Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy
Jakarta: Pustaka Islam, 1958
297.026 TEU p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
al-Wafa, Ahmad Abu
Jakarta: Kantor Perwakilan UNHCR di Indonesia, 2011
297.14 WAF ht
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Arif Adi Mulya
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas peran Parti Islam Se-Malaysia (PAS) dalam upaya penegakan syariat Islam di salah satu Negara bagian Malaysia, Kelantan pada kurun waktu 1978 hingga 1990. Disamping memaparkan hal-hal yang dilakukan PAS untuk mewujudkan Negara yang berlandaskan syariat Islam, penelitian ini juga menunjukan bagaimana persaingan antara PAS dengan partai Melayu lainnya, UMNO. Penelitian ini menjelaskan bagaimana upaya PAS menegakkan syariat Islam melalui pemilu harus berhadapan dengan kekuatan politik UMNO yang sangat kuat. Skripsi ini juga menyuguhkan bagaimana masyarakat Kelantan memberikan dukungan yang sangat besar kepada PAS sehingga syariat Islam yang diupayakan PAS berhasil ditegakkan meski sempat menghadapi masalah pada periode 1980-an.
ABSTRACT
This undergraduate thesis discusses the role of Islamic Party of Malaysia (also called PAS) in one of the states, Kelantan, for the period 1978 to 1990. Besides describing things that are done by Islamic Party to build a state based on Islamic Sharia, this research also points out the competition between PAS and the other Malayan party, UMNO. This research describes PAS efforts to build Islamic Sharia through the general election that has to face the very strong political power of UMNO. This undergraduate thesis also points out that Kelantan society gives significant support to PAS, so that Islamic Sharia can be built though it still has face problems in 1980s.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S511
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Hendra MR
Abstrak :
Pemerintah Aceh sesuai dengan amanat UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, membuat qanun-qanun di provinsi NAD dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus. Dengan diperbaharui oleh Undang-Undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengamanatkan pemberlakuan syariat Islam di seluruh wilayah provinsi Aceh. Pemberlakukan syariat Islam secara konstitusional bidang jinayah di provinsi Aceh secara resmi diberlakukan pada tahun 2002 dengan menerbitkan Qanun No. 12 tahun 2002 tentang Minuman Khamar dan sejenisnya, Qanun No. 13 tahun 2002 tentang maisir, Qanun No. 14 tahun 2002 tentang khalwat. Qanun Jinayat mulai memberlakukan ancaman hukuman dalam bentuk hukuman cambuk dan denda. Petunjuk teknis pelaksanaan hukum cambuk bagi pelanggar syariat Islam diatur dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 10 Tahun 2005. Hukuman cambuk yang dijatuhkan terhadap pelanggar qanun, hanya berlaku terhadap pelanggar qanun yang beragama Islam. Tesis ini membahas tentang Eksistensi Penerapan Pidana Cambuk Terhadap Pelanggar Qanun Syariat Islam di Provinsi Aceh. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Eksistensi Penerapan Pidana Cambuk terhadap Pelanggar Qanun Syariat Islam di Provinsi Aceh. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian berupa pengaturan tindak pidana syariat Islam di Provinsi Aceh yaitu di Bidang Maisir, Bidang Khamar, Bidang Khalwat, Bidang Pelaksanaan Syari?at Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syi?ar Islam, dan Bidang Pengelolaan Zakat. Selanjutnya dibahas tentang eksistensi penerapan qanun syariat Islam terhadap pelanggar tindak pidana qanun syari?at Islam di Provinsi Aceh mulai dari lembaga pembuat qanun jinayah yaitu eksekutif dan legislatif selanjutnya lembaga pelaksana qanun yaitu Dinas Syariat Islam, WH, Kepolisian, Kejaksaan serta Mahkamah Syar?iyah serta lembaga pendukung pelaksana syariat Islam lainnya yaitu MPU, MAA serta Lembaga Keagamaan dan Pendidikan. Kemudian juga dibahas tentang kendala dan hambatan dalam pelaksanaan hukuman cambuk serta kebijakan pemerintah Aceh dalam menyelesaikan persoalan tersebut yaitu masih dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara (KUHAP) dalam menjalankan qanun jinayah. Disarankan agar segera dapat menerapkan hukum acara jinayah agar tidak terjadinya kekosongan pelaksanaan hukum jinayah. Di samping itu juga agar dapat diterapkan qanun jinayah terhadap perbuatan-perbuatan yang berdampak lebih besar terhadap masyarakat dan Negara seperti korupsi, penyuapan dan lainsebagainya serta dengan Pengembangan sumber-sumber hukum khususnya agama Islam di provinsi Aceh dengan membentuk lembaga pengkajian hukum Islam. ......Aceh Government, in accordance with the mandate of Law No. 18 of 2001 about Special Autonomy for the Province of Daerah Istimewa Aceh as the province of Nanggroe Aceh Darussalam, contrived Qanuns in NAD province area in order to implement the special autonomy. Renewed by Act No. 11 of 2006 about government in Aceh, Aceh Government mandates the imposition of Islamic law across the province. The enforcement of Islamic Law constitutionally in jinayah sector in the province was officially introduced in 2002 by publishing Qanun. 12 of 2002 on Drinks Khamar and the like, the Qanun. 13 of 2002 on gambling, Qanun. 14 year 2002 about seclusion. Jinayat Qanun began imposing sentences in the form of lashing and fines. Technical guidelines for the implementation of flashing for violators of Islamic law is regulated in Aceh Governor Regulation No. 10 of 2005. Lashing that subjected to the violators of Qanun is only applied to offenders who are Muslims. This thesis discusses the existence of application of Lashing Sentence to the Violators of Qanun Islamic Sharia in Aceh Province. The purpose of this paper is to figure out the existence of the application of lashing sentence to the offenders of Qanun Islamic Sharia in Aceh Province. The research is conducted using normative juridical methods. The research consists of criminal Sharia Islamic law in the Aceh Province in Maisir, Khamar, Seclusion, implementation of Sharia Islamic of Islamic teaching, faith,and worship, and the management of Zakat. Furthermore, in this research is also discussed about the existence of the implementation of Qanun Islamic Sharia against violators of criminal Islamic Shari'a law in the province of Aceh including the institutions that conceive Jinayah Qanun which are the executive and legislative, the institutions that implement Jinayah Qanun, namely Department of Islamic law qanun, WH, Police, Prosecution and the Court Syar'iyah and other supporting institutions that implement Islamic Shari'a that are the MPU, MAA and Religious and Education Institutions. In this study is also figured out the constraints and obstacles in implementing the lashing sentence and the Aceh Government policy in solving the problem which is by using the National Criminal Proceedings in running qanun jinayah. It is advised to immediately be able to apply the jinayah law to prevent the vacuum of jinayah law enforcement. It is also should be implemented the qanun jinayah against actions that have greater impact on society and the country such as corruption, bribery and so forth as well as the development of resources Islamic religious law, especially in the province by establishing an assessment institution of Islamic law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30237
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Titaley, John A.
Jakarta: Komunitas Nisita, 2003
297.5 GAG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yuli Khairani
Abstrak :
Penelitian ini menggunakan Muted Group Theory untuk membahas mengenai praktik wacana pembungkaman perempuan yang terjadi di media. Pemberitaan mengenai pelanggaran Syariat Islam yang melibatkan perempuan merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh kelompok dominan (laki-laki) untuk membisukan perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis wacana kritis milik Norman Fairclough. Dalam menganalisis dimensi mikro (teks), kerangka analisis Theo Van Leeuwen dipinjam untuk membantu mendeteksi representasi perempuan ditampilkan pada teks. Sedangkan dimensi meso (discourse practice) dan makro (sosiocultural practice) dilakukan melalui teknik wawancara dan kajian literatur. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pembungkaman perempuan dilakukan dengan meniadakan suara dan pendapat perempuan, dengan tidak menjadikannya sebagai narasumber. Perempuan hanya diposisikan sebagai objek pemberitaan dan suaranya diwakilkan dan direpresentasikan dengan bahasa dan perspektif laki-laki.
This research was done by used of Muted Group Theory to assessed the practice of muteness on women in the media. The reported shari?a violation that involved women were one of the tool used by the dominant group (men) to muted the women. This research is a qualitative study with Norman Fairclough's critical discourse analysis (cda). We used Theo Van Leeuwen's analysis framework to analized the micro dimensional aspects (texts), and to further assisted in detecting women representation that occured in those texts. Meanwhile, the meso (discourse practice) and macro (sociocultural practice) dimensions were assessed by interview and literature review. According to the results, were found that the muteness of women were done by silencing the voice and the opinion of women, thus hindered women to act as a informant. Women were positioned as object of report only and their voice were represented through the language and perspective of men.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T42930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anwar Harjono
Jakarta: Bulan Bintang, 1968
340.59 ANW h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Syarif
Abstrak :
Tesis ini meneliti tentang Radikalisme Islam dengan Studi tentang Gerakan Politik Majelis Mujahidin dalam Penegakkan Syari'at Islam periode 2000-2003. Interval waktu ini merupakan rentang waktu dimana pemikiran dan aksi serta gerakan Majelis Mujahidin menunjukan watak radikalisme. Misalnya, penolakan Majelis Mujahidin atas azas Negara Pancasila, penolakan terhadap kepemimpinan wanita, hingga munculnya ide dan gagasan tentang perlunya syariat Islam diformalkan dalam konstitusi negara. Kenyataan ini, memunculkan pertanyaan bagi penulis, mengapa gerakan politik Majelis Mujahidin mendesak tentang pemberlakuan syari'at Islam dan menolak secara total semua ideologi yang berasal dari luar Islam. Penulis menggunakan metode deskriptif analitis kwalitatif dengan pendekatan deduktif artinya dari teori ke praktek Sebuah metode penelitian yang berusaha menggambarkan realitas sosial yang komplek melalui penyederhanaan dan klasifikasi dengan memanfakan konsep-konsep yang bisa menjelaskan gejala sosial. Dalam pengumpulan data digunakan adalah studi pustaka/dokumen dan wawancara. Sementara teori yang digunakan untuk menelusuri radikalisme Islam dalam gerakan politik Majelis Mujahidin adalah teori radikalisme Islam. Untuk membantu mengungkapkan gerakan politik Majelis Mujahidin, penulis menempatkan parsi khusus pada sejarah gerakan radikalisme Islam, mulai dari asal muasal radikal isme Islam dalam konteks gerakan politik, Ikhwanul Muslimin, Jamaat i Islamiah, Darul Islam dan Masyumi. Berdasarkan teori dan metode yang digunakan tersebut, serta data-data yang diperoleh dilapangan, maka dapat disimpulkan bahwa radikalisme Islam dari Gerakan Politik Majelis Mujahidin merupakan pemikiran atau ide dan gagasan radikal. Hal ini disimplilkan, setelah penulis melakukan penelitian tentang asal mula munculnya Majelis Mujahidin maupun konteks perkembangan selanjutnya sebagaimana rentang waktu studi ini (2000-2003). Ini menunjukan bahwa teori radikalisme merupakan reaksi terhadap kondisi yang sedang berlangsung, masih relevan. Berdasarkan hal tersebut di atas ditemukan beberapa faktor kondisi yang turut mendorong lahirnya pemikiran radikal dan kemudian memicu terjadinya radikalisme Islam dalam gerakan politik Majelis Mujahidin, antara lain: Panama, Suasana pasca perang dingin diawal tahun 1980, khususnya setelah beberapa aktivis Islam era Presiden Soeharto melarikan diri keluar negeri. Para pejuang penegak syari'at Islam ini ikut ambil bagian dalam perang di Afganistan, bersekutu dengan rezim Taliban, dan mulai bergaul dengan aktivis Islam secara Internasional. Kedua, intimidasi dan diskriminasi rezim Soeharto terhadap para mubalik dan pendak'wah Islam yang menuntut tentang penegakkan syari'at Islam dan yang menolak azas tunggal Pancasila. Ketiga, kondisi kebangsaan dan kenegaran yang mengalami krisis moneter sejak 1996 sampai pada kejatuhan Soeharto pada bulan Mei 1998 dari kursi kepresidenan. Maka era reformasi dan upaya-upaya penyelesaian krisis yang tidak kunjung selesai dan menemukan format ideal untuk mengeluarkan bangsa dan krisis multidimensional yang menimpa ummat dan bangsa, adalah faktor yang cukup berpengaruh terhadap kehendak radikal untuk menegakkan syari'at Islam dalam konstitusi negara sebagai sebuah jawaban untuk menata dan meperbaiki ummat dan Bangsa Indonesia. Ideologi Pancasila, dianggap tidak tepat dan relevan lagi dengan kebutuhan bangsa dan negara. Dengan demikian, radikalisme Islam sebagai kerangka teoritis masih memiliki relevansi atas realitas dan kondisi gerakan politik Majelis Mujahidin dalam konteks pemikiran dan aksinya. Dengan demikian, penulis menemukan bahwa radikalisme Islam dalam konteks gerakan politik Majelis Mujahidin, tidak hanya reaksi atas fanatisme keagamaan semata, respon terhadap kondisi yang sedang berkembang, intimidasi dan diskriminasi rezim Orde Baru, kegagalan revormasi, akan tetapi radikalisme juga sangat dipengaruhi oleh faktor beberapa aktor atau tepatnya peran para tokoh Islam yang telah sejak lama memperjuangkan penegakkan syari'at Islam dalam konstitusi negara.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Imdadun
Abstrak :
Pada era Reformasi, di Indonesia dan Mesir mengemuka agenda Islamisme berupa tuntutan penguatan peran Syariat Islam ketika berlangsung amandemen konstitusi. Kajian ini menggambarkan bagaimana negara Muslim mengelola konflik ideologis antara Islamisme dengan nasionalisme dalam rangka melewati fase transisi demokrasi. Pertanyaan penelitiannya menyangkut apa argumen penguatan Syariat Islam, proses amandemen konstitusinya; dan apa faktor yang mendukung dan menghambat manajemen konflik ideologisnya. Penelitian ini menggunakan dua teori menejemen konflik antar budaya dan ideologi yakni teori demokrasi konsosiasional (Robert Dahl) dan centripetalisme (Geovanni Sartori). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, data-data diperoleh dari sumber kepustakaan, wawancara dan observasi. Kesimpulannya, Indonesia berhasil melewati fase transisi demokrasi karena sukses mengelola pertentangan ideologis tersebut. Sedangkan Mesir gagal akibat konflik ideologis yang tidak terkelola dan disusul oleh kudeta militer. Terdapat berbagai faktor yang menyebabkannya. Pertama, moderasi ideology. Di Indonesia, partai-partai serta ormas keagamaan telah mengalami moderasi. Di Mesir, moderasi tersebut belum terjadi. Kedua, pola persaingan Multi Polar. Di Indonesia, pertentangan politik berciri multi polar. Konflik yang terjadi antara dua kubu di Mesir semakin menajam akibat sifatnya yang dwi-polar. Ketiga, durasi waktu. Semakin lama proses amandemen semakin mudah mengelola konflik karena adanya lobi-lobi para pemimpin nasional. Keempat, akomodasi politik semua kelompok. Di Indonesia, terbangun pemerintahan yang konsosiasional. Sedangkan Mesir pemerintahan Mursi dinilai tidak representative. Teori konsosiasional (Robert Dahl) dan centripetalisme (Geovanni Sartori) memadai untuk alat analisis dalam memahami tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dan Mesir pada masa transisi demokrasi. Demokrasi konsosiasional mengandaikan keterwakilan seluruh ragam eleman masyarakat dalam kekuasaan. Pemerintahan reformasi di Indonesia yang bercorak koalisi besar membuatnya didukung semua kelompok, kuat, efektif, dan legitimasinya kuat. Mesir yang bercorak “the winner takes all” mudah dikudeta oleh militer. Centripetalisme menggambarkan pengelolaan perbedaan ideologis yang tajam antara Islamisme dengan nasionalisme, liberalism, dan ideologi kiri. Centripetalisme di Indonesia mendorongpengelompokan politik menjadi lintas identitas; ideologi, agama, bahasa, etnis, dan budaya serta memudahkan dialog, negosiasi, kompromi dan akomodasi. Sedangkan di Mesir sentrifugalisme mendorong mengerasnya pertentangan antar identitas dan berakhir dengan kebuntuan politik yang mengundang militer mengambil alih kekuasaan. ......During the Reformation era, Indonesia and Egypt proposed an Islamic agenda—the reinforcement of Sharia role in the constitutional amendment. This study illustrates how Islamic countries manage or regulate ideological conflicts between Islamism and nationalism in order to pass through the transitional phase of democracy. There are two major questions in this study. First, what was the argument behind the enforcement of the Islamic Sharia? Second, what supported and hindered the management of ideological conflicts? This research uses the theory of consociationalism (Robert Dahl) and the theory of centripetalism (Geovanni Sartori). Furthermore, this research uses the qualitative method, and the data are collected through literary sources, interviews, and observation. In conclusion, Indonesia succeeded in passing through the transitional phase due to its success in managing the ideological conflicts, while Egypt failed due to its failure in managing it resulted in a coup d’etat. There are various factors that caused it. The first factor is ideological moderation. In Indonesia, the parties and mass organizations have gone through moderation, while Egypt lacked moderation. The second factor is the pattern of multi-polar competition. The political conflicts in Indonesia were multi-polar while the political conflicts in Egypt were bipolar. The third factor is the duration. The longer the process of the amendment, the easier it is to manage conflicts because of the national leaders’ lobbying. Last, the political accommodation of all the groups. Indonesia has a consociational government, while Egypt is lacks representation. The consociationalism theory (Robert Dahl) and centripetal theory (Geovanni Sartori) is used as the tool of analysis in understanding the challenges faced by Indonesia and Egypt during the transitional period. Consociational democracy is the state where all the elements of society are represented. The Indonesian government during reformation which takes the form of a coalition was strong, effective, had strong legitimacy, and was supported by all the groups. However, Egypt’s “the winner takes all” government was prone to military coup d’etat. Centripetalism illustrates the management of ideological differences among Islamism, nationalism, liberalism, and socialism-communism. In Indonesia, centripetalism supports political grouping as a form inter-identity (ideology, religion, language, ethnicity, and culture), and gives access to discussions, negotiations, compromise, and accommodations. On the contrary, Egypt’s centrifugalism worsened the conflict between the identities and led to a dead end, which resulted in the overthrowing of the government.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>