Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adinda Maharani Putri Fermana
Abstrak :
Dalam beberapa dekade terakhir, pariwisata telah menjadi salah satu sektor ekonomi paling dinamis dan paling cepat berkembang di dunia. Pemerintah mengeluarkan kebijakan pengembangan ekonomi yang juga berkaitan dengan pengembangan pariwisata, yakni Kawasan Ekonomi Khusus. Salah satu KEK yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata dan merupakan salah satu dari 5 Destinasi Super Prioritas yang dicanangkan pemerintah adalah Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika. Penelitian mengenai KEK pariwisata terhadap perekonomian di Indonesia hanya terbatas pada studi kualitatif dan lebih banyak terfokus pada KEK industri sementara KEK pariwisata juga berpotensi memberikan manfaat. Menggunakan data tingkat kabupaten/kota dari tahun 2000 sampai dengan 2021, penelitian ini menggunakan metode synthetic control untuk mengestimasi dampak dari keberadaan KEK Mandalika terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Kabupaten Lombok Tengah yang diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Hasil penelitian ini menemukan bahwa dengan adanya KEK berdampak positif dan signifikan berkontribusi sebesar 1,485 persen terhadap pertumbuhan ekonomi meskipun perkembangan pembangunan KEK Mandalika sampai dengan akhir tahun 2022 masih 55 persen. ...... In recent decades, tourism has become one of the most dynamic and fastest growing economic sectors in the world. The government issued an economic development policy which is also related to tourism development, namely the Special Economic Zones. One of the SEZs related to tourism development and one of the 5 Super Priority Destinations launched by the government is the Mandalika Special Economic Zone. Research on tourism SEZs on the economy in Indonesia is limited to qualitative studies and focuses more on industrial SEZs while tourism SEZs also have the potential to provide benefits. Using district/city level data from 2000 to 2021, this study uses the synthetic control method to estimate the impact of the existence of the Mandalika SEZ on regional economic growth in Central Lombok Regency as measured by the Gross Regional Domestic Product (GRDP). The results of this study found that the existence of SEZs had a positive and significant impact contributing 1.485 percent to economic growth even though the development of the Mandalika SEZ until the end of 2022 was still 55 percent.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasbin
Abstrak :
Disertasi ini mempunyai dua tujuan. Tujuan pertama untuk mengetahui apakah nilai tukar Indonesia mengalami misalignment atau tidak. Untuk mengukur misalignment nilai tukar riil, nilai tukar keseimbangan diestimasi dengan pendekatan SCM (synthetic control method) menggunakan beberapa variabel dan tiga jenis treatments pada periode 1987-2015. Pendekatan SCM adalah pendekatan untuk mengetahui dampak suatu treatment terhadap variabel outcome dengan cara membandingkan antara unit yang mengalami treatment dengan beberapa unit kontrol yang tidak mengalami treatment tersebut. Pendekatan SCM memiliki beberapa keunggulan. Pertama, variabel-variabel dari semua teori penentuan nilai tukar keseimbangan dapat dimasukkan ke dalam pendekatan SCM. Namun, model tentang penentuan nilai tukar keseimbangan tetap agnostik. Kedua, pendekatan SCM lebih mengedepankan identifikasi treatment effect dalam menjelaskan determinan nilai tukar riil dibandingkan penjelasan melalui contemporaneous variables. Tujuan kedua adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh undervaluation nilai tukar riil terhadap ekspor manufaktur baik aggregat maupun disaggregat. Untuk mengetahui pengaruh undervaluation nilai tukar riil terhadap ekspor manufaktur baik aggregat maupun disaggregat, disertasi ini menggunakan spesifikasi model empiris hasil modifikasi terhadap model yang dikembangkan oleh Dekle, Jeong, dan Ryoo (2010). Modifikasi tersebut dilakukan dengan cara mengubah model empiris Dekle, Jeong, dan Ryoo (2010) untuk level perusahaan menjadi model empiris untuk level industri. Spesifikasi model empiris tersebut diestimasi dengan menggunakan metode AMG (augmented mean group) dan data periode 1990-2015. Secara umum, hasil penelitian dalam disertasi ini menunjukkan bahwa sebagian besar nilai tukar riil Indonesia pada periode 1987-2015 mengalami undervalued. Pada periode 1987-1992, nilai tukar riil Indonesia mengalami undervaluation sekitar 12,3-15,0 persen. Temuan ini lebih besar dibandingkan studi Tipoy, Breitenbach, dan Zerihun (2017) yang menemukan undervaluation nilai tukar riil Indonesia sekitar 5 persen. Periode 1993-1997, nilai tukar riil Indonesia mengalami overvaluation sekitar 0,77-8,12 persen. Mendekati krisis ekonomi 1997/1998, nilai tukar mengalami undervalued sebesar 7,47 persen. Hasil ini sejalan dengan hasil studi-studi sebelumnya seperti Sahminan (2005) dan Jongwanich (2009). Periode 1998-2015, nilai tukar riil Indonesia mengalami undervaluation sekitar 2,38-85,47 persen. Temuan ini sejalan dengan studi Sahminan (2005), Cahyono (2008), Jongwanich (2008), dan Tipoy, Breitenbach, dan Zerihun (2017). Cahyono (2008) menemukan undervaluation nilai tukar sebesar 4,38-11,57 persen, dan Jongwanich (2009) menemukan bahwa nilai tukar Indonesia saat krisis ekonomi 1997/1998 mengalami undervaluation sampai 100 persen. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa pengaruh undervaluation nilai tukar riil terhadap ekspor manufaktur aggregat tidak signifikan. Begitu juga ketika nilai tukar dinyatakan dalam level, perubahan nilai tukar riil (depresiasi/apresiasi) tidak signifikan mendorong ekspor manufaktur. Ini menunjukkan bahwa nilai tukar yang mengalami undervalued atau depresiasi tidak dapat mendorong peningkatan ekspor manufaktur aggregat secara signifikan. Temuan studi ini sejalan dengan studi Etta-Nkwelle (2007), Ikhsan (2009), Gluzmann, Yeyati dan Sturzenegger (2012), dan Falianty (2015). Namun demikian, ada beberapa determinan ekspor manufaktur yang signifikan memengaruhi ekspor manufaktur. Variabel internal meliputi ekspor manufaktur periode sebelumnya, upah riil, suku bunga domestik, permintaan domestik, produktivitas tenaga kerja, dan pertumbuhan perusahaan. Variabel eksternal meliputi harga luar negeri, permintaan dunia, suku bunga luar negeri, masuknya China dalam keanggotaan WTO, dan krisis ekonomi 1997/1998. Untuk kasus disaggregat, ada beberapa industri manufaktur yang ekspornya dipengaruhi oleh undervaluation atau depresiasi nilai tukar riil secara signifikan. Mengikuti klasifikasi industri dari Saygili (2010), nilai elastisitas ekspor manufaktur terhadap undervaluation nilai tukar dan perubahan nilai tukar untuk industri capital-intensive lebih elastis dibandingkan industri labor-intensive. Ini mengindikasikan bahwa ekspor dari industri manufaktur capital-intensive lebih sensitif terhadap nilai tukar baik misalignment maupun perubahan nilai tukar pada tingkat level. Selain itu, besaran nilai elastisitas nilai tukar riil pada industri manufaktur capital-intensive dapat digunakan sebagai indikator tingkat ketergantungan impor dari industri-industri manufaktur capital-intensive (Saygili, 2010). Temuan ini mengindikasikan bahwa nilai tukar bukan merupakan instrumen yang efektif untuk mendorong ekspor manufaktur. Oleh karena itu, kebijakan untuk mendorong ekspor manufaktur harus diluar nilai tukar. Ada beberapa variabel kebijakan yang tampaknya menjadi factor lebih penting untuk mendorong ekspor manufaktur yaitu iklim usaha, dukungan sektor perbankan, biaya logistik, aturan buruh, dan tingkat inovasi (The World Bank, 2012). Kelima faktor tersebut merupakan masalah-masalah struktural yang masih dihadapi oleh industri-industri manufaktur di Indonesia. ......The results of the research in this study show that the effect of the real exchange rate undervaluation on exports of aggregate manufacturing is not significant. Likewise, when the real exchange rate is expressed as a level, changes in the real exchange rate (depreciation/appreciation) do not significantly encourage manufacturing exports. This means that the exchange rate undervaluation or depreciation cannot significantly encourage an increase in aggregate manufacturing exports. The findings of this study are in line with the studies of Etta-Nkwelle (2007), Ikhsan (2009), Gluzmann, Yeyati and Sturzenegger (2012), and Falianty (2015). However, there are several determinants of manufacturing exports that significantly influence manufacturing exports. Internal variables include previous period manufacturing exports, real wages, domestic interest rates, domestic demand, labor productivity, and firm growth. External variables include foreign prices, world demand, foreign interest rates, the inclusion of China in WTO, and the 1997/1998 economic crisis. In the case of disaggregation, there are several manufacturing industries which have exports that are affected significantly by the undervaluation of real exchange rates or the real exchange rate. Following the industry classification of Saygili (2010), the value of manufacturing export elasticity to undervaluation of the exchange rate and changes in the exchange rate for the capital-intensive industry are more elastic than the labor-intensive industry. This indicates that exports from the manufacturing capital-intensive industry are more sensitive to exchange rates both misalignment and exchange rate changes at the level. In addition, the magnitude of the value of the elasticity of the real exchange rate in the capital-intensive industry can be used as an indicator of the level of import dependency of the capital-intensive industry (Saygili, 2010). This finding indicates that the exchange rate is not an effective instrument to encourage manufacturing exports. Therefore, the policy to encourage manufacturing exports must be beyond the exchange rates. There are several policy variables seem to more important factors to encourage manufacturing exports namely the business climate, banking sector support, logistics costs, labor regulations, and the level of innovation (The World Bank, 2012). These five factors are structural problems that are still faced by manufacturing industries in Indonesia.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
D2728
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifka Yusri
Abstrak :
Economists have talked about government expenditure and its relation to poverty, health, and education for decades. Indeed, many theories and empirical evidence have been conducted since then. This study evaluates the relationship between Special Autonomy Fund (SAF) and poverty, health, and education indicators in Aceh province, Indonesia, using a panel dataset of 30 regions in the 2002-2018 period. Synthetic Control Method (SCM) is used as the model to accommodate the allocation of SAF to Aceh given by the central government since it is commonly applied to the cases of policy intervention in comparative case studies. This paper discovers that the SAF plays a vital role in lowering the poverty rate, escalating access to safe sanitation, and improving the net enrollment ratio of senior secondary schools. However, there is no prominent association between SAF allocation and access to safe water. This outcome variable shows positive and negative signs; therefore, a conclusion could not be provided.
Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2022
330 JPP 6:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Juli Asdiyanti Samuda
Abstrak :
Pemerintah Indonesia melaksanakan beragam kebijakan dalam rangka menurunkan laju pertumbuhan infeksi Covid-19, termasuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Penerapan PSBB berhasil menahan laju penyebaran virus corona, namun PSBB juga berpotensi menimbulkan biaya ekonomi. Mengingat terdapat beberapa kebijakan yang diterapkan Pemerintah selama pandemic covid-19 di tahun 2020, penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi dampak partial lockdown akibat Covid-19 terhadap konsumsi rumah tangga, dinamisasi kemiskinan jangka pendek, dan mobilitas ekonomi rumah tangga. Studi ini berfokus pada pelaksanaan PSBB di lima wilayah (Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor, Kota Bekasi, dan DKI Jakarta). Untuk mendapatkan hasil estimasi yang memiliki hubungan kausal, penelitian ini menggunakan Synthetic Control Method untuk membentuk hypothetical counterfactual untuk daerah yang menerapkan PSBB pada tahap pre estimasi. Selanjutnya, berdasarkan hasil estimasi difference-in-difference, penelitian ini menemukan bahwa penerapan PSBB secara signifikan dan negative memengaruhi konsumsi rumah tangga di Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kota Bekasi tetapi juga secara significant meningkatkan konsumsi rumah tangga di DKI Jakarta. Sementara itu, berdasarkan hasil estimasi ordered logit models, penelitian ini menunjukkan bahwa PSBB hanya signifikan memengaruhi dinamisasi kemiskinan jangka pendek di Kabupaten Bogor. Selanjutnya, berdasarkan hasil estimasi multinomial logit, penelitian ini juga menemukan bahwa PSBB secara signifikan memengaruhi mobilitas ekonomi rumah tangga di kabupaten sampel, namun tidak signifikan memengaruhi mobilitas ekonomi rumah tangga di kota sampel dalam jangka pendek. ......The Indonesian government has imposed various policy responses to slow down the growth rate of Covid-19 infections, including implementing a partial lockdown known as large-scale social restrictions (Pembatasan Sosial Berskala Besar - PSBB) policy. The enactment of the PSSB policy may successfully suppress the spread of coronavirus, but it also may have an economical cost. Given that many policy interventions during the Covid-19 pandemic in 2020, this study aims to estimate the impact of Indonesia’s partial lockdown due to the Covid-19 pandemic on household consumption, short-term poverty dynamics, and intragenerational economic mobility. This study focuses on the implementation of PSBB policy in five regions (Bogor Regency, Bekasi Regency, Bogor City, Bekasi City, and DKI Jakarta). In order to have a causal relationship, this study performs Synthetic Control Method to construct hypothetical counterfactual regions for regions that implement PSBB policy in the pre-estimation stage. Then, based on difference-in-difference estimations, this study found that the implementation of PSBB affects household consumption in Bogor Regency, Bekasi Regency, and Bekasi City negatively but significantly increases household consumption in DKI Jakarta. Meanwhile, using ordered logit estimations, this study shows that the implementation of PSBB only significantly affects short-term poverty dynamics in Bogor Regency. Further, based on multinomial logit estimations, this study found that the implementation of PSBB adversely affects household economic mobility in rural districts but does not significantly affect household economic mobility in urban districts in the short-run.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library