Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Feny Brillianti
Abstrak :
Kabupaten Kediri sebagai salah satu penghasil padi dan palawija terbesar di Propinsi Jawa Timur telah berhasil swasembada beras. Tercapainya swasembada beras ini tentu tidak lepas dari usaha dan kerja keras para petani. Namun jika dibandingkan luas tanah sawah dengan jumlah petani Yang ada di Kàbupaten Kediri, rata-rata petani di Kabupaten tersebut tergolong petani gurem. Sehubungan dengan hal tersebut, masalah yang akan dibahas adalah : Daerah mana yang taraf hidup petaninya mencapai cukup dan miskin sekali dan faktor-faktor yang mempengaruhinya ? Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa: - Taraf hidup petani di Kabupaten Kediri berada pada golongan miskin sekali sampai dengan cukup. Daerah yang taraf hidup petaninya miskin sekali terdapat di Kecamatan Kras, Mojo, Ngancar Plosoklaten dan Puncu. Sedangkan daerah yang taraf hidup petaninya mencapai cukup terdapat di Kecamatan Gampengrejo, Kunjang, Fagu, Papar dan Pleinahan. - Ada pengaruh antara faktor pengairan, jumlah pemakaian pupuk, frekwensi kunjungan penyuluhan, lereng dan ketinggian terhadap taraf hidup petani. Dan kontribusi yang diberikan oleh kelima faktor tersebut sebesar 84 %. - Dari kelima faktor yang mempengaruhi taraf hidup petani di Kabupaten Kedini, ternyata faktor yang paling berpengaruh adalah faktor pengairan ( r = 0,83 ), dimana semakin padat pengairan pada tanah sawah, taraf hidup petani cenderung semakin cukup.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Herawati
Abstrak :
Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik dan merata. Saat mi And merupakan negara yang sedang melaksanakan pembangunan, salah satunya adalah pembangunan sektor industri. Pembangunan industri pada saat mi ditujukan pula untuk memperluas kesempatan kerja bagipenduduk terutama bagi angkatan kerja yang jumlahnya pada setiap tahun semakin meningkat (Sandy, 1985). Luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.249 ha dengan jumlah penduduk 1.666.598 jiwa dan kepadatan penduduk 201 jiwa/ha (Statistik Kabupaten Cianjur, 1994). Tujuan penulisan mi adalah untuk mengetahui penyebaran mdustri kecil pangan di Kabupaten Cianjur. Masalah yang dibahas dalam penelitian mi adalah "Bagaimana penyebaran mduslri kecil pangan di Kabupaten Cianjur ?" Industri kecil pangan adalah semua usaha mengubah pangan jadi atau setengah jadi dan atau dan pangan yang kurang mlamya menjadi pangan yang lebih tinggi nilainya dan usaha mi l dapat dilakukan oleh salah seorang anggota keluarga, ataupun orang-orang lain sebagai pekerja dan memiliki jumlah tenaga kerja 1-19 orang. Industri pangan dalam penelitian mi meliputi: industri kecil pangan manisan air kelapa, tahu/tempe dan gula aren. Bahan baku adalah bahan mentah yang digunakan dan tersedia (ditanain) di wilayah industri kecil pangan tersebut berada. Tenaga kerja menghasilkan maupun tidak. adalah penduduk yang berusia 15-64 tahun yang bekerja guna barang/jasa untuk mendapatkan penghasilan, baik bekerja penuh Analisa menggunakan korelasi peta antara bahan baku dan tenaga kerja dengan mdustri kecil pangan. 1. Industri manisan air kelapa dan tahultempe di Kabuappaten Cianjur tidak dipengaruhi oleh bahan baku, sedangkan industri gula aren dipengaruhi oleh bahan baku. 2. Penyebaran industri kecil pangan manisan air kelapa dan gula aren tidak dipengaruhi oleh tenaga kerja. Industri tahu/tempe sebagian besar dipengaruhi oleh tenaga kerja.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muharsjah
Abstrak :
Kabupaten Dati II Serang mempunyai luas sawah 63339.32 ha atau 33,56% dari luas wilayah kabupaten dengan tingkat kesuburan tanah relatif dari sedang sampai baik. Keadaan ini ditunjang dengan posisinya yang dekat dengan lbu Kota Negara sehingga dapat memudahkan pemasaran hasil - hasil pertanian baik di wilayah sendiri maupun ke luar wilayah Kabupaten Dati II Serang. Namun jika dibandingkan luas tanah sawah dengan jumlah petani yang memiliki tanah sawah di Kabupaten Dati II Serang, rata- rata petani di kabupaten tersebut tergolong petani gurem. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dikemukakan sebagaiberikut: 1. Bagaimanakah taraf hidup petani di Kabupaten Serang ? 2. Apakah faktor pengairan, frekwensi kunjungan penyuluhan dan keadaan fisik mempengaruhi taraf hidup petani ? Batasan - batasan dalam penulisan ini adalah : - Taraf hidup petani adalah tingkat kemampuan petani untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum dari penghasilannya mengolah tanah sawah. - Petani adalah orang yang mata pencaharian utamanya bekerja dengan cara menanam atau memelihara tanaman pangan di sawah ( padi dan palawija) dengan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual atau memperoleh pendapatan atau keuntungan atas resiko sendiri dan bukan sebagai buruh atau kuasa usaha (BPS). Dalam penulisan penelitian ini yang dimaksud petani adalah khusus hanyalah petani pemilik, petani penggarap dan buruh tani tidak dimasukkan ke dalam tulisan ini. Sawah adalah tanah yang berpematang,sering digenangi air, dengan tujuan utama ditanami padi dan atau bergiliran dengan palawija. Untuk mengetahui tingkatan taraf hidup petani ini di hitung berdasarkan pendapatan per kapita per tahun dari keluarga petani yang dinyat akan dengan jumlah setara dengan beras,yaitu I. A K = X. r Taraf K = taraf hidup rumah tangga petani I = pendapatan bersih petani tanah sawah (rp/ha/th) A = luas rata - rata tanah sawah setiap rumah tangga petani (ha) r = rata - rata jumlah anggota keluarga tiap rumah tangga petani. X = nilai harga beras sebesar 240 kg Apabila nilai : - K < 1 disebut sebagai kelompok petani miskin sekali, dengan pendapatan per kapita per tahun kurang dari 180 kg setara beras. - K = 0,6- 1 disebut sebagai kelompok petani miskin, dengan pendapatan per kapita per tahun antara 180 - 240 kg setara dengan beras. - K = 1 - 1,6 disebut kelompok petani hampir miskin, dengan pendapatan perkapita per tahun antara 240- 320 kg setara dengan beras. - K > 1 ,6 disebut kelompok petani cukupan, dengan pendapatan perkapita pertahun lebih besar dari 320 kg setara dengan beras. Untuk menjelaskan faktor - faktor yang paling berpengaruh terhadap taraf hidup petani dilakukan korelasi peta. Dari hasil analisa maka ringkasan penelitian ini adalah: 1. Taraf hidup petani di Kabupaten Serang lebih banyak terdapat pada golongan miskin sekali dengan persentase 43,3 % atau 13 kecamatan. Untuk golongan taraf hidup petani yang cukup terdapat di 5 kecamatan atau 16,7% dari seluruh kecamatan. Sedangkan 40% lainnya termasuk dalam golongan petani yang taraf hidupnya miskin dan hampir miskin. 2. a: Taraf hidup petani cenderung semakin baik bila berada pada kondisi wilayah dengan kepadatan pengairan yang padat, frekwensi kunjungan penyuluhan yang tinggi, kemiringan lereng 0- 2% dan ketinggian antara 3-25m dpl. b. Dari keempat faktor yaitu kepadatan pengairan, frekwensi kunjungan penyuluhan, ketinggian dan lereng temyata yang paling berpengaruh terhadap taraf hidup petani tanah sawah padi dan palawija di Kabupaten Serang adalah faktor kepadatan pengairan. Hal ini .disebabkan tingkat klasifikasi yang sesuai antara taraf hidup petani padi dan palawija dengan kepadatan pengairan lebih besar jumlahnya ( 53,3% ) dibandingkan ke tiga faktor lainnya.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rifda Jilan Syahidah
2011
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Novie Yektiningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Peran jender merupakan peran yang dilaksanakan oleh Iakl-lakl dan perempuan karena jenis kelamin mereka berbeda, peran ini tidak sama sesuai mlai dan norma sosial-budaya yang mengkonstrukslkannya. Kebutuhan praktls jender adalah kebutuhan yang muncul dalam keseharfan, sedangkan kebutuhan strategis jender merupakan upaya jangka panjang dan berkaltan dengan upa ya memperbaiki posisi sosial perempuan. Saat pendapafzn keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar, maka perempuan akan bekerja untuk menambah keuangan keiuarga. Perempuan berpendidikan tinggi akan bekerja di sektor fomral, sedangkan perempuan yang berpendidikan relalif rendah akan terserap di selctor informal. Penelitian ini akan melihat upaya peningkatan tzaraf hidup pembatik tulis melalui peran jender yang berlaku dalam komunitas tensebut, dengan menggunakan metode Diskusi Kelompok Terarah (Focused Group Discussion, FGD) dan Pnoses Hirarki Analitik (Analyticai Hierarchy Process, AHP). FGD Dari Hasil FGD, diketahui bahwa mayontas pembatik berpendidikan rendah dan memiliki suami yang bekerja sebagai tukang/ buluh. Jika sedang bekerja, pendapatan suami adalah Rp. 20.000,- perharinya. Tapi seringkali suami terpaksa tinggai dlmmah selama berbulan-bulan karena tidak mendapat pekerjaan. Jika suami tidak bekerja, maka pendapatan kaum pembatik yang menjadi bantalan ekonomi keluarga. Padahal produktivitas mereka terbatzs 3 lembar kain (tapih) perbulan dan harga jual Rp. 70.000 - Rp 120.000, dengan demikian keuntungan bersih yang dicapai tidak iebih dari 150.000,- Beberapa pembatik mulai melakukan spesialisasi dengan menyerahkan tahap-tahap bertentu dalam pengolahan kain batik untuk dikerjakan oleh rekan sesama pembatik. Hasilnya cukup menggembimkan, produktivitas meningkat hingga 60%, yaitu S lembar tapih perbulan. Meski demikian penambahan produktivims ini belum dibarengi dengan peningkatan permintaan. Akibatnya pembatik kurang termotivasi untuk menekuni pekerjaannya. Kecilnya skala usaha membuat pembatik tidak memisahkan manajemen keuangan usaha dengan keuangan keluarga. Akibatnya saat keluarga menghadapi kebutuhan mendesak, produksi terhenti karena dana yang tersedia dialokasikan untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Jika kekurangan modal, pembatik akan meminjam dan rekan sesama pembatik ataupun sanak famili. Pilihan int dirasakan Iebih praktis, tanpa mengikut sertakan lembaga keuangan yang dianggapnya memniki prosedur berbellt. Sebagai mata pencahanan, IKRT Batik Tegalan masih dipandang sebelah mat:a. Penyebabnya antara Iain tidak jelasnya a1okasi waktu dan produktivitas yang menurun saat pembatik memiliki anak balita. Meski pembatik tidak merasakan adanya beban ganda akibat beragam peran yang hams dllakukan, sikap ini dlsebabkan sistem sosial yang beriaku menempatkan perempuan sebagai penanggung jawab urusan rumah tangga. Sama halnya dengan pekerjaan rumah tangga lain, batik dianggap sebagai umsan perempuan. Hubungan antar pembatik juga kurang harmonis. Hal ini terutama disebabkan keberadaan kelompok dalam komunitas batik yang tidak banyak berfungsi. Padahal jlka dimanfaalkan secara malcimal, kelompok dapat menjadi jembatan informasi antar pembatik, antara pembatik dengan pemennlah (berkaitan dengan berbagai program/ kebijakannya) dan antara pembatik dengan konsumen. Menilik sisi psikologis perempuan yang nelatif Iebih mudah bersosialisasi, maka manajemen kelompok yang balk akan membuat pembatik dapat sallng memotlvasi. AHP Tahap selanjutnya, hasil FGD yang diperbandingkan dengan berbagai penelitlan serupa kemudian menjadi input bagi hirarki backward pmcess dalam tahap AHP. Hirarki backward proces dari peningkatan taraf hidup perempuan pembatik terdiri alas lima level. Level Pertama mempakan tujuan utama (GOAL) yang lngln dlcapal, adalah Penlngkatan Taraf Hidup Perempuan Pembatik Tulis Tegalan melalul Pelan Jender. Level 2 adalah Skenasio, ada 3 (tiga) altematif skenarlo (berupa pendekatan-pendekatan atas peran jender para pembatik) yang yang dapat dilakukan untuk mencapai GOAL, yaitu: (1) Meningkatkan kesejahteraan keluarga, (2) Melestarikarl budaya Iokal, (3) Pemberdayaan perempuan. Level 3 adalah Kendala, ada 4 (empat) kendala besar dalam melaksanakan skenario untuk mencapai tujuan, yaitu: (1) Keterbatasan modal, (2) 'l'ldak adanya informasi pasar yang lebih Iuas, (3) Beban ganda penempuan, (4) Manajemen kelcmpok yang tidak berfungsi. Level 4 adalah Pelaku, secara garis besar ada 4 pelaku yang terlibat dalam proses ini, yaitu: (1) Pemerintah Kota Tegal, (2) Lembaga Keuangan atau perbankan, (3) Pembatjk, (4) Masyarakat. Level 5 adalah Kebijakan, ada 5 alternatif kebijakan yang dapat dilakukan, yaitu: (1) Pelatihan Teknls, (2) Membuka akses ke pasar yang lebih Iuas, (3) Kemudahan plnjaman modal, (4) Pelatihan manajernen usaha berbasis pola usaha perempuan, (5) Kemitraan dengan designer. Kuesioner' AHP dibagikan kepada 13 orang expert yang dipercaya mengetahui permasalahan yang berkaltan dengan upaya peningkatan taraf hidup pembatik Kota Tegal. Dalam penghitungan persepsi skala Iokal, total expert dibagi menjadi empat unsur. Keempatnya memberikan jawaban balk dengan tlngkat lnkonsistensi dibawah 0,1, yaltu unsur Pemerintah (0,02), unsur Pembatik (0.02), unsur Lembaga Keuangan/ Perbankan (0.03) dan unsur Masyarakat (0.05). Dalam skala priorltas Iokal, rnasing-masing unsur memberikan persepsi yang bervariasi. Unsur Pemerintah memprionlaskan skenario: peningkalan kesejahtelaan keluarga (0.561), kendalaz keterbatasan modal (0.486), pelaku: Pemkot Tegal (0.463) dan kebijakan: kemudahan pinjaman modal (O.2S6). Unsur Pembatik memprlonlaskan skenario: peningkamn kesejahteraan keluarga (0.561), kendala: liclak adanya informasl pasar yang lebih Iuas (0362), pelaku: Pemkot Tegal (O.522) dan kebijakan: pelalihan manajemen dan pola usaha perempuan (0.242). Unsur Lembaga Keuangan/ Perbanksan memprioritaslcan skenarlo: pemberdayaan perempuan (0.653), kendala: tidak adanya informasi pasar yang Iebih luas (0.353), pelaku: Pemkot Tegal (0.350) dan kebijakan: pelaljhan teknis (0.281). Unsur Masyarakat memprioriliaskan skenario: peningkalian kaejahteraan keluarga (O.593), kendala: keterbatasan modal (0.499), pelaku: Pemkot Tegal (0.461) dan kebljakan: kemudahan plnjaman modal (0.333). Sedangkan dalam priodtas global dimana pemenntah sebagai pengambil kebijakan memiliki bobot 20%, maka persepsi yang dihasilkan memprioritaskan skenario: peningkatan kesejahteraan keluarga (0.S23), kendala: keterbatasan modal (0.458), pelakuz Pemkot Tegal (0,474) dan kebijakan: kemudahan plnjaman modal (0253). Persepsi global ini memlliki tingkat inkonslstensi 0.03. Kesirnpulan Penelitian Secara umum, keberadaan komunltas pembaljk bukan hanya untuk melestarikan tradisi lokal, namun yang Iebih penting Iagi, membatik merupakan altematif pekerjaan bagi para perempuan yang tidak memillki kesempalan untuk bekerja di sektor formal. Stagnasl usaha batik Tegalan sesungguhnya tirnbul kanena kebljakan yang dlbuat tidak tepat sasaran. Bebefapa kesimpulan yang clapat: diambil setelah melakukan penelitjan adalah: 1. Pemerintah masih mempunyai porsi terbesar sebagai pihak yang bertanggung jawab dan dapat meningkatkan taraf hidup pembatik Tegalan. Meski Lembaga Keuangan/ Bank juga dapat berperan dalam pengembangan IKRT Batik, namun patut dlpertlmbangkan kondisi psikologis pembatik yang tidak terblasa berhubungan dengan Perbankan. 2. Ketidak sesuaian persepsi antara Pemerintah dan Masyarakat menjadikan kebijakan yang diberikan tidak menyentuh akar permasalahan. Pemerintah (clan institusi lain pendukungnya) menganggap kendala terbesar adalah permodalan, maka kebijakan yang muncul Iebih diprioritaskan pada pernberian modal Pembatik justru menganggap kendala yang Iebih penting adalah kurangnya lnformasi pasar, sehingga selain pelatihan manajemen yang berbasis pola usaha perernpuan, kebijakan Iain yang diharapkan adalah membuka pasar yang Iebih luas. Akibat ketidak sesuaian ini, maka suntikan modal dari Pemerintah tidak menambah output produksi. Penyebabnya, pembatik tidak mengetahui pasar Iain untuk menyalurkan kelebihan produksinya. Pemasaran terhenti, perputaran modalpun terhambat. 3. Prloritas kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Iebih difokuskan pada sisi penawaran (supply side) akibatnya pembatik menjadi obyek kebijakan karena skillnya dianggap kurang dan menjadi penyebab tidak munculnya market clearing di pasar batik. 4. Sebaglan besar para pengrajin masih menganggap kegiatannya hanya sebagai pengisi waktu luang, sehingga motlvasi untuk mengembangkan usahanya sangat terbatas. 5. Apablla kebljakan yang ditempuh adalah bantuan/ kemudahan permodalan, dalam-hal ini tentu saja pernberi kredit harus yakin bahwa membatik merupakan kegiatan yang bernilai ekonomis. Aspek jender dalam pemenuhan kebutuhan ini adalah dengan memperhatikan kesulitan yang ?khas" perempuan seperti kepemilikan kolateral dan pola usaha yang khas} sehingga kredit yang diberlkan dapat sesuai dengan kondisi pengusaha IKRT Inl. y 6. Upaya peningkatan taraf hidup perempuan pembatik seharusnya benar-benar merupakan kebijakan yang bersifat partisipatif. Untuk itu karakter pembatik yang tidak dapat dilepaskan dari kultur Iokal harus difahami oleh para pembuat kebijakan. Saran dan Rekomendasi Kebijakan 1. Upaya melibatkan Lembaga Keuangan/ Bank sebaiknya difasilitasi oleh Pemerlntah Kota Tegal, karena walau bagai mana pun Perbankan tetap memillki orientasi keuntungan dalam menjalankan usahanya. Dengan jaminan ataupun pengakuan pemerintah pada Perbankan terhadap industri kerajinan batik, maka BUMD ini akan dapat memberikan kredit Iunak yang sesual dengan karakteristik sosial-budaya mereka. 2. Langkah awal menuju profesionalitas dapat dimulai dengan pembukuan keuangan usaha yang terpisah dari keuangan keluarga. Laporan ini dapat menjadi pertimbangan saat melakukan perrnohonan kredit usaha kecil ke Perbankan. Sedangkan secara umum beban ganda dapat dlatasi dengan kerja bersama dalam kelompok. 3. Sisi penawaran yang selama ini menjadi fokus pengembangan IKRT Batik sebaiknya juga diimbangi oleh sisi permintaannya (demand side). Kerjasarna dengan designer dapat memecahkan masalah ini, karena pembatik tidak hanya dapat mempelajari trend, tapi juga mendapatkan pangsa pasar dan sarana promos! produk. 4. Bantuan modal, pelatihan teknls serta pelatihan manajemen yang selama ini diadakan oleh Disperinclag Kota Tegal akan lebih baik lagi jika mempertimbangkan pola usaha bersama/ kelompok, dengan pertimbangan nllai budaya dan tradisi yang berlaku dalam komunitas tersebut. 5. Membangun pengertian masyarakat di setiap kesempatan bahwa batik rnemiliki misi budaya, sehingga tidak hanya menjadi tanggung ja :ab perempuan saja. 6. Pendekatan pemberdayaan perempuan akan sangat bermanfaat bagi pengembangan IKRT Batik karena masalah yang dihadapi sangat spesifik dan kompleks. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah melibatkan kaum perempuan dalam setiap proses pengammtan kebijakan di Ilngkungan mereka, misalnya melalui Musrenbangkel, bukan hanya sebagal wakll dari organisasi khas perempuan seperti PKK, tapi sebagai pengusaha kecil yang berpotensi. 7. Para pengambil kebijakan sebaiknya mengembangkan wawasan dan pengetahuan mengenai pemberdayaan perempuan, khususnya IKRT yang dijalankan oleh pengusaha perempuan. Pengembangan wawasan bukan hanya bagi dinas atau kantor tertentu saja.
2006
T34542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Pratono
Abstrak :
Sejalan dengan tujuan pembangunan nasional, diharapkan adanya peningkatan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Maka dalam hal ini akan ditingkatkan pula usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat lahir dan batin, mendorong pembagian pendapatan yang makin merata dan lebih memperluas kesempatan kerja. Untuk itu perlu ada peningkatan disektor-sektor lain diluar pertanian sehingga laju penumbuhannya lebih cepat dibanding sektor pertanian itu sendiri, seperti peningkatan sektor pertambangan misalnya. Salah satu arah pembangunan pertambangan adalah untuk memperluas kesempatan kerja dan mengembangkan penyediaan bahan baku di Indonesia. Usaha untuk mengolah sebanyak-banyaknya kekayaan alam di dalam negeri merupakan kebijaksanaan yang akan terus dilanjutkan dan diperluas, karena menurut pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasir sebagai salah satu endapan atau kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi, juga merupakan salah satu bahan baku yang banyak dibutuhkan dalam pembangunan dewasa ini. Pesatnya pembangunan fisik di daerah Jakarta dan Tangerang yaitu dengan dibangunnya sarana dan prasarana berupa bangunan-bangunan bertingkat, tempat rekreasi, pembangunan jalan dan perumahan penduduk mengakibatkan kebutuhan akan pasir dan karang meningkat?
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover