Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosyadi Aziz Rahmat
"ABSTRAK
Latar Belakang
Lingkungan pendidikan di fakultas kedokteran dapat menjadi beban psikis bagi
mahasiswa karena penuh dengan stresor. Besarnya pengaruh stresor tersebut
dibuktikan dengan tingginya angka kejadian distres pada mahasiswa fakultas
kedokteran di seluruh dunia, sehingga diperlukan upaya untuk mengidentifikasi
sumbernya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengembangkan alat ukur untuk mengidentifikasi stresor
bagi mahasiswa pendidikan dokter tahap akademik.
Metode
Penelitian ini menggunakan teknik mixed methods (kualitatif dan kuantitatif),
studi Delphi untuk mengidentifikasi stresor dan desain potong lintang untuk uji
instrumen. Penelitian dilaksanakan pada mahasiswa tahap akademik Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU) dengan populasi 995
orang. Sebanyak 58 mahasiswa dipilih secara stratified simple random sampling
untuk studi Delphi dan total sampling.untuk uji instrumen. Analisis menggunakan
program SPSS versi 17, uji reliabilitas dengan alpha Cronbach dan analisis faktor
dengan rotasi Oblimin.
Hasil
Di antara 90 stresor pada studi Delphi terseleksi 40 yang lolos uji instrumen.
Stresor dikelompokkan menjadi stresor akademis (18 butir), stresor personal (11
butir), stresor lingkungan belajar (6 butir), dan stresor lingkungan sosial (5 butir).
Instrumen Kuesioner Stresor Mahasiswa Pendidikan Dokter Tahap Akademik
(KSMPD-Akademik) yang dihasilkan memiliki nilai alpha Cronbach 0,911.
Masalah fasilitas pendidikan dan masalah akademis merupakan stresor yang
paling banyak dihadapi mahasiswa dan memiliki pengaruh paling besar.
Diskusi
Pada analisis faktor terdapat 43 butir yang memiliki nilai di bawah 0,3 pada
matriks Communalities. Sebanyak 7 butir lainnya memiliki korelasi yang rendah
terhadap seluruh butir karena nilai korelasi item-total di bawah 0,3 pada matriks
Item-Total Statistics. Butir yang terseleksi merupakan butir yang dapat mewakili
stresor bagi mahasiswa tahap akademik FK UISU. KSMPD-Akademik memiliki
reliabilitas yang baik. KSMPD-Akademik dikembangkan pada populasi
terjangkau, sehingga ada kemungkinan fakultas kedokteran lain memiliki stresor
yang berbeda. Mahasiswa FK UISU berpendapat bahwa pada pelaksanaan proses pembelajaran mahasiswa memerlukan fasilitas ruangan kelas dan laboratorium
yang lebih memadai.
Simpulan
KSMPD-Akademik mengukur tingkat kekerapan (frekuensi) dan tingkat pengaruh
stresor yang dihadapi mahasiswa pendidikan dokter tahap akademik. Instrumen
ini dapat dikembangkan dengan menggali stresor lain di institusi yang berbeda.

ABSTRACT
Background
Educational environment in medical school is very stressful that can cause
psychological problems. Many researches identified high incidence of distress
among medical students around the world. Early identification is necessary,
advisably since undergraduate (academic) medical course to prepare students
facing the clinical situation (workplace) with higher level of stress.
Purpose
To develop instrument to identify stressors for academic medical students.
Methods
A mixed methods study (qualitative and quantitative) using Delphi technique to
identify stressors and cross-sectional design to develop the instrument has been
conducted among 995 academic medical students in Faculty of Medicine, Islamic
University of Sumatera Utara (FM IUSU). Sample of 58 on Delphi study were
chosen by stratified simple random sampling and a total sampling methods on
instrument development. Data were analyzed using SPSS version 17 by reliability
test with Cronbach’s alpha and factor analysis with Oblimin rotation.
Result
About 40 of 90 items obtained from Delphi study fulfill the criteria as stressor
instrument and named as Stressor Questioner for Academic Medical Student
(Kuesioner Stresor Mahasiswa Pendidikan Dokter Tahap Akademik (KSMPDAkademik)).
They are grouped into academic stressors (18 items), personal
stressors (11 items), learning environment stressors (6 items), and social
environment stressors (5 items). KSMPD-Akademik reached 0.911 of Cronbach
alpha. Stressors encountered by the respondents mostly associated with
educational facilities and academic problems. These stressors are well
established as stressor that has the most impact.
Discussion
There were 43 inadequate items removed by factor analysis because the value
found was below 0.3 on Communalities matrix. Seven items were further removed
because the value found was below 0.3 of item-total correlation on Item-Total
Statistics. The items selected by factor analysis and reliability test could represent
the stressors faced by the academic medical student in FM IUSU. KSMPDAkademik
has good reliability. KSMPD-Akademik was developed from FM IUSU
population, with the possibility of having other stressor if applied to other medical school. Students in FM IUSU require more adequate classroom and laboratory
facilities in implementing the learning process.
Conclusion
KSMPD-Akademik could measure the frequency and the degree of influence
(impact) of potential stressors experienced by the academic medical students. This
instrument could be further developed by exploring other stressors in different
institutions."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T58554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldeka Kamilia Mufidah
"Pendahuluan: Pendidikan dokter terdiri dari dua tahap pembelajaran, yaitu tahap akademik (preklinik) dan tahap klinik. Dosen yang ideal merupakan komponen terpenting dalam proses pembelajaran tersebut. Kedua tahap pembelajaran tersebut memiliki metode dan lingkungan pembelajaran yang berbeda sehingga diperkirakan terdapat perbedaan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik. Penelitian ini bertujuan membandingkan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik menurut persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang (cross sectional) ini menggunakan data primer yang diperoleh dari pengisian mandiri kuesioner yang valid dan reliabel (Cronbachs alpha 0.950). Sampel diperoleh secara cluster random sampling dari populasi mahasiswa tingkat tiga dan lima Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebanyak 200 orang. Data yang diperoleh dianalisis bivariat.
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa tahap akademik dengan klinik terhadap atribut dosen yang ideal yaitu atribut penuh persiapan (p 0.010), kompetensi klinis (p 0.028), bersikap tidak diskriminatif (p 0.001), pengajaran yang interaktif (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), dan memberikan tugas yang jelas dan sesuai topik (p0.005). Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa berjenis kelamin perempuan dengan laki-laki terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut profesionalisme (p 0.014) dan empati (p 0.010), serta terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa dari Jabodetabek dengan luar Jabodetabek terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut role model (p 0.027). Hasil analisis peringkat menunjukkan atribut dosen kedokteran yang ideal pada tiga peringkat teratas pada tahap akademik ialah profesionalisme, pengetahuan, komitmen terhadap perkembangan peserta didik, kejelasan, bersikap jujur, respek, mampu membimbing mahasiswanya dalam proses pembelajaran, dan keterampilan komunikasi yang baik. Sedangkan pada tahap klinik ialah pengetahuan, kompetensi klinis, respek, profesionalisme, mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk pembelajaran, ketulusan hati, kejelasan, dan bersikap jujur.
Diskusi: Pada tahap akademik, pembelajaran cenderung lebih terstruktur dan dominan kuliah, dengan lingkungan belajar yang formal sehingga dosen yang penuh persiapan dipersepsi sebagai dosen yang ideal. Sementara di tahap klinik, pembelajaran lebih bersifat experiential, mahasiswa dominan memelajari keterampilan klinik dengan lingkungan belajar tidak formal berupa lingkungan pelayanan kesehatan, sehingga kompetensi klinik dan pengajaran yang interaktif menjadi atribut yang ideal. Baik mahasiswa tahap akademik maupun mahasiswa tahap klinik memandang atribut terpenting yang harus dimiliki seorang dosen ideal adalah penguasaan pengetahuan, profesionalisme, kejelasan dan kualitas personal seperti jujur dan respek.

Medical education consists of two stages of learning, preclinical and clinical. An ideal medical teacher needs attributes for supporting learning process. Both stages have different environments of learning and learning methods, so that the ideal medical teachers attributes in both stages are estimated to be different. This study aims to compare the attributes of ideal medical teacher between preclinical stage and clinical stage according to medical students view in faculty medicine of Universitas Indonesia.
Method: This cross-sectional study using primary data with questionnaire which is valid and reliable (Cronbachs alpha 0.950). The sample was obatained by cluster random sampling from two groups, medical students in third years and fifth years of Faculty Medicine of Universitas Indonesia. Total 200 data were analyzed by bivariate analysis.
Result: The results of bivariate analysis showed that there were differences in perceptions between preclinical and clinical students on the ideal attributes of medical teacher, such as well-prepared (p 0.010), clinical competence (p 0.028), non-discriminative (p 0.001), interactive teaching (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), and provide clear and on-topic assignment (p 0.005). There are differences in perceptions between female and male students on the ideal attributes of medical teacher, such as professionalism (p 0.014) and emphaty (p 0.010) and there are differences in perceptions between students from Jabodetabek and outside Jabodetabek on the ideal attributes of medical teacher, such as role model (p 0.027).  The results shown that the ideal attributes of medical teacher based on top three in preclinic stage are professionalism, knowledge, commitment to the development of students, clarity, honest, respect, guiding students in the learning process, and good communicator skill. Meanwhile in clinical stages are knowledge, clinical competence, respect, professionalism, creating conducive atmosphere to learning, sincerity, clarity, and honest.
Discussion: In the preclinical stage, learning methods are more structured such as lectures with a formal learning environment, so that the well-prepared attribute is considered as ideal attributes for medical teacher. While in the clinical stage, learning methods are more experiential and students tend to be more in learning clinical skills with a non-formal learning environment, so that the clinical competent and interactive teaching attributes are considered as important attribute for medical teacher. Both students at the preclinical and clinical stages considered the attributes of knowledge, professionalism, clarity, and personal attributes such as honest and respect as the important attributes for ideal medical teacher.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Widya
"Pendahuluan: Student engagement merupakan keterlibatan mahasiswa dalam proses pembelajaran, dan keterikatan mahasiswa pada kegiatan akademik maupun non akademik yang terlihat dari perilaku, emosi dan kognitif saat belajar. Salah satu kuesioner yang sering digunakan untuk mengukur student engagement adalah The National Survey of Student Engagement (NSSE). Kuesioner ini belum pernah divalidasi dalam konteks pendidikan kedokteran di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji validasi NSSE Bahasa Indonesia. Metode : Penelitian menggunakan desain potong lintang, melibatkan 260 responden mahasiswa kedokteran tahap akademik (tahun 1-3), dilaksanakan pada Mei-Juli 2022. Penelitian terdiri atas 3 tahap yaitu adaptasi bahasa, uji coba serta pengumpulan data untuk validasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan perangkat SPSS 25 dengan Exploratory Factor Analysis (EFA). Hasil : Butir kuesioner mendapatkan masukan dari panel ahli dengan CVI 0,91. Sejumlah 260 kuesioner memenuhi syarat analisis lebih lanjut. Hasil uji validitas konstruk, menunjukkan hasil baik dan terdapat satu butir pernyataan yang dihilangkan. Ekstraksi dengan metode Principal Component Analysis dan rotasi oblimin diperoleh 11 komponen: 1) Pembelajaran Tingkat Tinggi, 2)Pertimbangan Isu Sosial dalam Pembelajaran, 3) Pembelajaran Reflektif 4) Pembelajaran Integratif dan Interaksi Sosial, 5) Penalaran Kuantitatif, 6) Pembelajaran Kolaboratif, 7)Diskusi dengan Beragam Orang, 8) Interaksi Mahasiswa-Civitas Akademika, 9) Praktik Pengajaran Efektif, 10)Praktik Umpan Balik, 11)Dukungan Lingkungan.
Nilai koefisien alpha kuesioner NSSE adaptasi Bahasa Indonesia sangat baik (0,928). Terdapat perbedaan nilai berdasarkan jenis kelamin pada komponen pembelajaran reflektif, diskusi dengan beragam orang dan praktik umpan balik dengan p<0,05. Berdasarkan tingkat pendidikan terdapat perbedaan pada komponen satu yaitu pertimbangan isu sosial dalam pembelajaran, pembelajaran reflektif dan kolaboratif dengan p < 0,05. Kesimpulan : Instrumen NSSE adaptasi Bahasa Indonesia memenuhi kriteria validitas konstruk dan kriteria reliabilitas yang baik secara keseluruhan sebagai instrumen penilaian student engagement mahasiswa kedokteran tahap akademik di Indonesia. Terdapat perubahan distribusi butir kuesioner pada komponen dan perbedaan komponen NSSE asli dan NSSE adaptasi Bahasa Indonesia.

Introduction: Student engagement is student involvement in the learning process, in academic and non-academic activities as seen from behavior, emotion and cognitive skills. The instrument to measure student engagement has never been validated in the context of medical education in Indonesia. Therefore, this study aims to test the validation of the Indonesian adaptation of National Survey of Student Engagement (NSSE) questionnaire. Method: This is a cross-sectional study, consists of 3 phases: translation, content validation by panel of experts and testing the questionnaire on non-respondent students. The study involved 260 respondents from the 1st, 2nd and 3rd academic year students (May to July 2022). The data obtained were then analyzed using SPSS 25 with Exploratory Factor Analysis (EFA). Result: Questionnaire items receive input from a panel of experts with a CVI of 0,91. A total of 260 questionnaires are analysed. The results of the construct validity test revealed that one statement should be omitted. Extraction using Principal Component Analysis and Oblimin Rotation obtained 11 components: 1) High-Level Learning, 2) Integrative Learning, Identification and Feedback Ability during Activities, 3) Learning Strategies and Quantitative Reasoning, 4) Collaborative Learning, 5) Discussions with Diverse People, 6) Student-Faculty Environment Interaction, 7) Effective Teaching Practices and Feedback Post-Activity, and 11) Environmental Support. The alpha coefficient value of questionnaire is very good (0,928). There are differences in score ​​based on gender in reflective learning, discussions with various people and feedback practices components. Based on the level of education, there are differences in consideration of social issues in learning, reflective and collaborative learning components (p < 0,05). Conclusion: The Indonesian adaptation of the NSSE is considered valid and reliable to be applied as an instrument for assessing pre-clinical medical student engagement in Indonesia. There is a change in the distribution of questionnaire items on some components."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Huda Marlina Wati
"ABSTRAK
Pendahuluan. Pendidikan dokter saat ini menekankan keterampilan mahasiswa dalam kerja tim dengan menerapkan berbagai metode pengajaran yang berbasis tim. Sistem pendidikan saat ini yang lebih berfokus pada keberhasilan individu berpotensi menghasilkan individu yang individual, kompetitif dan enggan bekerja dengan orang lain. Kepuasan kerja tim merupakan salah satu indikator yang menunjukkan sikap dan persepsi mahasiswa terhaadap kerja tim. Dari studi pendahuluan di Program Studi Kedokteran Universitas Abdurrab, terdapat berbagai keluhan yang disampaikna dosen terkait dengan sikap mahasiswa terhadap kerja tim saat pembelajaran dalam kelompok kecil. Perlu dieksplorasi lebih dalam mengenai kepuasan mahasiswa terhadap kerja tim. Metode: penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan fenomenologi. Penelitian dilakukan dengan melakukan survei untuk mengklasifikasikan mahasiswa berdasarkan tingkat kepuasan terhadap kerja tim dan menjadi acuan untuk menentukan partisipan Focus Group Discussion FGD . Selain itu juga dilakukan wawancara pada staf dosen dan studi dokumen sebagai bentuk triangulasi. Hasil: Nilai kepuasan mahasiswa terhadap kerja tim adalah 3,85-3,93 dalam skala 1-5 . Hasil FGD mahasiswa dan wawancara dosen menemukan beberapa faktor individu, faktor organisasi, faktor outcome yang mempengaruhi kepuasan kerja tim mahasiswa. Faktor individu meliputi aspek pengetahuan pengetahuan mengenai karakteristik rekan satu tim, pengetahuan spesifik terkait tugas dan pengetahuan mengenai model pengerjaan tugas , aspek sikap motivas, orientasi kerja, mutual trust, komitmen terhadap kerja tim, komitmen terhadap waktu, sikap proaktif, menghargai rekan lain dan karakteristik pembelajar dewasa , aspek keterampilan koordinasi, kekompakan, membina hubungan, manajemen konflik, merespon sikap negatif, peer assisted dan kepemimpinan . Diskusi: Meskipun mahasiswa lebih menyukai kerja tim dibandingkan kerja individu, namun proses kerja tim yang dijalani belum sepenuhnya menyenangkan. Ada beberapa faktor penghambat, baik yang muncul dari dalam tim sendiri nternal maupun karena pengaruh dari luar tim eksternal .

ABSTRACT
Introduction Nowadays medical education emphasize on teamwork 39 s skills of students by applying various small group based learning methods. Education system sthat focused on indivdual success, tend to produce competitive indivdual whose reluctant to work on a team and unwilling to work with other people. Teamwork satisfaction is frequently use as indicator to measure students perception and attitude towards teamwork. Pre research study in Abdurrab University of Medical Education Study Program shows that various complaints come from lecturers about students 39 attitude towards teamwork at small group learning activity. This situation needs deep explorations about teamwork satisfation on undergraduate medical students. Methods This research using qualitative methods with phenomenology design. Research begin with survey towards four batch undergraduate students about teamwork satisfaction to classified students based on satisfaction rate and to determine participan of facus group discussion FGD . Further information collected by FGD towards student, interview towards lecturers and documentary study to completed triangulation form of this study. Results Mean value of teamwork satisfaction is 3,85 3,93. Implying that overall students feel satisfied towards teamwork. From the FGD and interview results, there are individual factors, organizational factors and outcome factors that affecting students satisfaction towards teamwork. Individual factors include knowledge, attitude and skills. Knowledge factors include team partner characteristic, specific knowledge about assignment and knowledge about assignment work model. Attitude factors include motivation, work orientation, mutual trust, teamwork commitment, proactive attitude, respect for other partners and adult learning characteristics. Skills factors include coordination, cohesion, relationship building, conflict management, negative attitude respon, peer assisted and leadership. Discussion Although students prefer teamwork to individual, teamwork process is not fully enjoyable. There are several factors inhibit the process, which are factors that comes from within the team internal and from outside of the tim external ."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrew Pratama Kurniawan
"Latar Belakang: Stres dialami semua orang tidak terkecuali mahasiswa. Namun, mahasiswa fakultas kedokteran memiliki tingkat stres yang lebih tinggi daripada mahasiswa di fakultas lainnya. Stres dikhawatirkan dapat berdampak negatif seperti gangguan kesehatan, penurunan kemampuan kognitif, kecemasan, dan burnout. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat stres mahasiswa tahap akademik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan kaitannya dengan performa akademik.
Metode: Penelitian cross-sectional ini menggunakan instrumen PSS-10 yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia untuk mengukur tingkat stres mahasiswa dan performa akademik berupa nilai modul terakhir mahasiswa. Nilai dikelompokkan menjadi 3 yaitu nilai sangat memuaskan (A- dan A), memuaskan (B-, B dan B+), dan kurang memuaskan (
Hasil: Skor stres mahasiswa tingkat 1 paling tinggi dengan skor median 21,00±(6,721), tingkat 2 dengan skor median 18,50±(6,013), dan tingkat 3 dengan skor median 19,00±(6,543). Pada semua tingkat ditemukan kelompok mahasiswa dengan nilai sangat memuaskan memiliki median dan mean tingkat stres paling rendah dibanding dengan tingkat lainnya. Analisis tingkat stres antar kelompok nilai hanya bermakna secara statistik pada mahasiswa tingkat 3 (p<0,05).
Simpulan: Tidak ditemukan pengaruh yang pasti antara stres dengan performa akademik dikarenakan hubungan bermakna hanya ditemukan pada mahasiswa tingkat 3 fakultas kedokteran (nilai p <0,05).

Introduction: Everyone definitely has experienced stress in their daily life regardless. However, medical students experience a higher level of stress than other college students in other faculty. Stress could induce some negative impacts such as declining health, lowering cognitive skills, anxiety, and burnout. Therefore, this study aims to measure the stress level of preclinical medical students in University of Indonesia and its correlation with academic performance.
Method: This cross-sectional study used PSS-10 questionnaire that has been translated to Indonesia language as an instrument to measure stress level. Their academic performance is measured by students’ final grade in the last module. Final grades are divided to three groups, highly satisfactory with grades of A- and A, satisfactory with grades from B- to B+, and less satisfactory with grade below B-. Kruskal-wallis or ANOVA test is used to find a statistical significance between stress levels in groups.
Results: The result is first year students have the highest stress level with the median score of 21,00±(6.754), second year students with median score of 19,00±(6.029), and the third year students have the median score of 19,00±(6.543). In every year, the very satisfactory group has the lowest mean score and median stress score compared to other groups in the same year, with a statistical difference only appear in third year students (p<0.05).
Conclusion: There are not enough evidence to conclude a significance correlation between stress level and academic performance, since the statistical difference is only found in the third year medical students (p<0.05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library