Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suripto
Abstrak :
Pesatnya pertumbuhan di berbagai negara menyebabkan pembangunan lapangan golf tumbuh menjamur termasuk di Indonesia. Banyaknya lapangan golf yang dibangun seolah-olah tak terkendali dan telah menimbulkan banyak masalah seperti konflik dalam pemanfaatan lahan, marginalisasi penduduk setempat, dan bahaya pencemaran lingkungan, namun pembangunan lapangan golf yang baru tetap berlangsung. Masalah penting dari pengelolaan lapangan golf adalah dampaknya pada lingkungan, karena golf adalah olah raga yang ideal di daerah beriklim sejuk. Untuk membangun lapangan golf di daerah tropis dan kering, developer harus menciptakan ekosistem buatan yang memerlukan banyak bahan kimia serta siraman air sehingga dapat mempengaruhi pengambilan lapangan golf akan mempengaruhi proses penyerapan air ke dalam tanah yang akan mempengaruhi kandungan air tanah di tempat tersebut. Peneliti mengadakan penelitian tentang "Dampak Lapangan Golf pada Kondisi Air Permukaan", sebagai studi kasus peneliti memilih lokasi Jagorawi Golf and Country Club Kelurahan Cimpaeun, Kecamatan Cimanggis Kota Depok Propinsi Jawa Barat . Hasil penelitian menunjukkan, ada beberapa aktivitas di lapangan golf yang dapat mempengaruhi kondisi air permukaan, aktivitas tersebut adalah: proses pemadatan, proses penyiraman dan penggunaan pupuk. Aktivitas pemeliharaan lapangan golf memberi pengaruh negatif bagi lingkungan fisik, berupa: Berkurangnya infiltrasi air ke dalam tanah sehingga meningkatnya aliran permukaan, Terjadi penurunan kualitas air, terutama di aliran sungai, untuk parameter: amoniak, nitrit, bahan organik, dan kebutuhan oksigen biologis (BOD). Bagi lingkungan sosial memberi pengaruh positif berupa: 1) Kesempatan Kerja dan Berusaha. Kesempatan kerja sebagai tenaga satuan pengamanan, tenaga perawatan lapangan, dan pelayan pemain (caddy) banyak mengambil dari penduduk setempat. Berdampak negatif pada golongan petani yang lahan pertaniannya tergusur sehingga hilang matapencahariannya atau harus pindah ke tempat lain. 2) Peningkatan Pendapatan, adanya lowongan pekerjaan dengan terbukanya kesempatan kerja di lapangan golf dapat menambah penghasilan penduduk setempat Agar dapat meningkatkan upaya pemeliharaan lingkungan terutama di sekitar lapangan golf, maka disarankan: Penentu kebijakan (policy maker) agar selalu memonitor kegiatan pengelola lapangan golf dan secara tegas menuntut mereka secara hukum apabila terdapat pelanggaran terhadap kelestarian lingkungan. Penentu kebijakan mewajibkan pengelola lapangan golf untuk membuat unit pengolahan limbahnya. Pengelola lapangan golf agar membuat saluran terbuka di sekeliling lapangan golf dan memiliki jumlah balong yang cukup untuk menampung air buangan dan aliran permukaan, kemudian dapat menggunakannya kembali. Perlunya ditetapkan baku mutu untuk limbah yang dikelurkan dari kegiatan pemeliharaan lapangan golf.
Golf Course Impact on Surface Water Condition (Case Study: on Jagorawi Golf and Country Club Cimpaeun Village, Cimanggis Sub-District, Depok City, West Java)The fast growing in various countries including in Indonesia, has caused development of golf course like flourishing growth of mushroom in the rainy season. The construction of numerous golf course seems to be uncontrolled and has caused various problems like conflicts in land exploitation, marginalization of local residents, and danger of environment contamination. Development of new golf course, however, will never stop. The crucial problem golf course management is its impact on environment, because golf is ideal sport in regions with moderately cool climate. To construct golf course in tropical and dry areas, developer should create a synthetic ecological system that needs a lot of chemicals and water, that can affect the water supply and utilization in the surrounding areas. The process of soil compacting of the golf course affects the recharge process of water into ground, which in turn affects the water replenishment on the location. The researcher has performed a research on" Golf Course Maintenance Impact on Surface Water Condition", as a case study the researcher has chosen the location of Jagorawi Golf and Country Club at Cimpaeun Village, Cimanggis Sub-District, Depok City, West Java. The result of the study shows, that there are activities golf course maintenance that may affect surface water conditional, namely The sprinkler process, and the use of pesticide and manure. The activities on golf course have a negative impact to the physical environment, namely: Hydrological condition, the impact of golf course construction from hydrological point of view is the increase of stream on the ground surface as a result of soil compaction and the decrease of rainwater infiltrating into the soil. The water quality. The impact on the quality of water such as the Ammonia and Nitrit content, the organic matter and biological oxygen demand. The positive impact on social environment comprising: Employment and business Opportunity. Employment opportunity for security guards, golf course maintenance workers, and caddies which area available for the local people. The negative impact on the local farmers, whose farms have to be remove and have to remove to another location or lose their earnings. Increase of income, opportunity of employment offered by golf course may increase the income of the local people To improve the environmental management in surrounding areas for the sake of promoting the socioeconomic condition of the community, the following activities become a necessity. a policy maker, who shall be responsible to monitor activity of golf course manager and shall have the authority to take measure against any infringement of the rules and regulations of environment preservation, a golf course have Water Treatment Plant (WTP), a golf course manager, who can make irrigation surround the golf course and have many lakes to containment the effluent water and the increase of stream, It's Necessary that effluent water from the golf course maintenance.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13399
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal Ramadhan
Abstrak :
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang secara pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara untuk kemakmuran rakyat. Setiap daerah berdasarkan wewenang otonominya berhak atas pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan suatu kontribusi wajib kepada daerah yang terutang baik secara orang pribadi maupun badan dan bersifat memaksa. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur jenis objek Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, salah satunya adalah Pajak Air Permukaan. Yang dimaksud dengan air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah atau di mata air, sungai danau dan laut. Skripsi ini membahas tentang prinsip Lex Spesialis dalam kontrak karya melalui studi kasus putusan nomor 316/B/PK/PJK/2018 mengenai sengketa antara Pemerintah Provinsi Daerah Papua dengan PT Freeport Indonesia. Skripsi ini memiliki dua rumusan masalah, yaitu, yang pertama adalah keterkaitan hukum antara hukum dan undang-undang dan kontrak karya berdasarkan asas Lex Spesialis derogat legi generali adalah kontrak karya berlaku sebagai sesuatu Lex Spesialis berdasarkan asas pacta sunt servanda yang mana kontrak karya tersebut menjadi suatu undang-undang bagi para pihak yang terikat. Sedangkan yang kedua adalah, pertimbangan pengadilan pajak dan mahkamah agung terkait Lex Spesialis terhadap kontrak Karya PT Freeport Indonesia. ......Taxes are compulsory contributions to the state that are owed individually or by a compelling entity based on law, without receiving direct compensation and used for the state's needs for the greatest prosperity of the people. Taxes have a compelling nature so that they must be fulfilled. Each region based on its autonomous authority has the right to collect regional taxes and levies, which are a form of compulsory contribution to regions that are owed both individually and as a body and are compelling. Law Number 28 of 2009 concerning Regional Taxes and Regional Levies regulates various types of objects of Regional Taxes and Regional Levies, one of which is Surface Water Tax. Surface water tax is included in a type of provincial tax. Referred to as surface water is all water found on the ground surface or in springs, rivers, lakes and seas. Surface water is the cleanest water source so that it can be used as drinking water or management for business needs. This thesis discusses the principle of Lex Specialist in the contract of work through the case study decision number 316 / B / PK / PJK / 2018 regarding the dispute between the Papua Regional Government and PT Freeport Indonesia. This thesis has two problem formulations, namely, the first is the legal relationship between law and law and a contract of work based on the Lex principle Derogat legi generali specialist is a contract of work as a Lex specialist based on the principle of pacta sunt servanda which is the contract the work becomes a law for the parties who are bound. Meanwhile, the Supreme Court has considered it properly and granted PT Freeport Indonesia's request for reconsideration number 316 / B / PK / PJK / 2018 on the tax court decision.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shammas, Nazih K.
Chichester: John Wiley & Sons, 2016
628.1 SHA w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anyarin Pithapakdeesatith
Abstrak :
ABSTRAK
Ammonia and phosphorus have been recognized as the cause of eutrophication in surface water. Chuat Man Canal is faced with water quality degradation problem due to the high concentrations of ammonia and total phosphorus in the water body that makes it unsuitable for fish ponds. Removal of ammonia and phosphorus by the adsorption process is simple and not requires chemical use. In addition, ammonia is well adsorbed by activated carbon and zeolite while phosphorus is adsorbed by zeolite. This research used zeolite and activated carbon for the adsorption of ammonia and total phosphorus. The results of laboratory experiments at 30 °C 200 rpm 60 minutes, revealed that adsorption of ammonia using zeolite correlated with Freundlich isotherm (R2 = 0.9031). For ammonia adsorption using activated carbon, it correlated with Langmuir (R2 = 0.9596) and Freundlich (R2 = 0.9113) isotherms, respectively. For field experiment, 9 zeolite and activated carbon adsorbent pads with ratio of 1.6:1 by weight were placed across the canal sections. Each pad had 2 openings and each opening contained its adsorbent volume of 1.0 × 0.015 × 0.6 m3 (width × length × height). The front opening contained 5 kg of activated carbon while the back part contained 8 kg of zeolite. During the study, water flow velocity at surface of water was ranged from 0.022 - 0.027 m/s. Concentration of ammonia in influent and effluent was ranged from 1.755- 8.817 mg/L and 1.473-7.063 mg/L, respectively while that for total phosphorus was ranged from 0.045 - 0.095 mg/L and 0.042 - 0.089 mg/L, respectively. The maximum removal efficiency occurred 20 and 43 minutes after installation of the adsorption pads which were 6.73% for total phosphorus and 23.17% for ammonia, respectively.
Pathum Thani: Thammasat University, 2017
607 STA 22:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nilasari Darmastuti
Abstrak :
Baku mutu yang lebih longgar dan seringkali lebih murah serta lebih realistis bagi negara berkembang mengandung resiko lebih tinggi terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat sehingga sedikit para pembuat keputusan yang mau merekomendasikan tingkat resiko yang lebih tinggi daripada yang digunakan negara industri (maju). Dengan pertimbangan bahwa negara maju tidak memulai program perlindungan lingkungan mereka dengan standard seperti saat ini, maka seharusnya negara berkembang tidak perlu menetapkan baku mutu seketat negara maju saat ini. Evolusi suatu negara dari negara berkembang menjadi negara maju memperihatkan pola bahwa meningkatnya kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonomi negara tersebut diikuti dengan bertambah ketatnya baku mutu lingkungan negara tersebut. Dengan demikian apabila suatu negara memiliki nilai kondisi kesehalan masyarakat dan sosial ekonomi yang sama dengan negara lain maka nilai baku mutu lingkungan kedua negara tersebut akan sama. Lohani (1993) meneliti mengenai indikator dalam penentuan baku mutu lingkungan. Indikator tersebut adalah Angka harapan hidup (X1), Angka Kematian Bayi (X2), Angka Kematian Akibat TBC dan Kanker (X3), Angka Kematian Akibat Typhus dan Paralyphus (X4), Laju Pertumbuhan Penduduk (X5), GNP perkapita (X6), Aset per kapila (X7), Upah Buruh Mingguan (Xs), Konsumsi Listrik per Kapita (Xs), dan Jumlah Pegawai Negeri (X1o). Dalam penelitian ini indikator (X1) sampai (X4) dikelompokkan sebagai kondisi kesehalan masyarakat dan indikator (Xs) sampai (X1o) dikelompokkan sebagai kondisi sosial ekonomi. Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai: (1) Berapa nilai baku mutu lingkungan di Indonesia yang sesuai dengan kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya bila dibandingkan dengan negara lain yang lebih maju? (2) Apakah baku mutu yang ditetapkan di Indonesia terlalu ketat bila dihubungkan dengan kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya? Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) membandingkan baku mutu air permukaan antara beberapa negara Asia Tenggara yang memiliki kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya sama dengan kondisi Indonesia pada tahun 1999 dan 2000 (berdasarkan PP No. 20 tahun 1990 dan PP No. 82 tahun 2001), mengkaji ketat atau tidaknya baku mutu lingkungan di Indonesia bila dihubungkan dengan kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya. Untuk mencapai tujuan tersebut metode penelitian terbagi dalam lima tahapan yakni (1) melihat hubungan antara baku mutu dengan indikator penentuan baku mutu berdasarkan penelitian Lohani (1993) (2) menentukan negara pembanding (3) menentukan tahun acuan (4) membandingkan baku mutu air permukaan (5) mengkaji baku mutu air permukaan di Indonesia. Penelitian ini bersifat ex post facto tipe korelasional dengan menggunakan perbandingan antara indikator penentuan baku mutu lingkungan di Indonesia dengan negara-negara Asia Tenggara di masa lalu. Variabel terikat yang digunakan adalah baku mutu air permukaan. Sementara data yang digunakan adalah data kuantitatif dan runtun waktu dari berbagai sumber yang telah dipublikasikan seperti Recent trends in Health Statistics in Southeast Asia 1974-1993, Key indicators of Asia Development Bank 1970-2000, dan Yearbook of Labour Statistics 1974-1993. Hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Perbandingan baku mutu lingkungan di beberapa negara akan sama apabila kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya sama (2) Baku mutu lingkungan yang ditetapkan di Indonesia terlalu ketat bila dibandingkan kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya. Dengan menggunakan data penelitian dari Lohani dan dianalisis dengan SPSS versi 10.0. hasil penelitian memperlihatkan bahwa 48% perbedaan dalam penentuan batas baku mutu disebabkan oleh indikator penentuan baku mutu diatas. Dengan menggunakan interval kepercayaan sebesar 70%, indikator kematian akibat TBC dan kanker serta kematian akibat typhus dan paratyphus tidak signitikan, selain nilai korelasinya juga lemah (r c 0,5). Penelitian ini tidak secara khusus ditujukan untuk mendapatkan hubungan antara baku mutu dengan indikalor penentuan baku mutu, akan tetapi dibatasi untuk memperlihatkan bahwa indikalor tersebut cukup signilikan untuk digunakan sebagai perbandingan. Hasil uji hipotesis adalah sebagai berikut (1) hipotesis dapat diterima sebesar 64,29%, yang berarti bahwa baku mutu air permukaan di Indonesia sama dengan baku mutu air permukaan negara-negara di Asia Tenggara, (2) 55,56% dari baku mutu yang diterima oleh uji hipotesis diatas adalah lebih ketat, yang berarti bahwa baku mutu yang ditetapkan di Indonesia ketat bila dihubungkan dengan kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya. Sedangkan baku mutu Indonesia tersebut adalah serupa dengan baku mutu negara Malaysia (antara tahun 1976-1977), Philipina (antara tahun 1990-1992), Singapura (antara tahun 1978-1981) dan Thailand (antara tahun 1990-1991). Berdasarkan analisis pengujian hipotesis dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Baku mutu di Indonesia bila dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara sudah sesuai dengan kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya. Penentuan batas baku mutu air permukaan di Indonesia lebih ketat bila dihubungkan dengan kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya.
Lower and often cheaper, and as a consequence more realistic environmental standards for developing countries involve higher risks to the environment and public health. Therefore, few environmental policy makers are willing to recommend higher risk levels than used in developed countries. Developed countries did not begin their environmental protection by applying high standards as using now. Therefore developing countries do not have to apply standards as high as developed countries do. The evolution of a country from developing to developed country shows a pattern that the improvement of its public health and socio-economic conditions are followed by higher allowable limits of environmental quality standards. Consequently, countries that have similar public health and socio economic conditions will have similar allowable limits of environmental quality standards. Lohani (1993) stated that there are indicators for setting environmental quality standards. The indicators are life expectancy level (Xi), infant mortality rate (X2), TBC and cancer death (X3), typhus and paratyphus death (X4), population (X5), GNP per capita (X6), asset per capita (X7), average weekly salary ()(a), electricity consumption per capita (X9), and federal employment (Xio). In this research those indicators are grouped as public health and socio-economic. Based on the reasons above, the research problem can be formulated as: (1) what is the Indonesia allowable limits of surface water quality standards which appropriate to its public health and socio-economic conditions? (2) in relation to its public health and socio-economic conditions, are Indonesia allowable limits of surface water quality standards too high? The objectives of the research are: (1) to compare environmental quality standards among South-east Asian countries which had the same level in public health and socio-economic conditions with Indonesia in 1999 and 2000 (refer to PP No. 20 1990 and PP No. 82 2001) (2) to evaluate Indonesia environmental quality standards in relation with its public health and socio-economic conditions. To meet the objectives of the research, the methodology is divided into five stages i.e (1) to see the corelation between allowable limits of environmental quality standards with environmental quality standards setting indicators based on Lohani's (1993) (2) to select the comparable countries (3) to decide the reference years (4) to compare the surface water quality standards of selected countries with those of Indonesia (5) to review the allowable limits of Indonesia surface water quality standards. This is an ex-post facto correlation type research. In this research the current Indonesia environmental quality standards are compared to those of South East Asian countries in the past. Independent variables which are setting environmental quality standard indicators. Data used in this research are quantitative and time series secondary data. Data were collected from some publication source such as Recent trends in Health Statistics in Southeast Asia 1974-1993, Key indicators of Asian Development Bank year 1970-2000, and Yearbook of labour statistics 1974-1993. While dependent variables are allowable limits of environmental quality standards in Indonesia. Hypothetical research are formulated as follows (1) comparison of surface water quality standards allowable limits in some countries will be similar if they have similar conditions on public health and socio-economic (2) Indonesia surface water quality standards is too high compare with considering its public health and socio-economic conditions. This research found that 48% in setting surface water quality standards could be explained by the above indicators. Using confidence level of 70%, indicator of TBC and cancer death also typhus and paratyphus death are not significant, beside the correlation are weak ( r < 0.5). This research is held not only to see the relationship between allowable limit quality standards and setting environmental quality standard indicators but also to show that those indicators are significant to be used for comparison. Hypothetical analysis shows that hypothesis is accepted by 64,29%. It means that Indonesia surface water quality standards are appropriate with its public health and socio-economic conditions. Hypothetical analysis for the second hypothesis shows that it is accepted by 55,56%. With reference to the criteria set before, it means that the surface water quality standards in Indonesia are too high. The appropriate level of Indonesian allowable limits of environmental quality standards in 1999 and 2000 are similar to that of Malaysia during 1976-1977, Philippine 1990-1992, Singapore 1978-1981, and Thailand 1990-1991. Based on the results of hypothesis analysis, here are the conclusions based on review both the PP No. 20 year 1990 and PP No. 82 year 2001: Allowable limits of environmental quality standards in Indonesia are appropriate with its public health and socio-economic conditions if compare to other countries in Southeast Asian. The setting of Indonesia surface water allowable limit quality standards are high related to its public health and socio-economic conditions.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T1464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambar Winansi
Abstrak :
Pada kondisi operasi normal fasilitas nuklir berpotensi melepaskan zat radioaktif ke badan air yang disebut dengan pelepasan rutin. Transfer radionuklida pada lingkungan sangat kompleks sehingga dibuat penyederhanaan dengan pendekatan model matematis menggunakan perangkat lunak Surface Water Modelling Systems yang menyelesaikan persamaan differensial hidrodinamika dengan metode elemen hingga. Penyebaran polutan sangat dipengaruhi oleh proses adveksi dan difusi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memodelkan distribusi radionuklida pada Kali Cisalak yang terletak di sekitar Kawasan Nuklir Serpong. 60Co merupakan radionuklida paling dominan yang terkandung pada lepasan efluen radioaktif. Pada penelitian ini simulasi dibagi ke dalam dua tahap yaitu simulasi model hidrodinamika menggunakan modul Resources Management Associates-2 (RMA-2) untuk memodelkan arus dan RMA-4 untuk memodelkan sebaran 60Co. Sedangkan nilai dosis efektif pada kelompok kritis dihitung menggunakan software PC-Cream 98. Pada analisis sensitivitas, koefisien kekasaran manning dan koefisien viskositas Eddy tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pola sebaran konsentrasi 60Co di Kali Cisalak. Sedangkan koefisien diffusi dan settling velocity memiliki pengaruh yang cukup signifikan. Dari hasil pemodelan didapatkan konsentrasi 60Co tertinggi sebesar 5,38 Bq/L pada jarak 10 m dari titik pelepasan, sedangkan konsentrasi terendah sebesar 0,0005 Bq/L terdeteksi pada jarak 540 m. Perhitungan dosis individu orang dewasa akibat jalur paparan akuatik yaitu 14,094 μSv/tahun. ......Under normal operating conditions nuclear facilities have potential release of radioactive substances into water bodies called routine releases. Radionuclide transfer in the environment is very complex so that simplification is made with a mathematical model approach using the Surface Water Modeling Systems 10.1 software that resolves hydrodynamic differential equations with the finite element method. The goal of this research is to model the distribution of 60Co radionuclides in Cisalak River located around Serpong Nuclear Area. 60Co is the most dominant radionuclide contained in radioactive effluent discharges. In this research the simulation is divided into two stages, they are the simulation of the hydrodynamic model using the Resources Management Associates-2 (RMA-2) module to model the flow and continued using RMA-4 to model the distribution of 60Co. Whereas the effective dose in the critical group was calculated using PC-Cream 98 software. In the sensitivity analysis, the manning roughness coefficient and Eddy viscosity coefficient did not have a significant effect on the distribution pattern of 60Co concentrations in Cisalak River. But the diffusion coefficient and settling velocity have a significant influence. The result of modeling obtained the highest 60Co concentration of 5,38 Bq/L at a distance of 10 m from the release point, while the lowest concentration of 0,0005 Bq/L was detected at a distance of 540 m. Calculation of adult individual doses due to aquatic exposure pathways is 14,094 µSv/year.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiba Putri Rahmahakim
Abstrak :
Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup dan harus selalu terjaga kualitasnya. Pengujian kualitas air perlu dilakukan segera setelah pengumpulan sampel, namun seringkali laboratorium tidak dapat menganalisis sampel air secara langsung dan memungkinkan penyimpanan sampel memerlukan waktu tunggu (holding time). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika perubahan konsentrasi terhadap waktu tunggu, menganalisis laju reaksi penguraian, serta menyimulasikan perubahan konsentrasi BOD dan COD untuk mengetahui konsentrasi awal. Perubahan konsentrasi terhadap waktu tunggu diketahui melalui metode pengujian parameter BOD dan COD yang diambil dari sampel air Danau Mahoni dan diuji di laboratorium pada t(0), t(0,25), t(2), t(5), t(7), dan t(14) dalam satuan hari. Adapun analisis laju reaksi dilakukan perhitungan kesetimbangan massa dan disempurnakan menggunakan ‘Solver’ pada Microsoft Excel. Sedangkan simulasi perubahan konsentrasi BOD dan COD untuk mengetahui konsentrasi awal dilakukan dengan perhitungan solusi persamaan diferensial dari model yang telah dibuat. Berdasarkan analisis, diperoleh bahwa perubahan konsentrasi parameter BOD dan COD terhadap holding time cenderung menurun pada semua sampel. Konsentrasi BOD secara keseluruhan mengalami penurunan signifikan konsentrasi BOD yang terjadi setelah pengukuran t(2). Konsentrasi COD sampel dengan pengawetan mengalami penurunan signifikan pada pengukuran t(2). Sedangkan konsentrasi COD sampel tanpa pengawetan menurun signifikan setelah waktu pengukuran t(2) dan t(7). Nilai KD BOD dengan pengawetan 1 dan 2 berturut-turut adalah 0,064/hari dan 0,059/hari. Sementara itu, KD BOD pada sampel tanpa pengawetan 1 dan 2 berturut-turut adalah 0,124/hari dan 0,0827. Nilai KD COD dengan pengawetan 1 dan 2 berturut-turut yaitu 0,004/hari dan 0,0169/hari. Sementara itu, pada sampel tanpa pengawetan 1 dan 2, diperoleh nilai KD COD berturut-turut yaitu 0,039/hari dan 0,047/hari. Nilai KD BOD dan COD pada sampel dengan pengawetan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan sampel tanpa pengawetan. Hal ini menunjukkan bahwa pengawetan mampu memperlambat laju penguraian BOD dan COD dalam sampel air. Pemodelan parameter BOD dan COD sampel dengan pengawetan maupun tanpa pengawetan untuk memperkirakan nilai konsentrasi awal secara efektif dapat digunakan hingga t(2). ......Water is a natural resource that is very important for the life of living things and its quality must always be maintained. Water quality testing needs to be done immediately after sampling, but laboratories often cannot analyze water samples directly and allow sample storage to require holding time. This study aims to analyze the dynamics of changes in concentration during holding time, analyze the rate of decomposition reactions, and simulate changes in concentrations of BOD and COD to determine initial concentrations. The change in concentration during holding time is known through the BOD and COD parameter testing methods taken from Lake Mahoni water samples and tested in the laboratory at t(0), t(0.25), t(2), t(5), t(7) ), and t(14) in days. The reaction rate was carried out by calculating the mass balance and using 'Solver' in Microsoft Excel. Meanwhile, the simulation of changing the concentration of BOD and COD to determine the initial concentration was carried out with differential solutions from the model that had been made. The analysis found that changes in the concentration of BOD and COD during holding time tended to decrease in all samples. BOD concentration as a whole experienced a significant decrease in BOD concentration that occurred after t(2) measurement. The COD concentration of the samples with preservation decreased significantly in the t(2) measurement. In contrast, the COD concentration of samples without preservation was significantly reduced after the measurement time t(2) and t(7). KD BOD values with preservation 1 and 2 were 0.064/day and 0.059/day, respectively. Meanwhile, the samples without preservation 1 and 2 were 0.124/day and 0.0827 respectively. The KD COD values with preservation 1 and 2 were 0.004/day and 0.0169/day, respectively. Meanwhile, the KD COD values were obtained for samples without preservation 1 and 2, respectively, 0.039/day and 0.047/day. KD BOD and COD values in samples with preservation tended to be lower than those without preservation. This condition shows that pickling can slow down the rate of decomposition of BOD and COD in water samples. BOD and COD modeling with or without preservation to determining initial concentration values can be used up to t(2).
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Ramadhan
Abstrak :
Nitrifikasi adalah proses alami di badan air di mana terjadi pemecahan nitrogen tereduksi, umumnya dalam bentuk amonia (NH4+) menjadi Nitrit (NO2-) dan kemudian menjadi Nitrat (NO3-) oleh bantuan bakteri. Laju nitrifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis laju nitrifikasi pada Sungai Kali Baru dengan metode batch, menganalisis pengaruh konsentrasi TSS terhadap laju nitrifikasi, dan menganalisis pengaruh nilai laju reaksi hasil percobaan terhadap akurasi model QUAL2Kw. Evaluasi laju nitrifikasi dilakukan dengan mengamati fluktuasi konsentrasi parameter nitrifikasi dari sampel air selama rentang waktu hingga 12 hari, kemudian dilakukan perhitungan menggunakan persamaan kinetika reaksi untuk mendapatkan tetapan laju oksidasi amonia (kai) dan tetapan laju oksidasi nitrit (kin). Nilai kai yang diperoleh merupakan nilai tetapan laju nitrifikasi yang dapat dimodelkan dalam QUAL2Kw untuk kemudian dibandingkan hasil simulasi amonia dan nitratnya dengan laju default (0,1858 /hari). Penelitian ini menguji sampel air Sungai Kali Baru, dan sampel air kondisi artificial. Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah konsentrasi Amonia, Nitrit, Nitrat, dan TSS. Sampel air Sungai Kali Baru memiliki konsentrasi TSS sebesar 113 mg/L, kai sebesar 0,30587 /hari serta kin sebesar 0,14088 /hari. Sampel artificial tidak mengandung TSS sehingga diperoleh kai sebesar 0,00355 /hari, dan kin sebesar 0,04944 /hari. Laju nitrifikasi yang diperoleh dalam penelitian ini 64,6% lebih tinggi dibandingkan dengan laju nitrifikasi default permodelan. Namun, perbedaan laju nitrifikasi ini hanya menurunkan konsentrasi amonia hasil permodelan sebesar 0,17% dan meningkatkan konsentrasi nitrat hasil permodelan sebesar 0,39%. ......Nitrification is a natural process in a water body breaking down reduced nitrogen in the form of ammonia (NH4+) to Nitrite (NO2+) which further oxidises into Nitrate (NO3-) by the help of bacteria. The rate of nitrification is affected by several factors. This study aims to analyze the nitrification rate of Kali Baru River using a batch method, analyzing the effect of TSS concentration in water to the nitrification rate, and analyzing how nitrification rate achieved from this study affected the accuracy of a previous QUAL2Kw model. The evaluation of nitrification rate is done by observing the fluctuation of nitrification parameter concentration in a water sample ranging to 12 days, then a kinetical rate analysis is done to gather the ammonia oxidation rate (kai) and the nitrite oxidation rate (kin). The kai value is determined to be the nitrification rate that can be modelled in QUAL2Kw. The ammonia and nitrate concentration modelled by using the kai from this study will be compared to the default value of nitrification rate from the previous modelling (0,1858 /day). This study tested the water quality of Kali Baru River water sample and an artificial condition water sample. The parameters tested in this study are ammonia, nitrite, nitrate, and TSS concentration. Samples from Kali Baru River resulted a 113 mg/L TSS concentration and a kai, and kin value of 0,30587 /day and 0,14088 /day respectively. Artificial condition water sample did not result in any TSS concentration and resulted a kai, and kin value of 0,00355 /day and 0,04944 /day respectively. The nitrification rate acquired from this study is 64,6% higher than the default nitrification rate but only decreased the modelled ammonia concentration by 0,17% and increased the modelled nitrate concentration by 0,39%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bina Rara Putra
Abstrak :
ABSTRAK
Adanya pembangunan yang merupakan sebuah proses guna memperbaiki atau meningkatkan kualitas hidup, tentu secara tidak langsung akan berdampak terhadap kondisi dari lingkungan dan kekayaan sumberdaya, termasuk sumberdaya air. Satu dari sepuluh rumah tangga mengalami kekurangan persediaan air bersih, khususnya pada musim kemarau. Saat ini, bahkan di provinsi-provinsi yang berkinerja lebih baik Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, sekitar satu dari tiga rumah tangga tidak memiliki akses ke persediaan air bersih. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola keruangan ketersediaan dan kebutuhan sumberdaya air bersih di wilayah penelitian dalam rangka kesiapan memasuki era habitat 3. Analisis dilakukan menggunakan pendekatan statistik dengan analisis keruangan tiap wilayah Kecamatan. Perhitungan dilakukan untuk mendapatkan hasil ketersediaan dan kebutuhan air. Penggunaan data berkala dimaksudkan untuk mendapatkan model tren untuk prediksi di tahun 2036 yang merupakan era habitat 3. Hasil yang didapatkan menunjukan wilayah Merapi bagian Selatan tidak memiliki kesenjangan, baik kebutuhan maupun ketersediaan air. Ketersediaan air di Kota Yogyakarta dan Kabupaten dapat memenuhi kebutuhan air di setiap Kecamatan hingga tahun 2036. Wilayah kecamatan di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta memiliki tingkat persentase yang tinggi di tahun prediksi, yaitu tahun 2036. Tingkat persentase imbangan air memiliki kecenderungan persentase yang tinggi atau dalam kategori aman. Beberapa kecamatan memiliki persentase di bawah angka 80 tetapi masih di atas 60 dimana masuk dalam kategori rawan. Beberapa kecamatan berada di kategori krisis air atau air yang dimanfaatkan di wilayah tersebut lebih dari 40 dari ketersediaan air yang ada. Menjadikan kecamatan-kecamatan tersebut kurang siap memasuki era habitat 3 karena akan mengalami kesulitan memperoleh air.
ABSTRACT
The existence of facilities and infrastructure development, is a means of process to improve or repair the quality of life, will evidently affect the condition of the environment and wealth of natural resources, including water resources. One in ten households suffer from a shortage of clean water supply, especially during the dry season. Currently, even in better performing provinces e.g. Central Java and Yogyakarta , about one in three households do not have access to clean water supplies. This study aims to analyze the spatial pattern of availability and need of clean water resources in the specified research area in order to analyse its readiness to enter Habitat 3 era. Analysis was done using statistical approach with spatial analysis of each district. Calculation was accomplished to obtain results of water availability and requirement. The use of periodic data is intended to acquire a trend model for predictions of the year 2036 which is intended to be Habitat 3 era. The results obtained showed that the southern part of Merapi has no gaps by both the need or availability of water. The availability of water in the city and district of Yogyakarta meets the needs of water supply for every sub district until 2036. The sub district of Sleman and Yogyakarta have a high percentage rate in the predicted year, 2036. The percentage rate of water balance has a high percentage tendency or is concluded to be in the safe category. Several sub districts have a percentage below 80, although positioned above 60 , this rate falls into the vulnerable category. Some districts are positioned in the water crisis category, in other words, water resources utilized in the region exceeds by 40 of the actual water availability. Making the sub districts less ready to enter Habitat 3 era due to difficulties in obtaining sufficient water resources.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stanislaus Demokrasi Sandyawan
Abstrak :
Pencemaran air pada badan air permukaan merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup yang signifikan di Indonesia. Dalam perspektif ekonomi, pencemaran merupakan contoh klasik dari eksternalitas di mana pelaku ekonomi tidak memperhitungkan seluruh biaya dampak lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh kegiatannya sehingga biaya tersebut harus ditanggung secara eksternal oleh masyarakat. Instrumen ekonomi dapat diterapkan untuk menginternalisasi eksternalitas tersebut. Instrumen ekonomi yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sistem perdagangan alokasi beban pencemar air. Penelitian ini akan menggambarkan kerangka sistem perizinan dalam kebijakan pengendalian pencemaran air di Indonesia, menjelaskan aspek-aspek penting dalam sistem perdagangan alokasi beban pencemar air menurut teori dan praktik di Amerika Serikat, serta menganalisis bagaimana sistem perdagangan alokasi beban pencemar air dapat diadopsi dalam kerangka kebijakan pengendalian pencemaran air di Indonesia. Penelitian ini akan menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem perizinan pengendalian pencemaran air di Indonesia berpusat pada Persetujuan Teknis. Penetapan Persetujuan Teknis dapat didasarkan pada standar berbasis kualitas air, teknologi pengolahan air limbah, atau kombinasi antara keduanya. Selain itu, terdapat setidaknya tujuh aspek penting sistem perdagangan alokasi beban pencemar air yang perlu diperhatikan, yaitu model sistem perdagangan alokasi beban pencemar air, karakteristik beban pencemar, sumber pencemar, struktur pasar, mekanisme pembagian alokasi, rasio jual beli, serta pengawasan dan penegakan hukum. Penelitian ini juga menemukan dua potensi penerapan sistem perdagangan alokasi beban pencemar air di Indonesia, yaitu telah diaturnya sistem tersebut secara umum dalam peraturan perundang-undangan serta tersedianya instrumen pengendalian pencemaran yang dapat mendukung penerapan sistem perdagangan tersebut. Meskipun demikian, penerapan sistem masih akan menghadapi berbagai tantangan besar, yaitu sistem perizinan eksisting yang terlalu mengandalkan standar berbasis teknologi, tidak dilibatkannya sumber pencemar nirtitik dalam sistem perdagangan, serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pencemaran air di Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa pada saat ini, sistem perdagangan alokasi beban pencemar air belum dapat diterapkan secara efektif di Indonesia. ......Water pollution on surface water bodies has become one of the most significant environmental problems in Indonesia. In economic perspective, water pollution is a classic example of externalities. Economic instruments can be used to internalize the externalities. The economic instrument which will be the focus of this research is water quality trading. This research is going to describe the framework of the water discharge permitting policy in Indonesia, explain the important aspects of water quality trading based on theory and practice in the United States, and analyze how water quality trading can be adopted into the water pollution control policy in Indonesia. This research shows that the water discharge permitting regulation in Indonesia is centered on Techical Approval. The issuance of the Technical Approval can be based on water quality standards, water treatment technology standards, or the combination of both. Moreover, there are at least seven important aspects of water quality trading identified in this research: model of the trading system, characteristics of the water pollutants, sources of discharge, market structure, allocation method, trading ratio, as well as monitoring and law enforcement. This research also found that there are two potentials of implementing water qualiy trading in Indonesia: the system itself in general has been regulated in the Indonesian laws and regulations; and the availability of water pollution control instruments that can support the implementation of the trading system. However, the implementation of such system still face several major barriers: the water discharge permitting regulation in Indonesia still heavily relies on technology-based standards, the exclusion of non-point sources as participants in the water quality trading system, and weak monitoring and law enforcement on water pollution violations in Indonesia. It can be concluded that presently, the water quality trading system can not be implemented effectively in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>