Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anak Agung Eka Widya Saraswati
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asupan asam amino taurin dan korelasinya dengan aktivitas superoksida dismutase pada darah pasien osteoartritis lutut. Pada osteoartritis terjadi ketidakseimbangan antara prooksidan dengan antioksidan sehingga menimbulkan keadaan yang disebut stres oksidatif. Antioksidan enzimatik superoksida dismutase berperan dalam mencegah terjadinya stres oksidatif dengan cara memutus reaksi berantai radikal bebas sejak awal. Superoksida dismutase bekerja dengan cara mengkatalisis superoksida menjadi hidrogen peroksida. Pada osteoartritis diketahui terjadi peningkatan superoksida dan penurunan aktivitas superoksida dismutase. Asam amino taurin merupakan asam amino yang terdapat dalam jumlah tinggi di tubuh namun tidak ikut berperan serta dalam sintesis protein. Asam amino taurin banyak terdapat dalam bahan makanan sumber protein hewani terutama ikan, daging dan hasil laut. Asam amino taurin mempunyai beberapa sifat antara lain sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan kondroprotektif. Penelitian ini menggunakan disain potong lintang dengan melibatkan 56 subjek OA lutut yang direkrut melalui consecutive sampling. Asupan taurin diambil dengan metode FFQ semikuantitatif. Sampel aktivitas superoksida dismutase diambil dari darah dan diukur menggunakan RANSOD SD 125 dengan metode spektrofotometri. Uji statistik menggunakan uji korelasi dengan SPSS. Rerata usia adalah 50,75 6,17 tahun, sebanyak 89,3 berjenis kelamin perempuan. Median asupan asam amino taurin adalah 59,77 15,96-278,57 mg per hari. Median aktivitas superoksida dismutase adalah 274,97 152,48-360,97 unit/mL dan didapatkan sebanyak 64,3 subjek dengan aktivitas superoksida dismutase yang meningkat. Pada penelitian ini didapatkan korelasi positif bermakna dengan kekuatan lemah p = 0,034, r = 0,284 antara asupan asam amino taurin dengan aktivitas superoksida dismutase pada pasien osteoartritis lutut. Kesimpulan: asupan asam amino taurin mungkin mempunyai peranan dengan aktivitas superoksida dismutase pada pasien osteoartritis lutut.
The aim of this research was to observe the correlation between taurine amino acid intakes and superoxide dismutase activities on knee osteoarthritis patients. In osteoarthritis there is an imbalance state between pro oxidant and anti oxidant causing oxidative stress. The enzymatic anti oxidant superoxide dismutase plays an important role in stopping the occurrence of oxidative stress by cutting off the free radicals rsquo chain reaction from the beginning. Superoxide dismutase works by catalyzing superoxide into hydrogen peroxide. Osteoarthritis cases are known by the increase of superoxide and the decrease of superoxide dismutase activities. Taurine is an amino acid that is found abundant in human body that does not play a role in protein synthesis reaction. Taurine amino acid is found in several food sources including fish, meat, and seafood. Taurine amino acid has several characteristics including anti oxidant, anti inflammatory, and chondro protective. This study used cross sectional design with 56 knee osteoarthritis subjects recruited through consecutive sampling. Taurine intake was obtained by semiquantitative FFQ method. The superoxide dismutase activity sample was obtained from whole blood and measured using RANSOD SD 125 with spectrophotometric method. The statistical test used correlation test with SPSS. The mean age was 50.75 6.17 years old, with 89.3 of them were females. Median for taurine intakes was 59.77 15.96 ndash 278.57 mg per day. Median for the superoxide dismutase activities was 274.97 152.48 ndash 360.97 unit per ml, and 64.3 of the subjects with increasing superoxide dismutase activity. This research found a positive yet low significant correlation p 0,034, r 0,284 between taurine amino acid intakes and superoxide dismutase activity in patients with knee osteoarthritis. Conclusion The taurine amino acid intake may have a role with the superoxide dismutase activity in patients with knee osteoarthritis.
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titta Novianti
Abstrak :
Latar Belakang: Pada proses regenerasi jaringan terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen dengan suplai oksigen yang menyebabkan jaringan mengalami hipoksia relatif. Keadaan hipoksia diduga memiliki peran penting dalam proses regenerasi jaringan. Pada penelitian ini, dianalisis ekspresi protein dan gen yang berperan mengatasi keadaan hipoksia (HIF-1α dan HIF-2α), protein yang berperan dalam suplai oksigen (Cygb), protein yang menstimulasi biogenesis mitokondria (PGC-1α) serta enzim yang mampu menangkal radikal bebas (MnSOD) pada regenerasi jaringan. Regenerasi jaringan ekor pada cecak rumah (Hemidactylus platyurus) digunakan sebagai model dalam penelitian ini, karena merupakan hewan yang paling dekat secara taksonomi dengan mamalia yang memiliki daya regenerasi tinggi, dibandingkan vertebrata lain dengan kemampuan sama. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi model dalam mempelajari proses regenerasi dalam upaya pengembangan terapi penyembuhan luka. Metode: Penelitian bersifat eksperimental deskriptif menggunakan jaringan 30 ekor cecak hasil regenerasi pada hari ke 1; 3; 5; 8; 10; 13; 17; 21; 25; dan 30 setelah autotomi dengan 3 kali pengulangan pada setiap pengamatan. Cecak diperoleh dari lingkungan laboratorium Zoologi Puslit Biologi LIPI Cibinong. Analisis ekspresi gen dilakukan dengan metoda qRT-PCR; analisis ekspresi protein dinilai dengan metoda Western Blot dan imunohistokimia, serta dilakukan analisis struktur histologi jaringan dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. Penelitian dilakukan di Laboratorium Departemen Biokimia & Biologi Molekuler FKUI; laboratorium Histologi FKUI, laboratorium PRVKP FKUI, dan laboratorium Patologi Anatomi FKH IPB. Penelitian dalam kurun waktu tahun 2015-2018. Hasil penelitian: Grafik pertumbuhan jaringan ekor cecak menghasilkan pola pertumbuhan yang lambat pada 13 hari pertama, pertumbuhan yang sangat cepat hari ke 13 sampai ke 21, dan kembali lambat sampai hari ke 30. Pada awal pertumbuhan, ekspresi HIF-1α dan HIF-2α tinggi menunjukkan jaringan dalam keadaan hipoksia. Tingginya ekspresi Cygb selama proses regenerasi jaringan dari awal hingga akhir pengamatan menunjukkan perannya untuk mengakomodasi oksigen selama proses regenerasi berlangsung. Ekspresi PGC-1α yang tinggi di awal proses dan tetap dipertahankan sampai akhir pengamatan berperan untuk mempertahankan agar energi untuk proses regenerasi dapat terpenuhi melalui biogenesis mitokondria. Tingginya ekspresi MnSOD dalam jaringan pada awal regenerasi diduga memiliki peranan yang berkaitan dengan netralisasi senyawa radikal dalam jaringan. Kesimpulan: HIF 1α, HIF 2α, Cygb, PGC 1α dan MnSOD masing-masing memiliki peran penting tersendiri dalam proses regenerasi jaringan.
Background: In tissue regeneration there is an imbalance between oxygen demand and supply causes the tissue to experience relative hypoxia. Hypoxia is thought to have an important role in the tissue regeneration. This research analyzed the expression of proteins and genes that play role in overcoming hypoxia (HIF-1α dan HIF-2α); the protein involved in oxygen supply (Cygb); the protein that stimulates mitochondrial biogenesis (PGC-1α); and the enzyme counteract free radicals (MnSOD). The regeneration of house gecko's tail (Hemidactylus platyurus) was used as a model in this research, because it is the taxonomically closest animal to mammals that have a high capability in regeneration, compared to other vertebrates with the same ability. Hence, this study might become a model in studying tissue regeneration as an effort in developing a wound healing treatment. Method: The research was performed in a descriptive experimental way, using 30 geckos, having undergone regeneration on day 1; 3; 5; 8; 10; 13; 17; 21; 25; and 30 after autotomy. The experiment used 3 repetitions for each observation. House geckos were obtained from the laboratory building of Zoology Research Center of Indonesian Institute of Sciences (LIPI) Cibinong and its surrounding area. The analysis for gene expression was performed using qRT-PCR method; the analysis for protein expression was undertaken using Western Blot method and immunohistochemistry. In addition to these, the structure analysis for the tissue histology was performed using Haematoxilyn and Eosin (H&E) staining method. The study was conducted in the Laboratory of the Department of Molecular Biochemistry & Biology FKUI; Laboratory of the Department of Histology FKUI; laboratory of the Institute of Human Virology & Cancer Biology FKUI; and laboratoty of Phatology Anatomy of Animal Medicine, Institute of Agriculture Bogor, in the year 2015-2018. Results: The graph for the growth of the gecko tail tissue exhibits a slow growth pattern for the first 13 days, followed by a very swift growth between day 13 to 21, returning to slow growth afterwards until day 30. In the early growth stage, the expression of HIF1α and HIF-2α were increased which showed the tissue was in hypoxia state. HIF protein regulates the contributing to the tissue regeneration process, leading to the increasing growth of tissue with the correlation values of r=-0,853 for HIF-1α; r=-0,75 The substantial expression of Cygb observed throughout the process of tissue regeneration indicates its role in accommodating oxygen in the regeneration process. The expression of PGC-1α was observed to be high in the early stages of the process and remain so until the process ends. This indicates its function in maintaining that sufficient energy provided by mitochondrial biogenesis is available for the regeneration process. The high level of MnSOD expression in the tissue in the early stage of regeneration is thought to relate to its role in neutralizing radicals inside the tissue. Conclusion: HIF 1α, HIF 2α, Cygb, PGC 1α and MnSOD have their own important roles in the tissue regeneration process.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikrar Hermanadi
Abstrak :
Latar belakang: WHO memperkirakan populasi berumur tua mencapai 1.5 miliar pada tahun 2050. Seiring dengan pertambahan usia, produksi radikal bebas meningkat dan antioksidan endogen menurun. Salah satu antioksidan endogen yang mengalami penurunan adalah SOD yang berperan penting dalam mencegah pembentukan radikal bebas. Oleh karenanya, asupan antioksidan eksogen yang meningkatkan kadar SOD penting untuk mencegah kerusakan sel. Antioksidan sintesis seperti resveratrol, Tempol, dan DPI telah terbukti menyebabkan penuaan sel secara prematur. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penggunaan antioksidan alami dari tanaman lebih utama. Salah satu tanaman Indonesia yang mengandung banyak antioksidan adalah Centella asiatica (CA). Tujuan: Studi ini bertujuan untuk meneliti pengaruh pemberian CA terhadap kadar SOD di hepar tikus SD tua. Metode: Tikus dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kontrol negatif (plasebo), kontrol positif (6IU vitamin E), perlakuan (ekstrak etanol CA 300 mg/kgBB), dan kontrol pembanding (tikus SD muda). Setelah perlakuan selama 28 hari, tikus diterminasi dan heparnya diesktraksi untuk pemeriksaan kadar SOD dengan metode spektrofotometri. Data kemudian dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk dan one-way ANOVA. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan peningkatan insignifikan kadar SOD hepar (9.72 ± 3.4 U/mg pada kelompok perlakuan CA vs 8.36 ± 2.59 U/mg pada kelompok kontrol negatif) pada tikus SD tua. Simpulan: Hasil penelitian membuktikan bahwa CA tidak dapat meningkatkan SOD, sebagai mekanisme protektif terhadap stres oksidatif, pada hepar tikus SD tua. ......Introduction: WHO estimated elderly population to grow up to 1.5 billion in 2050. As people grew older, the production of free radical increases and endogenous antioxidant decreases. One of such endogenous antioxidant is superoxide dismutase (SOD) which role is to prevent free radical formation. Therefore, intake of exogenous antioxidant to increase SOD levels is important to prevent cellular damage. Synthetic antioxidant, such as resveratrol, Tempol, and DPI, has been shown to cause premature cell senescence, thus resorting to natural and traditional medicine. One of Indonesian natural medicine that contains a lot of antioxidants is Centella asiatica (CA). Objective: The present study aimed to examine the effect of CA on SOD levels in liver of aged Sprague-Dawley (SD) rats. Methods: Rats were divided into four groups, i.e. negative control (placebo), positive control (6IU vitamin E), treatment group (CA ethanolic extract 300 mg/kg of body weight), and comparison control (young SD rats). After treatment for 28 days, they were terminated and their liver was extracted for SOD examination using spectrophotometry. Data was then analysed using Saphiro-Wilk and one-way ANOVA. Results: Results showed an insignificant increase in liver SOD (9.72 ± 3.4 U/mg in CA treatment group vs 8.36 ± 2.59 U/mg in negative control group) of aged SD rats. Conclusions: These findings proved that CA is not able to increase SOD levels, as protective mechanism against oxidative stress, in liver of aged SD rats.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zizi Tamara
Abstrak :
Garcinia mangostana L. merupakan salah satu tanaman obat yang diketahui mempunyai berbagai manfaat, diantaranya sebagai antibakteri, antidiare, antiinflamasi, serta memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol 50% kulit buah G. mangostanaterhadap hati dan plasma tikus dari kerusakan oksidatif akibat pemberian karbon tetraklorida (CCl4). Dua puluh lima ekor tikus putih jantan Sprague-Dawley dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol; kelompok CCl4 dengan dosis 0,55 mg/g BB peroral; serta kelompok ekstrak dosis 900, 1080, dan 1296 mg/kg BB peroral selama 8 hari sebelum pemberian CCl4. Karbon tetraklorida diberikan 48 jam sebelum tikus dikorbankan. Parameter biokimia yang diukur adalah aktivitas superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT) dan senyawa karbonil di jaringan hati dan plasma darah tikus. Hasil penelitian memperlihatkan aktivitas SOD hati kelompok ekstrak (900 dan 1080 mg/kg BB) dan aktivitas SOD plasma kelompok ekstrak (900 dan 1296 mg/kg BB) lebih tinggi bermakna (p<0,05) terhadap kelompok CCl4. Aktivitas CAT hati kelompok ekstrak (900, 1080, dan 1296 mg/kg BB) lebih tinggi bermakna (p<0,05) dibandingkan kelompok CCl4. Pemberian ekstrak dosis 900 mg/kg BB memperlihatkan kadar senyawa karbonil hati lebih rendah tidak bermakna (p>0,05) terhadap kelompok CCl4. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol 50% kulit buah manggis dapat memberikan pengaruh terhadap aktivitas antioksidan endogen sehingga mampu mencegah terjadinya stres oksidatif di hati akibat pemberian CCl4. ......Garcinia mangostana L. is a medicinal plant known many benefits, including its potency as antibacterial, antidiarrheal, antiinflammatory, and high antioxidant activity. This study aimed to test the antioxidant activity of 50% ethanolic extract of G. mangostana rind against oxidative damage in liver and plasma of rats caused by administration of carbon tetrachloride (CCl4). Twenty-five male Sprague-Dawley rats were divided into 5 groups consist of control group; CCl4 group aregiven a dose of 0.55 mg/g b.w orally; group that are given doses of extract 900, 1080, and 1296 mg/kg b.w orally for 8 days prior to CCl4 administration. Carbon tetrachloride (CCl4)are given 48 hours before the rats were sacrificed. Parameters measured were superoxide dismutase (SOD), catalase (CAT) activity and carbonyl compounds in liver tissue and blood plasma of rats. The results of this study showed that the activity of liver SOD in extract groups (900 and 1080 mg/kg b.w) and activity of plasma SOD in extract group (900 and 1296 mg/kg b.w) were significantly higher (p <0.05) compared to CCl4 group. Activity of the liver CAT in extractgroups (900, 1080, and 1296 mg/kg b.w) were significantly higher (p <0.05) compared to CCl4 group. Extract administration on900 mg/kg b.w showed the levels of carbonyl compounds in liver was lower not significant (p> 0.05) compared to the CCl4 group. From this study it can be concluded that the 50% ethanolic extract of mangosteen rind influence the activity of endogenous antioxidant and prevent oxidative stress in the liver caused by CCl4 administration.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Ariefah Hidayati
Abstrak :
Disfungsi endotel ditandai dengan penurunan ketersediaan nitrit oksida dalam tubuh sehingga dapat terjadi gangguan vasodilatasi. Aktivitas antioksidan dan penghambatan arginase diharapkan dapat memperbaiki kondisi tersebut. Daun Syzigium cumini (jamblang) diketahui mengandung senyawa-senyawa kimia yang aktif sebagai penghambat arginase dan antioksidan, namun belum ada penelitian yang mengevaluasi aktivitas penghambatan arginasenya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fraksi aktif dari ekstrak etanol daun jamblang yang memiliki aktivitas penghambatan arginase dan aktivitas antioksidan. Daun jamblang dari tiga lokasi tumbuh diekstraksi menggunakan etanol 70%. Ekstrak teraktif yang menghambat arginase difraksinasi dengan n-heksana, etil asetat, metanol kemudian diuji penghambatan arginase dan uji antioksidan pada fraksi yang aktif menghambat arginase. Pada konsentrasi 50 µg/mL, penghambatan arginase oleh ekstrak daun jamblang sumber Tangerang, Sukoharjo, dan Bogor adalah 84,38; 83,05; 88,87% dan setelah dilakukan penghilangan tanin pada ekstrak didapatkan penghambatan arginase sebesar 48,32; 41,54; 76,03% yang aktivitasnya berkorelasi positif dengan kadar asam galat pada ekstrak. Fraksi etil asetat dari ekstrak etanol daun jamblang sumber Bogor menghambat arginase dengan IC50 46,96 µg/mL. Sedangkan fraksi metanol menghambat arginase dengan IC50 15,35 µg/mL dan setelah dilakukan penghilangan tanin menjadi 53,03 µg/mL. Fraksi etil asetat menunjukkan aktivitas antioksidan 4,46 mmol FeEAC/g dengan metode FRAP dan IC50 102,52 µg/mL dengan metode peredaman anion superoksida. Fraksi metanol menunjukkan aktivitas antioksidan 4,91 mmol FeEAC/g dengan metode FRAP dan IC50 86,67 µg/mL dengan metode peredaman anion superoksida. Fraksi etil asetat dan metanol dari ekstrak etanol 70% daun jamblang memiliki aktivitas antioksidan dan penghambatan arginase secara in vitro. ......Endothelial dysfunction is characterized by low availability of nitric oxide, thus vasodilation impaired. Antioxidant and arginase inhibition activities are expected to improve endothelial dysfunction. Syzigium cumini leaves were known to contain phytochemicals that had arginase inhibitory and antioxidant activities, but no studies have evaluated its arginase inhibitory activity. The aim of this study was to to determine the active fraction from the ethanolic extract of S.cumini leaves that have arginase inhibitory and antioxidant activities. S.cumini leaves from three growing locations were extracted using 70% ethanol. The most active extract that inhibited arginase was fractionated using n-hexane, ethyl acetate, methanol. Active fractions which inhibited arginase were tested for antioxidant activity. The leaves of S.cumini collected from Tangerang, Sukoharjo, and Bogor possessed arginase inhibition value 84.38; 83.05; 88.87% at a concentration of 50 µg/mL. After tannin removal on the crude extract, arginase inhibition activity decreased into 48.32; 41.54; 76.03%, respectively and showed correlation with gallic acid content of the extract. Ethyl acetate fraction inhibited arginase with IC50 value 46.96 µg/mL, antioxidant activity with FRAP value 4.46 mmol FeEAC/g and IC50 value 102.52 μg/mL for superoxide anion scavening. Methanol fraction inhibited arginase with IC50 value 15.35 µg/mL and decreased into value 53.03 µg/mL after tannin removal from fraction, antioxidant activity with FRAP value 4.91 mmol FeEAC/g and IC50 value 86.67 μg/mL for superoxide anion scavening. Both ethyl acetate and methanolic fraction were active fraction from S.cumini leaves hydroethanolic extract which possessed antioxidant and arginase inhibition activities in vitro.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
T51889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfian Aby Nurachman
Abstrak :
Latar Belakang : Global warming atau peristiwa meningkatnya suhu rerata bumi disebabkan oleh peningkatan konsentrasi karbondioksida (CO2) pada atmosfer bumi. Peningkatan kadar karbondioksida ini berpengaruh terhadap kesehatan melalui berbagai cara. Dalam tubuh kondisi kadar karbondioksida yang tinggi atau hiperkapnea dapat memberikan pengaruh pada tubuh salah satu nya adalah peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat menyebabkan stres oksidatif. Dengan menggunakan sel Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC), kadar ROS terutama superoksida yang diproduksi akibat paparan CO2 tinggi dapat dideteksi dengan menggunakan dihydroethidium (DHE) assay. Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk melihat efek pemaparan pada kadar CO2 tinggi terhadap perubahan produksi superoksida pada sel PBMC. Metode : Sel PBMC diinkubasi pada kadar CO2 yang berbeda yaitu kadar tinggi sebesar 15% dan kontrol 5% CO2. Produksi superoksida pada sel tersebut dapat dilihat menggunakan DHE assay dengan melihat perubahan nilai absorbansi pada fluorometer. Hasil yang didapatkan adalah nilai absorbansi per sel yang menggambarkan kadar superoksida untuk tiap satu sel PBMC. Hasil : Pemaparan sel PBMC pada kondisi tinggi CO2 (15% CO2) selama 24 jam dan 48 jam secara signifikan meningkatkan produksi superoksida bila dibandingkan dengan kontrol (5% CO2) pada sel PBMC. Namun terdapat penurunan yang signifikan antara paparan tinggi CO2 selama 48 jam bila dibandingkan dengan paparan tinggi CO2 selama 24 jam. Dari sini dapat disimpulkan bahwa paparan tinggi CO2 dapat meningkatkan laju produksi superoksida pada sel PBMC. Selain itu terdapat penurunan kadar superoksida pada sel PBMC apabila lama paparan CO2 tinggi lebih dari 24 jam. Kesimpulan : pemaparan kadar CO2 tinggi pada sel PBMC selama 24 jam dan 48 jam akan meningkatkan laju produksi ROS terhadap kontrol. Penurunan kadar superoksida pada inkubasi CO2 tinggi selama 48 jam menunjukan ada nya pengurangan kadar superoksida apabila lama inkubasi lebih dari 24 jam. ......Background: Global warming or the increase in the average temperature of the earth is caused by an increase in the concentration of carbon dioxide (CO2) in the earth's atmosphere. Increased levels of carbon dioxide affect health in various ways. In the body of conditions high carbon dioxide levels or hypercapnea can give effect to the body one of them is an increase in the production of Reactive Oxygen Species (ROS) which can cause oxidative stress. By using Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) cells, ROS levels, especially superoxide produced due to high CO2 exposure can be detected using dihydroethidium (DHE) assay. Objective: This study was conducted to see the effect of exposure to high CO2 levels on changes in superoxide production in PBMC cells. Methods: PBMC cells were incubated at different CO2 levels, namely a high level of 15% and a control of 5% CO2. Superoxide production in these cells can be seen using the DHE assay by looking at changes in absorbance values on the fluorometer. The results obtained are absorbance values per cell that describe the levels of superoxide for each one PBMC cell. Results: Exposure of PBMC cells under high CO2 conditions (15% CO2) for 24 hours and 48 hours significantly increased superoxide production when compared to controls (5% CO ¬ 2) on PBMC cells. However, there was a significant decrease between 48 hours of high CO2 exposure compared to 24 hours of high CO2 exposure. From this it follows that high exposure to CO2 can increase the rate of superoxide production in PBMC cells. In addition there is a decrease in superoxide levels in PBMC cells if the duration of high CO2 exposure is more than 24 hours. Conclusion: exposure to high CO2 levels in PBMC cells for 24 hours and 48 hours will increase the rate of superoxide production to control. Decrease in superoxide levels in incubation of high CO2 for 48 hours shows that there is a reduction in superoxide levels if the incubation time is more than 24 hours.
Depok: Fakultas Kedokteran Univeritas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfian Aby Nurachman
Abstrak :
Latar Belakang : Global warming atau peristiwa meningkatnya suhu rerata bumi disebabkan oleh peningkatan konsentrasi karbondioksida (CO2) pada atmosfer bumi. Peningkatan kadar karbondioksida ini berpengaruh terhadap kesehatan melalui berbagai cara. Dalam tubuh kondisi kadar karbondioksida yang tinggi atau hiperkapnea dapat memberikan pengaruh pada tubuh salah satu nya adalah peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat menyebabkan stres oksidatif. Dengan menggunakan sel Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC), kadar ROS terutama superoksida yang diproduksi akibat paparan CO2 tinggi dapat dideteksi dengan menggunakan dihydroethidium (DHE) assay.Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk melihat efek pemaparan pada kadar CO2 tinggi terhadap perubahan produksi superoksida pada sel PBMC.Metode : Sel PBMC diinkubasi pada kadar CO2 yang berbeda yaitu kadar tinggi sebesar 15% dan kontrol 5% CO2. Produksi superoksida pada sel tersebut dapat dilihat menggunakan DHE assay dengan melihat perubahan nilai absorbansi pada fluorometer. Hasil yang didapatkan adalah nilai absorbansi per sel yang menggambarkan kadar superoksida untuk tiap satu sel PBMC. Hasil : Pemaparan sel PBMC pada kondisi tinggi CO2 (15% CO2) selama 24 jam dan 48 jam secara signifikan meningkatkan produksi superoksida bila dibandingkan dengan kontrol (5% CO2) pada sel PBMC. Namun terdapat penurunan yang signifikan antara paparan tinggi CO2 selama 48 jam bila dibandingkan dengan paparan tinggi CO2 selama 24 jam. Dari sini dapat disimpulkan bahwa paparan tinggi CO2 dapat meningkatkan laju produksi superoksida pada sel PBMC. Selain itu terdapat penurunan kadar superoksida pada sel PBMC apabila lama paparan CO2 tinggi lebih dari 24 jam.Kesimpulan : pemaparan kadar CO2 tinggi pada sel PBMC selama 24 jam dan 48 jam akan meningkatkan laju produksi ROS terhadap kontrol. Penurunan kadar superoksida pada inkubasi CO2 tinggi selama 48 jam menunjukan ada nya pengurangan kadar superoksida apabila lama inkubasi lebih dari 24 jam.
Background: Global warming or the increase in the average temperature of the earth is caused by an increase in the concentration of carbon dioxide (CO2) in the earth's atmosphere. Increased levels of carbon dioxide affect health in various ways. In the body of conditions high carbon dioxide levels or hypercapnea can give effect to the body one of them is an increase in the production of Reactive Oxygen Species (ROS) which can cause oxidative stress. By using Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) cells, ROS levels, especially superoxide produced due to high CO2 exposure can be detected using dihydroethidium (DHE) assay. Objective: This study was conducted to see the effect of exposure to high CO2 levels on changes in superoxide production in PBMC cells. Methods: PBMC cells were incubated at different CO2 levels, namely a high level of 15% and a control of 5% CO2. Superoxide production in these cells can be seen using the DHE assay by looking at changes in absorbance values on the fluorometer. The results obtained are absorbance values per cell that describe the levels of superoxide for each one PBMC cell. Results: Exposure of PBMC cells under high CO2 conditions (15% CO2) for 24 hours and 48 hours significantly increased superoxide production when compared to controls (5% CO ¬ 2) on PBMC cells. However, there was a significant decrease between 48 hours of high CO2 exposure compared to 24 hours of high CO2 exposure. From this it follows that high exposure to CO2 can increase the rate of superoxide production in PBMC cells. In addition there is a decrease in superoxide levels in PBMC cells if the duration of high CO2 exposure is more than 24 hours. Conclusion: exposure to high CO2 levels in PBMC cells for 24 hours and 48 hours will increase the rate of superoxide production to control. Decrease in superoxide levels in incubation of high CO2 for 48 hours shows that there is a reduction in superoxide levels if the incubation time is more than 24 hours
Jakarta: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farrasy Ammar
Abstrak :
Latar Belakang: Cisplatin, agen kemoterapi utama dalam terapi kanker ovarium, memiliki sifat hepatotoksik karena menginduksi stres oksidatif. Kurkumin dapat meningkatkan kadar atau aktivitas antioksidan endogen seperti enzim superoksida dismutase dan glutation. Formulasi nanopartikel kurkumin dapat meningkatkan bioavailabilitas kurkumin dan distribusinya pada organ target. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nanokurkumin terhadap hepatotoksisitas akibat cisplatin melalui regulasi antioksidan endogen SOD dan GSH. Metode: 25 ekor tikus galur Wistar betina dibagi ke dalam 1 kelompok sham dan 4 kelompok model kanker ovarium yang diinduksi DMBA pada penelitian in-vivo ini. Empat kelompok tersebut adalah kelompok tanpa terapi, cisplatin 4 mg/KgBB intraperitoneal, cisplatin dengan kurkumin konvensional 100 mg/KgBB per oral, atau cisplatin dengan nanopartikel kurkumin dalam kitosan 100 mg/KgBB per oral. Setelah perlakuan selama 1 bulan, hepar tikus diambil dan disimpan beku. Pengukuran aktivitas SOD, kadar GSH, dan kadar GSSG dilakukan dengan metode spektrofotometri. Hasil: Uji statistik pada kadar GSH, GSSG, dan aktivitas SOD menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelompok ko-kemoterapi kurkumin konvensional dibanding monoterapi cisplatin (p<0.05). Tidak ada perbedaan yang bermakna antarkelompok pada rasio GSH/GSSG (p>0.05) dan tidak ditemukan perbedaan bermakna antara kedua kelompok ko-kemoterapi pada semua variabel (p>0.05). Kesimpulan: Kurkumin konvensional dan nanokurkumin setara dalam meregulasi antioksidan endogen SOD dan GSH pada tikus model kanker ovarium yang mendapat cisplatin. ......Introduction: As the primary chemotherapeutic agent of choice for ovarian cancer, cisplatin has hepatotoxic properties via oxidative stress induction. Curcumin can increase the levels and activities of endogenous antioxidants like superoxide dismutase enzyme and glutathione. Formulation of curcumin nanoparticles increases its bioavailability and target organ distribution. This research aims to elucidate the effects of nanocurcumin on cisplatin-induced hepatotoxicity via regulation of endogenous antioxidants, SOD and GSH. Method: 25 Wistar female rats were grouped into 1 sham group and 4 DMBA-induced ovarian cancer model groups in this in-vivo study. Four cancer model groups were further divided into no-treatment, 100 mg/KgBW intraperitoneal cisplatin therapy, cisplatin with oral 100 mg/KgBW conventional curcumin, and cisplatin with oral 100 mg/KgBW curcumin nanoparticle in chitosan group. The liver of the rats were taken and frozen after one month of treatment. Spectrophotometry was used to measure the activities of SOD, levels of GSH, and levels of GSSG. Results: Statistic tests on levels of GSH, GSSG, and activity of SOD showed significant increase in the curcumin cochemotherapy against cisplatin monotherapy (p<0.05). There was no significant difference within the groups of GSH/GSSG ratio (p>0.05) and no significant difference was found between the curcumin co-chemotherapy and nanocurcumin co-chemotherapy groups in all the variables (p>0.05). Conclusion: Conventional curcumin and nanocurcumin administration are similar in regulating endogenous antioxidants SOD and GSH on rats with ovarian cancer model treated with cisplatin.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Dwiyatmoko
Abstrak :
ABSTRAK Ruang lingkup dan cara penelitian : Diabetes mellitus , saat ini merupakan masalah kesehatan nasional, dan menduduki urutan ke 4 prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif. Diperkirakan jumlah DM di Indonesia telah mencapai 1,4 juta orang. Berbagai upaya penaggulangan DM telah dilakukan. Untuk DM yang tidak bergantung insulin (NIDDM ), salah satu cara penanggulanganya dengan menggunakan obat hipoglikemik oral. Selain menggunakan obat hipoglikemik oral juga dapat digunakan obat tradisionil yang banyak tersedia di Indonesia. Sebagian masyarakat Indonesia secara empiris telah menggunakan tumbuhan jamblang untuk pengobatan DM. Bagian dari tumbuhan tersebut yang digunakan ialah biji, kulit batang dan daun. Dalam kesempatan ini diteliti efek infus daun jamblang pada tikus yang mendapat streptozotosin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah infus daun jamblang dapat melindungi kerusakan pankreas pada tikus yang mendapat streptozotosin. Penelitian dibagi menjadi 2 tahap. Penelitian tahap I, menggunakan 36 ekor tikus putih galur Sprague Dawley, jantan, sehat, berasal dari Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Ditjen POM, berat badan antara 150 -200 g, dan diberikan makan pelet standar dan minun secukupnya, dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok. Kelompok kontrol negatif adalah kelompok tikus yang mendapat aquades secara oral setiap hari, selama 6 hari. Kelompok kontrol positif adalah kelompok tikus yang mendapat aquades secara oral setiap hari selama 6 hari. Kelompok klorpropamid adalah kelompok tikus yang mendapat suspensi klorpropamid 200 mg/kg BB secara oral setiap hari selarna 6 hari. Kelompok ID31 adalah kelompok tikus yang mendapat infus daun jamblang dosis 33,75 g/kg BB secara oral setiap hari, selama 6 hari . Kelompok IDJ2 adalah kelompok tikus yang mendapat infus daun jamblang dosis 67,5 g/kg BB setiap hari, selama 6 hari. Kelompok IDJ3 adalah kelompok tikus yang mendapat infus daun jamblang dosis 135 g/kg BB setiap hari selama 6 hari.. Pada hari ke 0 sebelum mendapat perlakuan, masing - masing tikus dalam keadaan terbius dengan eter diambil darahnya sebanyak 2 ml ke dalam tabung mengandung heparin dari vena ekor untuk pengukuran kadar glukosa, kadar malondialdehid (MDA) dan aktivitas superoksida dismutase (SOD) awal. Kemudian dilakukan pemberian aquades secara oral kepada kelompok kontrol negatif dan kontrol positif, infus daun jamblang secara oral kepada kelompok IDJ 1, IDJ2, IDJ3 dan suspensi klorpropamid secara oral kepada klorpropamid. Pada hari ke 6 kecuali kelompok kontrol negatif, kepada masing- masing tikus disuntikkan streptozotosin 50 mg/kg BB dalam dapar sitrat pH 4 secara intravena. Kepada tikus kelompok kontrol negatif, hanya disuntikkan dapar sitrat (pelarut streptozotosin). Pada hari 9 semua tikus diambil lagi darahnya sebanyak 2 ml untuk pemeriksaan kadar glukosa darah, kadar MDA, dan aktivitas SOD. Pengukuran kadar glukosa dalam darah menggunakan metode glukosa oksidase menggunakan kit reagen dari STReagensia. Pengukuran kadar MDA plasma dilakukan dengan mereaksikanya dengan asam tiobarbitural, dalam suasana asam diukur absorbannya pada panjang gelombang 532 tun. Pengukuran aktivitas superoksida dismutase (SOD) eritrosit ditetapkan dengan metode Misra dan Fridovic, ekstraksi SOD dari eritrosit dilakukan dengan metode Auclair dan Banoun. Sesudah pengambilan darah pada hari ke 9, segera dilakukan tahapan pemeriksaan histologis dengan membunuh semua tikus dengan cara didekapitasi, diambil organ - organnya dan diamati secara makroskopis. Bila ditemukan kelainan patologis, maka organ pankreas, hati dan ginjal diambil, kemudian difiksasi dengan larutan buffer formalin 10 %, kemudian dilakukan pengamatan dengan mikroskop cahaya setelah pewarnaan hematoksilin eosin. Penelitian tahap II, menggunakan 18 ekor tikus dengan situasi dan kondisi yang sama seperti tikus yang digunakan pada penelitian tahap I, secara acak dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok IDJI-0 adalah kelompok tikus yang mendapat infus daun jamblang secara oral dengan dosis 33,75 glkg BB, kelompok IDJ2-0 adalah kelompok tikus yang mendapat infus daun jamblang dosis 67,5 g/kg BB, dan kelompok IDJ3-0 adalah kelompok tikus yang mendapat infus daun jamblang dosis 135 glkg BB selama 6 hari berturut - turut. Pada hari ke 7 kepada masing- masing tikus pada ketiga kelompok dilakukan pemeriksaan histologis dengan Cara yang sama dengan pada penelitian tahap I. Hasil dan kesimpulan: Kadar glukosa plasma kelompok klorpropamid lebih rendah , berbeda bermakna secara statistik dibandingkan dengan kontrol positif (p<0,05). Kadar glukosa plasma kelompok IDJ1, lebih rendah, berbeda tetapi tidak bermakna secara statistik dibandingkan dengan kontrol positif (p>0,01). Kadar glukosa plasma kelompok IDJ2,dan IDJ3 lebih rendah, berbeda bermakna secara statistik dibandingkan dengan kontrol positif (p<0,05). Kadar MDA plasma kelompok klorpropamid, IDJ1, 1DJ2, dan IDJ3 lebih. rendah, berbeda bermakna secara statistik dibandingkan dengan kontrol positif (p<0,05). Kadar MDA kelompok klorpropamid lebih rendah, berbeda bermakna secara statistik dibandingkan dengan kelompok IDJI,IDJ2 dan IDJ3 (p<0,05). Aktivitas SOD kelompok klorpropamid, IDJI, IDJ2, IDJ3 lebih rendah , berbeda tetapi tidak bermakna secara statistik dibandingkan dengan kontrol positif (p>0,05). Dari hasil pemeriksaan histologis, semua tikus kecuali pada kelompok kontrol negatif, sel 3 pulau Langerhans mengalami perubahan menjadi hiperseluler, yang ditandai dengan inti yang lebih hiperkromatik dan sitoplasmanya mengecil. Satu tikus dari kelompok I031 pankreasnya mengalami perdarahan yang hebat. Pada kelompok kontrol positif ditemukan tikus yang sel 0 pulau Langerhansnya mengalami hipertropi dibanding kelompok kontrol negatif. Pada kelompok IDJ1 ditemukan hipertropi pada sel 3, dibandingkan dengan sel 3 sekelilingnya. Ditemukan adanya tumor pada ginjal tikus kelompok IDJ3. Gambaran histologis kualitatif tidak secara jelas menggambarkan hubungan antara kemampuan daun jamblang melindungi kerusakan sel akibat streptozotosin dalam menurunkan kadar glukosa plasma. Ditemukan adanya 1 tumor pada ginjal tikus kelompok IDJ3. Hasil pemeriksaan histologis tahap II , pada organ pankreas dan ginjal tidak ditemukan sel tumor. Kesimpulan: 1. Infus daun jamblang dapat menurunkan kadar glukosa plasma. 2. Infus daun jamblang dapat menurunkan kadar MDA, diduga kuat mekanismenya sebagai anti oksidan. 3. Infus daun jamblang tidak mempengaruhi aktivitas SOD eritrosit. 4. Efek proteksi daun jamblang mencegah penurunan fungsi pankreas akibat penyuntikan streptozotosin. 5. Tumor pada ginjal yang ditemukan pada penelitian tahap I bukan disebabkan oleh infus daun jamblang pemberian oral selama 6 hari. Saran: 1. Perlu dilakukan isolasi kandungan aktif senyawa yang mempunyai efek hipoglikemik, dan mengetahui zat apa yang berkasiat hipoglikemik. 2. Untuk lebih mengetahui mekanisme kerja infus daun jamblang perlu diadakan penelitian tingkat seluler, mengukur, kadar MDA, aktivitas SOD pada organ pankreas utuh dan pembanding antioksidan. 3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut, tentang efek yang merugikan seperti efek karsinogenik, atau efek toksik kronik yang lain.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheira Taflah Putri Handana
Abstrak :
Air susu ibu adalah sumber nutrisi paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi, yang mengandung banyak komponen penting salah satunya antioksidan enzimatik yaitu Superoksida Dismutase (SOD). Sebagai antioksidan lini pertama, SOD berfungsi mengkatalisis superoksida menjadi hidrogen peroksida dan selanjutnya hidrogen peroksida diubah menjadi air dan alkohol oleh katalase (CAT) dan Glutation Peroksidase (GPx). Vitamin E sebagai antioksidan eksogen dari luar tubuh akan membantu kerja SOD untuk mencegah keadaan stres oksidatif.  Fungsi vitamin E adalah mencegah terjadinya kerusakan lemak pada membran sel. Vitamin E akan bekerja secara sinergis dengan vitamin C yang akan mengubah kembali vitamin E menjadi bentuk non radikal. Asupan vitamin E dan vitamin C di Indonesia masih belum jelas terutama pada ibu laktasi sehingga perlu diteliti lebih lanjut. Penelitianini merupakan penelitianpotong lintang yang dilakukan di Puskesmas Grogol Petamburan dan Puskesmas Cilincing pada 60 orang ibu laktasi berusia 20-40 tahun yang menyusui bayi berumur 1-6 bulan. Penelitian ini berlangsung sejak bulan Maret hingga April 2019 yang bertujuanuntuk melihat korelasi antara asupan vitamin E dan vitamin C dengan aktivitas total SOD eritrosit dan ASI. Aktivitas total SOD eritrosit dan ASI dinilai menggunakanRansod kit 125 dengan metode spektrofotometri. Median aktivitas total SOD eritrosit sebesar 423,73 (242-858) U/ml, sedangkan median aktivitas total SOD ASI 58,34 U/ml(24,86-287,79) U/ml. Asupan vitamin E yang diperoleh pada penelitian ini adalah 91,7% subjek memiliki asupan vitamin E yang rendahsedangkan 70% subjek memiliki asupan vitamin C yang cukup. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya korelasi bermakna antara asupan vitamin E dan C dengan aktivitas total SOD eritrosit dan ASI (p>0,05).
Human milk is the best nutrition for infant's growth and development. Human milk contains many components, one of them is superoxide dismutase (SOD). As a first line antioxidant, SOD plays a role to convert superoxide into hydrogen peroxide and furthermore will continue with catalase (CAT) and gluthathione peroxide (GPx) to change hydrogen peroxide into water and alcohol molecule. Vitamin E as an exogenous antioxidant will help SOD to prevent oxidative stress. Vitamin E inhibits lipid peroxidation in membrane cell. Vitamin C helps vitamin E back into non radical molecule. Vitamin E and vitamin C intake in Indonesia still unclear especially among lactating mothers. This cross sectional study conducted in Grogol Petamburan and Cilincing Health Centre in 60 lactating mothers aged 20-40 yo whose feeding 1-6 months infants. Study was held from march until April 2019 to assess correlation between vitamin E and C intake of lactating mothers with erythrocyte and brestmilk SOD total activity. Total SOD activity in erythrocyte and human milk were analyzed with Ransod kit 125with spectrophotometry method. Median SOD total activity in erythrocyte was 423,73 (242-858)U/ml, meanwhile SOD total activity in breastmilk has median value 58,34 U/ml (24,86-287,79) U/ml. Subjects with low vitamin C intake were 91,7% and 70% subjects had adequate vitamin C intake. There were no significant correlation between vitamin E and vitamin C intake in lactating mothers with erythrocyte and breastmilk SOD total activity (p>0,05).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55566
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>