Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diden Rostika
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai pemberdayaan masyarakat miskin, melalui Program Pengembangan -Kecamatan, di Kabupaten Sumedang, Kecamatan Tanjungsari tahun 1999-2002.
Dilatarbelakangi oleh ketidakberhasilannya program ini dalam meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat miskin, maka peneliti mencoba melakukan penelusuran terhadap proses sosialisasi ditahap perencanaan kegiatan, proses pelaksanaan kegiatan dan pemeliharaan program.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif analitik untuk menghasilkan informasi-informasi tentang proses pelaksanan program, yang diperoleh melalui informan. Pemilihan informan didahului dengan membuat theoretical sampling dan dilanjutkan dengan penarikan sample secara "snowball sampling" yang meliputi petugas, dan penerima program. Untuk mendapatkan informasi dari informan tersebut peneliti menggunakan teknik "in-depth inleruiew ", observasi dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemberdayaan masyarakat miskin di Desa Margaluyu kurang berhasil memberdayakan masyarakat miskin. Penyelenggaraan program tidak mampu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat miskin, bantuan yang diberikan program terutama untuk UEP dan KSP belum cukup memberikan peluang bagi peningkatan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, dan juga belum bisa membangun kelompok masyarakat dalam bentuk UEP atau KSP yang kuat, juga malah membuat keharmonisan sebagian masyarakat dengan aparat desa menjadi terganggu karena kecurigaan-kecurigaan masalah dana proyek.
Kegagalan ini berawal dari sosialisasi program yang kurang memasyarakat. yang berakibat pada persepsi yang berbeda, dan motivasi partisipasi yang berlainan, disini motif ekonomi sangat dominan dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam program ini. Didukung oleh pendampingan yang tidak berkesinambungan, kompetensi sebagai cotmnunity worker tidak memadai dan pendamping masyarakat yang bekerja lebih berorientasi pada tugas sesuai petunjuk teknis dan petunjuk operasional bukan pada proses sehingga kurang bermanfaat bagi anggota kelompok dan anggota masyarakat pada umumnya. Juga pendekatan yang dilakukan pada proses pemberdayaan untuk mencapai.hasil yang maksimal perlu disesuaikan dengan komunitas yang ada, dalam satu komunitas ada saatnya `didekati' dengan pendekatan yang directive tetapi ada saatnya menggunakan pendekatan yang non-directive.
Pola perguliran yang dikembangkan tidak menyebarluas menjangkau sasaran yang lebih jauh, tapi membentuk kelompok-kelompok kecil yang lebih eksklusif karena hanya orang-orang tertentu dan orang-orang yang sama yang bisa menikmati pelayanan program melalui UEP.
Berbagai upaya perubahan dan perbaikan perlu dilakukan, program pemberdayaan harus dilakukan secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan dengan memprioritaskan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dengan pendekatan directive atau non-directive. Membangun perekonomian desa dengan potensi yang ada dengan memperluas jaringan kerja, membangun lembaga perekonomian seperti misalnya koperasi, guna menghimpun petani tembakau dan kelompok UEP lainnya kedalam satu wadah yang dapat mempermudah dan daya tawar menjadi transparan, menguatkan kelompok UEP agar mampu bersaing dan menumbuhkan produktifitas yang pada akhirnya dapat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brebes Suhardi
"Salah satu produsen bawang merah di Kabupaten Brebes adalah Kelurahan Tanjungsari yang mempunyal penduduk ± 6.689 orang. 85,49% penduduk di Kelurahan ini adalah petani bawang merah. Dengan kondisi seperti itu, maka daerah ini adalah daerah yang sangat berpotensi sebagai produsen bawang merah, sekaligus juga menjadi daerah yang berpotensi untuk merusak lingkungan akibat praktek-praktek pemakaian pestisida yang biasa dilakukan oleh petani. Salah satu cara untuk meningkatkan hasil produksi pertanian adalah melalui upaya pemberantasan hama dengan menggunakan pestisida. Mengingat pestisida adalah racun yang dapat menimbulkan dampak negatif pada lingkungan, maka perlu penanganan yang baik dari mulai tahap pemilihan, penyimpanan, aplikasi, dan tahap pembuangan wadah bekas pestisida.
Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan rancangan potong lintang (Cross sectional) pada 61 responden di - Kel.Tanjungsari, Wanasari, Brebes, tentang perilaku pemakaian pestisida, didapatkan bahwa 65,6/ memperlihatkan perilaku yang tidak baik dalam pemakaian pestisida. Perilaku tidak baik ditemui pada semua tahapan penanganan pestisida. Observasi dan wawancara dengan menggunakan kuesioner dilakukan pada responden meliputi faktor-faktor pendidikan, pengetahuan, sikap, ketersediaan sarana aplikasi, harga pestisida, tempat penjualan pestisida, dan dukungan kawan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencegah terjadinya degradasi lingkungan akibat perilaku pemakaian insektisida oleh petani bawang merah, mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi perilaku pemakaian insektisida pada pertanaman bawang merah di Kabupaten Brebes. Manfaat dari penelitian ini sebagai acuan Pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan pembinaan pemakaian pestisida.
Hasil uji Chi-square menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh signifikan pada perilaku pemakaian pestisida adalah pendidikan, pengetahuan, sikap, dan dukungan kawan. Hasil analisis regresi logistik ganda memperlihatkan bahwa faktor yang paling dominan berpengaruh dengan perilaku pemakaian pestisida adalah sikap dengan OR sebesar 10,483 yang berarti bahwa responder mempunyai sikap negatif pada pestisida cenderung untuk berperilaku tidak baik sebesar 10,483 kali dibandingkan dengan responden yang bersikap positif pada pestisida.
Mengingat begitu dominannya pengaruh sikap pada perilaku pemakaian pestisida, maka disarankan bahwa sikap masyarakat harus diperbaiki, terutama anggapan yang mengatakan bahwa pemakaian pestisida adalah satu-satunya cara yang efektif untuk memberantas hama. Untuk itu perlu dianjurkan untuk memberantas hama dengan alternatif lain, yaitu sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu sistim pengendalian populasi hama yang serasi sehingga tidak menimbulkan kerugian ekonomi dan aman pada lingkungan.
Daftar Kepustakaan : 29 (1973-2000)

The study on pesticide use behavior using cross sectional design of 61 respondents at Tanjungsari village, Wanasari, Brebes, revealed that 65,6% of respondents tends to handle pesticide badly. Respondents handle pesticide badly at all the stages of pesticide handling. Observation and interview using questionnaire were conducted through factors, among other things are: education, knowledge, attitude, availability of equipments, and the price of pesticides, pesticide outlet, and peer support.
The objective of this study is to prevent environmental degradation due to insecticide use behavior by shallot farmer, and to identify factors influencing insecticide behavior at shallot plantation in Brebes Regency. The benefit of this study is as guidance for local government in designing policy related to counseling of pesticide use.
The result of Chi-square test shows that factors influencing significantly on pesticide use behavior are: education, knowledge, attitude and peer support, Multiple logistic regression analysis result shows that the most dominant factor influencing on pesticide use behavior is attitude with OR 10,483. It means that respondents having negative attitude on pesticide tend to behave badly 10,483 more than respondents having positive attitude.
Because attitude is very dominant factor influencing pesticide use behavior, it is suggested that public attitude be changed, especially their opinion saying that pesticide use is the most effective way to control pest. Therefore the authority needs to introduce another alternative of pest control, such as integrated pest control, namely a compatible pest control that doesn't bring about economic loss and environmental degradation.
Number of references: 29 (1973-2000)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11404
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwi Winarti
"Studi tentang pertumbuhan fisik telah menunjukkan bahwa pertumbuhan anak usia 13 -15 tahun merupakan pertumbuhan fisik yang cepat. Pada anak perempuan, hal tersebut berhubungan dengan kematangan seksual yang merupakan ciri-ciri pubertas, ditandai haid pertama dan berkaitan dengan keadaan gizi dan psikhisnya. Studi pengantar di Tanjungsari mengenai kematangan seksual, ditemukan data Cohort WHO, dari 3500 anak terdapat 1550 anak perempuan dengan tiugkat maturasi seksual 28 anak (1,8%). Usia menarchenya 12 tahun, dan ditemukan 11 responden (0,70 %) atau (39,28%) dad data kematangan seksual, telah menikah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dan faktor apa yang dominan berhubungan dengan kematangan seksual. Desain penelitian merupakan survey dengan pendekatan Cross Sectional, lokasi di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang Jawa Barat, dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juni tahun 2003.
Jumlah sampel 150 anak perempuan usia 13 sampai 15 tahun. Vaniabel babas yang diduga berhubungan idalah Indeks Masa Tubuh, Status anemia, Kadar lemak tubuh, Perilaku sosial, Umur, Pendidikan, Pendidikan Ayah, Pendapatan Orangtua dan Kebiasaan keluarga.
Data merupakan data primer yang dikumpulkan dari anak perempuan dengan menghitung Indeks Masa Tubuh dari pengukuran berat badan dalam kilogram dibagi ukuran tinggi badan dalam meter kuadrat dan Status Anemia. Ban pengambilan sampel darah anak kemudian dianalisa hasilnya dalam ukuran gram %.
Prosentase lemak tubuh, dilakukan setelah diketahui ukuran tinggi badan, berat badan, umur dan jenis kelaniin,masukkan dalam BIA, hasilnya berupa prosentase. Data kematangan seksual diperoleh dari pemeriksaan fisik tanda kematangan seksual sekunder, sedangkan data mengenai perilaku sosial, umur, pendidikan, pendidikan ayah, pendapatan orangtua, serta kebiasaan keluarga diperoleh melalui kuesioner.
Pengolahan data dilakukan manual, dan bantuan komputer, data yang terkumpul dimasukan pada program. Hasil analisa Univariat dari 150 Responder, melalui pengukuran Indeks Masa Tubuh, diperoleh status gizi kurang sebanyak 35 responden (23,3%), 15 responden (10%) mengalami Anemia, melalui lemak tubuh didapatkan data Gizi kurang 78 responden (52,0%). Sebanyak 33 responden (22,0%) mengalami kematangan seksual lambat, 117 responden (78,0 %) mengalami kematangan seksual cepat.
Hasil analisa Bivariat menggunakan Chi-Square ditemukan 2 variabel yang berhubungan dengan kematangan seksual yaitu Lemak tubuh dengan p value = 0,005, dan kebiasaan keluarga p value = 0,004. Faktor-faktor lainnya yaitu, Indeks Masa Tubuh, Status Anemia, umur, Sikap perilaku sosial, pendidikan anak, pendidikan ayah dan pendapatan orangtua tidak berhubungan dengan kematangan seksual. Analisa multivariat yang mempunyai p value terkecil adalah kebiasaan keluarga dengan p Value = 0,004, dan ini merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kematangan seksual secara bermakna.
Sebagai saran, Puskesmas dan Instansi pusat terkait perlu meningkatkan program pelayanan kesehatan reproduksi remaja di daerah ini. Untuk peminat dan peneliti lain perlu meneliti lebih lanjut mengenai masalah reproduksi remaja, terutama bila anak akan menghadapi masa berkeluarga.

A study about physical growth has found that the children's growth spurt is occur at the age of 13 to 15 year old. On a girl, this episode is related to her sexual maturity, which usually called as puberty. It is usually characterized by the onset of menarche, her first menstruation, and related to her state of nutrition and of psychology. An introductory study at Tanjungsari on sexual maturity, using WHO's cohort data, has found that among 3,500 children there are 1,550 girls. And among those girls there were 28 (1.8%) girls who already have their sexual maturation, with details information that their age of menarche are 12 years old, and found that 11 of them (39.28%) were married.
Study will be carried out, and have a purpose on finding out what factors related and which factor that have a greatest role in determining the sexual maturity. The design of the study is a survey with a cross-sectional approach, will be held in Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang,West Java, on April to June 2003.
The number of the sample is 150 young girls with have an age range. between 13 to 15 years old. The independent variables assumed to have relationship with sexual maturity are: body mass index, the state of anemia, percentage of body fat, social behavior, age, education, father's education, parent's income and family's customs.
A primary data will be collected from young girls by calculating the body mass index, which measured the body weight in kilograms divided by the height in Meter Square and the state of anemia is also observed by examining the blood sample and analyzed those samples to obtain the measurement for the state of anemia in gram-percent. The percentage of body fat can be calculated after data on height, weight, age and sex have been accomplished to Hand Bio Electric Impedance Analyzer. Meanwhile, data on sexual maturity were obtained from performing the physical examination on secondary sexual maturity signs, and data on social behavior, age, education, parents' education and income, and family customs are gathered using a questionnaire.
Data were being organized manually, followed by using the computer when data are being entered to a statistical program. From the univariate analysis upon 150 respondents, it can be known from calculation on body mass index that 35 respondents or 23.3% have a poor nutrition status and 15 respondents or 10% have anemia. From the percent of body fat, it has found that respondents with mild of poor nutrition state are 78 people (52,0%). Severe poor of nutrition state are 33 respondents (22%). As little as 33 girls (22,0%) have found in the state of late (slow) sexual maturity, 117 girls (78,0%) are in the state of fast sexual maturity.
Result from bivariate analysis, using chi-square, has found that2 variables are related to the sexual maturity, which are: percentage of body fat with p-value 0.05;, and family customs (p-value 0.004). Other factors that are: Body Mass Index, anemia, age, social attitude and behavior, education, father's education and family income, are not related with sexual maturity. When those variables are analyzed by multivariate analysis, it is found that variable which has the least p-value is family customs (p-value 0.004). This represent that family customs is significantly to be the most dominant factor related to sexual maturity. Based on those findings, it is suggested that Community Health Center (Puskesmas) and other central institution should be concern to the problem of health reproduction on a young girls, and should evaluate every matters related to adolescent in this region. For the other researchers it is suggested to explore a research on other issues on Adolescent Health reproduction, especially to those girls who will be engaged in a marriage in a little while.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library