif seperti STATA dan kualitatif seperti NVivo 10. Selain itu, disarankan untuk meningkatkan penelitian lanjutan untuk mengukur efisiensi maupun efektifitas telemedis untuk ODHA dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kepuasan maupun kesuksesan implementasi telemedis ODHA, khususnya di Indonesia.

Access to health services for people living with HIV AIDS (PLWHA) during the pandemic is felt to be more difficult, in addition to the fear of contracting Covid-19, negative stigma from the community is still felt. Efforts that are in accordance with this condition are to provide special telemedicine services for PLWHA. Currently, there is no research that specifically discusses measurements that can be used for telemedicine services for PLWHA. This study attempted to map studies related to the satisfaction of telemedicine services for PLWHA in the last five years using the Scoping Review method from four online databases. The results obtained are the need to use validated questionnaires such as the Telemedicine Satisfaction Questionnaire, Telemedicine Satisfaction Usability Questionnaire and System Usability Scale and review aspects of content quality, ease of use, usability, acceptability, user needs and concerns. There is a need to increase the quantity and quality of research in developing countries and emphasize the use of tested questionnaires and mixed methods facilitated by the recommendation of quantitative statistical applications such as STATA and qualitative such as NVivo 10. In addition, it is recommended to increase further research to measure the efficiency and effectiveness of telemedicine for PLWHA and what factors are associated with satisfaction and successful implementation of telemedicine for PLWHA, especially in Indonesia.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman Wahid
"Aplikasi telemedis berbasis Wireless Body Area Network (WBAN) menjadi salah satu objek penelitian yang mulai banyak dikembangkan di bidang telekomunikasi. Selain karena manfaatnya yang besar dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, peralatan telemedis juga memiliki kelebihan dalam konsumsi daya yang rendah, mobilitas, dan kemudahan dalam melakukan pengawasan kesehatan pasien. Salah satu aplikasi untuk mendukung aplikasi tersebut adalah melalui perangkat yang dapat dipakai (wearable application) menggunakan antena tekstil. Beberapa literatur telah banyak mengembangkan antena untuk wearable application namun kebanyakan merupakan perangkat yang bersifat elektrik atau antena magnetik untuk satu frekuensi kerja. Kelemahan antena elektrik adalah ada atau tidaknya tubuh manusia di dekat antena tersebut sangat mempengaruhi kinerja antena.
Oleh karena itu, pada tesis ini dibuat antena tekstil yang bersifat magnetik dan memiliki frekuensi ganda (dualband) yang diletakkan pada model tubuh manusia yang berupa phantom numerik untuk mengetahui pengaruh tubuh manusia terhadap kinerja antena. Simulasi antena menggunakan phantom numerik yang terdiri dari 3 lapisan tubuh yaitu kulit, lemak, dan otot dengan ketebalan masing-masing berturut-turut 2 mm, 4 mm, dan 54 mm.. Ukuran phantom numerik tersebut memiliki panjang 400 mm dan lebar 400 mm. Nilai konstanta dielektrik (ɛr) phantom numerik pada frekuensi 2,45 GHz adalah 5,28 untuk lemak, 52,73 untuk otot, dan 42,85 untuk kulit. Pada frekuensi 924 MHz adalah 5,46 untuk lemak, 41,28 untuk kulit, dan 56,82 untuk otot. Sementara itu konduktivitas (σ) phantom pada frekuensi 2,45 GHz sebesar 0,104517 S/m pada lemak, 1,738776 S/m pada otot, dan 1,591923 S/m pada kulit. Untuk frekuensi 924 MHz sebesar 1,00443 S/m pada otot, 0,051615 S/m pada lemak, dan 0,874705 untuk kulit.
Hasil simulasi antena menunjukkan bahwa antena bersifat magnetik dan mampu bekerja pada dua frekuensi yaitu 924 MHz dan 2,45 GHz. Hasil simulasi antena tanpa phantom menunjukkan nilai S11 pada frekuensi 924 MHz sebesar -27,307 dB dan pada frekuensi 2,45 GHz sebesar -14,797 dB. Bandwidth yang diperoleh untuk S11 ≤ -10 dB pada frekuensi 924 MHz sebesar 11 MHz dan pada frekuensi 2,45 GHz sebesar 20 MHz. Gain antena yang diperoleh pada kondisi udara bebas sebesar -22,4 dBi untuk frekuensi 924 MHz dan -6,911 dBi untuk frekuensi 2,45 GHz. Sementara itu, ketika antena diletakkan dekat dengan phantom, hasil simulasi menunjukkan bahwa pada jarak 0 mm (menempel tubuh), nilai gain antena untuk frekuensi 924 MHz menjadi -22,71 dBi dan pada frekuensi 2,45 GHz menjadi -10,72 dBi. Nilai SAR yang diperoleh ketika antena diletakkan di dekat tubuh masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh ICNRIP yaitu di bawah 2 W/kg.
Hasil pengukuran antena pada kondisi udara bebas menunjukkan nilai S11 pada frekuensi 924 MHz sebesar -21,45 dBi dan pada frekuensi 2,45 sebesar -19,47 dBi. Antena diukur di dekat tubuh manusia dan phantom dengan karaktersitik untuk frekuensi 924 MHz dan 2,45 GHz. Hasil pengukuran antena di dekat tubuh dan phantom masih memenuhi standar S11 yaitu di bawah -10 dBi. Hal ini menunjukkan bahwa ada tidaknya tubuh manusia tidak mempengaruhi kinerja antena.

Wireless Body Are Network (WBAN) telemedicine application is becoming one research object that developing in telecommunication sector. It is not only because the benefits in upgrading health service qualities, but also the advantages in low power consumptions, mobility and practical patient control. One of the application that support WBAN system is practicing wearable application using textile antenna. Some literatures have developed wearable application system yet. Most of them are implementing electricity tools and working only for single frequency. The disadvantages of electric antenna is the performance of the antena depend on the presence of human body near the component.
Based on that statement, in this thesis designed magnetic textile antenna that have double frequency system ( dual band) will be placed on phantom numeric human body model to discover the impact of human body on the antenna?s performance. The pantom numeric antenna simulation consist from 3 body?s layers : skin , fat , muscle with the thickness for each 2 mm, 4 mm and 54 mm. Phantom numeric numbers are 400 mm long and 400 width. Dielectric constant value of phantom numeric on 2.45 GHz frequency is 5.28 for the fat, 52.73 for muscle, and 42.85 for skin. On 924 MHz number are 5.46 for the fat,41.28 for skin and 56.82 for muscle. While phantom conductivity on 2.45 GHz frequency are 0.104517 S/m for fat, 1.738775 S/m for muscle, 1.591923 S/m for skin. On 924 MHz frequency area 1.004436 S/m for muscle, 0.051615 S/m for fat, and 0.08747 S/m for skin.
The antena simulation result shows that the antena is magnetic and works on 2 frequencies those are 924 MHz and 2.45 GHz. The simulation result without phantom shows S11 value on 924 MHz frequency is -27,307 dB and -14,797 dB on 2.45 GHz frequency. Bandwidth that resulted for S11 ≤-10 dB on frequency 924 MHz is 11 MHz and on frequency 2.45 GHz is 21 MHz. Antenna gain resulted on free space condition is -22.4 dBi for frequency 924 MHz and -6.91 dBi for frequency 2.45 GHz. While antenna placed near the phantom , it shows that on 0 mm of space (attached on the body) antenna gain value for frequency 924 MHz is -22.71 dBi and on frequency 2.45 GHz is -10.72 dBi. SAR value that resulted when antenna placed near the body is still occupy the standard that stated by ICNRIP that is below 2 W/kg.
Measurement result on free space condition shows that |S11| value on 924 MHz frequency is -21,45 dBi and on frequency 2,45 GHz is -19,47 dBi. Antena has been measured near human body and phantom for frequency 924 MHz and 2,45 GHz. The results are still occupy the standard of S11, that is below -10 dBi. That means performance of the antenna is not influenced by the presence of human body or phantom near the component."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T41857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fery Rahman
"ABSTRAK
Pengguna internet di Indonesia pada tahun 2014 dilaporkan sebanyak 88,1
juta, 75 juta diantaranya adalah pengguna smart-phone. Adanya fitur aplikasi
memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi serta pemenuhan kebutuhan
sehari-hari. Perkembangan yang sangat pesat dibidang teknologi informasi tentu
saja berdampak terhadap dunia kesehatan, Telemedis merupakan metode baru
dalam pelayanan kesehatan. Telemedis adalah penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi yang digabungkan dengan kepakaran medis untuk memberikan
layanan kesehatan, mulai dari konsultasi, diagnosa sementara dan perencanaan
tindakan medis, tanpa terbatas ruang atau dilaksanakan dari jarak jauh, sistem ini
membutuhkan teknologi komunikasi yang memungkinkan transfer data berupa
video, suara, dan gambar secara interaktif yang dilakukan secara real time.
Telemedis sangat bermanfaat bagi masyarakat, diantaranya selain dapat langsung
berkonsultasi secara online juga menghemat waktu, efisiensi biaya transportasi
dan operasional. Manfaat telemedis sangat dirasakan bagi masyarakat yang
tinggal di daerah terpencil yang jauh dari fasilitas kesehatan. Telemedis juga
bermanfaat dakam mengurangi angka rujukan maupun penanganan langsung oleh
dokter spesialis, sehingga penanganan pertama bisa dilakukan oleh dokter umum
sebagai gate-keeper pelayanan kesehatan. Namun ada permasalahan hukum dari
telemedis ini, yakni belum adanya regulasi permenkes yang mengatur pelayanan
serta standarisasi pelaksanaannya. Informed consent, kerahasiaan data pasien, dan
rekam medis menjadi hal yang sangat serius diperhatikan dalam pelayanan
Telemedis sesuai acuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dengan
adanya telemedis, harapannya mutu pelayanan kesehatan lebih baik dikarenakan
telemedis bukanlah upaya kuratif yang menegakkan diagnosa maupun sebagai
upaya pemberian resep (tele-prescription) namun Telemedis memperkuat upaya
konsultasi, edukatif, promotif dan preventif kesehatan seseorang, sehingga
seseorang akan mendapatkan umpan balik self-care dan follow up-care

ABSTRACT
Internet users in Indonesia in 2014 was reported as 88.1 million, 75 million of
them are smart-phone users. Their application feature allows people to access
information and the fulfillment of their daily needs. The rapid development of
information technology in the field of course affect the health of the world,
Telemedicine method is new in health care. Telemedicine is the use of
information and communication technologies combined with the expertise of
medical staff to provide health services, start from consultation, suspect diagnosis
and how to planning of medical action, without being confined space or
conducted remotely, the system requires a communication technology that enables
the transfer of data such as video, voice and images interactively performed in real
time. Telemedicine may have beneficial for the community, including in addition
to directly online consultation and also saves much time, transportation costs are
cheaper and the operational being more efficiency. Telemedicine have many
benefits, such as for the people who live at remote areas which so far from health
facilities. Telemedicine is also very useful in reducing the number of reference
and handling of directly by specialist doctors, so the first treatment can be
performed by a general practitioner as the gate-keeper of health services.
However, there are legal issues of this telemedicine, that telemedicine does not
have any regulations and standardized implementation services. Informed consent,
confidentiality of patient data and medical records into a very serious thing to be
considered in accordance reference Telemedicine service regulations and
legislation in force. With the telemedicine, hopefully more better quality of health
care, because it is not curative that can give the absolutely diagnosis and attempt
prescribing (tele-prescription). But Telemedicine can be strengthen the efforts of
consultation, education for patients, promotive and preventive health, that person
will get feedback like self- care and follow-up care;"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larastasya Bamba Lati
"Latar belakang: Nyeri punggung bawah (NPB) umum dikonsultasikan ke layanan kesehatan. Nyeri persisten menyebabkan penurunan kualitas hidup dan aktivitas. Pengobatan efektif NPB tidak memadai. Telemedis hadir sebagai layanan kesehatan yang cepat, murah dan mudah untuk deteksi dini dan intervensi. Status pasien yang pernah atau belum pernah didiagnosis dapat mempengaruhi keputusan tatalaksana farmakologi dan rujukan. Oleh karena itu, penelitian ini akan membandingan keputusan tatalaksana farmakologi dan rujukan pada pasien NPB yang pernah dan belum pernah didiagnosis pada layanan telemedis. Diharapkan penelitian ini dapat berguna untuk perkembangan layanan telemedis di Indonesia.

Metode: Penelitian menggunakan desain analitik potong lintang dari database Halodoc pada bulan Maret-April 2020. Pasien dikategorikan menjadi pernah dan belum pernah didiagnosis berdasarkan riwayat penyakit dan diagnosis dokter telemedis. Tatalaksana farmakologi dan rujukan diketahui dari kalimat ‘Doctor Referral’, ‘Prescription’, dan saran oleh dokter telemedis. Hasil: Dari 109 sampel, ditemukan bahwa pasien NPB yang belum pernah didiagnosis memiliki persentase tatalaksana farmakologi yang lebih tinggi (84,1%), sedangkan pasien NPB yang pernah didiagnosis memiliki persentase tatalaksana rujukan yang lebih tinggi (40,6%). Walaupun demikian, hasil uji chi-square menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara keputusan tatalaksana farmakologi (p=0,260) dan rujukan (p=0,326) pada pasien NPB yang pernah dan belum pernah didiagnosis pada layanan telemedis.Kesimpulan: Tidak ada perbedaan yang bermakna antara keputusan tatalaksana farmakologi dan rujukan pada pasien NPB yang pernah didiagnosis dan yang belum pernah didiagnosis sebelumnya pada layanan telemedis di Indonesia. Penelitian selanjutnya memerlukan sampel lebih banyak dan seimbang untuk kedua variabel.

Kata kunci: telemedis, pasien, nyeri punggung bawah, tatalaksana farmakologi, rujukan


Introduction: Low back pain (LBP) is generally consulted. Persistent pain causes decreased quality of life and activity. Effective treatment of LBP is inadequate. Telemedicine is present with its advantages in early detection and intervention. The patient status can influence pharmacological management decisions and referrals. Therefore, this study will compare pharmacological treatment decisions and referrals to LBP patients who have and have never been diagnosed at telemedicine services. It is hoped that this research can be useful for the development of telemedicine services in Indonesia. Method: This cross-sectional analytic study used Halodoc database source in March-April 2020. Patients were categorized into patients who had and had never been diagnosed by telemedicine doctors. Pharmacological management and referrals are known from the 'Doctor Referral', 'Prescription', and advice by telemedicine doctors. Result: From 109 samples, it was found that LBP patients who had never been diagnosed had a higher percentage of pharmacological treatments (84.1%), while LBP patients who had been diagnosed had a higher percentage of referral treatments (40.6%). However, the chi-square test results showed that there was no significant difference between pharmacological treatment decisions (p=0.260) and referrals (p=0.326) in LBP patients who had and had never been diagnosed with telemedicine services. Conclusion: There is no significant difference between pharmacological management decisions and referrals to patients with LBP who have been diagnosed and who have never been diagnosed before at telemedicine services in Indonesia. Future research requires more samples and balance for both variables."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Putri Salsabila
"Pandemi COVID-19 membuat pelayanan kesehatan non-COVID-19 terganggu, salah satunya adalah perawatan untuk penyakit kronis. Kanker merupakan salah satu penyakit kronis dengan tingkat mordibitas dan mortalitas tertinggi di dunia. Pengobatan kanker memberikan dampak yang cukup luas dari sisi fisik, psikologis, sosial, finansial, hingga spiritual. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan dampak yang ditimbulkan oleh pengobatan kanker adalah dengan melakukan perawatan paliatif. Selama pandemi COVID-19, akibat adanya kebijakan pembatasan sosial, perawatan paliatif dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, yaitu dengan telemedis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas telemedis dalam untuk perawatan paliatif bagi pasien kanker selama pandemi COVID-19. Penelitian ini menggunakan metode literature review. Pencarian studi dilakukan melalui online database, seperti PubMed, ScienceDirect dan SpringerLink dengan kata kunci “telemedicine” OR “telehealth” OR “digital health” AND “cancer palliative care” OR “cancer supportive care” AND “COVID-19 Pandemic” OR “Pandemic” OR “COVID-19”. Setelah itu, ditemukan 7 studi terinklusi. Efektivitas dinilai dari perubahan nyata pada hasil. Terdapat 3 studi yang menyatakan bahwa penggunaan telemedis dalam perawatan paliatif bagi pasien kanker selama pandemi COVID-19 teruji efektif terlihat dari kepuasan pasien dan keluarga atau pengasuh mereka yang mendorong mereka untuk terus melakukan perawatan, 2 studi yang menunjukan adanya peningkatan Quality of Life score pada pasien, dan 2 studi lainnya yang memberikan kesimpulan faktor- faktor yang mempengaruhi pengimplementasian telemedis untuk perawatan paliatif pasien kanker selama pandemi COVID-19. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan telemedis efektif untuk perawatan paliatif bagi pasien kanker selama pandemi COVID-19.

COVID-19 pandemic has disrupted the other health care services, one of them is the treatment for chronic diseases. Cancer is one of the chronic diseases with the highest mordibity and mortality rate in the world. Cancer treatment has a wide impact for the patients and their families in terms of physical, psychological, social, financial, and spiritual. In need to control the effects of cancer treatment, health care providers need to provide a palliative care for the patients. During the COVID-19, due to the social restriction policy, palliative care can be carried out by utilizing the development of information and communication technology, namely by telemedicine. This study aims to determine the effectiveness of telemedicine on palliative care for cancer patients during COVID-19 pandemic. This study used a literature review method. Study searches were conducted through online database, such as PubMed, ScienceDirect, and SpringerLink with the keywords “telemedicine” OR “telehealth” OR “digital health” AND “cancer palliative care” OR “cancer supportive care” AND “COVID-19 Pandemic” OR “Pandemic” OR “COVID-19”. There are 7 included studies founded. Effectiveness is determined by the apparent change in results. A total of 3 studies showed a high satisfaction of the services from the patients and their families or caregivers, which leads them to continue the care, 2 studies showed a significant improvement in patient’s Quality of Life score, and 2 other studies explain some factors that influence the cancer patients to use telemedicine for palliative care during COVID-19 pandemic. It can be concluded that the use of telemedicine is effective on palliative care for cancer patients during the COVID-19 pandemic.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library