Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joko Basuki Rahmad
Abstrak :
ABSTRAK
Meningkatnya persaingan bisnis perbankan, menuntut manajemen bank untuk terus meningkatkan daya saingnya. Dalam fungsinya sebagai badan usaha yang mengumpulkan dana dari pihak yang memiliki surplus dana, maka bank hams dapat meyakinkan kepada nasabahnya bahwa dana yang disimpan tersebut aman, dapat diambil sewaktu-waktu, serta memberikan bunga yang menarik. Selama tahun 2002, perbankan terus menghimpun dana sehingga teijadi kelebihan likuiditas.

Produk tabungan mengalami titik jenuh terlihat dari pertumbuhannya yang relatif kecil, yaitu hanya 3,03%. Kecilnya pertumbuhan tabungan dipengaruhi oleh penurunan suku bunga perbankan, inovasi produk reksadana yang memberikan yield yang semakin menarik, kelebihan likuiditas, makin seragamnya pendekatan bank dalam merebut dana dengan hadiah besar, serta sektor riil yang mulai tumbuh.

Perkembangan BritAma, menunjukkan kecenderungan penurunan prosentase tingkat pertumbuhan tabungan, meskipun jumlah tabungan mengalami kenaikan. Beberapa penelitian yang dilakukan, seperti penelitian Barir (1999) dan Sardjono (2001) menunjukkan bahwa pertumbuhan pangsa pasar BritAma cenderung menurun dan lebih rendah dibandingkan bank pesaing.

Menurut hasil penelitian MARS (1997) terdapat tiga masalah utama yang dihadapi Bank BRI, yaitu fasilitas, pelayanan, dan suku bunga. Keengganan memiliki rekening di Bank BRI didominasi oleh ketiga faktor tersebut. Permasalahan menarik yang muncul adalah motivasi apakah yang mendorong nasabah dalam memutuskan pilihannya menabung pada tabungan BritAma di Bank BRI.

Karya akhir ini mempunyai tiga tujuan utama, yaitu mengidentifikasi dan menganalisis motivasi nasabah dalam menabung pada produk tabungan BritAma, mengetahui atribut-atribut dan layanan produk tabungan BritAma yang paling berpengaruh terhadap motivasi nasabah, dan mengetahui hubungan antara tingkat motivasi nasabah BritAma dengan jumlah rata-rata saldo tabungan BritAma. Tujuan penelitian ini didasari pemikiran bahwa pemahaman terhadap karakteristik nasabah merupakan landasan utama dalam melakukan strategi segmentasi, pasar sasaran, dan positioning.

Hasil penelitian dalam karya akhir ini menunjukkan bahwa nasabah BritAma memiliki motivasi yang kuat. Sebagian besar (58,1 %), motivasi nasabah BritAma dapat dikategorikan kuat (49,5%) dan sangat kuat (8,6%). Selain itu, penelitian ini memperoleh hasil bahwa tingkat kebutuhan dan keinginan nasabah BritAma (Valence) terhadap atribut dan pelayanan tabungan BritAma lebih besar dibandingkan dengan pengalaman dan harapan kepuasan pelayanan yang diterima (Expectancy). Hal ini menunjukkan adanya indikasi potensi ketidakpuasan nasabah terhadap produk tabungan BritAma.

Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa tingkat motivasi nasabah BritAma sekitar 76,24% dapat dijelaskan oleh 12 faktor, yaitu : pelayanan profesional, fasilitas ATM, jaringan luas dan sistem online, reputasi, desain buku tabungan, suku bunga, kebijakan tabungan, promosi, mobile banking, kenyamanan, biaya murah, dan image Bank BRI. Sedangkan faktor yang berperan besar dalam mempengaruhi tingkat moti vasi nasa bah adalah faktor pelayanan profesional (39,78%), fasilitas ATM (7,38%), sertajaringan luas dan sistem online (5,38%).

Kemudian, untuk memenuhi tujuan ketiga dalam penelitian ini dilakukan analisis korelasi yang menghasilkan temuan bahwa terdapat korelasi yang signifikan pada taraf signifikansi 10% antara tingkat motivasi menabung nasabah BritAma dengan jurn]ah ratarata saldo tabungan BritAma. Angka korelasi -0,152 menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat motivasi menabung nasabah BritAma, maka semakin rendah jumlah rata-rata saldo tabungan BritAma. Namun, hubungan tersebut dapat dikatakan tidak kuat atau Jemah. Temuan ini mengindikasikan bahwa potensi ketidakpuasan nasabal1 BritAma (valence > expectancy) dapat mengakibatkan kecenderungan menurunnya saldo tabungan BritAma.

Selain itu, dalam penelitian ini ditemukan pula bahwa keputusan pemilihan suatu bank terutama didorong oleh alasan kepraktisan, kemudahan, efisiensi, dan kebutuhan yang berbeda-beda. Aktivitas transaksi yang tinggi pada tabungan BritAma disebabkan faktor kemudahan, lokasi bank yang dekat, dan jaringan ATM banyak. Sedangkan alasan utama pilihan bank dengan saldo tabungan terbesar adalah jaminan keamanan, kemudahan transaksi, dan lokasi yang dekat. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan bank didorong oleh faktor-faktor kemudahan transaksi, akses yang mudah, dan dukungan ATM yang banyak.

Strategi perluasan segmen pasar BritAma pada kelompok usia < 40 tahun, Nampak cukup berhasil dilihat dari adanya pergeseran usia yang cukup berarti dari kebanyakan berusia 40 ke atas menjadi didominasi usia 26-35 tahun (29,5%) dan 36-45 tahun (23,8%), bahkan ada kecenderungan peningkatan kelompok usia 16-25 tahun (21 %).

Sementara itu, dilihat dari tingkat sosial ekonomi dan pendidikan tidak menunjukkan indikasi adanya perubahan yang berarti karena masih didominasi golongan menengah ke bawah dan tingkat pendidikan SLTA ke bawah. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa komposisi terbesar nasabah BritAma merupakan kelompok dewasa muda, pendidikan SLTA, tingkat sosial ekonomi menengah bawah, mempunyai motivasi kuat, dan memiliki rekening tunggal.

Temuan ini memberikan beberapa implikasi. Bagi manajemen Bank BRI, strategi perluasan segmen pasar perlu dipertajam 1agi dengan upaya lebih memahami karakteristik nasabahnya atau tetap fokus pada segmen pasar yang dilayani saat ini dengan meningkatkan pelayanan yang lebih profesional, memperbaiki atau menambah fasilitas tabungan, serta memperluas jaringan dan sistem online. Kemudian bagi peneliti, merupakan tantangan untuk mengetahui lebih jauh faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingginya tingkat rata-rata saldo tabungan.
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjondro Prabowo
Abstrak :
ABSTRAK


Upaya mendorong fungsi intermediasi berupa ekspansi kredit, serta penerapan risiko pasar dalam perhitungan kebutuhan modal bank, menuntut tambahan modal yang memadai.

Untuk mengimbangi pertumbuhan ekspansi kredit dan kebutuhan modal untuk risiko pasar, bank tidak dapat lagi hanya mengandalkan laba di tahan (retained earning) sebagai sumber modal Salah satu sumber modal bank yang sedang marak diupayakan adalah obligasi subordinasi.

Karya akhir ini membahas tiga aspek dalam penerbitan obligasi subordinasi yaitu perubahan struktur permodalan, pengukuran risiko suku bunga atas investasi yang dananya bersumber dari obligasi subordinasi, dan imunisasi risiko suku bunga atas penerbitan obligasi subordinasi.

Hasil perhitungan pada karya akhir ini menunjukkan bahwa bila tidak ada penambahan modal, penerapan risiko pasar pada perhitungan kebutuhan modal akan menyebabkan rasio kecukupan modal pada bulan Juni 2003 turun dari 12,36% menjadi 11,97%.

Untuk memperkuat modal, BRI masih rnemiliki peluang untuk meningkatkan modal pelengkap sebesar Rp 3.562 milyar. Apabila BRI berupaya meningkatkan jumlah modal pelengkap melalui penerbitan obligasi subordinasi, maka masih terdapat peluang untuk menerbitkan surat berharga tersebut senilai Rp 1.810 milyar atau setara dengan US$ 210juta.

Pada bulan September 2003, BRI menerbitkan obligasi subordinasi senilai US$ 150 juta, yang diklasifikasikan sebagai modal pelengkap (tier 2). Penerbitan obligasi subordinasi ini telah merubah struktur permodalan BRl cukup signifikan. Jika sebelumnnya jumlah modal pelengkap hanya sebesar 23,23% dari modal inti, maka dengan adanya obligasi subordinasi jumlah modal pelengkap menjadi 51,10% modal inti.

Seluruh tambahan modal yang bersumber dari obligasi subordinasi dapat diakui sebagai modal yang memenuhi syarat (eligible capital). Akibatnya rasio kecukupan modal (CAR) meningkat menjadi 14,61%. Rasio ini telah memperhitungkan kebutuhan modal untuk risiko pasar. Jika BRI mentargetkan CAR 13,77% pada tahun 2003, maka masih terdapat kelonggaran pertumbuhan ATMR sebesar Rp 2.869 milyar.

Namun seandainya obligasi subordinasi ini diklasifikasikan sebagai modal pelengkap tan1bahan (tier 3), maka tidak seluruhnya dapat diperhitungkan sebagai modal yang memenuhi syarat. Hal ini disebabkan adanya batasan jumlah modal pelengkap tambahan maksimum 250% dari modal inti yang dialokasikan untuk. risiko pasar. Sedangkan modal inti yang dialokasikan untuk risiko pasar adalah 28,5% dari A TMR risiko pasar. Akibatnyajika rasio kecukupan modal hanya mencapai 14,24%.

Jika BRI mencoba mengunci risiko suku bunga (locking in rate) atas penerbitan obligasi subordinasi pada akhir bulan September 2003, setidaknya terdapat tiga obligasi yang kemungkinan dapat digunakan untuk tujuan tersebut. Ketiga surat berharga tersebut terdiri dari obligasi Bank Mandiri, obligasi Aneka Tambang dan obligasi subordinasi Bank Negara Indonesia.

Pengukuran risiko suku bunga dari ketiga obligasi tersebut dilakukan dengan menggunakan konsep durasi, berupa pengukuran persentase perubahan harga terhadap perubahan tingkat suku bunga dan elastisitas suku bunga. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa obligasi subordinasi BNI merupakan surat berharga dengan risiko suku bunga terendali, sedangkan obligasi Aneka Tambang merupakan surat berharga dengan risiko suku bung tertinggi.

Ukuran tingkat risiko suku bunga ini belum dapat digunakan untuk menetapkan surat berharga yang dapat digunakan untuk mengimunisasi risiko suku bunga. Imunisasi risiko suku bunga dapat diul'Uf dengan menghitung ex post effective annual yield dari ketiga surat berharga tersebut pada berbagai tingkat suku bunga.

Hasil simulasi imunisasi menunjukkan bahwa pada tingkat sulru bunga pasar 7,88%, hanya obligasi Aneka Tambang yang mendekati expected yield dari obligasi subordinasi BRI. Meskipun demikian obligasi ini belum sepenuhnya dapat mengimunisasi risiko suku bunga dari obligasi subordinasi BRI, karena durasinya tidak sama persis dengan durasi atau holding period obligasi subordinasi BRI.

Durasi obligasi Aneka Tambang akan sama dengan durasi obligasi subordinasi BRI jika jangka waktu jatuli temponya adalah 6 tahun. Dengan jangka waktu itu obligasi ini bam sepenuhnya dapat mengimunisasi risiko suku bunga obligasi subordinasi BRI.
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Dormauli
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang dimensi pelayanan dan produk T-Bank BRI yang diperhatikan oleh nasabah pengguna layanan T-Bank BRI. Inovasi yang dilakukan oleh BRI untuk memenuhi kebutuhan nasabahnya adalah layanan T-Bank BRI. T-Bank BRI merupakan suatu layanan Branchless Banking yang dimiliki oleh BRI, dimana transaksi keuangan cukup dilakukan melalui Handphone tanpa nasabah datang ke bank. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi suatu inovasi diantaranya adalah : type of group, type of decisions, marketing effort, fullfilment of felt need, compatibility, relative advantage, complexcity, observability, triability, dan perceived risk. Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner serta dilakukan di dua tempat yaitu Kantor Cabang BRI Jakarta Fatmawati dan Yogya Cik Ditiro. ...... This study discusses the dimensions of the service and products T-Bank BRI that considered by customer T- Bank BRI in Jakarta and Yogyakarta. Innovations made by BRI to meet the needs of its customers is T- Bank BRI. T- Bank BRI is product Branchless Banking that owned by BRI, financial transaction is done through mobile phone without the customer comes to the bank. Several factors influence the rate of adoption of an innovation such as: type of group, type of decisions, marketing effort, fullfilment of felt need, compatibility, relative advantage, complexcity, observability, triability, and perceived risk. Methods of data collection using questionnaires and conducted in two places, namely Jakarta Branch Office BRI Fatmawati and Cik Ditiro Yogya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Edison
Abstrak :
ABSTRAK


Sambutan masyarakat pedesaan terhadap tabungan Simpedes BRI Unit sangat luat biasa setidaknya tercermin dari perkembangan jumlah penabung dan total tabungan dari 2.655 orang dan Rp.307 juta pada tahun 1984 meningkat hingga lebih dari 1,6 juta orang nasabah dan total tabungan menjadi Rp.341, 95 miliar pada akhir tahun 1988 dan keberhasilan tersebut tidak berhenti sampai disitu saja karena Simpedes BRI Unit telah mampu melewati krisis ekonomi yang dihadapi industri perbankan pada tahun 1997 dan tetap survive hingga saat ini dengan prestasi yang semakin menggembirakan karena pada posisi Juni 2003 jumlah penabung telah mencapai 26.254.130 orang dengan total tabungan hampir 18 triliun rupiah atau rata-rata tabungan yang dimiliki pemegang tabungan Simpedes sebesar Rp 685.606.

Keberhasilan itu tentu saja diperoleh melalui usaha yang keras dan penetapan strategi yang terencana dengan baik diantaranya dengan melakukan persiapan dan perencanaan produk yang baik melalui analisis pasar, riset pasar dan penetapan target sasaran yang tepat, sehingga produk yang diluncurkan benar-benar sesuai dengan segmen pasar yang dipilih.

Sukses Simpedes ini dimanfaatkan BRI dengan memperkenalkan produk baru "Simaskot" untuk meraih segmen masyarakat perkotaan sebagai pengembangan target pasar dengan melakukan modiftkasi produk Simpedes berupa pembedaan jenis hadiah dan jumlah setoran minimal yang dipersepsikan BRI sebagai faktor pembeda antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan. Satu hal yang dilupakan BRI ketika mengembangkan produk baru "Simaskot", tidak melakukan persiapan dan perencanaan seperti yang dilakukannya sewaktu membidani kelahiran Simpedes, hal ini paling tidak nampak pada Surat Edaran Direksi BRI NOSE:S.l63-DIR/BUD/11/89 tanggal 29 Nopember 1989 tentang Simpanan Masyarakat Kota (Simaskot) yang direncanakan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat kota akan instrumen simpanan maka Direksi memandang perlu memperkenalkan Simaskot yang dilayani di BRI Unil Kola dan di Kamor Cabang di Jakarta Raya, Kantor Cabang di ibukota propinsi dan Kantor Cabang di ibukota kabupatenlkotamadya.

Tidak disadari bahwa Kantor Cabang wilayah Jakarta Raya, ibukota propinsi dan ibukota kabupaten!kotamadya sudah melayani Tabanas BRI yang relatif lebih baik dibanding Sirnaskot karena sudah lebih dahulu dikenal masyarakat perkotaan, sehingga positioning "Simaskot" memasuki segmen perkotaan tidak jelas karena selain tidak menawarkan sesuatu. yang unik tabungan ini juga menjadi pesaing Tabanas BRI yang di layani Kantor Cabang yang berlokasi di pusat kota yang menjadi target Simaskot.

Sangat mudah membuktikan bahwa Bank BRI tidak serius mempersiapkan produk barunya ini seperti yang dilakukannya terhadap Sirnpedes, misalnya Bank BRI belum mendefenisikan dengan tegas segmen masyarakat perkotaaan itu sendiri sehingga menimbulkan perbedaan persepsi tentang kebutuhan dari masyarakat kota itu sendiri. Masyarakat kota menurut BRI ( sesuai dengan surat Edaran diatas) adalah masyarakat yang tinggal di Jakarta, di ibukota Propinsi dan ibukota kabupaten!kotamadya suatu pemahaman yang keliru dan terlalu sederhana apabila dipergunakan sebagai dasar penetapan segmentasi, karena perilaku dan kebiasaan orang menabung yang bertempat tinggal dikota dipastikan tidak semuanya sama karena banyak orang di kota masih berperilaku seperti orang desa sebaliknya juga diyakini bahwa ada juga orang di desa berperilaku seperti orang kota . dalam hal menabung. Contoh lain yang membuktikan bahwa penetapan segmentasi tersebut tidak tepat, karena masing-masing ibukota propinsi, ibu kota kotamadya dan ibukota kabupaten di negara kita ini tidak memiliki standar yang sama dalam berbagai hal terutama dalam hal sumber daya sehingga penyebaran geografis yang sangat luas akan mengakibatkan perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan mempengaruhi perbedaan sikap dan perilaku menabung. Artinya perilaku masyarakat ibukota kabupaten Merauke dengan masyarakat ibukota kabupaten Bekasi dalam hal menabung dapat dipastikan tidak sama karena adanya perbedaan rata-rata penghasilan yang sangat signifikan yang pada akhirnya mempengaruhi fungsi tabungan.

Dari beberapa argumen tersebut diatas setidaknya dapat mengindikasikan pengembangan segmen perkotaan yang dilakukan BRI kurang tepat namun belum dapat dipergunakan sebagai alasan ilmiah untuk membuktikan bahwa pengembangan "Segmen Perkotaan" yang dilakukan Bank BRI kurang tepat karena belum didasari pembuktian. Tulisan ini akan menguji hipotesa tersebut dengan mempergunakan analisis statistik dan program SPSS.

Dalam pengujian dan analisis data, penulis mengumpulkan informasi dan datadata pendukung dengan melakukan wawancara terhadap dua ratus orang nasabah BRI unit di Bendungan Hilir Jakarta mewakili nasabah perkotaan dan BRI Unit Citeureup Bogor mewakili nasabah pedesaan serta melakukan studi kepustakaan pada Bank BRI dan Bank Indonesia untuk mengetahui posisi tabungan BRI Unit pada industri perbankan. Agar hasil pengujian lebih akurat selain analisis statistik juga akan dilengkapi dengan pembahasan kinerja dan perkembangan tabungan BRI Unit (Simpedes dan Simaskot).

Kesimpulan tulisan ini menyebutkan bahwa kebijakan promosi dengan "memberikan hadiah yang berbeda" tidak dapat membedakan penabung BRI Unit kota dan penabung BRI Unit desa secara signifikan sehingga penetapan segmentasi yang dilakukan Bank BRI dengan meluncurkan produk Simaskot menjadi kurang optimal, oleh karena itu disarankan agar Bank BRI melakukan "Re-segmentasi Pasar" dan "Evaluasi Produk" salah satu cara yang diyakini dapat mengantisipasi pertumbuhan market share tabungan BRI Unit yang cenderung semakin menurun. Disamping itu penulis juga merekomendasikan segmentasi baru yang dalam tulisan ini disebut sebagai "Penabung Tradisional dan Penabung Modern" menggantikan segmentasi lama yang ditetapkan berdasarkan lokasi BRI Unit

Satu hal yang ingin disampaikan bagi pembaca yang ingin melal.'Ukan penelitian lebih lanjut tentang Segmentasi Tabungan BRI Unit agar melengkapi data-data penelitian dengan melakukan wawancara terhadap nasabah Bank lain dan lokasi penelitian tidak terbatas hanya di Pulau Jawa saja tetapi sebaiknya memilih sample mewakili seluruh wilayah geografi Indonesia paling tidak perwakilan dari Indonesia Bagian Barat, Bagian Tengah, dan Bagian Timur agar lebih mencerminkan kebiasaan dan perilaku menabung masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan Indonesia yang sesungguhnya.
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyo Mukti Qoni’ah
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang peran Bank BRI dalam penyaluran KUT kepada petani di Kediri Jawa Timur tahun 1994-1999. Bank BRI memiliki tugas utama dalam memberikan kredit kepada sektor pertanian, koperasi, dan nelayan. BRI juga harus membantu upaya negara untuk menerapkan politik agraria dan membangun masyarakat desa yang diwujudkan melalui program penyaluran KUT di Kediri. Kediri merupakan sebuah kawasan terpilih dalam program Kredit Usaha Tani (KUT) melalui pemberian modal dan penyuluhan untuk meningkatkan produksi pertanian dan mencapai swasembada pangan. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang meliputi heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sumber utama penelitian ini adalah Arsip Undang-Undang No. 21 tahun 1968 tentang Pendirian Bank Rakyat Indonesia dan Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1999/2000 yang disandingkan dengan sumber lainnya seperti surat kabar sezaman, jurnal, buku, dan wawancara. Hasil dari penelitian ini menggambarkan meningkatnya pemahaman petani terhadap fasilitas keuangan formal berupa pemberian modal oleh Bank BRI yang disalurkan kepada KUD. Akan tetapi dalam aspek peningkatan pendapatan hasil panen belum banyak dirasakan oleh para petani. Sebab rantai pemasaran hasil panen para petani KUT masih dikuasai oleh tengkulak dan dihadapkan dengan anjloknya harga di pasaran. ...... This research discusses the role of Bank BRI in the distribution of KUT to farmers in Kediri, East Java in 1994-1999. Bank BRI has the main task of providing credit to the agricultural sector, cooperatives, and fishermen. BRI also had to assist the state's efforts to implement agrarian politics and build rural communities which was realized through the KUT distribution program in Kediri. Kediri is a selected area in the Farmer Business Credit (KUT) program through the provision of capital and counseling to increase agricultural production and achieve food self-sufficiency. This research uses historical methods which include heuristics, criticism, interpretation and historiography. The main sources of this research are the Archives of Law No. 21 of 1968 concerning the Establishment of Bank Rakyat Indonesia and the Financial Memorandum and State Budget for the 1999/2000 Fiscal Year which are juxtaposed with other sources such as contemporaneous newspapers, journals, books, and interviews. The results of this study illustrate the increasing understanding of farmers towards formal financial facilities in the form of capital provision by Bank BRI channeled to KUD. However, in the aspect of increasing crop income has not been much felt by the farmers. Because the marketing chain of KUT farmers' crops is still controlled by middlemen and faced with falling prices in the market.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Setyo Wahyudi
Abstrak :
Pada masa sekarang ini, industri perbankan nasional mulai melakukan recovery setelah beberapa dekade sebelumnya mengalami krisis sejak pertengahan tahun 1997, diawali dengan terjadinya krisis moneter, akibat dari jatuhnya nilai rupiah terhadap valuta asing sehingga neraca pembayaran menjadi negatif, lalu diikuti krisis perbankan, krisis ekonomi, krisis sosial, krisis kepercayaan dan akhirnya krisis politik. Selanjutnya di bidang perbankan Pemerintah melakukan suatu kebijakan untuk mengatasi krisis perbankan tersebut, antara lain : melikuidasi 16 bank, membentuk BPPN untuk menyehatkan bank-bank, tindakan membekukan bank-bank bermasalah, take over bagi bank yang masih bisa diselamatkan, merger dsb. Diantara kebijakan pemerintah tersebut yang dianggap menarik bagi penulis adalah Pengumuman Pemerintah pada tanggal 21 Agustus 1998 mengenai mergernya empat bank pemerintah menjadi Bank Mandiri, Kredit bermasalah empat bank tersebut diserahkan ke AMU-BPPN, sementara Bank BRI khusus menangani KUK dan bisnis ritel banking untuk mendukung pengembangan usaha kecil dan koperasi. Seperti kita ketahui bersama bahwa pangsa pasar ritel banking saat ini merupakan pasar bagi semua perbankan, mengingat ketangguhannya pada saat krisis moneter, sehingga menjadi pasar yang menarik minat bagi seluruh perbankan nasional, bahkan bank yang berstatus "corporate banking" pun masuk juga ke pasar ritel. Berdasarkan kondisi tersebut diatas PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dituntut untuk bersaing, mengembangkan bisnisnya dan tetap eksis dalam percaturan bisnis ritel banking terutama dalam meningkatkan kredit ritelnya. Untuk melakukan strategi pemasaran kredit ritel tersebut, maka di sini Bank BRI perlu melakukan suatu analisis. Analisis SWOT akan memberi informasi mengenai : kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, setelah dilakukan tabulasi dengan menggunakan bobot dan skala, maka akan didapatkan posisi dalam matrik SWOT untuk menentukan grand strategy apa yang harus dilakukaa Dengan melakukan analisis kinerja industri perbankan nasional, seperti : CAR, NPL, ROA, ROE, NIM, BOPO, LDR dan rasio-rasio lainnya, maka akan didapatkan posisi Bank BRI dalam peta persaingan perbankan nasional. Selanjutnya dengan melakukan analisis STP (Segmentation, Targeting, Positioning), akan didapatkan suatu gambaran mengenai segmen, target serta posisi apa dan bagaimana produk kredit ritel Bank BRI di benak calon nasabah maupun nasabahnya, sehingga pemasaran kredit ritel tersebut - sebagai implementasi strategi fungsional, dapat mencapai tepat pada sasarannya
In this time, national banking industry starts to recover after hit by crisis since the middle of the year 1997 a few decades before, in which started by monetary crises caused by the fall of rupiah value to the foreign currency until the balance of payment become negative. The crises then followed by banking crisis, economy crisis, social crisis, believe crisis, and then politic crisis. Then in the banking field, the government make a regulation to overcome the banking crises, which are: liquidate 16 banks, create BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional - Indonesian Banking Restructuring Agency) to recover the banks, liquidate banks with problems, take over for the banks that can still be saved, merger, and so on. Between those regulations, one that interesting to the writer is that the government announcement on 21 August 1998 about the merger of four public banks to become Bank Mandiri. Credit problem of those four banks was given to AMU (Asset Management Unit) BPPN, while Bank BRI handle KUK (Kredir Usaha Kecil - small business credit) and banking retail business to carry the developing of small business and cooperation. As we know together that nowadays, the segment of retail banking market is a market for all banking, considering that its strength during monetary crisis, hence become an interesting market for all national banking, in fact banks with status as "corporate banking" also get in to this retail market. Based on above condition PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk is demanded to compete, developing its business and still exist in the field of banking retail business, especially in increasing its retail credit To implement the strategy of the retail credit marketing, Bank BRI need to make an analysis. SWOT analysis will give information about strength, weakness, opportunity, and threat. After doing tabulation using weight and scale, will be drawn a position in SWOT matrix to decide what grand strategy to be done. By doing national work industry banking analysis, such as: CAR, NPL, ROA, ROE, NIM, BOPO, LDR, and others ratio, so would be got Bank BRI position in national banking competitiveness map. Then, by doing STP (Segmentation, Targeting, Positioning) analysis, will be resulted a picture about segment, target, and what position, and how Bank BRI retail credit product seen by applicant customer or its customer, until the retail credit marketing, as functional strategy implementation, can reach its real target.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Yunita
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam dunia modern saat ini, kehidupan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari keberadaan serta peran penting sektor jasa keuangan pada umumnya dan perbankan pada khususnya. Melalui perbankan dana atau potensi investasi yang ada pada masyarakat disalurkan kedalam kegiatan-kegiatan produktif, sehingga pertumbuhan ekonomi terwujud. Salah satu kegiatan usaha bank adalah memberikan kredit. Seiring dengan meningkatnya jurnlah pemberian kredit, kredit macet pun menjadi masalah bagi dunia perbankan. Bukan saja itu, terdapat juga masalah penyelesaian kredit macet itu sendiri. Khusus mengenai masalah penyelesaian kredit macet pada bank BUMN selama ini berbeda dengan bank swasta lainnya. Pengertian kekayaan negara yang dipisahkan berupa modal pada bank BUMN, menjadikan penyelesaian kredit macet pada bank BUMN tersebut hams diselesailcan melalui PUPN (KP2LN). Penyelesaian kredit macet bank BUMN di PUPN terdapat kendala-kendala yang harus dihadapi oleh PUPN. Sehingga perlu dipildrkan cars penyelesaian kredit rnacet BUMN yang lebih tepat. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi negara. Dalam pembangunan ekonomi sangat dibutuhkan kepastian hukum termasuk kepastian hokum dalam menyelesaikan kredit macet. Perkembangan pengertian terhadap kekayaan negara yang dipisahkan dalam penyertaan pada BUMN menjadikan perubahan penyelesaian kredit macet. Bertitik tolak pada peraturan mengenai penyelesaian kredit macet bank BUMN yang dilakukan sendiri oleh Bank BUMN dan penyelesaian kredit macet yang diteruskan kepada PUPN. Penelitian ini diarahkan untuk menjawab persoalan pilihan kebijakan yang tepat dalam penyelesaian kredit macet ini dengan melihat pada pengertian kekayaan negara yang ada pada bank BUMN. Dan bank BUMN sendiri (PT.Bank BRI (Persero) Cabang Yogyakarta) mempunyai langkah awal dalam penyelesaian berdasarkan peraturan sebagai sebuah bank. Sebagaimana bank BUMN berdasarkan UU No.49Prp. tahun 1960 tentang PUPN penyelesaiapun diteruskan ke PUPN seandainya penyelesaian oleh Bank BUMN tidak mendapatkan hasil. Tetapi penyelesaian pada PUPN juga menghadapi kendala-kendala walaupun penyelesaian sudah berdasarkan aturan yang berlaku. Dengan dikeluarkannya PP Nomor 33 Tabun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, maka menjadi jelaslah bagaimana penyelesaian kredit macet kepada masing-masing bank berdasarkan UU Perseroan Terbatas dan UU BUMN. Dengan adanya kepastian hukum dalam penegakkan kredit macet pada BUMN dapat menjadikan penyelesaian kredit macet lebih cepat. Dan Bank-bank BUMN akan mampu bersaing secara sehat dengan bank-bank swasta lainnya dalam menjalankan fungsi dan tujuannya sehingga stabilitas ekonomipun dapat tercapai.;
2006
T17042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library