Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Faris Prasetyo Makarim
"Peraturan mengenai kewajiban memungut Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak dan objek yang dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai diatur di dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai. Pelaksanaan dan tata cara pemungutan Pajak Pertambahan Nilai diatur di dalam Undang-undang 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Di dalam UU No. 28 tahun 2007 tersebut diatur pula pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dan juga sanksi apabila seorang Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya. Namun, masalah kemudian timbul terkait kapan kewajiban perpajakan dari Pengusaha Kena Pajak itu timbul. Tidak ada pengaturan lebih lanjut dalam UU No. 28 tahun 2007 dan justru dalam UU No. 28 tahun 2007 terdapat pengaturan yang berimplikasi paradoks terhadap UU No. 42 Tahun 2009 terkait dengan kewajiban memungut Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Oleh karena itu dengan penelitian yang bersifat yuridis normatif maka tulisan ini akan menganalisis peran Wajib Pajak serta Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana terjadi dalam kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XIV/2016. Dari penelitian ini dapat ditemukan bahwa masih terdapat kekosongan hukum terkait pengaturan kewajiban perpajakan Pengusaha Kena Pajak.
The regulations governing Value-Added Tax is Law No. 42 of 2009 on Value-Added Tax. The implementation of the Value-Added Tax is regulated in Law No. 28 of 2007 on General Provision and Taxation Procedure. Law No. 28 of 2007 regulates how to appoint someone to be a Taxable Entrepreneur/Enterprise. Nonetheless, problems then arise related to when is the tax obligation begins. No regulations regulate those things, and paradoxical interpretations arise between Law No. 42 of 2009 and Law No. 28 of 2007 related to Taxable Entrepreneur Obligations. Therefore, using Normative and Juridical methods in this study will try to conclude and analyze the taxpayers and the IRS’ role in conducting the Value-Added Tax activities based on Constitutional Court’s Verdict No.13/PUU-XIV/2016. Build upon the case mentioned before; it concluded that there is still a legal uncertainty regarding the regulation that governs when the Taxable Entrepreneur’s tax obligations are begin. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Andy Syah Putra Kho
"Perhitungan branch profit tax (BPT) untuk BUT Usaha Jasa Konstruksi dilakukan berdasarkan pembukuan yang sudah dikoreksi fiskal. Terdapat ambiguitas di dalam pelaksanaan perhitungan dasar pengenaan branch profit tax tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dasar pengenaan branch profit tax BUT usaha jasa konstruksi ditinjau dari asas certainty. Penelitian ini juga melakukan analisis di dalam penerapan dasar penganaan branch profit tax pada BUT X. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa kepastian hukum atas kepastian subjek dan objek telah terpenuhi dalam pengenaan branch profit tax BUT usaha jasa konstruksi. Namun kepastian hukum dalam dasar pengenaan branch profit tax BUT usaha jasa konstruksi masih belum terpenuhi karena menimbulkan ambiguitas. Diperlukan aturan khusus dan aturan pelaksanaan perhitungan branch profit tax terhadap BUT usaha jasa konstruksi.
Branch profit tax (BPT) calculation on construction service permanent establishment should be calculated based on accounting method and fiscal correction. There is an issue of ambiguity in implementation of branch profit tax base for construction service permanent establishment. This research use qualitative approach. This research aims to analyze branch profit tax base onconstruction service permanent establishment in tems of certeinty principle. This research also analyze implementation of branch profit tax base on BUT X. The result of this research shows that certainty principle has been fulfilled on tax subjct and tax object. However, the policy has not fulfilled the certainty principle in implementation of branch profit tax base. The government should regulate special policy or implementation instruction to impelementate branch profit tax calculation on construction service permanent establishment."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Alifa Rahmadia Putri
"Pada penelitian ini akan membahas mengenai pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) atas Bandara Internasional Hang Nadim Kota Batam ditinjau dari asas kepastian hukum. Penelitian ini menggunakan teori asas kepastian hukum, Soemitro (1988), sebagai teori utama. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist dengan teknik pengumpulan data studi litaratur dan wawancara mendalam.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemungutan PBB-P2 atas Bandara Internasional Hang Nadim Kota Batam belum mencerminkan asas kepastian hukum, baik dari segi objek pajak ataupun subjek pajak. Implikasi dari dispute tersebut adalah timbulnya potensi yang hilang dalam Pendapatan Asli Daerah Kota Batam yang bersumber dari tunggakan bandara dan adanya pungutan PBB-P2 tersebut juga dapat mengganggu arus kas dan biaya psikologi Wajib Pajak.
This research discusses about the Rural and Urban Property Tax Collection on Hang Nadim International Airport in Batam based on Certainty Principle. Soemitro's theory (1988) about the principle of certainty were used in this research as the main theory. In addition, this research used post positivist approach with studying of literature and depth interviews as data collection. The results of this research shows that the collection of rural and urban property tax in Hang Nadim International Airport has yet to reflect the principle of certainty, include the tax object and the subject to tax. The dispute implications caused the incidence of potencial lost in Batam's Region Own Source Revenue which was sourced from the airport rural and urban property tax arrears and the collection of that tax also disrupt Taxpayers's cash flow and psychological cost."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S65505
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Faris Prasetyo Makarim
"Peraturan mengenai kewajiban memungut Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak dan objek yang dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai diatur di dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai. Pelaksanaan dan tata cara pemungutan Pajak Pertambahan Nilai diatur di dalam Undang-undang 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Di dalam UU No. 28 tahun 2007 tersebut diatur pula pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dan juga sanksi apabila seorang Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya. Namun, masalah kemudian timbul terkait kapan kewajiban perpajakan dari Pengusaha Kena Pajak itu timbul. Tidak ada pengaturan lebih lanjut dalam UU No. 28 tahun 2007 dan justru dalam UU No. 28 tahun 2007 terdapat pengaturan yang berimplikasi paradoks terhadap UU No. 42 Tahun 2009 terkait dengan kewajiban memungut Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Oleh karena itu dengan penelitian yang bersifat yuridis normatif maka tulisan ini akan menganalisis peran Wajib Pajak serta Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana terjadi dalam kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XIV/2016. Dari penelitian ini dapat ditemukan bahwa masih terdapat kekosongan hukum terkait pengaturan kewajiban perpajakan Pengusaha Kena Pajak.
The regulations governing Value-Added Tax is Law No. 42 of 2009 on Value- Added Tax. The implementation of the Value-Added Tax is regulated in Law No. 28 of 2007 on General Provision and Taxation Procedure. Law No. 28 of 2007 regulates how to appoint someone to be a Taxable Entrepreneur/Enterprise. Nonetheless, problems then arise related to when is the tax obligation begins. No regulations regulate those things, and paradoxical interpretations arise between Law No. 42 of 2009 and Law No. 28 of 2007 related to Taxable Entrepreneur Obligations. Therefore, using Normative and Juridical methods in this study will try to conclude and analyze the taxpayers and the IRS’ role in conducting the Value- Added Tax activities based on the Constitutional Court’s Verdict No.13/PUU- XIV/2016. Build upon the case mentioned before; it concluded that there is still a legal uncertainty regarding the regulation that governs when the Taxable Entrepreneur’s tax obligations begin."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library