Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ida Rosdalina
"Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah pengarang memanipulasi sudut pandang dengan memanfaatkan unsur-unsur linguistik dan bagaimanakah peranannya dalam mengungkapkan penokohan, konflik dan tema. Adapun tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa pengarang menggunakan pilihan unsur-unsur linguistik untuk memanipulasi sudut pandang dan untuk menunjukkan bahwa pilihan unsur-unsur itu juga mengungkapkan unsur penokohan, konflik dan tema.
Data diambil dari cerita pendek The Rivals karya George Garrett. Cerita Pendek ini dipilih sebagai korpus data karena dalam penyajiannya banyak menyorot keadaan batin tokohnya sehingga pemanfaatan sudut pandang, balk fiksional maupun wacana, terlihat sangat jelas.
Dasar teoritis yang digunakan dalam menganalisis data adalah teori stilistika dan teori-teori lain seba gai penunjang, yaitu teori gaya dan sudut pandang. Untuk menganalisis unsur-unsur bahasa digunakan teori tata bahasa fungsional dan teori penyajian ujaran dan pikiran.
Hasil yang didapat hanya berlaku untuk cerita pendek yang dijadikan korpus data dan tidak dapat dite_rapkan kepada cerita lain. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari analisis data yang telah dilakukan adalah: Sudut pandang ditentukan oleh pilihan pronomina, dan reflektor ditentukan oleh pilihan klausa, keterangan waktu dan tempat, penyajian pikiran. Penokohan dapat diungkapkan dengan pilihan verba. Pengungkapan konflik dilihat dari pilihan adjektiva, nomina serta penyajian ujaran dan pikiran."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S14093
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lambertus Somar
Jakarta: Grasindo, 2001
362.293 LAM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Herdiyanti Dwi Lestari
"Satir Hurra Ich Lebe in Deutschland karya Sinasi Dikmen menggambarkan belum adanya pemahaman budaya antar dua negara (Jerman dan Turki) yang mengakibatkan munculnya konflik pada masa kedatangan imigran Turki ke Jerman pada generasi pertama. Untuk memahami permasalaha yang berkembang maka diperlukan telaahan perbandingan kebudayaan dalam kriteria sudut pandang (Blickwinkel) antara budaya masyarakat Turki dan Jerman. Perbedaan sudut pandang memperhatikan banyak faktor yang mempengaruhi permasalahan terhadap masyarakat Jerman dan Turki di masa perpindahan masyarakat Turki ke negara Jerman sebagai pekerja tamu.

Satire Hurra Ich Lebe in Deutschland by Sinasi Dikmen illustrates the lack of cultural understanding between the two countries (Germany and Turkey) that resulted culturals conflict during the arrival of Turkish immigrants to Germany in the first generation. To understand the conflict problems is required research paper in comparative criteria (Blickwinkel) between Turkish and German culture. The diffrerences point of view mentioned considers many factors thet influences understanding problems of Germany and Turkey community in the displacement as guest workers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S296
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurcahyo Budi Waskito
"ABSTRAK
Pelecehan seksual sebenarnya bukanlah fenomena sosial yang baru muncul
dalam masyarakat. Karena sejak jaman prasejarah hingga jaman Majapahit hal
tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan. Pada masa modem ini tepatnya sejak
dekade 70-an mulai muncul kesadaran mengenai pentingnya fenomena pelecehan
seksual untuk diperhatikan. Banyak penelitian yang meraaparkan fakta mengenai
peristiwa pelecehan ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual lebih banyak menimpa
kaum wanita dan interaksinya bersifet heteroseksual. Namun hanya sedikit peneliti
yang tertarik untuk menelaah sisi pelakunya. Ketika teijadi suatu pelecehan maka
terdapat dua pihak yang terlibat secara langsung yaitu si korban dan sang pelaku.
Penelitian yang ada selama ini jarang sekali meneliti fenomena pelecehan seksual
melalui sudut pandang pelakunya.
Terdapat beberapa pendekatan yang dipergunakan untuk menjelaskan
teijadinya peristiwa pelecehan seksual, dan salah satu yang dapat dipergunakan
adalah pendekatan psikologi sosial melalui proses atribusi. Atribusi merupakan proses
penyimpulan yang dilakukan seseorang untuk mengetahui penyebab yang berperan
bagi kemunculan suatu tingkah laku. Salah satu teori atribusi yang dapat menjelaskan
perilaku pelecehan secara komprehensif adalah teori Atribusi Kelley (1973). Dalam
teori ini dijelaskan mengenai skema dan model yang dapat dipergunakan individu
untuk menyimpulkan suatu peristiwa yang tergantung pada kepemilikan 3 informasi
yang lengkap yaitu informasi Distinksi, Konsistensi dan Konsensus.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses atribusi pelaku terhadap
perilaku pelecehan seksual yang dilakukannya. Selain itu dapat diketahui faktor apa
yang menjadi penyebab teijadinya pelecehan seksual berdasarkan sudut pandang
pelakunya. Melalui penelitian ini diharapkan penelitian dapat memberikan
Pemahaman yang berarti pada masyarakat mengenai pelecehan seksual terhadap
wanita sebagai suatu fenomena penlaku seksual antara pria dan wanita Tujuan utama
penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian "Bagaimana proses atribusi pelaku tindakan pelecehan seksual terhadap tingkah laku pelecehan seksual
yang dilakukannya ?"
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif melalui desain penelitian survey dan studi kasus. Dengan pendekatan dan
desain penelitian yang ada ditentukan 2 metode pengumpulan data, yaitu metode
survey kuesioner dan wawancara mendalam. Instrumen yang dipergunakan adalah
kuesioner pelecehan seksual, pedoman wawancara dan catatan lapangan. Karakteristik
sampel dari penelitian ini adalah pelaku pelecehan seksual yang begenis kelamin pria,
memenuhi kriteria pelaku yang ditetapkan dan menjadi ma^iswa di perguruan tinggi
di Jakarta dan sekitamya.
Pengambilan sampel dilakukan secara aksidental {accidental sampling karena
tema yang diteliti cukup sensitif bagi sebagian orang, metode ini lebih mudah, cepat
dan ekonomis digunakan dengan keterbatasan yang dimiliki. Jumlah sampel
penelitian kuantitatif sebanyak 298 pelaku mahasiswa dengan jumlah minimal N=30
sedangkan jumlah sampel pada penelitian kualitatif sebanyak 4 orang responden
dengan minimal N=l. Data yang berasal dari hasil kuesioner diolah dengan
menggunakan metode statistik deskriptif dalam bentuk persentase dan kemudian
dianalisis untuk didapatkan gambaran mengenai proses atribusi yang dilakukan
pelaku terhadap tingkah laku pelecehan yang dilakukannya. Sedangkan hasil kualitatif
diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode perbandingan antar kasus {analytic
comparison), dan penggambaran intra kasus {illustrative method).
Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden melakukan bentuk
pelecehan "mengomentari wanita dengan panggilan, julukan atau siulan tertentu" dan
"Memandangi bagian tubuh wanita dari atas hingga bawah". Hanya sebagian kecil
responden yang melakukan pelecehan dalam bentuk menjanjikan kesenangan atau
memberikan ancaman yang dikaitkan dengan keinginan melakukan aktifitas seksual.
Perilaku pelecehan tersebut seringkali dilakukan oleh mahasiswa terhadap teman
wanitanya..
Berdasarkan teori Atribusi Kelley para pelaku cenderung mempergunakan
Skema Kausal dalam melakukan penyimpulan penyebab. Hal ini dikarenakan
sebagian besar dari mereka tidak memiliki informasi Distinksi, Konsistensi dan
Konsensus yang lengkap. Ketiga informasi tersebut sangat diperlukan untuk
melakukan proses atribusi jika menggunakan model Kovarian. Dengan menggunakan
skema tersebut para pelaku tidak mempergunakan informasi yang berkenaan dengan
dirinya, korban dan lingkungan tempat kejadian karena skema ini lebih memanfaatkan
konsep hubungan sebab-akibat yang sudah dimiliki sebelumnya dalam repertoar
ingatan pelaku. Berdasarkan proses atribusi yang dilakukannya sebagian besar pelaku
memberikan atribusi pada faldor korban sebagai penyebab tindakan pelecehan seksual
tersebut
Hasil studi kasus yang dilakukan p^ empat responden menunjukkan bahwa
para pelaku mengidentikkan cara berpakaian, daya tarik fisik dan bahasa tubuh dari
wanitalah yang berperan besar bagi teijadinya peristiwa tersebut. Pelaku pelecehan
seksual cenderung memandang wanita seba^ makhluk yang lemah. Mei^ka juga
cenderung memiliki memiliki pandangan tradisional mengenai peran gender wanita
Hasil yang diperoleh tersebut perlu ditelaah lebih lanjut lagi. Untuk itu perlu
dilakukan beberapa penelitian mengenai batasan dan bentuk tingkah laku pelecehan
seksual. Selain itu penelitian yang sama dengan menggunakan pendekatan atribusi
perlu juga dilakukan terhadap sampel pelaku yang lain seperti pelaku pelecehan di
lingkungan keija, di tempat umum dan sebagainya."
2002
S2904
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhasanah
"Sudut Pandang adalah salah satu unsur yang membangun suatu cipta sastra selain unsur-unsurnya yang lain seperti, alur, penokohan, cakapan, latar, dan gaya melalui sudut pandang suatu cipta sastra dapat ditentukan kedudukan pen_ceritanya dalam mengisahkan cerita. Pencerita dapat berada di dalam cerita sebagai tokoh yang terlibat dalam kisahan cerita, tetapi dapat juga berada di luar cerita yang tidak melibatkan diri sebagai tokoh dalam kisahan tersebut. Hikayat Puteri Penelope adalah sebuah cipta sastra karangan Idrus yang menggunakan sudut pandang pencerita dia_an serba tahu. Pencerita ini berada di luar cerita dan me_ngisahkan segala peristiwa yang dialai i tokoh-tokohnya. la juga dapat memasukkan komentar dan pandangan hidup pengarang. Dalam karya yang bercorak satire ini, komentar pen_cerita jetas terlihat. Pengarang melalui karyanya berusaha mengejek objek yang ada di luar karya itu sendiri; dalam hal ini politik luar negeri Australia. Meskipun begitu, tidak berarti Australia mutlak menjadi sasaran ejekan pengarang. Oleh karena, peristiwa yang digambarkan pengarang dapat terjadi di segala tempat, di segala waktu, dan pada setiap orang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anchika Ladeza Aulia
"Li Hitam dan Li Putih (黑白李: Hēibái Lǐ) merupakan salah satu cerita pendek karya Lao She yang ditulis pada tahun 1933. Cerita pendek ini diceritakan melalui sudut pandang tokoh ?aku? yang tidak diketahui namanya. Sudut pandang dalam cerpen karya Lao She ini menjadi menarik untuk dibahas karena meskipun keseluruhan cerita ini menceritakan tentang Li Hitam dan Li Putih sebagai tokoh utamanya, akan tetapi tokoh "aku" lah yang memegang peranan penting dalam cerita. Makalah ini membahas sudut pandang tokoh "aku" dalam cerpen Li Hitam dan Li Putih. Selain itu makalah ini juga mengkaji peran dan fungsi tokoh "aku" dalam pengembangan cerita tersebut.

Black Li and White Li (黑白李: Hēibái Lǐ) is a short story written by Lao She, a Chinese author, in 1933. This story is narrated from a first-person point of view which is anonymous and always referred to as "I". Lao She's use of point of view in this story becomes significant to discuss because even though the plot mainly revolves around the two main characters, Black Li and White Li, the first-person narrator is actually the most crucial character since everything is narrated from his perspective. This paper examines the point of view of the "I" character in "Black Li and White Li". This paper also discusses the significance of the first-person narrator in the development of the story."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Rifqa Marisa
"Teknologi adalah sebuah alat yang manusia gunakan untuk merespon kondisi scarcity. Melihat perkembangan teknologi saat ini, terkhususnya internet, teknologi menghasilkan kondisi kelimpahan baru dalam hal akses informasi. Namun, kelimpahan baru yang dihasilkan teknologi menyebabkan terjadinya manipulasi sudut pandang sehingga terjadi kondisi scarcity baru. Tugas akhir ini bertujuan mencari cara untuk merespon kondisi tersebut dengan arsitektur. Dalam prosesnya, digunakan pemahaman ilusi anamorphic sebagai metodenya, sebab melihat kemampuan anamorphic dalam menghasilkan dualitas kondisi dalam sebuah ruang. Konteks yang dipilih untuk diintervensi pada tugas akhir ini adalah Pondok Cina, sebagai sebuah kawasan gerbang masuk dengan image chaos yang melekat padanya akibat informasi yang internet berikan. Proyek ini akan mencoba menggunakan anamorphic pada Pondok Cina dengan tujuan memberikan variasi persepsi pengunjung akan tempat tersebut. Dengan demikian, pengunjung tidak hanya akan melihat Pondok Cina dengan satu cara.

Technology is a tool that is used by humans to respond to scarcity. Seeing from current technology development, especially the internet, technology creates new abundance condition in information access. Yet, the new abundance in technology causing manipulation of point of view therefore create new kind of scarcity. This final project is aimed to find a way to respond to the condition through architecture. During the process, anamorphic is being used as the method, seeing its ability to create duality in space. The chosen context to be intervened for this project is Pondok Cina, as an entrance area with a chaotic image that has been labelled to it due to information from the internet. This project tries to use anamorphic in Pondok Cina with intention to variate visitors’ perception about the place. Thus, visitors won’t see and perceive Pondok Cina only in one way

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arfiani Ika Kusumawati
"Latar Belakang: Kematian adalah siklus kehidupan yang mengakibatkan hilangnya berbagai hak dan kewajiban sosial serta hukum. Kematian akan dilaporkan secara tertulis pada surat keterangan kematian mencangkup semua informasi tentang kematian dan keterangan dokter secara terperinci termasuk didalamnya keterangan penyebab kematian. Surat keterangan penyebab kematian menjadi sangat penting karena berkaitan dengan hilangnya semua hak dan kewajiban yang dalam hal ini diatur oleh negara. Untuk itulah, penulisan surat keterangan penyebab kematian harus memenuhi unsur medis dan hukum.
Tujuan: Mengetahui perbedaan tujuan dan alur pikir penulisan sebab kematian dalam sudut pandang hukum dan medis serta untuk mengetahui strategi pemenuhan tujuan hukum dan medis penulisan sebab kematian.
Metode: Penelitian ini merupakan tipe kualitatif grounded theory, dan menggunakan teknik snowballing dalam menganalisa data. Penulisan sebab kematian dari segi hukum akan dilakukan grounded theory dari teori adekuasi yang akan menilai sufficiency dan relevancy, sedangkan penulisan sebab kematian dari segi medis akan dilakukan grounded theory terhadap teori patofisiologi.
Hasil: Berdasarkan hasil analisa, perbedaan tujuan penulisan sebab kematian didasarak pada dua standart yang berbeda; secara medis penulisan penyebab kematian didasarkan pada formulir merujuk ICD-10, sedangkan tujuan penulisan secara hukum adalah penulisan yang mencangkup sebab akibat dari proses kematian itu sesuai disiplin ilmu terkait. Penulisan sebab kematian menggunakan konsep urutan logic yang disesuaikan dengan teori patofisiologi untuk menentukan penyebab langsung kematian. Urutan yang digunakan pun seragam, dimana antar urutan satu dengan lainnya memiliki hubungan sebab akibat yang jelas. Sedangkan untuk hukum yang melihat dari segi teori pembuktian, dimana segala poin-poin yang ada di dalam sertifikat penyebab kematian adalah relevan, namun untuk seluruhnya menjadi sebuah sebab, harus memenuhi unsur sufficient berdasarkan bobotnya masing-masing. Adapun strategi untuk memenuhi tujuan hukum dan medis dalam penulisan sebab kematian adalah tercapainya unsur sufficienty, yakni unsur waktu dan urutan logik yang akurat sehingga pada akhirnya surat keterangan kematian yang ada dapat memenuhi kecukupan hukum dan medis secara utuh.
Kesimpulan: Perbedaan tujuan penulisan sebab kematian dari segi medis adalah berdasarkan aturan ICD-10, sedangkan dari hukum adalah kepastian hukum bahwa seseorang subyek hukum meninggal dan pembuktian penyebab kematian terkait dengan hak-hak hukumnya. Alur pikir medis menggunakan konsep urutan logik, sedangkan alur pikir hukum melihat dari segi teori pembuktian yang relevan namun untuk menjadi sebuah sebab memerlukan unsur sufficiency berdasarkan bobotnya masing-masing, sedangkan strategi pemenuhan tujuan hukum dan medis dalam penulisan sebab kematian adalah pemenuhan unsur sufficiency yakni unsur waktu dan urutan logik yang akurat.

Background: Death is the end of a life cycle in which different social and legal rights and duties are lost. It will be reported in writing on a death certificate which includes all information about death and a detailed doctor's statement, including a statement of the cause of death. The certificate of the cause of death is crucial since it pertains to the loss of all rights and duties, which in this case are regulated by the state. For this reason, writing a certificate of cause of death must meet medical and legal elements.
Aims: Knowing the contrasts between the legal and medical aims and trains of thought when writing a cause of death, as well as the strategies for achieving the legal and medical goals when writing a cause of death.
Method: This research was a qualitative-grounded theory study and used the snowballing technique in analyzing the data. Grounded theory from adequacy theory was applied to writing the cause of death from a legal perspective which will assess sufficiency and relevance while writing the cause of death from a medical perspective will receive grounded theory treatment for pathophysiological theory.
Result: The different purposes for writing the causes of death were based on two different standards, according to the results of the analysis: in the view of medical, the writing of the cause of death was based on the form referring to the ICD-10, while legally, the writing of the cause of death was based on writing that includes the cause and effect of the death process according to the related discipline. To discover the direct cause of death, the cause of death was written using the notion of a logical sequence that was applied to pathophysiological theory. The sequence used was also uniform, where between sequences, one another has a clear causal relationship. According to the proof theory, all of the points in the certificate of cause of death were significant, but for each of them to be a cause, they must fulfill sufficient elements based on their relative weights. The strategy for writing the cause of death that meets legal and medical objectives was to achieve adequate aspects, such as elements of time and exact logical order, so that the current death certificates may meet legal and medical adequacy as a whole.
Conclusion: From a medical standpoint, the goal of writing the cause of death is based on ICD-10 standards, however from a legal one, it is legal certainty that a legal subject dies, and demonstrating the reason for death is connected to his legal rights. The medical line of thought employs the concept of logical sequence, whereas the legal line of thought examines the relevant theory of evidence. However, to become a cause, each requires an element of sufficiency based on their respective weights, and the strategy for achieving legal and medical objectives in writing the cause of death is to satisfy the element of sufficiency, namely the element of time and accurate logical sequence.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hadaiq Rolis Sanabila
"Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang menggunakan Nearest Feature Line (NFL) sebagai metode klasifikasi penentuan sudut pandang sebuah obyek. Pada penelitian sebelumnya telah ditunjukkan bahwa dengan mengurangi banyaknya garis yang tidak perlu dalam menghubungkan titik-titik ciri dalam ruang eigen mampu meningkatkan tingkat pengenalan sistem. Hal ini disebabkan karena semakin banyak garis ciri yang terbentuk akan menyebabkan semakin besarnya kemungkinan terjadinya kesalahan penentuan sudut pandang.
Pada penelitian sebelumnya juga telah dikembangkan klasifikasi sudut pandang dengan menggunakan metode pendekatan sudut presisi. Pendekatan ini mampu meningkatkan tingkat pengenalan sistem bila dibandingkan dengan metode pendekatan sudut pewakil yang telah dikembangkan pada penelitian sebelumnya karena mampu menentukan sudut dari titik uji yang jatuh di perpanjangan garis ciri Sistem penentu sudut pandang ini terdiri dari 2 subsistem yaitu pembentukan ruang ciri dan klasifikasi sudut pandang.
Dalam pembentukan ruang ciri, penulis melakukan perbandingan antara pembentukan ruang ciri berdasarkan kelas wajah data pelatihan dan pembentukan ruang ciri berdasarkan kelas wajah data pelatihan dan kelompok sudut horizontal/vertikal yang sama. Sedangkan dalam klasifikasi sudut pandang penulis melakukan perbandingan antara penggunaan interpolasi linier dengan interpolasi spline sebagai fungsi untuk membentuk garis ciri dengan menghubungkan titik-titik ciri yang ada dalam ruang ciri.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan Bezier spline dan Cardinal spline sebagai interpolasi spline Berdasarkan eksperimen dalam penelitian ini, pembentukan ruang ciri berdasarkan kelas wajah data pelatihan atau pembentukan ruang ciri berdasarkan kelas wajah data pelatihan dan kelompok sudut horizontal/vertikal yang sama tidak mempengaruhi tingkat pengenalan sistem secara signifikan. Hal ini disebabkan karena perbedaan proporsi kumulatif yang digunakan pada proses pembentukan setiap ruang ciri. Namun penggunaan jenis interpolasi sebagai fungsi pembentuk garis ciri mempengaruhi tingkat pengenalan sistem. Dengan menggunakan interpolasi spline pengenalan sistem penentu sudut pandang dapat meningkat bila dibandingkan dengan menggunakan interpolasi linier. "
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vaniadika Istamitra
"Penelitian ini membahas tentang deiksis dalam bahasa Korea. Deiksis merupakan kata rujukan yang sifatnya dinamis atau tidak tetap. Deiksis berfungsi sebagai penjelas konteks suatu tuturan atau kalimat. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan deiksis dalam bahasa Korea secara umum dan penggunaannya dalam setiap jenisnya. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan yang mengambil sumber dari beberapa penelitian terdahulu. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana penggunaan deiksis dalam bahasa Korea. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat lima jenis deiksis paling umum dalam bahasa Korea, yaitu deiksis persona, deiksis ruang, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Dari kelima jenis ini, dapat dikemukakan bahwa terdapat dua jenis deiksis yang dapat terbagi menjadi beberapa bagian. Deiksis yang dimaksud merupakan deiksis persona yang memiliki pembagian orang pertama, kedua, dan ketiga, dan deiksis waktu memiliki pembagian deiksis kalendrikal dan deiksis non-kalendrikal.

This study discusses deixis in Korean. Deixis is a reference word that is dynamic or not fixed. Deixis functions as an explanation of the context of an utterance or sentence. This study aims to explain deixis in Korean in general and its use in each type. This research is a library research that takes sources from several previous studies. The research question is how to use deixis in Korean. The results of this study indicate that there are five most common types of deixis in Korean: persona deixis, spatial deixis, time deixis, discourse deixis, and social deixis. From these five types, it can be stated that there are two types of deixis which can be divided into several parts. The deixis in question is persona deixis which has first, second, and third-person divisions, and time deixis has calendar deixis and non-calendrical deixis divisions."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>