Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ronny Setiawan
Abstrak :
Kabupaten Belitung merupakan wilayah yang secara administratif tergabung dalam wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung., Kabupaten ini telah lama dikenal sebagai daerah penghasil timah. Sejarah pengembangan pulau ini tidak lepas dari penambangan timah yang menurut beberapa catatan telah dilakukan sejak lebih dari seratus lima puluh tahun yang lalu (Sujitno, 1996). Penambangan timah di daerah ini telah berhasil meningkatkan perekonomian masyarakat, memberikan kontribusi bagi pengembangan infrastruktur dan pengembangan kota dan berbagai keuntungan lainnya yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Krisis ekonomi yang melanda perekonomian nasional (1998) dan perubahan dalam sistem ketatanegaraan dengan terbitnya UndangUndang Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah memicu terjadinya aktivitas pertambangan timah oleh masyarakat yang dilakukan secara illegal (tanpa izin). Berdasarkan pemberitaan media massa, kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) timah mencapai ribuan jumlahnya di wilayah propinsi Kepulauan Bangka Belitung (Post Belitung, 2001). Kegiatan Pertambangan tanpa izin (PETI) timah memberikan dampak positif dan negatif terhadap lingkungan. Dampak positifnya antara lain: penyediaan alternatif lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat. Sedangkan dampak negatif yang timbul adalah: terjadinya perubahan bentang alam, hilangnya vegetasi dan fauna yang terdapat pada areal PETI, lahan menjadi porak poranda akibat penambangan yang tidak terkendali bahkan pencemaran berupa peningkatan kekeruhan dan sedimentasi terhadap perairan di sekitar areal penambangan. Akibatnya pemerintah harus mengeluarkan dana yang besar untuk kegiatan pemulihan lingkungan Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup maupun Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang besar bagi daerah untuk mengelola sumberdaya alam dan sekaligus memelihara kelestarian fungsi lingkungan. Namun berdasarkan pengamatan peneliti dan pemberitaan media massa, perkembangan PETI dan dampak lingkungannya dari tahun ke tahun semakin meningkat pula. Karenanya peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi terhadap organisasi Pemerintah Kabupaten Belitung yang sesuai tugas pokok fungsinya terkait dalam pengelolaan pertambangan dan lingkungan hidup. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terkini pengelolaan pertambangan timah di Kabupaten Belitung, organisasi yang terkait dalam pengendalian PETI di Kabupaten Belitung, bagaimana hasil yang telah dicapai dalam pengendalian tersebut, dan faktor-faktor yang menghambat pengendalian kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) timah. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui kondisi terkini pertambangan bahan galian timah di Kabupaten Belitung. 2. Mengkaji efektivitas organisasi Pemerintah Kabupaten Belitung dalam pengendalian pertambangan tanpa ijin timah (peti) timah di Kabupaten Belitung. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penghambat bagi organisasi pengelola lingkungan tersebut dalam pengendalian PETI tim a h. Penelitian tergolong penelitian deskriptif, yaitu berusaha untuk mendeskripsikan hal-hal yang saat ini berlaku, untuk selanjutnya didalamnya terdapat upaya untuk mencatat, menganalisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi. Sedangkan metode yang digunakan adalah gabungan metode kualitatif - kuantitatif . Hasil penelitian ini adalah: 1. Pengelolaan pertambangan timah di Kabupaten Belitung diatur melalui Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 4 tahun 2003 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum. Perda ini telah mengakomodir kepentingan masyarakat dalam usaha pertambangan, yaitu dengan adanya ketentuan mengenai izin usaha pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat (SIUPR). Namun persoalannya, hingga saat ini Organisasi Pemerintah Kabupaten Belitung yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan pertambangan belum sepenuhnya dapat mengiplementasikan hal tersebut. Ketiadaan pembinaan dan pengawasan merupakan salah satu contoh ketidak mampuan instansi pemerintah tersebut dalam menerapkan kebijakan pengelolaan pertambangan. Aktivitas pertambangan oleh masyarakat di Kabupaten Belitung pada saat ini, erat kaitannya dengan ketiadaan lapangan kerja, rendahnya skill (kemampuan/keahlian) masyarakat
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Uiniversitas Indonesia, 2006
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asrof Sibilli
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana pertambangan di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang penerapan pertanggungjawaban korporasi yang melakukan tindak pidana pertambangan tanpa izin. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai dasar peraturan pertambangan di Indonesia menyebut subjek hukum korporasi dengan frasa badan usaha. Dalam ketentuan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengakomodir adanya pembebanan pertanggungjawaban pidana bagi korporasi yang berstatus badan hukum. Namun dalam praktiknya belum pernah ada putusan pengadilan yang menjadikan korporasi sebagai subjek hukum dan membebankan sanksi pidana dalam tindak pidana pertambangan tanpa izin, walaupun secara teori korporasi tersebut dapat dibebankan sanksi pidana.
ABSTRACT
This thesis discusses about corporate criminal liability in mining offences in Indonesia. The purpose of this research is to find out about corporate criminal liability implementation in mining offences without permit. The Law No. 4 Year 2009 about Minerals and Mining Coal as basic mining regulation in Indonesia mentions subject of legal entities as business entities. The provisions of the law on mining mineral coal accommodate the imposition of criminal liability for corporate with legal entity status. But practically, there have never been court verdicts that make corporation into legal subject and impose criminal sanctions in the offences of mining without permit, although theoretically, corporations can be imposed by some criminal sanctions.
2015
S60389
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Bahreisy
Abstrak :
Perkembangan pertanggungjawaban pidana sebagai pelaku tindak pidana adalah sesuai dengan tujuan dan fungsi hukum untuk memberikan sarana perlindungan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat, sebab kecenderungan melakukan pelanggaran hukum untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya telah menjadi realita masyarakat. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya, penyiaran radio merupakan salah satu bagian dari Telekomunikasi. Perizinan adalah hal utama dari pengaturan mengenai penyiaran.Dalam rangka daur proses pengaturan penyiaran, perizinan menjadi tahapan keputusan dari negara (melalui KPI) untuk memberikan penilaian (evaluasi) apakah sebuah lembaga penyiaran layak untuk diberikan atau layak meneruskan hak sewa atas frekuensi. Dengan kata lain, perizinan juga menjadi instrumen pengendalian tanggungjawab secara kontinyu dan berkala agar setiap lembaga penyiaran tidak menyimpang dari misi pelayanan informasi kepada publik. Dalam sistem perizinan diatur berbagai aspek persyaratan, yakni mulai persyaratan perangkat teknis (rencana dasar tekhnik penyiaran dan persyaratan tehnis perangkat penyiaran, termasuk jaringan penyiaran), proses dan tahapan pemberian, perpanjangan atau pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.
Universitas Dharmawangsa, 2016
330 MIWD 49 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Susanda
Abstrak :
Wilayah Provinsi Bangka Belitung terkenal sebagai penghasil timah. Kegiatan pertambangan hampir di seluruh wilayahnya, membuat rona muka tanah mengalami perubahan dan meninggalkan ratusan kolong atau lobang bekas tambang yang berisi air. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa peran Polri dalam mencegah dan menegakkan hukum dalam kegiatan pertambangan timah tanpa izin, menganalisa kegiatan pertambangan timah tanpa izin di lokasi penelitian, mengetahui kualitas tanah dan air di sekitar wilayah pertambangan timah, dan mengetahui peran Polri yang tepat dalam menjaga kualitas tanah dan air di sekitar wilayah pertambangan timah.Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metodologi mix-method. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi literatur, observasi, wawancara, Sistem Informasi Geografis dan pengujian di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan terjadi konflik peran Polri dalam pencegahan dan penegakkan hukum pertambangan tanpa izin di wilayah Kecamatan Lubuk Besar Kabupaten Bangka Tengah. Pertambangan tanpa izin di kecamatan Lubuk Besar Kabupaten Bangka Tengah bersifat masif. Kualitas tanah di sekitar wilayah pertambangan timah kurang subur, sedangkan kualitas air termasuk dalam kelas 3. Kesimpulan penelitian ini adalah diperlukan model pemolisian masyarakat berbasis lingkungan untuk Polri di wilayah kecamatan Lubuk Besar Kabupaten Bangka Tengah. Kegiatan pertambangan tanpa izin tidak akan memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan perlu dihentikan. Diperlukan reklamasi untuk memperbaiki kualitas tanah dan air di sekitar wilayah pertambangan. ......The region of Bangka Belitung Province is well known as tin producer. Mining activities covers almost all of its entire territory, making soil surface texture change and leaving hundreds of ex-mining pits or holes containing water. The purpose of this study is to analyze the role of Polri (Indonesian State Police) in preventing and enforcing law in illegal tin mining activities, analyzing tin mining activities without license at research sites, to know the quality of soil and water around tin mining area, and to know the appropriate role of Polri in securing soil and water quality around the tin mining area. This research used qualitative approach with mix-method methodology. Data collection method being used is literature study, observation, interview, Geographic Information System, and laboratory testing. Research's result indicate there is role conflict in Polri when preventing and law enforcing law regarding illegal mining in Lubuk Besar District, Central Bangka Regency City. Illegal (Unlicensed) mining in Lubuk Besar District of Central Bangka is massive. Soil quality surrounding the tin mining area is less fertile, while water quality is in the category of class 3. Conclusion of this study that it is necessary to apply community policing baseda on environment for Polri (Indonesian State Police) in Lubuk Besar District of Central Bangka Regency City. Illegal mining will not upgrading community welfare and shoul be stoped. Reclamation needed to improve soil and water quality around mining area.
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidjabat, Pandapotan
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang fenomena child abduction yang dewasa ini semakin sering terjadi di Indonesia. Dengan telah ditemuinya kasus-kasus child abduction di Indonesia, keikutsertaan Indonesia dalam Konvensi Hague 1980 perlu dipertimbangkan. Di dalam Konvensi Hague 1980 dibahas mengenai hal-hal antara lain tujuan dari Konvensi, definisi dari pemindahan anak secara tidak sah dan hak pemeliharaan, prosedur pengembalian seorang anak ke negara tempat tinggalnya sehari-hari, alasan-alasan yang menjadi pengecualian untuk pengembalian anak dan lain sebagainya. Dalam tesis ini penulis hanya akan menuliskan mengenai beberapa pasal yang dianggap sebagai inti dari Konvensi seperti yang tersebut di atas, penting untuk diketahui karena mempunyai kaitan erat dengan kasus-kasus yang akan dibahas. Tantangan terbesar Pemerintah Indonesia terkait hal ini adalah keadaan perundang-undangan menyangkut anak dan hukum perkawinan di Indonesia, yang masih kurang sempurna dan masih sangat kurangnya hakim-hakim yang ?ahli? baik dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan Hukum Perdata Internasional pada umumnya dan Konvensi Hague 1980 pada khususnya. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa Pemerintah Indonesia sebaiknya segera membentuk perangkat yang mendukung berlakunya Konvensi Hague 1980 (antara lain pembentukan Otoritas Pusat, perundang-undangan, pengadilan serta hakim-hakim yang akan ditunjuk dalam mengadili kasus child abduction).
This thesis discusses the phenomenon of child abduction that frequently happened nowadays in Indonesia. Based on such a situation, the present author mainly argues that Indonesia should consider its participation to the 1980 Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction. Under the 1980 Hague Convention, there are several important provisions provided, including: the objectives of the convention, the definition of the child ?wrongful removal? and custody rights, the procedure of returning the child to the country of habitual residence, and reasons being the exception to the returning the child. However in this thesis, the present author shall focus on some articles that considered as the core provisions of the convention; as they have a strong relation with the cases discussed. On a practical level, this research found that the biggest challenge the Government of Indonesia faced regarding this matter is that the national legislation concerning children and marriage in Indonesia is still less than perfect. Besides, there is also a lack of number of expert judges in both cases relating to Private International Law in general and the 1980 Hague Convention in particular. As a recommendation, this study suggests that the Indonesian Government should immediately promulgate a legal product that supports the application of the 1980 Hague Convention (such as Central Authority, laws, the courts, and the judges who will be appointed to hear the cases of child abduction).
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Febriana
Abstrak :
Penggunaan tanah tanpa izin yang berhak menjadi permasalahan bagi pemegang hak atas tanah. Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk menyelesaikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya. Bagaimana kewenangan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pengosongan atas pemakaian tanah tanpa izin yang berhak dan mengapa pemilik hak atas tanah mengajukan permohonan pengosongan tanah atas pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya kepada Pemerintah Daerah serta bagaimana tanggung jawab Pemerintah Daerah terhadap pelaksanaan kewenangan pengosongan tanah atas pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis-normatif dalam lingkup wilayah di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan melakukan pengosongan tanah atas pemakaian tanah tanpa izin yang berhak berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya dan warga perseorangan atau badan hukum dapat memilik penyelesaian dengan pengajukan permohonan bantuan pengosongan kepada Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaan kewenangan pengosongan, Pemerintah Daerah harus melaksanakan urusan pemerintahan sesuai kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. ......The use of land without the right of permission is a problem for holders of land rights. The Regional Government has the authority to settle based on Law Number 51 of 1960 concerning the Prohibition of Use of Land without Rightful Permissions or Proxies. What is the authority of the Regional Government to carry out the emptying of land use without the right of permission and why the owner of land rights applies for land emptying for use without permission that is entitled or authorized to the Regional Government and how the Regional Government is responsible for the implementation of authorization to use land without permission who has the right or power. The research was carried out by juridical-normative method in the scope of territory in the Jakarta Special Capital Region. Based on the results of the study, the Regional Government has the authority to carry out land emptying for land use without a entitled permit based on Law Number 51 of 1960 concerning Prohibition of Use of Land without Rightful Permits or Proxies and individuals or legal entities may have a settlement by submitting an application for vacant assistance to the Regional Government. In implementing the authority for evacuation, the Regional Government must carry out government affairs in accordance with the authority stipulated in Law Number 23 Year 2014 concerning Regional Government.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Tumpal
Abstrak :
Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945 menyatakan menyatakan bahwa bumi, air, dan Kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara, digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Atas hal tersebut, negara diberi kewajiban untuk mengurus dan mengelola kekayaan alam, termasuk pemanfaatanya, dan bertanggung jawab meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun demikian banyak kegiatan pengambilan kekayaan alam melalui pertambangan tanpa izin, sehingga menimbulkan kerugian bagi negara, rakyat dan lingkungan. ketentuan sanksi pidana dan denda sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 belum efektif dalam kerangka memenuhi keadilan sosial yang menjamin pengembalian atas hak negara dan masyarakat untuk memperoleh manfaat atas kekayaan alam. Merujuk 3 (tiga) tujuan hukum, maka ketentuan tersebut telah memberikan kepastian hukum, namun belum dapat memenuhi rasa keadilan bagi negara dan masyarakat atas haknya yang hilang. Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui kewajiban pemulihan dan perbaikan atas dampak yang ditimbulkan oleh pertambangan tanpa izin. Asas restitutio in integrum merupakan salah satu asas hukum umum yang memiliki arti pemulihan pada kondisi semula. Kewajiban pengembalian ini harus diatur secara normatif dalam undang-undang pertambangan mineral dan batubara, sehingga dapat menjadi dasar legalitas bagi penegak hukum. Penerapan asas Restitutio In Integrum dalam kaitannya dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sangat penting. Penerapan asas restitutio in integrum akan membuka jalan bagi terciptanya keadilan sosial. Rumusan keadilan sosial dalam pembukaan UUD 1945 pasca perubahan menjadi terwujud secara tegas sebagai “suatu” yang sifatnya konkrit. ......Article 33 Paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia states that the land, water and natural resources contained therein shall be under the control of the state and shall be used for the greatest prosperity of the people. For this reason, the state is given the obligation to administer and manage natural resources, including their utilization, and is responsible for improving the welfare of the people. However, there are many activities to extract natural resources through mining without a license, causing losses to the state, people and the environment. the provisions of criminal sanctions and fines as stipulated in Article 158 of Law No. 3 of 2020 have not been effective in fulfilling social justice that guarantees the return of the rights of the state and society to benefit from natural resources. Referring to the 3 (three) objectives of law, these provisions have provided legal certainty, but have not been able to fulfill a sense of justice for the state and society for their lost rights. Efforts that can be made are through the obligation to restore and repair the impacts caused by unlicensed mining. The principle of restitutio in integrum is one of the general legal principles that means restoration to its original condition. This return obligation must be normatively regulated in the mineral and coal mining law, so that it can be the basis of legality for law enforcement. The application of the Restitutio In Integrum principle in relation to social justice for all Indonesian people is very important. The application of the principle of restitutio in integrum will pave the way for the creation of social justice. The formulation of social justice in the preamble of the 1945 Constitution after the amendment becomes explicitly realized as a concrete "something".
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arista Salsabila Hakimah
Abstrak :
Bank memegang peranan penting yang menunjang pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia. Pada pelaksanaannya, setiap pihak yang ingin melakukan kegiatan perbankan, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, harus terlebih dahulu mendapatkan izin usaha dari Bank Indonesia (saat ini OJK). Adapun pada praktiknya, kasus praktik bank tanpa izin seperti penerbitan promissory note oleh sebuah Perseroan Terbatas dengan tujuan untuk mengumpulkan modal usaha, masih mengundang pro dan kontra antara pertimbangan Majelis Hakim dengan pendapat para Ahli di bidang perbankan. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaturan pendirian bank berdasarkan ketentuan hukum perbankan di Indonesia serta bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah atas praktik bank tanpa izin yang melakukan kegiatan usaha perbankan (Analisis Putusan No. 920/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Sel). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan serta memperoleh pemahaman mengenai perlindungan hukum terhadap nasabah akibat praktik bank tanpa izin dengan menganalisis Putusan No. 920/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Sel kemudian dikaitkan dengan ketentuan hukum perbankan di Indonesia. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif dengan menelusuri pengaturan yang terkait dengan praktik bank tanpa izin serta perlindungan terhadap nasabah bank. Simpulan yang didapat dari penelitian skripsi ini adalah mengenai perlindungan hukum atas praktik bank tanpa izin bagi nasabah telah diatur pada Pasal 46 ayat (1) UU Perbankan yang mengatur penjatuhan sanksi pidana berupa penjara dan denda kepada para pihak yang memenuhi unsur-unsur pada ketentuan pasal tersebut. Adapun pemenuhan unsur “dalam bentuk simpanan” tidak seharusnya terpenuhi dalam kasus ini mengingat pada pertimbangannya Majelis Hakim menyamakan promissory note dengan produk perbankan yaitu deposito padahal pengaturannya jelas diatur secara berbeda. Saran yang dapat diberikan adalah para Ahli hukum di bidang perbankan untuk menentukan tolak ukur dari promissory note. ......Banks play an important role in supporting the implementation of national development in Indonesia. In practice, any party wishing to carry out banking activities, namely collecting funds from the public in the form of savings, must first obtain a business license from Bank Indonesia (currently OJK). As for practice, cases of unlicensed bank practices such as the issuance of promissory notes by a Limited Liability Company to collect business capital still invite pros and cons between the considerations of the Panel of Judges and the opinions of experts in the banking sector. The formulation of the problem in this research is how to regulate the establishment of a bank based on the provisions of banking law in Indonesia and how is the legal protection of customers for bank practices without a license that carries out banking business activities (Decision Analysis No. 920/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Sel). The purpose of this study is to provide and gain an understanding of the legal protection of customers due to bank practices without a license by analyzing Decision No. 920/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Sel is then linked to banking law provisions in Indonesia. The research method in writing this thesis is juridical-normative by tracing regulations related to bank practices without a license and the protection of bank customers. The conclusions drawn from this thesis research are that regarding legal protection for bank practices without a license for customers, it is regulated in Article 46 paragraph (1) of the Banking Law which regulates the imposition of criminal sanctions in the form of imprisonment and fines to parties who fulfill the elements in the provisions of the article.The fulfillment of the element "in the form of savings" should not have been fulfilled in this case considering that in their consideration the Panel of Judges equated promissory notes with banking products, namely deposits, even though the arrangements are regulated differently. Advice can be given by legal experts in the banking sector to determine benchmarks for promissory notes.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi
Abstrak :
Artikel ini membahas environmental justice pada kawasan pertambangan emas di tambang Pongkor. PETI dianggap sangat merugikan lingkungan serta masyarakat sekitar. PETI sebagai polemik yang besar untuk masyarakat dan penambang itu sendiri karena membahayakan keselamatan serta lingkungan mereka, dimana penggunaan material berbahaya yang tidak mereka ketahui dampaknya, serta kurangnya pengetahuan tentang penambangan. Hasil analisis menunjukan bahwa PETI tambang Pongkor sebagai tindakan (1) melanggar peraturan yang ada dan regulasi lingkungan; (2) telah teridentifikasi dapat membahayakan lingkungan; dan (3) tindakannya asli dilakukan oleh manusia, sehingga hilangnya keadilan lingkungan. Karena pada dasarnya environemntal justice memastikan bahwa lingkungan hidup bebas dari bentuk pengerusakan, persamaan hak yang dimiliki oleh setiap individu untuk memanfaatkan lingkungan, memberikan proteksi terhadap lingkungan dari berbagai ancaman yang ada. ......This article is going to examine environmental justice in Pongkor gold mining area using PETI study. PETI is considered disadvantageous for the environment. PETI is also considered as a polemic for both the local communities and the miners, as they have lack of knowledge in environmentally friendly mining techniques. The analysis shows that PETI Pongkor mine as action (1) may violate existing environmental regulations; (2) has identified as environmentally harmful; and (3) the act is done by human, so loss environmental justice. Because basically, environmental justice ensure that environment is free from degradation, have the equality of rights that every individual has to utilize th environment, and give protection from various threats.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hanan Nugroho
Abstrak :
Di balik reputasi sebagai negara produsen dan pengekspor bahan-bahan tambang terkemuka, Indonesia memiliki banyak kegiatan pertambangan rakyat skala kecil yang digolongkan sebagai PETI (pertambangan tanpa izin). Covid-19 memperjelas posisi mereka yang rentan terhadap aspek kesehatan, ekonomi, sosial, hukum, dan lingkungan. Perlu mengubah kebijakan dengan memberi tempat bagi kegiatan pertambangan rakyat skala kecil untuk diakui secara hukum formal, dan bantuan dalam bentuk pelatihan teknik, aspek legal, akses finansial dan pasar, untuk memberikan nilai ekonomi dan manfaat sosial yang lebih baik, serta mengurangi kerusakan lingkungan dari kegiatan tersebut.
Jakarta: Badan Perencanaan PembangunaN Nasional (BAPPENAS), 2020
330 JPP 4:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>