Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Hakam
Abstrak :
Tenaga listrik telah menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan bagi sebagian besar masyarakat den bisa dikatak an rnenguasai hajat hidup orang banyak, oleh karena itu Pemerintah yang diwakili Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) harus menyediakan dalam jumlah yang cukup, kehandalan dan mum yang balk, dan harga yang tepat. Harga yang tepat di sini berarti memenuhi kriteria yang ditetapkan undang-undang den sekaligus rnemungkinkan PLN untuk menghasilkan laba. Dengan demikian, penetapan tarif dalam perusahaan ini menjadi sangat komplek dan menjadi masalah yang sangat penting. .Berdasarkan observasi dan studi kepustakaan, penulis berusaha menyusun skripsi mengenai masalah ini. Proses penetapan tarif pada perusahaan kelistrikan bisa dibagi dalam dua tahap yaitu menentukan harga pokok pelayanen (cart of service/ yang ekuivalen dengan pendapatan yang dibutuhkan, kemudian merancang struktur tarif yang akan memenuhi pendapatan tersebut dengan memperhatikan kriteria yang ditetapkan pemerintah. Dalam tahap pertarna perusahaan harus memperhatikan kontribusi masing-masing pelanggan terhadap biaya yang ditanggung perusahaan yang bisa dibagi dalam tiga kelompok yaitu karakteristik permintaart, jumlah pemakaian, dan karakteristik pelayanan dari masing-masing pelanggan. Sedangkan dalam tahap kedua, faktor yang paling menentukan adalah judgement PLN melakukan tahap pertama dengan menghitung harga pokok penjualan untuk tiap jenis tegangan yang disalurkan dan harga pokok untuk suatu golongan pelanggan ditentukan sesuai dengan tegangan yang dimintanya. Jadi PLN mengalokasikan biaya bukan kepada pelanggan akan tetapi kepada jenis tegangan. Di sini berarti PLN tidak memperhatikan faktor yang menyebabkan biaya (cost driver) dalam mengalokasikan biaya kepada pelanggan sehingga menyebabkan alokasi biaya yang tidak adil. Di samping itu, perhitungan PLN ini menghasilkan HPP hanya per kWh yang mana hal ini tidak konsisten dengan tarif yang ditetapkannya yaitu per kVA (biaya beban) dan per kwh (biaya pemakaian). Sedangkan pada tahap kedua, PLN telah mempertimbangkan kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, dalam proses penetapan tarif ini, PLN perlu meninjau kembali metode perhitungan harga pokok penjualan yang dipakainya. Mengingat masalah ini cukup penting dan juga rumit, PLN perlu membentuk bagian tersendiri dalam struktur organisasinya untuk melaksanakan tugas ini.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S18650
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vhania Maulia
Abstrak :
Ketidakadilan dalam menyediakan tarif listrik dengan metode tarif flat listrik saat ini mendorong keinginan untuk mengubah pola desain skenario tarif, yaitu penetapan harga dinamis. Harga dinamis telah diuji di beberapa negara barat dengan berbagai jenis skenario. Namun, untuk Indonesia sendiri, penetapan harga dinamis belum familiar di sektor listrik. Berangkat dari masalah tarif untuk penyediaan biaya dasar pembangkit yang bervariasi setiap waktu dan pola penggunaan beban listrik, skenario penetapan harga dinamis dirancang sedemikian rupa sehingga sesuai dengan karakteristik di Indonesia. Dalam studi ini, kita akan membahas rancangan skenario penetapan harga dinamis berdasarkan beban rumah tangga dan generator di Java Madura Bali System. Desain skenario tarif yang digunakan adalah kombinasi dari Critical Peak Pricing (CPP) dan Time-of-Use (TOU), di mana CPP hanya berlaku dalam 132 jam selama satu tahun tergantung pada penggunaan PLTG sedangkan untuk hari lain skenario TOU akan digunakan dengan jadwal puncak dan di luar puncak ditentukan berdasarkan karakteristik beban perumahan. Setelah skenario desain penetapan harga dinamis, maka dicoba untuk disuntikkan ke dalam biaya real estat untuk menganalisis perbandingan biaya listrik ketika menggunakan tarif tetap dan penetapan harga dinamis dan pengurangan penggunaan beban pada waktu puncak dan dampak dari pengurangan konsumsi listrik di tanaman di sistem Jawa Madura Bali. ......The injustice in providing electricity rates with the current flat electricity tariff method encourages the desire to change the design pattern of tariff scenarios, namely dynamic pricing. Dynamic pricing has been tested in several western countries with various types of scenarios. However, for Indonesia itself, dynamic pricing is not yet familiar in the electricity sector. Departing from the problem of tariffs for supply of basic costs of plants that vary each time and usage patterns of electric loads dynamic pricing scenarios are designed in such a way that they match the characteristics in Indonesia. In this study, we will discuss the design of dynamic pricing scenarios based on household and generator loads in the Java Madura Bali System. The tariff scenario design used is a combination of Critical Peak Pricing (CPP) and Time-of-Use (TOU), where CPP is only valid in 132 hours for one year depending on the use of PLTG while for other days the TOU scenario will be used with peak schedules and off-peak is determined based on the characteristics of the housing load. After the scenario design dynamic pricing is made, then it is attempted to be injected into real estate costs to analyze the comparison of electricity costs when using flat tariffs and dynamic pricing and reduction in load usage at peak times and the impact of reducing electricity consumption in plants in the Java Madura Bali system.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Anggitaman
Abstrak :
Penelitian ini menganalisis hubungan antara konsumsi listrik dan pertumbuhan ekonomi pada level yang lebih disagregat yaitu pada sektor industri, bisnis dan rumah tangga. Selain itu penelitian ini juga memasukkan determinan ketiga yang diduga juga penting pengaruhnya ke pertumbuhan ekonomi dan konsumsi listrik yaitu tarif listrik. Lewat pemodelan VECM, ditemukan hubungan kausalitas searah dari konsumsi listrik ke pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional. Sehingga Indonesia harus menambah pasokan listrinya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu pengalihan subsidi listrik dan ke infrastruktur juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. ......This research analyzes relationship between electricity consumption and economic growth which disaggregated into three levels: industry, business and household sector. This research also aims to analyze the third determinant which is fathomed having important role to those two variables. Through VECM modeling, it is found that one-way direction causality goes from electricity consumption to economic growth. Thus Indonesia needs to increase its electricity supply to maintain its economic growth. Besides that, the transformation of electricity subsidies into infrastructure also increases the economic growth.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mudi Kasmudi
Abstrak :
Dengan berlakunya Undang-undang (UU) pertambangan mineral dan batubara No.4/2009, maka mineral tambang (raw ore) dilarang untuk diekspor. Konsekuensi dari UU tersebut adalah dibutuhkan energi listrik dalam jumlah besar untuk pabrik pengolahan mineral. Akan tetapi, lokasi antara sumber mineral dan sumber energi tidak selalu berdekatan sehingga dibutuhkan transmisi energi dari sumber energi ke pabrik pengolahan mineral. Pemenuhan kebutuhan energi untuk proses pengolahan mineral dalam jumlah besar akan bersaing dengan pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik nasional, untuk industri dan ekspor energi. Sebagai alternatif solusi adalah cadangan gas stranded, untuk memenuhi kebutuhan energi pengolahan mineral. Energi dari cadangan gas stranded diproses untuk suplai bahan bakar ke pembangkit listrik . Selanjutnya energi listrik ditransmisikan dengan transmisi high voltage AC (HVAC) ke pabrik pengolahan mineral melalui tegangan 275 KV untuk jarak 100 Km s/d 400 Km. Untuk jarak lebih dari 400 Km s/d 600 Km, listrik ditransmisikan melalui tegangan 500 KV. Evaluasi cadangan gas stranded dilakukan dengan analisa sensitifitas tarif listrik terhadap perubahan harga gas dan perubahan jarak transmisi dengan interval 100 Km. Harga gas dibandingkan dengan harga gas domestik dan harga listrik dibandingkan dengan tarif PLTD?MFO, PLTP dan tarif wilayah PLN. Untuk kenaikan harga gas per 1 USD/MMBTU, harga listrik akan naik 1,06 C$/Kwh. Untuk kenaikan jarak transmisi per 100 Km pada tegangan 275 KV, harga listrik akan naik 0,37 C$/Kwh, dan pada tegangan 500 KV harga listrik akan naik 0,70 C$/Kwh. Pada harga gas 4 USD/MMBTU dan jarak transmisi 300 Km, harga listrik masih bersaing dengan tarif PLTD-MFO, PLTP dan semua tarif BPP-TT PLN wilayah. Pada harga gas 4 USD/MMBTU dan jarak transmisi 600 Km, harga listrik masih bersaing dengan tarif PLTD-MFO, PLTP dan tarif BPP-TT PLN wilayah Kaltim. CCGT (combined cycle gas turbine) dengan kapasitas 130,7 MW untuk suplai energi listrik ke Smelter Nickel kapasitas 15.000 Ton Ni/tahun selama 25 tahun, cadangan minimum gas stranded yang dibutuhkan adalah 0,21 TSCF.
By the implementation of the mineral and coal mining law No.4/2009, the raw ore will be prohibited to be exported. The consequences of this law are required large amount of electricity energy to fulfill demand of the mineral processing plant. However, location between sources of mineral and sources of energy are not always close, therefore the energy transmission is required from sources of energy to the mineral processing plant. The fulfillment of energy demand for the mineral processing plant in a large amount will be competitive with growth of national electricity demand, for industry and exported of energy. As alternative solution is stranded gas reserve, which is yet not economic due to its long distance from consumer, could be utilize to accomplish energy demand for the mineral processing plant. The energy from stranded gas reserve is processed for fuel supply to power plant. Then the electricity energy is transmitted by high voltage AC (HVAC) transmission line to the mineral processing plant trough 275 KV for distance 100 Km to 400 Km. For distance more than 400 Km up to 600 Km, electricity is transmitted by voltage 500 KV. Evaluation of stranded gas reserve is carried out by sensitivity analysis of electricity tariff to variation gas price and distance of transmission line with increment of 100 Km. Gas price is compared to domestic gas price, whileas electricity price is compared to tariff of Diesel Generator-MFO, Geothermal and regional tariff of PLN. As a result of increasing gas price 1 USD/MMBTU, electricity price will increase 1.06 C$/Kwh. As a result of additional distance transmission line 100 Km at voltage 275 KV, electricity price will increase 0.37 C$/Kwh and when the voltage 500 KV electicity price will increase 0.70 C$/Kwh. In case of gas price 4 USD/MMBTU and transmission line distance 300 Km, gas price still competitive to tariff of Diesel Generator-MFO, Geothermal and all regional tariff of PLN at high voltage point. In case of gas price 4 USD/MMBTU and transmission line distance 600 Km, gas price still competitive to tariff of Diesel Generator-MFO, Geothermal and PLN?s regional tariff of East Kalimantan at high voltage point. CCGT (combined cycle gas turbine) by capacity 130.7 MW for energy supply to Nickel smelter production 15,000 Ton Ni/year within 25 year, minimum stranded gas reserve is required 0.21 TSCF.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T27927
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
S38717
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amien Rahardjo
Abstrak :
ABSTRAK
Listrik merupakan sumber energi sekunder yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan Industri, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi pada energi listrik seperti tarif, maupun keandalan akan sangat mempengaruhi aktivitas dari manusia.

Dalam menentukan tarif listrik banyak sekali faktor yang mempengaruhi seperti, pendapatan perkapita masyarakat, biaya-biaya investasi dan operasi pengusahaan listrik, serta kebijaksanaan dari pemerintah. Sehingga kenaikan tarif listrik dipengaruhi oleh faktor tersebut diatas.

Dalam makalah ini peninjauan teknis tentang penentuan tarif dengan metoda Long Run Marginal Cost (LMRC) merupakan suatu pendekatan lain dalam menentukan tarif rata-rata konsumen tegangan tinggi, tegangan menengah, serta tegangan rendah.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Devawijaya
Abstrak :
Dalam rangka mendorong pencapaian target bauran energi terbarukan nasional, khususnya energi surya, Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 21 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung dengan Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha . Peraturan ini memungkinkan konsumen untuk memasang pembangkit listrik tenaga surya di atap. Sehingga saat ini sudah banyak industri yang membangun PLTS di atap pabrik. Namun, investasi PLTS atap masih menjadi tantangan tersendiri bagi industri, sehingga model bisnis kepemilikan pihak ketiga (TPO) menjadi alternatif solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tekno-ekonomi pembangkit listrik tenaga surya atap dengan studi kasus pabrik makanan dan minuman. Metodologi yang digunakan adalah merancang PLTS rooftop menggunakan simulasi homer untuk mendapatkan kapasitas optimal kemudian menganalisa keekonomian untuk mendapatkan tarif terendah dengan metode cash flow menggunakan 12 skenario yaitu skenario 1 untuk suku bunga lokal 10%, skenario 2 untuk suku bunga internasional 2,6%, skenario 3 untuk suku bunga lokal 10% dan tanpa kewajiban TKDN, skenario 4 untuk suku bunga internasional 2,6% dan tanpa tanpa kewajiban TKDN, skenario 5 : skenario 3 dan Insentif Tax Holiday, skenario 6 : skenario 4 dan Insentif Tax Holiday. Skema bisnis TPO dianalisis dengan skema leasing solar performance based rent (PBR). Hasil  yang diperoleh adalah modul PV yang digunakan sebesar 2.100 kW, produksi listrik tahunan PLTS atap sebesar 3.005.331 kWh/tahun, biaya investasi sebesar 1.785.246 USD dengan menggunakan modul PV lokal dan 1.341.424 USD dengan Modul PV Impor. Luas atap yang dibutuhkan adalah 1,19 Ha. Tarif yang diperoleh dari perhitungan 6 skenario adalah 10.23 cent USD/kWh untuk skenario 1; 9,86 cent USD/kWh untuk skenario 2, 7,71 cent USD/kWh untuk skenario 3; 7,4 cent USD/kWh untuk skenario 4; 6,98 cent USD/kWh untuk scenario 5 dan 6,44 cent USD/kWh untuk scenario 6. Selama kontrak TPO, penghematan terbesar terjadi pada skenario 6 dengan potensi penghematan 22.840 USD/Tahun. Penerapan TPO hanya layak untuk skenario 5 dan skenario 6 karena tarifnya lebih rendah dari tarif PLN. ......In order to encourage the achievement of the national renewable energy mix target, especially solar energy, the Government of Indonesia issued the Minister of Energy and Mineral Resources Regulation Number 21 Year  2021 concerning Rooftop Solar Power Plants Connected to the Electric Power Grid Holders of Business Licenses. This regulation allows consumers to install rooftop solar power plant. So now many industries have built rooftop solar power plant on factory roofs. However, rooftop solar power plant investment is still a challenge for industry, so the third-party ownership (TPO) business model is an alternative solution to overcome this problem. The purpose of this study is to analyze the techno-economy of rooftop solar power plant with in a case study of the food and beverage factory. The methodology used is to design rooftop solar power plant using homer simulation to get the optimal capacity then analyze the economy to get the lowest tariff with the cash flow method using 4 scenarios, namely scenario 1 for Local Interest Rate 10%, scenario 2 for International Interest Rate 2.6%, scenario 3 for Local Interest Rate 10% and without local content, scenario 4 for International Interest Rate 2.6% and without local content, scenario 5: scenario 3 and Incentive Tax Holiday, scenario 6: scenario 4 and Incentive Tax Holiday. The TPO business scheme analyzed by leasing solar performance-based rent (PBR) schemes. The optimization results obtained are the modul PV used is 2,100 kW, annual electricity production of rooftop solar power plant is 3,005,331 kWh/year, investment cost is 1.785.246 USD with using local pv modul and 1.341.424 USD with PV Module Local Content Exemption (Imported PV Module)  and the required area is 1.19 Ha. The tariff obtained from the calculation of 4 scenarios is 10.23 cent USD/kWh for scenario 1; 9.86 cent USD/kWh for scenario 2, 7.71 cent USD/kWh for scenario 3; 7.4 cent USD/kWh for scenario 4; 6.98 cent USD/kWh for scenario 5 and 6.44 cent USD/kWh for scenario 6. During the TPO contract, the biggest savings occurred in scenario 6 with potential savings of 22.840 USD/year. The application of TPO is only feasible for scenario 5 and scenario 6 because the tariff is lower than the PLN tariff.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library