Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Cut Manyak Zakiah
Abstrak :
ABSTRAK
Perkawinan yang didasari karena faktor social, dilaksanakan dengan singkat tanpa memikirkan biaya, tidak memperhatikan peraturan undang-undang perkawinan, merupakan perkawinan yang mudah dilakukan atau lebih dikenal dengan nikah sirri, perkawinan yang tidak sah karena perkawinan tersebut tidak dicatat menurut
peraturan perundang-undang negara yang berlaku. Perkawinan sirri banyak merupakan pihak perempuan dan anak-anak karena perkawinan tersebut tidak mempunyai kepastian hukum, perkawinan sirri tidak mempunyai surat
atau akta nikah. Dengan maraknya perkawinan sirri, penulis, dalam tesis ini meneliti bagaimana akibat hukum dari perkawinan sirri berdasarkan sebuah kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 253K/PID/1999, yaitu kedudukan istri, hak anak dan harta bersama apakah mempunyai kekuatan hukum dalam perkawinan sirri, apakah istri dan anak berhak atas harta bersama. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis
normative. Penelitian dilakukan dengan bahan hukum
primer yaitu Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
dan perundang-undangan lainnya, dilakukan dengan
menganalisa data secara kualitatif yaitu dengan cara
meneliti akibat hukum dani perkawinan sirri. Dengan menggunakan pola pikir induktif deduktif diperoleh kesimpulan yaitu perkawinan yang tidak dilakukan di hadapan Pegawai Pencatat Perkawinan dan tidak terdaftar adalah perkawinan yang tidak sah, perkawinan dianggap tidak pernah ada, karena tidak sesuai dengan Undangundang Perkawinan No. 1 tahun 1974, kedudukan sebagai isteripun tidak sah, tidak berhak atas nafkah dan waris, begitu pula dengan status anak adalah anak luar kawin yang tidak berhak mewaris. Saran yang diharapkan agar
menghindari perkawinan sirri, lakukan pencatatan perkawinan dan pemerintah meninjau kembali Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974.
2007
T 17316
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Hasrun Hasan
Abstrak :
Penjelasan Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechstaat). Sebagai konsekuensinya adalah bahwa seluruh aspek kehidupan kenegaraan harus didasarkan pada hukum/peraturan perundang-undangan. Menurut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, sumber tertinggi peraturan perundang-undangan di Indonesia didasarkan pada sebuah konstitusi tertulis yaitu Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan landasan pokok bagi pembentukan peraturan-peraturan di bawahnya, karena itu segala peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia harus mengacu dan tidak diperkenankan menyimpang, apalagi bertentangan dengan konstitusi. Oleh sebab itu maka seluruh tindakan penyelenggaraan pemerintahan harus dibatasi oleh ketentuan-ketentuan hukum. Di negara yang berdasar pada sistem konstitusional dituntut adanya keserasian antara produk-produk hukum khususnya Undang-undang serta peraturan di bawahnya dengan Konstitusi. Dalam rangka menjamin terciptanya keselarasan dan konsistensi Sistem Hukum serta mencegah terjadinya penyimpangan harus ada/diadakan suatu lembaga pengendali peraturan perundang-undangan. Pengendalian ini dilakukan dalam bentuknya yang disebut hak uji materiil. Persoalan hak uji materiil terhadap peraturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan negara di Indonesia sudah menjadi salah satu topik perdebatan sejak perumusan naskah Undang-undang Dasar dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Akan tetapi, setelah disahkannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 tidak memuat suatu aturan tentang hak uji materiil. Tidak adanya aturan tersebut menimbulkan polemik berkepanjangan terutama dikalangan ahli hukum Indonesia. Di satu pihak berpendapat bahwa sekalipun tidak diatur dalam UUD 1945 tidak berarti bahwa hak uji materiil tidak dapat dilakukan, sementara di pihak lain menyatakan bahwa sebenarnya niat pembuat UUD 1945 tidak menghendaki adanya hak uji materiil, karena itu dalarn kerangka UUD 1945 maka hak uji materiil tersebut tidak boleh dilakukan. Dari silang pendapat tersebut ternyata kemudian sejarah ketatanegaraan Indonesia telah mencatat bahwa hak uji materiil di Indonesia telah mendapat dasar legitimasi melalui peraturan yang lebih rendah yaitu dalam Tap MPR, UU dan Perma dan secara faktual telah dilaksanakan sekalipun secara terbatas terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Perkembangan penting bagi hak uji materiil di Indonesia terjadi setelah perubahan UUD 1945, khususnya pada perubahan Ketiga Undang-undang Dasar 1945 yang merubah ketentuan Pasal 24 UUD 1945 dengan diadakannya lembaga Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia di samping Mahkamah Agung. Salah satu kewenangan yang diberikan konstitusi kepada Mahkamah Konstitusi diantaranya adalah berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar. Diberikannya kewenangan untuk menguji Undang-undang terhadap Undang-undang Dasar kepada kekuasaaan kehakiman, dalam hal ini kepada Mahkamah Konstitusi adalah suatu terobosan baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia oleh karena selama ini kekuasaan kehakiman dalam hal ini melalui Mahkamah Agung hanya diberi kewenangan untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dengan alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T16651
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fatmawati
Abstrak :
Dalam Pasal 24A ayat (1) dan Pasal 24C ayat (1) Perubahan Ketiga UUD Negara RI Tahun 1945 diatur tentang kewenangan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan hak uji materiil. Dalam Pasal 24A ayat (1) Perubahan Ketiga UUD Negara RI tahun 1945 diatur bahwa Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU. Dalam Pasal 24C ayat (1) Perubahan Ketiga UUD Negara RI tahun 1945 diatur bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji UU terhadap UUD. Sebeium hak uji materiil diatur dalam Perubahan Ketiga UUD Negara RI Tahun 1945, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak uji materiil, yaitu: TAP MPR RI Nomor III/MPR/1978, TAP MPR RI Nomor III/MPR/2000, UU Nomor 14 Tahun 1970, UU Nomor 14 Tahun 1985, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1999. Terdapat berbagai permasalahan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur hak uji materiil di Indonesia, sehingga diperlukan pembaharuan hukum terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur hak uji materiil di Indonesia dengan memperhatikan sistem hukum Eropa. Kontinental yang dianut di Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T16682
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library