Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Fajri Chikmawati
"Perdagangan internasional yang mengarah pada pola perdagangan bebas (free trade) semakin tidak terelakan lagi, tidak terkecuali perdagangan komoditas pertanian. Negara¬negara berkembang, termasuk Indonesia, sangat berkepentingan terhadap hasil perdagangan komoditas pertanian yang merupakan produk andalan di pasar internsional. Namun ternyata perdagangan internasional berlangsung secara tidak adil. Banyak negara, khususnya negara-negara maju, melanggar prinsip-prinsip perdagangan bebas khususnya kesepakatan dalam Agreement on Agriculture- WTO semata-mata untuk melindungi petani dan industri dalam negerinya.
Praktek¬praktek pemberian subsidi domestik, subsidi ekspor, dan pembatasan akses pasar oleh negara-negara maju mengakibatkan komoditas pertanian dari negara berkembang sulit bersaing. Untuk menghindari dampak negatif dari perdagangan yang tidak fair tersebut maka diperlukan serangkaian kebijakan yang bersifat protektif. Gula, merupakan komoditas strategis yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi. Seiring dengan kebutuhan gula yang terus meningkat dan tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri, maka impor gula menjadi sangat penting. Dengan jumlah penduduk yang sangat besar maka Indonesia merupakan pasar potensial bagi produsen gula dari luar negeri dan pada titik tertentu ketergantungan pada impor sangat mengancam kemandirian pangan dan merugikan industri dalam negeri.
Permasalahan yang mendasar adalah bagaimana sebenarnya prinsip-prinsip perdagangan internasional yang harus ditegakkan, bagaimana tata niaga impor gula saat ini dan mekanisme proteksi dalam tata niaga impor gula yang dapat memberikan perlindungan bagi industri gula. Tata niaga impor gula merupakan kebijakan yang cukup berani dan kontroversial di bidang pergulaan nasional yang merupakan wujud keberpihakan pemerintah terhadap petani dan industri gula dengan serangkaian mekanisme proteksi yang ada di dalamnya.
Proteksi dalam bentuk tarif dan non-tarif telah memberikan kepastian tentang harga dasar, tingkat produksi dan kecukupan stok gula di pasar. Mengingat potensi yang dimiliki untuk dapat berswasembada gula maka untuk jangka panjang, Indonesia tetap memerlukan kebijakan pergulaan yang bersifat komprehensif, integratif, dan imperatif yang dituangkan dalam suatu peraturan perundang-undangan. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka memperkuat posisi tawar Indonesia dipercaturan perdagangan komoditas gula di pasar internasional."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19177
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Jafar Hafsah
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002
338.173 61 MOH b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Erwien Yuliansyah Putera
"Tebu merupakan bahan baku untuk membuat gula putih yang merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia. Tebu yang dipotong ketika panen akan mengalami penurunan kualitas karena kehilangan gula yang terkandung di dalam batang tebu. Kehilangan gula ini akan bertambah seiring dengan lamanya waktu tunda tebu tersebut untuk digiling. Waktu tunda akan menjadi semakin lama apabila terjadi antrian truk di pabrik karena proses bongkar tebu sebelum dilakukan proses penggilingan. Antrian yang terjadi di pabrik gula pada umumnya mengikuti pelayanan FCFS First-Come First Serve . Sistem antrian memiliki beberapa teknik disiplin pelayanan, antara lain disiplin pelayanan dengan prioritas priority service, pelayanan secara acak random order service dan pelayanan dengan kedatangan terakhir Last-Come First-Serve Penelitian ini akan membahas tentang pengaruh disiplin pelayanan terhadap waktu tunda dan pengaruhnya terhadap kualitas bahan baku tebu dengan didukung oleh rancangan penelitian berdasarkan kondisi sistem antrian. Analisis yang dilakukan menggunakan model simulasi sehingga dapat dikembangkan skenario lanjutan untuk memperbaiki sistem antrian di pabrik gula.

Sugarcane is a raw material for making white sugar which is one of the basic needs of society in Indonesia. Stalks of sugarcane will decrease quality because of the loss of sugar. This losses will increase by the time because of delay time happened in the queue of trucks at the factory due to the process of unloading of sugar cane before the milling process. Queues servce in sugar mills is mostly using first come first serve FCFS dicipline. The queuing system has several service discipline techniques, among others are last come first serve LCFS, services with priority, random service and last come first serve. This research will analysze the delay time and impact on the quality of sugarcane with using design of experiment. Analyzes made using the model simulation which can be used to improve queuing systems at sugar mills.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T51602
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafwatun Nawa
"Pada masa Orde baru, muncul program- program agribisnis demi memenuhi kebutuhan pangan Indonesia. Program- program agribisnis ini terangkum dalam sebuah keputusan, yakni Program Tebu Rakyat Intensifikasi atau biasa disebut dengan TRI yang bercita memenuhi kebutuhan gula nasional serta mencapai swasembada gula. Beberapa daerah di seluruh Jawa terkena imbas akibat program ini. Kabupaten Cirebon, Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang mendapat program ini. Selama pelaksanaan program TRI, banyak jalan yang harus ditempuh. Di satu sisi pemerintah sudah mempersiapkan programnya dengan baik, di satu sisi para petani merasa baik- baik saja selama pelaksanaan program. Namun hal ini menjadi pertanyaan besar mengapa pada akhirnya di tahun 1997, banyak para petani tebu memilih untuk beralih ke tanaman pangan yang lain dibandingkan dengan tebu.

During the New Order period, agribusiness programs emerged to meet the needs of Indonesian food. These agribusiness programs are summarized in a decision, namely the Intensification of Smallholder Sugar Cane Program or commonly referred to as TRI that fulfills the national sugar needs and achieves self sufficiency in sugar. Several areas throughout Java were affected by this program. District of Cirebon, West Java is one of the areas that got this program. During the implementation of the TRI program, there are many ways to go. On the one hand the government has prepared the program well, on the one hand the farmers feel fine during the program implementation. But this is a big question why in the end in 1997, many sugar cane farmers chose to switch to other food crops compared to sugarcane.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanis Fransiskus Lema
"Tesis ini menyorot implikasi penerapan Agreement on Agriculrure (AoA) World Trade Organization (WTO) dan Letter of Intent (Lol) International Monetwy Fund (IMF) terhadap produsen gula Indonesia periode 1995-2003. Sebagaimana dipahami. kebijakan sektor pertanian di suatu negara tidak iepas dari pengaruh faktor eksternal, apalagi dalam era globalisasi yang ditandai oleh adanya keterbukaan ekonomi dan keterkaitan yang bersifat global. Terdapat dua faktor eksternal yang mempengaruhi sektor pertanian Indonesia. Pertama, kesepakatan internasional, khususnya AoA WTO. Kedua, pecan lembaga multilateral yang membantu Indonesia dalam masa krisis. yakni IMF. Kendati keduanya menimbulkan implikasi terhadap sektor pertanian dan produsen gula Indonesia, tampak bahwa dalam situasi normal, faktor penama lebih mempengaruhi sektor pertanian Indonesia, sedangkan pengaruh IMF lebih terasa scat terjadi krisis.
Adapun pertimbangan yang melatarbelakangi penulis mengangkat tema ini adalah: pertama, berakhirnya era Perang Dingin (cold war) memunculkan berbagai perubahan dalam sistem intemasional. Salah satu perubahan fundamental yang terkait dengan penelitian ini adalah menguatnya fenomena keterhubungan (interconnectedness) yang bersifat lintas-kontinental. Hal ini mengakibatkan setiap perkembangan yang terjadi di suatu pelosok dunia akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan di pelosok dunia lain. Demikian pula liberalisasi pertanian dalam kerangka WTO dan IMF niscaya mempengaruhi kondisi produsen gula Indonesia. Dalam kajian Hubungan Internasional (HI), penelitian ini menarik karena memperlihatkan adanya fenomena keterhubungan (interconnectedness) dan fenomena interdependensi.
Kedua, penetapan kurun waktu 1995 hingga 2003 sebagai periode penelitian didasarkan pada alasan bahwa tanggal 1 Januari 1995 adalah awal pemberlakuan AoA WTO. Sementara tahun 2003 adalah saat digelarnya Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO V di Cancun, Mexico yang berakhir dengan jalan buntu (deadlock) karena tidak dicapainya kesepakatan perihal liberalisasi pertanian tahap lanjut, sekaligus tahun 2003 merupakan momentum akhir intervensi IMF dalam sistem perekonomian Indonesia.
Ketiga, produsen gula dijadikan unit analisa pada level negara sebab di samping beras, gula adalah pangan pokok bagi rakyat Indonesia. Penggunaan gula juga bersifat luas karena terkait dengan banyak industri lain. Sejarah jugs memperlihatkan bahwa pada dekade 1930-an, produsen gula Indonesia (dulu Hindia Belanda) sukses menjadi produsen gula terbesar kedua di dunia. Suatu kondisi yang kontradiktif dengan saat ini. karena kini Indonesia adalah importir gula terbesar kedua di dunia. Peralihan status dari eksportir menjadi importir membuat gula menjadi tema penelitian yang menarik dikaji.
Kerangka pemikiran yang digunakan adalah perspektif neorealis yang berakar dari tradisi pemikiran kaum realis atau nasionalis sebagaimana dikemukakan oleh Robert Gilpin. Perspektif neorealis menekankan pada maksimalisasi kepentingan nasional. Dalam konteks liberalisasi pertanian. Indonesia diharapkan mampu merumuskan kepentingan nasional yang hendak dicapai, agar tidak terus-menerus didikte oleh WT() dan IMF'. Sebab berdasarkan perspektif neorealis, keberadaan dua institusi ini lebih memperjuangkan kepentingan kekuatan hegemon (negara maju). Perspektif neorealis juga mengungkap sikap ambivalen negara maju dalam perdagangan gula. Fakta memperlihatkan bahwa negara maju, terutama Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) adalah dua pihak yang sangat protektif terhadap industri gula, namun menghendaki pembukaan akses pasar yang luas di negara berkembang.
Akhirnya, penelitian menyimpulkan bahwa liberalisasi pertanian dalam kerangka WTO dan IMF merugikan produsen gula Indonesia, sebaliknya menguntungkan produsen gula mancanegara. Ketergantungan Indonesia terhadap gula impor juga semakin meningkat. Kesimpulan demikian diperkuat oleh fakta terjadinya penurunan luas lahan dan tingkat produktivitas, dua indikator yang dipakai untuk mengukur kondisi produsen gula pra dan pada saat liberalisasi pertanian dijalankan oleh WTO dan IMF."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14360
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library