Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zulkifli
Jakarta: INIS, 2002
297.8 ZUL s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tb. Ace Hasan Syadzily
"Penelitian ini berangkat dari fenomena munculnya kegairahan masyarakat kota yang marak mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan seperti majelis zikir, tarekat, pengajian dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Tentu hal ini menarik untuk dikaji lebih jauh, sebab selama ini terdapat asumsi teoritis yang menyatakan bahwa agama dalam kehidupan masyarakat modern mulai ditinggalkan. Namun, justru sebaliknya, secara kasatmata kita menyaksikan sejumlah perkembangan kelompok-kelompok keagamaan yang secara rutin menggelar kegiatan keagamaan. Tokoh-tokoh agama Islam dalam pengajiannya sering didatangi sejumlah orang seperti KH. Abdullah Gymnastiar, Muhammad Arifin Ilham, Ustadz Haryono, dan nama-nama lainnya. Ditambah lagi dengan semakin larisnya bukubuku keagamaan yang bernuansa spiritualitas.
Salah satu kasus yang menurut pandangan penulis menarik adalah kelompok zikir Majelis az-Zikra yang dipimpin oleh Muhammad Arifin Ilham. Ribuan jamaah setiap bulannya menghadiri zikir yang digelarnya secara rutin. Acara ini dihadiri oleh para para jamaah yang beragam latar belakangnya, baik dari kalangan atas, bawah, terdidik, pejabat dan lainnya, hadir tumpah ruah dalam acara zikirnya tersebut.
Gejala sosial yang ditandai dengan kehadiran gerakan dan kelompok keagamaan ini apakah merupakan respon dari situasi sosial-budaya yang menghinggapi kehidupan manusia modern. Karena fenomena-fenomena itu, bukan hanya lahir dari ruang yang kosong, namun juga dipengaruhi faktor-faktor sosial yang melingkupinya. Masalahnya, bagaimana kelompok pengajian dan zikir ini tumbuh dan berkembang di tengah transformasi kehidupan modern? Karena itu, penting untuk mengetahui lebih jelas anatomi kelompok pengajian az-Zikra yang tumbuh dan berkembang di kalangan kelas menengah terdidik di perkotaan secara komprehensif. Penggambaran mengenai kelompok ini akan lebih jelas jika diamati lebih jauh mengenai bagaimana profit dan karakteristik orang-orang yang menjadi pengikut dan jamaah kelompok zikir tersebut. Apakah motif dan kesadaran yang mendorong para pengikut jamaah ini untuk terlibat dalam kelompok zikir ini? Sagaimana pola relasi antar individu maupun kolektif, sehingga jamaah ini mampu membentuk solidaritas untuk mempererat identitas kolektif mereka dalam kelompok zikir itu?
Perspektif teoritis yang mempengaruhi cara memandang dan menganalisis masalah dalam penelitian ini adalah bahwa agama sebagai sistem kebudayaan dijadikan konsepsi dan pengetahuan bagi pengikutnya untuk menafsirkan dan memahami realitas. Agama berisi simbol-simbol suci yang didalamnya berisi tentang nilai-nilai yang mempengaruhi dan mengatur kehidupan manusia (Geertz, 1992). Secara spesifik tindakan dari simbol suci yang secara nyata dapat dianalisis bisa kita lihat dari praktek-praktek ritual keagamaan. Sebab dalam ritual keagamaan itu, sebagaimana yang diungkapkan 1H. Marret, melibatkan emosi dan perasaan sehingga para penganutnya hanyut dalam suasana yang sakral.
Berkembangnya kelompok zikir az-Zikra ini, sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari sisi personalitas Muhammad Arifin Ilham yang khas. Ia tidak menempatkan dirinya dengan sikap `menggurui' dan monolitik, tetapi sebagai individu yang bersama-sama punya keinginan untuk belajar, mencari jalan spiritualitas dan lebih terbuka. Dan yang paling mendasar dari kelompok zikir ini adalah kemampuan Arifin Ilham mengajak para jamaahnya untuk memahami, menghayati dan menciptakan suasana ritual yang melibatkan emosi dan perasaan. Sehingga para pengikutnya terbawa hanyut dalam suasana emosi keagamaan yang tak jarang ratapan dan tangisan mewarnai zikir ini.
Jika melihat dari para jamaah zikir ini, tampak bahwa setiap jamaahnya menunjukkan berlatar belakang masyarakat kota. Paling tidak ada tiga hal yang sangat mendorong mereka untuk berzikir. Pertama, pencarian makna hidup (searching for meaning). Zikir menjadi media transformasi bagi para pengikut jamaah ini untuk menghayati ajaran-ajaran agama. Dalam zikir ini, agama mampu mengintegrasikan maknanya dalam pribadi mas+ng-masing. Kedua, spiritual sebagai katarsia dan obat dari problem psikologis (psycological escape). Ketiga, perdebatan intelektual dan peningkatan wawasan (intelectual exercise). Kelompok zikir ini bukan hanya melakukan aktivitas ritual, namun juga mentransimisikan ajaran-ajaran sebagai orientasi dan pandangan hidup bagi para pengikutnya.
Keberagamaan yang ditawarkan Arifin Ilham sesungguhnya sedikit banyak telah memberikan kontribusi bukan hanya masalah-masalah spiritual, namun juga signifiknasi sosialnya yang eukup besar dalam membentuk ikatan masyarakat yang berlandaskan nilainilai . tersebut. Keberagamaan mempunyai signifikansi sosial yang cukup besar, terutama melawan keterasingan dan hilangnya kesadaran spiritualitas sebagai chi kehidupan urban modem. Ditambah lagi dengan kontribusi lainnya, seperti yang disebut sebelumnya, yaitu membangun kekuatan kohesi sosial (social cohesion), mengelola potensi konflik dalam masyarakat, dan membangun saling kepercayaan (personal trust) antar sesama berbasiskan nilai-nilai keagamaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14342
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Al-Ghazzali, Immam Abu Hamid
"buku ini berisi tentang sufi dalam Islam."
Lebanon: Matba`ati al-Katsulikayti, 1995
ARA 297.4 ALG a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Oman Fathurahman, 1969-
Jakarta : Mizan, 2012
297.4 OMA i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli
Leiden: INIS, 2002
297.409 ZUL s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sulaiman Al-Asyqar
Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2005
297.43 MUH s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Badrun
"ABSTRAK
Tasawuf, sufisme yang dikenal dalam Islam, merupakan gerakan keagamaan yang timbul di Kufah dan Basrah (Irak) pada abad kedelapan Masehi. Gerakan tasawuf bersifat esoteris. Sifat esotoris itulah yang membedakan tasawuf dari ajaran ortodoks. Ajaran-ajaran tasawuf pada intinya merupakan cara pendekatan diri (manusia) kepada Tuhan. Menurut Schimmel {1886: 26-28), tasawuf bersumber pada Islam, dan acuan utamanya adalah perilaku Rasul Muhammad dan sahabat-sahabatnya.
Timbulnya tasawuf, menurut Abdul Hakim Hasan seperti yang dijelaskan oleh Simuh (1992:2-3), disebabkan dua hal: pertama, sebagai reaksi atas perkembangan kehidupan masyarakat Islam yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang mementingkan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat. Kondisi demikian menimbulkan keprihatinan paras pemuka agama, yang kemudian mendorong mereka untuk membangkitkan kembali kehidupan keagamaan yang sesuai dengan ajaran Islam. Kedua, sebagai reaksi atas perubahan kehidupan keagamaan yang bersifat rasionalis formalis yang mendominasi kehidupan umat Islam pada akhir masa pemerintahan Bani Umayyah dan pada masa pemerintahan Bani Abbasiyyah.
Pada masa awal perkembangannya--sampai dengan abad kesepuluh--tasawuf belum dapat diterima oleh kalangan luas, keberadaannya dicurigai oleh pemerintah dan para ahli teologi Islam. Puncak dari pertentangan antara kaum sufi dengan pemerintah dan ahli teologi adalah dihukum pancungnya Al-Hallaj pada tahun 922 Masehi. Tasawuf dapat diterima oleh masyarakat luas pada akhir abad kesebelas dan pada awal abad kedua belas. Hal itu berkat jasa Al Ghazali yang mendamaikan kaum Sufi dengan kaum Ortodoks. Setelah usaha A1-Ghazali itu berhasil, tasawuf dapat hidup dan mengalami perkembangan.
Perkembangan tasawuf semakin luas setelah terjadi penyerbuan Baghdad oleh bangsa Mongol pada tahun 1258 Masehi. Menurut Johns (1987:87-88), setelah penyerbuan Baghdad oleh bangsa Mongol, tugas pembinaan masyarakat Islam beralih kepada kaum sufi. Hal itu terjadi karena tiga hal: hubungan antara Seikh (guru sufi) dengan pengikutnya, semangat penyebaran agama dari kaum sufi, dan basis kerakyatan gerakan sufi. Dalam kondisi demikianlah maka tarekat tasawuf menjadi mantap dan berkembang. Perkembangan tarekat tasawuf semakin luas karena adanya penyebaran dan perjalanan para guru sufi dari satu daerah ke daerah yang lain.
Penyebaran ajaran tasawuf ke Indonesia tidak dapat dilepaskan dari penyebaran agama Islam. Hal itu dikatakan oleh Johns (1987:90-91), yaitu bahwa sebagian pembawa Islam ke Indonesia adalah kaum sufi, mistikus. Menurut Tudjimah (1976: 705-707), Islam masuk ke Indonesia pads akhir abad ke-13 melalui jalan perdagangan India-Cina dan melewati pantai jazirah Malaka; Islam yang masuk ke Indonesia juga sudah melewati Iran. Pembawa Islam adalah pedagang asing muslim India dan India keturunan Arab yang tinggal di daerah pelabuhan Malaka dan Sumatera Utara. Setelah Islam berkembang di Indonesia, hubungan muslim Indonesia dan bangsa Arab mulai terjalin; hubungan itu makin meningkat pada abad ke-16 dan ke-17, yaitu melalui ibadah haji (sambil belajar agama). Akibat dari hubungan tersebut maka masuk pula berbagai aliran tarekat, misalnya Syattariah (dari Madinah), Aadiriah (dari Makkah) dan ajaran tasawuf dari Imam Ghazali. Jadi, tasawuf masuk ke Indonesia berkaitan dengan penyebaran agama Islam."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Nurcholish Madjid Society (NCMS), {s.a.}
TEMU 4:1 (2011)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Kautsar Azhari Noer
[Place of publication not identified]: Titik-Temu: Jurnal Dialog Peradaban, 2009
TIJUDIP
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Meutia Fauziah
"Metafora adalah sebuah gejala bahasa yang mempunyai peranan penting. Metafora tidaklah sekadar berfungsi secara figuratif atau pun puitik, namun juga sebagai bentuk berbahasa yang kreatif. Pada pemaknaannya, metafora dapat berfungsi untuk memudahkan pemahaman hal-hal yang abstrak dan kompleks dengan penganalogian yang lebih sederhana. Dalam Ruba_i Hamzah Fansuri terdapat banyak metafora untuk menyampaikan ajaran Syekh Hamzah Fansuri mengenai wahdatul wujud. Metafora yang digunakannya pun terkait erat dengan tema-tema Sufisme yang terkandung di dalamnya.Untuk memahami metafora-metafora tersebut digunakanlah satu teori tentang metafora sebagai alat untuk mendedahnya. Teori yang digunakan sebagai alat tersebut adalah teori metafora konseptual Lakoff dan Johnson.

Metaphor is one of indicator that has an important role in language. Metaphor is not merely has a figurative or poetic functionally, but also as a form of creative language. In its meaning, metaphor has a function to easier of comprehend all of abstract and complex matters with its simply analogies. Ruba_i Hamzah Fansurihas so many metaphors to conveys Syekh Hamzah Fansuri_s taught of wahdataul wujud. Metaphors that is used also closely connected with the themes of Sufism that are include within it. To comprehend all of those metaphors we used a theory as an equipment to operate it. This equipment is a conceptual metaphor theory by Lakoff and Johnson."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S11009
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>