Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atikah Amirah
"Penulisan ini disusundalam penjabaranatas penelitian di Pasar Tanah Abang terkait pungutan liar yang telah membudaya, dianalisis secara kriminologis, dan bertujuan agar dapat memberikan pemahaman mengapa permasalahan tersebut sulit untuk diatasi. Asumsi awal penulis bahwa analisis dapat dilakukan melalui enam focal concernsdari teori budaya kelas menengah ke bawah oleh Walter Miller. Namun, ditemukan bahwa selain enam focal concerns, permasalahan ini terjadi karena adanya hubungan kekeluargaan, informative function of reinforcement, gangguan internal, dan gagalnya pemolisian komunitas.
Dengan menggunakan teknik pengumpulan data primer, penulis mewawancarai beberapa warga kawasan Pasar Tanah Abang sebagai pihak yang memahami dan terlibat langsung dengan pungutan liar serta melakukan pengamatan di kawasan tersebut agar dapat memberikan penjelasan yang komprehensif. Hingga pada akhirnya setelah memahami mengapa pungutan liar sulit diatasi, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan saran yang tepat dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut dengan efektif.

This study is compiled in a form ofelucidation of field research in The Tanah Abang Market, discussed about extortion or illegal payments that has been entrenched, criminology analyzed, and aims to provide an understanding why the problem is difficult to overcome. The initial assumption is the analysis can be done through the six focal concerns of middle-class cultural theory by Walter Miller. However, it was found that in addition to the six focal concerns, this problem occurs because of the ties of kinship, informative function of reinforcement, internal disturbance, and the failure of community policing.
By using primary data collection techniques, the author interviewed several residents around Tanah Abang Market area as the parties who understand and engage directly with the extortion and observed around the region in order to provide a comprehensive explanation. Ultimately, after understanding why the extortion difficult to overcome, this study is expected to be useful in providing the right advices in order to get over these problems effectively.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S64161
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Prabowo Damanik
"Jika berbicara tentang gelandangan maka yang akan terlintas dalam pikiran adalah orang orang dengan kesejahteraan di bawah standar sosial dan kelompok masyarakat yang hidup di jalan. Selain itu gelandangan juga digambarkan sebagai orang orang pemalas serta perusak tatanan kota sehingga keberadaannya selalu dikaitkan dengan hal hal negatif. Pandangan negatife ini dapat terlihat dari penggusuran atau pengusiran terhadap gelandangan berupa kebijakan dan peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah atau pengusiran yang dilakukan secara pribadi oleh individu terhadap gelandangan. Namun demikian gelandangan kerap kembali ke lokasi mereka meskipun sudah mendapatkan pengusiran baik dari pemerintah atau individu. Dengan melihat gelandangan dari sudut pandang yang mereka miliki maka kembalinya mereka ke lokasi kita akan melihat perbedaan dari dalam melihat gelandangan dari sudut pandang kita selama ini. Kembalinya gelandangan ke lokasi yang mereka tempati dapat berupa upaya mereka mempertahankan lokasi pencarian rongsokan yang dilakukan oleh mereka serta kemudahan kemudahan yang mereka dapatkan selama di lokasi tersebut yang tidak dapat kita pahami jika tidak menggunakan sudut pandang yang mereka miliki. Dengan keberadaan gelandangan di suatu lokasi akan melahirkan ruang ruang sosial bagi gelandangan di lokasi tersebut. Dalam penelitian ini, saya berusaha melihat bagaimana gelandangan selalu bertahan pada suatu tempat walaupun sudah digusur berkali kali, apa yang menjadi alasan mereka dan bagaimana mereka bertahan dalam kehidupan yang berada di bawah standar sosial tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara terhadap lima orang informan yang berada di Tanah Abang. Penelitian ini menemukan bahwa keberadaan gelandangan di suatu lokasi kemudian melahir ruang sosial mereka dimana dalam ruang ini gelandangan kemudian menemukan kenyaman dan keamanan sehingga mereka berupaya mempertahankan lokasi ruang mereka kendati mendapatkan perlakuan penggusuran.

When talking about homeless people, what comes to mind is people with substandard social welfare and community groups living on the streets. In addition, homeless people are also described as lazy people and destroyers of urban order, so their presence is always associated with negative things. This negative view can be seen in the eviction or expulsion of homeless people in the form of policies and regulations imposed by the government or evictions carried out personally by an individual against homeless people. However, homeless people often return to their locations despite being evicted from either the government or individuals. By looking at the homeless from their point of view, when they return to their location, we will see a difference in seeing the homeless from our perspective. The return of homeless people to the location where they live can be in the form of their efforts to defend the location of the search for junk that they carried out and the facilities they get while at that location which we cannot understand if we do not use their point of view. The existence of homeless people in a location will create social spaces for homeless people in that location. This study tries to see how homeless people always stay in a place even though they have been evicted many times, their reasons, and how they survive below social standards. This research was conducted using qualitative research by conducting interviews with five informants in Tanah Abang. This study found that the presence of homeless people in a location produces their own social space. In this space, the homeless found comfort and security, so they tried to maintain their spatial location despite eviction treatment."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Prabowo Damanik
"Jika berbicara tentang gelandangan maka yang akan terlintas dalam pikiran adalah orang orang dengan kesejahteraan di bawah standar sosial dan kelompok masyarakat yang hidupdi jalan. Selain itu gelandangan juga digambarkan sebagai orang orang pemalas serta perusak tatanan kota sehingga keberadaannya selalu dikaitkan dengan hal hal negatif. Pandangan negatife ini dapat terlihat dari penggusuran atau pengusiran terhadap gelandangan berupa kebijakan dan peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah atau pengusiran yang dilakukan secara pribadi oleh individu terhadap gelandangan. Namun demikian gelandangan kerap kembali ke lokasi mereka meskipun sudah mendapatkan pengusiran baik dari pemerintah atau individu. Dengan melihat gelandangan dari sudut pandang yang mereka miliki maka kembalinya mereka ke lokasi kita akan melihat perbedaan dari dalam melihat gelandangan dari sudut pandang kita selama ini. Kembalinya gelandangan ke lokasi yang mereka tempati dapat berupa upaya mereka mempertahankan lokasi pencarian rongsokan yang dilakukan oleh mereka serta kemudahan kemudahan yang mereka dapatkan selama di lokasi tersebut yang tidak dapat kita pahami jika tidak menggunakan sudut pandang yang mereka miliki. Dengan keberadaan gelandangan di suatu lokasi akan melahirkan ruang ruang sosial bagi gelandangan di lokasi tersebut. Dalam penelitian ini, saya berusaha melihat bagaimana gelandangan selalu bertahan pada suatu tempat walaupun sudah digusur berkali kali, apa yang menjadi alasan mereka dan bagaimana mereka bertahan dalam kehidupan yang berada di bawah standar sosial tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara terhadap lima orang informan yang berada di Tanah Abang. Penelitian ini menemukan bahwa keberadaan gelandangan di suatu lokasi kemudian melahir ruang sosial mereka dimana dalam ruang ini gelandangan kemudian menemukan kenyaman dan keamanan sehingga mereka berupaya mempertahankan lokasi ruang mereka kendati mendapatkan perlakuan penggusuran.

When talking about homeless people, what comes to mind is people with substandard social welfare and community groups living on the streets. In addition, homeless people are also described as lazy people and destroyers of urban order, so their presence is always associated with negative things. This negative view can be seen in the eviction or expulsion of homeless people in the form of policies and regulations imposed by the government or evictions carried out personally by an individual against homeless people. However, homeless people often return to their locations despite being evicted from either the government or individuals. By looking at the homeless from their point of view, when they return to their location, we will see a difference in seeing the homeless from our perspective. The return of homeless people to the location where they live can be in the form of their efforts to defend the location of the search for junk that they carried out and the facilities they get while at that location which we cannot understand if we do not use their point of view. The existence of homeless people in a location will create social spaces for homeless people in that location. This study tries to see how homeless people always stay in a place even though they have been evicted many times, their reasons, and how they survive below social standards. This research was conducted using qualitative research by conducting interviews with five informants in Tanah Abang. This study found that the presence of homeless people in a location produces their own social space. In this space, the homeless found comfort and security, so they tried to maintain their spatial location despite eviction treatment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggara Sahadewa Wiritanaya
"Tingginya arus urbanisasi mempunyai dampak negatif terhadap masalah sosial. Masalah sosial tersebut adalah pelacuran yang dapat dikatakan sebagai suatu penyakit masyarakat. Peran Babinkamtibmas sangat penting terhadap pencegahan, penindakan dan pembinaan terhadap penyakit masyarakat seperti pelacuran dibantu oleh elemen masyarakat.
Permasalahannya adalah peran dan tindakan apa saja yang telah dilakukan oleh Babinkamtibmas terhadap lokasi pelacuran BTA, faktor apa yang menyebabkan Babinkamtibmas Polsek Tanah Abang kesulitan memberantas pelacuran BTA, kelompok masyarakat mana yang berkepentingan terhadap keberadaan pelacuran BTA serta pola hubungan atau relasi seperti apa yang terbentuk antar kelompok masyarakat yang berkepentingan terhadap pelacuran BTA.
Tujuan dan kegunaan penelitian adalah mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan Babinkamtibmas dalam menertibkan pelacuran BTA, mengetahui faktor yang menghambat penertiban pelacuran BTA oleh Babinkamtibmas, mengetahui kelompok masyarakat mana yang mempunyai kepentingan terhadap pelacuran di BTA serta mengetahui pola hubungan antar kelompok masyarakat yang berkepentingan terhadap pelacuran di BTA.
metode yang dipergunakan metode penelitian kualitatifr dengan pendekatan etnografi, pengumpulan data dengan wawancara, observasi iapangan serta studi dokumen, menggunakan teori interaksi sosial.
Dapat disimpulkan bahwa aparat pemerintah, tokoh masyarakat dan masyarakat sekitar BTA mempunyai pola hubungan atau interaksi sosial serta kepentingan ekonomi terhadap keberadaan pelacuran BTA, akibatnya aparat Babinkamtibmas dalam mengambil sikap pasif dalam hal memberantas pelacuran BTA sehingga keberadaan pelacuran BTA tetap berjalan walaunun telah diIakukan tindakan baik tindakan secara preventif maupun represif.

The high urbanization flow has adverse impacts to social problems. One of the social problems is prostitution which can be categorized as a social pathology. The role of Babinkamtibmas is very important to prevention, enforcement and reeducation against the social pathology such as prostitution aided by public elements.
The point is what role and measure which have been played by Babinkamtibmas at the brothel complex of BTA (Bongkaran Tanah Abang), what factors which may cause Babinkamtibmas Precinct Police of Tanah Abang to face difficulties in alleviating prostitution at BTA, what public groups which have interests to the existence of BTA brothel complex and what relation patterns which are formed between public groups having interests in the brothel complex at BTA.
The aim and the purpose of this research is to know activities conducted by Babinkamtibmas in enforce orderliness at BTA brothel complex, to know what factors which may deter the orderliness enforcement at BTA brother complex by Babinkamtibmas, to know what public groups which have interest at brothel complex BTA and to know the relation patterns between public groups having interests at prostitution complex BTA.
Method used is qualitative method with ethnographic approach, data collection with interviews, field observations and document study using social interaction theory.
It is concluded that the government officials, public leaders and community surrounding BTA have relation patterns or social pattern and economic interest to the existence of BTA, in consequence the Babinkamtibmas officials take passive attitude in case of prostitution alleviation at BTA so the existence of the brothel complex remains in operation though many measures have been taken both preventive and repressive ones.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T20688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pungky Octa Wijaya
"ABSTRAK
Penelitian ini menjelaskan pengaruh klientelisme terhadap kebijakan publik. Suatu kebijakan
tidak dapat dipisahkan dari proses strategi politik masa kampanye pemilu, hal tersebut
menjadi konsekuensi atas transaksi yang dilakukan antara kandidat dan voters. Dalam riset
ini menjelaskan hubungan klientelisme Anies Baswedan dan PKL Jatibaru Raya yang
dihubungkan Haji Lulung serta pengaruhnya terhadap kebijakan penataan kawasan Tanah
Abang. Keluarnya Instruksi Gubernur Nomor 17 Tahun 2018 tentang kebijakan penataan
kawasan Tanah Abang merupakan manifestasi atas transaksi politik saat pilkada, kebijakan
tersebut berupa menata PKL dengan menutup dan memfasilitasi pedagang kaki lima (PKL)
berjualan di badan Jalan Jatibaru Raya. Konsep demikian merupakan usul dari Haji Lulung
sebagai tokoh masyarakat Tanah Abang pada saat Anies Baswedan baru saja duduk di kursi
jabatan gubernur pada Oktober 2017. Kebijakan ini terdapat beberapa mal administrasi dan
berjalan parsial, serta identik dengan bias partisan. Dalam pemenangan pilkada Haji Lulung
memiliki peran menggerakkan jaringan organisasi PPM sebagai mesin politik pemenangan
Anies Baswedan di kawasan Jatibaru Tanah Abang. Organisasi PPM ini melakukan
sosialisasi dari PKL Jatibaru dan warga ke warga untuk memenangkan Anies. Penelitian ini
mengungkapkan bahwa klientelisme dapat bersifat abu-abu karena transaksi yang dilakukan
termanifestasi dalam program dan tidak selalu ditunaikan dalam masa kampanye, dalam
kebijakan ini pula sumber daya yang di diberikan adalah kesempatan berdagang yaitu dengan
memfasilitasi pedagang kaki lima (PKL) berjualan di badan jalan. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam.

ABSTRACT
This research explains about the influence of clientelism on public policy. A public policy
cannot be separated from political strategy during the election campaign, it becomes a
consequence of transaction during election between candidate and voters. This research
explains about clientelism relationship between Anies Baswedan and PKL Jatibaru, also Haji
Lulung as a broker also its implication on the arrangement of Jatibaru Tanah Abang. Instruksi
Gubernur Nomor 17 Tahun 2018 is manifestation of political transactions during the
elections, the policy is about arranged street vendors (PKL) on the Jatibaru Raya street by
closed it from vehicles. This concept of public policy proposed by Haji Lulung as a Tanah
Abangs public figure community leader when Anies Baswedan in office October 2017. This
policy has some maladministration, partial and partisan bias. At campaign phase, Haji lulung
has mobilize his network, such as PPM Organization as the political machine to winning
Anies Baswedan in the Jatibaru area of Tanah Abang. this research reveals that clientelism
can be on the grey spectrum because transaction carried out is manifested in the program and
not always executed during the campaign period, in this policy, also the resource for the
voters by providing street vendors (PKL) opportunities for trade in Jatibaru Raya street. This
study uses qualitative methods with in-depth interview techniques"
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Chaer, 1942-
Depok: Masup Jakarta, 2017
959.822 ABD t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Riyadi
"Jumlah populasi yang semakin meningkat berbanding lurus dengan penggunaan transportasi, baik pribadi maupun umum, yang digunakan untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Dengan semakin banyaknya kendaraan pribadi ini, membuat tingkat kemacetan yang berada di wilayah DKI Jakarta semakin meningkta. Hal ini yang mendorong diciptakannya Transit Oriented Development (TOD). Transit Oriented Development (TOD) adalah area perkotaan yang dirancang untuk memadukan fungsi transit dengan manusia, kegiatan, bangunan, dan ruang publik yang bertujuan untuk mengoptimalkan akses terhadap transportasi publik, sehingga dapat menunjang daya angkut penumpang. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap konsep perencanaan TOD pada Stasiun KRL Tanah Abang. Data yang sudah dikumpulkan akan diolah berlandaskan pada metode yang sudah ada, yaitu TOD Standard 3.0 yang diterbitkan oleh Institute for Transportation and Development Policy (ITDP). Selain menggunakan ITDP TOD Standard 3.0, akan juga digunakan metode sebagai pembanding menggunakan refrensi berdasarkan Iskandar et al., 2021. Hasil yang didapatkan menggunakan ITDP TOD Standard 3.0 adalah 39 dari 100 poin, sedangkan menggunakan teori Iskandar et al., 2021 didapatkan hasil 81.5 dari 100 poin. Adapun usulan untuk memenuhi parameter ITDP TOD Standard 3.0 diperlukan evaluasi dan kajian kembali terutama pada aspek berjalan kaki, menghubungkan, memadatkan, dan beralih, sedangkan untuk teori Iskandar et al., 2021, hasil yang didapatkan sudah cukup untuk memenuhi parameter yang ada.

The increasing number of population is directly proportional to the use of transportation, both private and public, which is used to support daily life. With the increasing number of private vehicles, the level of congestion in the DKI Jakarta area is increasing. This prompted the creation of Transit Oriented Development (TOD). Transit Oriented Development (TOD) is an urban area designed to integrate transit functions with people, activities, buildings, and public spaces with the aim of optimizing access to public transportation, so as to support passenger carrying capacity. This study aims to evaluate the TOD planning concept at the Tanah Abang KRL Station. The data that has been collected will be processed based on the existing method, namely TOD Standard 3.0 published by the Institute for Transportation and Development Policy (ITDP). In addition to using ITDP TOD Standard 3.0, a comparison method will also be used using references based on Iskandar et al., 2021. The results obtained using ITDP TOD Standard 3.0 are 39 out of 100 points, while using the theory of Iskandar et al., 2021, the results obtained are 81.5 from 100 points. The proposal to meet the ITDP TOD Standard 3.0 parameters requires evaluation and review, especially in the aspects of walking, connecting, compacting, and switching, while for the theory of Iskandar et al., 2021, the results obtained are sufficient to meet the existing parameters."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizh Zulmar
"Penelitian ini mengkaji dampak dari dinamika keberadaan preman di wilayah Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat terhadap masyarakat dari tahun 1997 hingga 2001. Pasar Tanah Abang adalah salah satu sentra ekonomi besar di Jakarta Pusat yang sejak tahun 1970-an menjadi lahan subur bagi perkembangan aktivitas preman. Persoalan preman di wilayah ini kemudian memuncak ketika memasuki periode 1990-an. Pada tahun 1997, media nasional merekam serangkaian peristiwa besar di Tanah Abang akibat ulah preman di wilayah ini yang kemudian membawa dampak terhadap masyarakat Tanah Abang. Penelitian ini menemukan bahwa dampak tersebut menyebabkan perubahan perspektif masyarakat Tanah Abang dalam melihat aktivitas preman di wilayahnya. Mereka yang awalnya menerima keberadaan preman, kemudian menjadi menolak dan bersikap resisten terhadap keberadaan preman tersebut. Penyebabnya karena terjadi peningkatan aktivitas preman yang masif, yang secara bersamaan juga mulai mengintervensi kehidupan masyarakat setempat. Tulisan ini menggunakan metode penelitian sejarah dengan empat tahapan, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Sumber yang digunakan pada penelitian ini adalah surat-surat kabar Tempo, Kompas, Pos Kota, Suara Pembaruan, The Jakarta Post, Media Indonesia, dan Rakyat Merdeka. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pemerintah dalam menangani kasus preman kedepannya.

This study examines the impact of the dynamics of the presence of preman in the Tanah Abang Market area of Central Jakarta on the community from 1997 to 2001. Tanah Abang Market is one of the major economic centers in Central Jakarta which since the 1970s has been a fertile ground for the development of preman activities. The issue of preman in this area then peaked during the 1990s. In 1997, the national media recorded a series of major events in Tanah Abang due to the actions of preman in this area which then had an impact on the Tanah Abang community. This study found that this impact caused a change in the perspective of the Tanah Abang community in viewing the activities of preman in the area. Those who initially accepted the existence of preman, then rejected and became resistant to the existence of these preman. This is because there was a massive increase in preman activities, which simultaneously began to intervene in the lives of local communities. This paper uses a historical research method with four stages, namely heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The sources used in this research are Tempo, Kompas, Pos Kota, Suara Pembaruan, The Jakarta Post, Media Indonesia, and Rakyat Merdeka newspapers. This research is expected to be a reference for the government in handling preman cases in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian
"Dalam tesis ini, saya ingin menunjukkan perpolisian masyarakat yang diterapkan oleh Kepolisian Polsek Metro Tanah Abang dalam menangani konflik antara pedagang di Blok B sampai E dengan pengelola pasar Tanah Abang. Dalam penanganan konflik ini, Kepolisian Polsek Metro Tanah Abang melakukan tindakan-tindakan kepolisian berupa Preemptif, Preventif dan Represif.
Sumber konflik antara pedagang di Blok B sampai E dengan pengelola/PD. Pasar Jaya pada dasarnya dilatarbelakangi adanya Instruksi Gubernur Sutiyoso Nomor 84 tahun 2006 tentang Penertiban dan Pengosongan Penghunian Bangunan Kios Blok B sampai E pasar Tanah Abang. Pengosongan tersebut dilakukan karena konstruksi gedung yang sudah tidak layak untuk ditempati pedagang sebab menurut komentar Kepala Laboratorium dan Tim Investigasi dan Analisis terhadap bangunan Blok B sampai E pasar Tanah Abang menyampaikan 2 (dua) rekomendasi, pertama, gedung aman terhadap layanan seperti apa adanya sekarang, tetapi mengandung kemungkinan kegagalan (penurunan tidak merata) dad sistem fondasi apabila terjadi beban tambahan yang tidak seimbang. Kedua, gedung sebagaimana adanya saat ini tidak memenuhi persyaratan keamanan yang ditentukan standar Peraturan Baton SNI 03-2847-2002 dan Peraturan Gempa SNI 03-1726- 2002. Apabila gedung direncanakan untuk digunakan selama 20 tahun lagi, maka perlu dilakukan penguatan yang sesuai atau dibangun ulang.
Alasan pemerintah daerah atau dalam hal ini PD. Pasar Jaya memakai jasa tenaga ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam melakukan pemeriksaan atas konstruksi gedung yang menempati Blok B sampai E dilatarbelakangi adanya kualitas hasil kajian tim ITB yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah sehingga tidak heran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta cq. PD. Pasar Jaya memanfaatkan jasa tim ITB dalam melakukan pemeriksaan konstruksi bangunan pasar Tanah Abang tersebut.
Strategi perpolisian masyarakat kepolisian Polsek Metro Tanah Abang dalam menangani konflik antara pedagang di Blok B,C,D, dan E dengan pengelola yakni dengan menerapkan strategi internal dan ekstemal perpolisian masyarakat yang mengacu pada Surat Keputusan Kapolri No.Pal.: Skep14321VI112006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Panduan Polmas. Strategi internal ini diarahkan pada peningkatan pemahaman dan pengembangan sumber daya personal Polsek Metro Tanah Abang di bidang perpolisian masyarakat, diantaranya dengan memberikan pendidikan dan pelatihan di bidang perpolisian masyarakat. Sedangkan strategi ekstemal perpolisian masyarakat diarahkan pada peningkatan kemampuan personal Polsek Metro Tanah Abang dalam mengadakan kerjasama dengan pemerintah daerah, DPRD dan instansi terkait lainnya. Sedangkan penanganan konflik antara pedagang di Blok B sampai E dengan pengelola oleh kepolisian Polsek Metro Tanah Abang adalah dengan menerapkan pendekatan tanpa upaya paksa dan pendekatan dengan upaya paksa. Pendekatan tanpa upaya paksa ini diantaranya dengan melakukan tindakan preemptif dan preventif. Sedangkan pendekatan dengan upaya paksa dengan melakukan tindakan represif dengan mengedepankan penegakan hukum.
Faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi Polsek Metro Tanah Abang dalam penanganan konfiik antara pedagang di Blok B sampai E dengan pengelola, adalah keterbatasan sarana prasarana, keterbatasan jumlah personal dan keterbatasan lainnya termasuk keterbatasan kemampuan personal. Akan tetapi, dengan segala keterbatasan tersebut, kepolisian Polsek Metro Tanah Abang Iebih menekankan pada kegiatan perpolisian masyarakat (Palmas) dan kegiatan strategi perpolisian yang mencakup upaya pencegahan terhadap kejahatan, pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta upaya penegakan hukum bagi keadilan. Selain kedua sumber di atas, unsur kerjasama juga sangat mempengaruhi dan bahkan mendukung berhasilnya penanganan konflik antara pedagang di Blok B sampai E dengan pengelolalPD. Pasar Jaya.

In this thesis, I want to point out society policing that implemented by Tanah Abang Regional Police in handling conflict between traders in block B up to E kiosks with PD. Pasar Jaya in Tanah Abang. In handling this conflict Tanah Abang Regional Police doing police actions as Pre-emptive, Preventive and repressive.
Resource of conflict between traders in block B up to E kiosks with PD. Pasar Jaya basically because of there is instruction of Sutiyoso Governor Number 84 year 2006 about Control and Evacuation of Tanah Abang Market Building Block B up to E Kiosks. The evacuation is implemented because building construction that have no more suitable to be occupied by traders according to Chief of Laboratory and Investigation and Research Team over the Block B up to E Tanah Abang Market building that propose two recommendation, first. Building is safe for the service as the present, but there is probability of fail (decreasing inflate) from foundation system if there is unbalance weight adding, Second, The present building is not fulfill the safety requirements that determined by standard of SNI concrete regulation 03-2847-2002 and SNI Earthquake Regulation 03-1726-2002. if building is planned to be used for the others 20 years, so it needs to be strengthen accordingly or to be rebuilt.
The reason of regional government in this case PD. Pasar Jaya use experts from Institute Technology Bandung ITB) in investigating over the building construction for Block B to E is because of there is result of quality from ITB team that guaranteed its truths scientifically so it is no wonder if Government of DKI Province cq. PD. Pasar Jaya using the ITB Team services in doing investigate building construction of Tanah Abang market.
Strategy of Tanah Abang Regional Police in handling conflict between traders that occupying kiosk in Block B up to E with PD. Pasar Jaya that is by implementing internal and external strategy of society policing that refer to Head
of Republic Indonesia Police Department Decision Letter No. Pot : Skep14321VII12006 date July 1, 2006 about Guide of Society Police. This internal strategy is directed to increase understanding and improving personal human resource of Tanah Abang Regional Police in the matter of society policing, one of them is giving education and training in field of society policing. While external society policing is directed to improving the personal capability of Tanah Abang Regional Police in doing corporate with Regional Government, DPRD and the other related parties.
The type of handling conflict between traders that occupying kiosk in Block B up to E with PD. Pasar Jaya by Tanah Abang Regional Police is by implementing approach without force and approach by force. This approach without force is doing pre-emptive and preventive. While the approach with force by doing repressive action with propose of law enforcement.
Supporting and inhibiting factors that facing by Tanah Abang Regional Police in handling conflict between traders in Block B up to E kiosks with PD Pasar Jaya, is limitation of facility of means and infrastructure, limitation of personal quantity and the other limitation including the limitation of personal capability. But, with the all limitation Tanah Abang Regional Police is more strengthen on society policing (Polmas) and police strategy activity that include of preventive over the criminal, maintain of safety and society ordering also efforts to law enforcement for justice. Beside the above two resources, the factor of corporation is also much influence and even support the successes in handling conflict between traders that occupying kiosks in block B up to E with PD. Pasar Jaya."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gadi Rusnanti Faizahlaili
"Skripsi ini membahas tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidaksertaan WUS (non akseptor) dalam KB di kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat tahun 2009. Penelitian yang menggunakan desain studi cross sectional ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidaksertaan WUS (non akseptor) dalam KB di Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat tahun 2009. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kebon Kacang Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat. Sampel adalah wanita usia subur yang sudah menikah sebanyak 120 responden yang dipilih dengan metode cluster random sampling.
Hasil penelitian ini menemukan non akseptor sebanyak 35,8%. Faktorfaktor yang berhubungan dengan ketidaksertaan (non akseptor) dalam KB (p<0,05) adalah pekerjaan WUS, dukungan suami, dukungan keluarga dan dukungan teman sebaya. Untuk meningkatkan jumlah akseptor KB maka BKKBN perlu membuat kebijakan agar di setiap perkantoran atau instansi diadakan tempat pelayanan KB. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta agar memberikan penyuluhan tentang KB tidak hanya kepada WUS saja tetapi juga kepada suami dan keluarga WUS. Meningkatkan kualitas penyuluhan mengenai Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Kesehatan Reproduksi (KesPro) serta Keluarga Berencana (KB) kepada remaja yang belum menikah dan ibu yang memiliki anak lebih dari dua orang.

This scripsi tells us about the factors of correlate with non acceptor of WUS in KB in Kecamatan Tanah Abang of Center Jakarta 2009. The research using desain of study cross sectional aim to know the factors of correlate with non acceptor of WUS in KB in subdistrict Tanah Abang of Center Jakarta 2009. This research location is conducted in Kelurahan Kebon Kacang, Kecamatan Tanah Abang of Center Jakarta. Sampel is WUS has marry as much 120 responden selected with the method of cluster random sampling.
Result of this research find the non acceptor as much 35,8%. The factors of correlate with non acceptor in KB (p<0,05) is work of WUS, husband support, support of family and friend support. To increase acceptor KB, BKKBN must make the policy in each office or institution by place of service KB. BKKB of DKI Jakarta so that giving counseling about KB do not only to WUS but also to husband and family WUS. Beside that, increase the quality of counseling moters and child health, health of reproduce and also Keluarga Berencana to adolescent which not yet married and mother owning child more than two people."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>