Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Badai Widyastuti Prasthari
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Supriyadi
Abstrak :
ABSTRAK
Kepolisian Negara Republik Indonesia telah mencapai usia ke-58, dimana pada usia ini adalah usia yang bisa dikatakan dewasa dalam suatu perkembangan sebuah organisasi. Dalam usia yang sudah semakin dewasa ini, Polri semakin berusaha membenahi diri dalam segala bidang, baik dalam segi kuantitas maupun kualitas. Masyarakat yang semakin kritis dan maju, menginginkan aparat Polri-nya untuk menjadi Polri yang mandiri dan profesional. Semenjak Polri berpisah dari ABRI, Polri semakin berusaha untuk meningkatkan profesionalisme anggotanya. Telah banyak cara dan usaha yang dilakukan untuk itu. Walaupun demikian, banyak faktor yang harus diperhatikan pada individu itu sendiri. Selain penguasaan pengetahuan tentang kepolisian dan masyarakat, harus diperhatikan juga masalah kesejahteraan anggota Polri. Masalah ini merupakan masalah yang sangat penting dan fundamental bagi setiap orang di dunia timur seperti Indonesia. Sebagai aparat negara penegak hukum, akan sangat berbahaya bila kesejahteraan mereka tidak diperhatikan atau dalam tingkat rendah karena bukan tidak mungkin mereka akan menggunakan hukum itu sendiri untuk tujuan yang tidak kita kehendaki bersama (Korry, dalam Kunarto, 1995). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kesejahteraan subyektif anggota Polri, terutama yang masih melajang pada masa dewasa muda di Jakarta. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik incidental sampling. Sampel berjumlah 108 orang yang bertugas di wilayah hukum Jakarta dan berpangkat Tamtama, Bintara dan Perwira. Alat ukur yang digunakan berbentuk kuesioner yang peneliti susun berdasarkan dimensi-dimensi yang membentuk kesejahteraan subyektif. Untuk melihat gambaran umum dari tingkat kesejahteraan subyektif anggota Polri ini, dilakukan tehnik perhitungan nilai rata-rata dari seluruh kuesioner. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan anggota Polri yang melajang pada masa dewasa muda di Jakarta berada pada tingkat yang agak tinggi. Banyak sekali faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Diantaranya yaitu kurangnya perilaku asertif dari anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, aktivitas yang cenderung monoton, neflected appraisal dari lingkungan sekitar atau masyarakat yang sudah melabel Polri bahwa Polri bukan untuk masyarakat, kurangnya dukungan sosial untuk Polri guna merubah dirinya serta kurangnya sumber daya yang ada dalam tubuh Polri dan anggotanya. Terutama untuk sumber daya materi, harus diberi perhatian lebih karena gaji polisi kita hanya 26 % dari gaji pegawai keuangan negara, padahal standar PBB, gaji anggota polisi harus di atas gaji pegawai bank atau keuangan negara untuk menciptakan polisi yang professional (Tabah, 2002). Dengan meningkatkan kesejahteraan subyektif anggota Polri, merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang harus dilakukan oleh Polri untuk dapat mencapai Polri yang mandiri, Polri professional yang diidam-idamkan masyarakat Indonesia selama ini.
2003
S3221
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sean
Abstrak :
Kebahagiaan seharusnya menjadi tujuan akhir dari seluruh aktivitas manusia, termasuk didalamnya aktivitas ekonomi. Namun, dalam banyak kasus, seringkali pertumbuhan tingkat pendapatan tidak serta-merta disertai dengan peningkatan kebahagiaan, sebagaimana termaktub dalam Paradoks Easterlin. Studi ini dilakukan untuk menganalisis hubungan antara tingkat pendapatan dan kebahagiaan pada ranah analisis perilaku behavioral. Sesuai dengan tujuan tersebut, studi ini menggunakan metode eksperimental sebagai metode pengumpulan data, lalu menggunakan uji-t dan regresi ordered logit sebagai metode analisis data. Hasil studi ini menemukan bahwa tingkat pendapatan absolut merupakan determinan penting dari tingkat kepuasan seseorang akan pendapatannya. Hasil regresi pada studi ini juga mengonfirmasi adanya peranan pendapatan di masa lalu, serta ekspektasi pendapatan di masa sekarang dalam menentukan tingkat kepuasan seseorang akan pendapatannya. Adanya informasi mengenai pendapatan orang lain, baik pendapatan rata-rata maupun pendapatan maksimum, menurunkan kepuasan subyek akan tingkat pendapatannya sendiri. Sementara itu, beberapa karakteristik sosio-ekonomi individu ditemukan signifikan mempengaruhi kepuasan seseorang akan pendapatannya, diantaranya asal fakultas, jenis kelamin, etnis, agama, asal daerah Jabodetabek, latar belakang keluarga, kepedulian seorang individu terhadap pendapat orang lain akan dirinya dan terhadap posisi tingkat pendapatannya, serta jurusan. ......Happiness is what ought to be the purpose of all human activities, including economic activities. However, in many cases, growth in income is not accompanied by growth in happiness levels, as pointed out by Easterlin Paradox. This study was conducted to further analyze existing links between income and happiness in the domain of behavioral analysis. In accordance with that purpose, this study uses experimental method as a method in collecting data. Furthermore, this study uses t test and ordered logit regression as data analysis method. The result of this study finds that absolute income is an important determinant of one rsquo s income satisfaction. Regression results also confirm the role of past income and expectation of current income in determining one rsquo s satisfaction of his her income. Any information on others rsquo income, either their average income or maximum income, is known to decrease ones satisfaction of his her income. In addition, some socio economic characteristics are found to significantly affect ones satisfaction. Those socio economic characteristics include faculty, gender, ethnic, religion, Jabodetabek origins, family economic backgrounds, ones concern for others opinion towards him her and for his relative income standing, and ones major.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amarina Ashar Ariyanto
Abstrak :
ABSTRAK
Fishbein dan Ajzen menyatakan, intensi merupakan determinan langsung dari tingkah laku seseorang. Intensi yang dimiliki seseorang dapat diprediksi melalui 2 hal utama, yaitu sikap yang ia tampilkan dan Norma subyektif yang ia miliki, sedangkan dasar dari sikap dan norma subyektif adalah belief yang ia miliki. Setiap manusia memiliki hanya sedikit belief yang salient (mendasar), dan belief inilah yang menurut Fishbein dan Ajzen harus digali, karena dapat merefleksikan berbagai hal yang 'mendasar' sehubungan dengan tingkah laku yang ingin disoroti.

Penelitian ini dilakukan terhadap siswa dari 3 SLTA dan 3 STM yang tercatat sering berkelahi, dan seluruh responden dikelompokkan ke dalam 4 kelompok penelitian berdasarkan tingkat agresifitasnya, yaitu kelompok Tidak Agresif, Agresif 1 ( Agresif sedang), Agresif 2 (sangat agresif) dan Agresif 3 (ditahan).

Hasil penelitian yang diperoleh adalah intensi untuk terlibat dalam perkelahian pada kelompok Agresif (total) lebih ditentukan oleh Norma subyektif dan PBC daripada sikap yang mereka miliki. Ini berarti, siswa dari kelompok ini sangat memperhatikan pendapat dan tuntutan dari orang yang mereka anggap penting (significant others). Sebaliknya, pada kelompok tidak agresif peranan sikap jauh lebih besar daripada Norma subyektif dan PBC. Siswa dari kelompok ini tampaknya memiliki nilai pribadi yang cukup kuat, dan tidak mudah dipengaruhi orang lain. Bila ditinjau berdasarkan ke 4 kelompok penelitian, pada kelompok Tidak Agresif, Agresif sekali dan Ditahan, peranan sikap dan PBC lebih besar dari pada Norma subyektif. Sedangkan pada kelompok Agresif sedang, Norma subyektif lah yang lebih besar peranannya dibandingkan sikap dan PBC.

Kelompok penelitian memliliki belief yang tidak berbeda tentang terlibat dalam perkelahian dengan belief yang dimiliki masyarakat pada umumnya. Belief yang dinilai positif oleh mereka adalah menambah pengalaman,solider, menguji diri, memperluas pergaulan dan membela nama sekolah. Belief yang mereka nilai negatif adalah membalas dendam, tidak bertanggung jawab, dan ditangkap polisi. Kondisi yang mereka percayai dapat menghambat keterlibatan siswa pada perkelahian adalah kehadiran polisi, masa ujian dan ulangan serta adanya hukuman dari sekolah.

Intensi ke 4 kelompok penelitian untuk terlibat dalam perkelahian adalah kecil. Terdapat perbedaan yang signifikan dalam intensi untuk terlibat antara kelompok Tidak agresif dengan Kelompok Ditahan. Intensi kelompok tidak agresif memang kecil, tetapi intensi kelompok ditahan jauh lebih kecil lagi dan perbedaan ini signifikan. Tampaknya pengalaman didalam tahanan merupakan sesuatu yang cukup 'traumatis', sehingga menimbulkan reaksi tingkah laku yang cukup 'kuat'.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Tabita Majiah
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran keluhan subyektif akibat pajanan tekanan panas pada pekerja kebersihan PT X mitra kerja PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkit Suralaya (PT IP Suralaya) tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 22 orang. Data primer dikumpulkan dengan melakukan pengukuran iklim kerja, pengukuran berat badan dan tinggi badan serta penyebaran kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa enam keluhan dirasakan oleh >50% responden yaitu banyak mengeluarkan keringat (100%), merasa cepat haus (90,9%), kulit terasa panas (86,4%), lemas (63,6%), merasa cepat lelah (59,1%) dan merasa tidak nyaman dalam bekerja (59,1%) serta sebanyak 13 (59,1%) responden mengalami kejadian tekanan panas. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya pengendalian bagi PT IP Suralaya yaitu memperbaiki exhaust di Mezanine unit 5 dan 7, meningkatkan pengawasan secara berkala, melakukan komunikasi dan promosi bahaya tekanan panas serta melakukan pengukuran iklim kerja secara rutin. Sedangkan bagi PT X yaitu memastikan air minum selalu tersedia, menyediakan air minum bersuhu antara 10°C-15°C dan rotasi pekerja yang berusia ≥40 tahun serta saran bagi pekerja PT X yaitu mengganti konsumsi kopi sesaat sebelum memulai bekerja dengan konsumsi 2 gelas air mineral dan 1 gelas air mineral setiap 15-20 menit sekali ketika bekerja di tempat panas. ...... The objective of the study is to describe the overview of subjective complaints due to heat stress exposure felt by cleaning service of PT X partner of PT Indonesia Power Suralaya Generating Business Unit (PT IP Suralaya) in 2014. This study used a cross-sectional method which samples are 22 people. Primary data were collected by measuring work climate, measurement of sample's weight and height, as well as questionnaires. The study showed that six complaints that felt by >50% are sweating (100%), feeling thirsty gradually (90.9%), skin feels hot (86.4%), feeling tired (59.1%), and feel uncomfortable while working (59.1%) and 13 respondents (59.1 %) experience heat stress. Therefore, some controls that can be undertaken by PT IP Suralaya are fix the exhaust in Mezanine unit 5 and 7, increased periodic inspections, hazard communication programs and measurements of work climate. Other controls that can be undertaken by PT X are ensure the availability of drink water, provide drink water which temperature between 10°C-15°C, and rotating worker. Besides, the workers should avoid the consumption of coffee immediately before start working, as well as drink 2 glasses and a glass of mineral water every 15-20 minutes while working in hot areas.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55485
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudariyanto
Abstrak :
Peter L. Berger bukanlah seorang fenomenolog. la adalah seorang ahli sosiologi, yang menggunakan fenomenologi hanya sebagai alat untuk mengembangkan dasar-dasar teorinya agar dapat menangani data empiris yang dihadapi sosiologi secara lebih menyeluruh dan memuaskan. Penyelidikannya bertolak dari dunia yang dialami, yang nampak begitu saja kepada kita (tanpa menuntut pembuktian lebih lanjut) sebagai dunia intersubyektif yang memanggil kita untuk bersikap dan bertindak. Dengan demikian dunia kehidupan sehari-hari muncul kepada kita sebagai dunia yang penuh makna, yang memberikan arah penglihatan tertentu untuk mengalaminya. Masyarakat dipahami sebagai suatu gejala dialektis, merupakan hasil kegiatan manusia yang kemudian bertindak balik membentuk penciptanya. Manusia menghasilkan masyarakat dan masyarakat menghasilkan manusia. Kedua pernyataan ini tidak saling bertentangan asalkan dipahami sebagai satu kesatuan dalam gerak dialektis masyarakat yang terdiri atas tiga momen : eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Eksternalisasi adalah pencurahan kegiatan yang terus-menerus dari manusia terhadap dunianya, baik yang berupa kegiatan fisik maupun mental. Obyektivasi adalah momen dimana hasil kegiatan manusia menyatakan dirinya sebagai realitas obyektif yang harus dihatapi oleh penciptanya sebagai sesuatu yang berada di luar dan bersifat memaksa. Internalisasi adalah penyerapan kembali realitas yang sama oleh manusia dalam kesadaran subyektif. Melalui bahasa pengalaman manusia, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, diobyektivasi, diingat dan dikumpulkan. Dari akumulasi seperti ini terbentuklah kumpulan pengetahuan yang disimpan secara sosial dan kemudian diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya serta dapat di-pelajari oleh setiap anggota masyarakat. Sebagian terbesar dari kumpulan pengetahuan yang disimpan secara sosial itu terdiri atas pengetahuan yang memberi petunjuk praktis bagaimana persoalan-persoalan rutin harus ditangani. Pembagian pekerjaan dalam masyarakat diikuti oleh perkembangan bermacam-macam pengetahuan khusus yang masing-masing bertalian dengan bidang-bidang pekerjaan tertentu. Melalui proses sosialisasi berbagai macam pengetahuan khusus ini diwariskan kepada generasi berikutnya dan dengan demikian diinternalisasi menjadi realitas subyektif pada diri orang-orang. Realitas ini mempunyai kekuatan untuk membentuk orang-orang, dalam arti dapat menghasilkan tipe-tipe manusia yang khusus : tukang obat, insinyur, anggota parlemen dan sebagainya. Berada dalam nasyarakat sama artinya dengan mengambil bagian dalam proses dialektisnya. Setiap anggota masyarakat secara simultan akan mengeksternalisasikan keberadaannya dalam dunia sosial dan sekaligus menginternalisasikan dunia sosial itu dalam kesadarannya. Kepribadian terbentuk dari hubungan dialektis ini dan oleh karenanya selalu bercorak sosial. Hubungan-hubungan tertentu dalam suatu struktur sosial akan membentuk identitas-identitas dan kemudian identitas-identitas itu menjalankan pengaruh balik untuk meme1ihara dan mengubah masyarakat.
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S16091
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Sigit Eko Widyananto
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rike Permata Sari
Abstrak :
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai orang yang merokok di sekitar kita,baik di kantor, di pasar, ditempat-tempat umum lainnya atau bahkan dikalangan rumah tangga kita sendiri. Kebiasaan merokok di Indonesia dan diberbagai negara berkembang lainnya memang cukup luas, dan cenderung benambah dari waktu ke waktu. Padahal dibandingkan dengan penyakit mematikan seperti AIDS, asap rokok mengakibatkan kematian dengan korban jauh lebih tinggi. Merokok memang berbahaya bagi kesehatan, karena tembakau yang ada dalam rokok menambah resiko untuk banyak penyakit, seperti kanker paru-paru,dan jantung. Menurut Aditama (1997) setidaknya ada dua faktor yang membuat orang tidak mudah berhenti merokok. Pertama adalah akibat ketergantungan atau adiksi pada nikotin yang ada dalam asap rokok, dan kedua karena faktor psikologis yang dirasakan adanya kehilangan sesuatu kegiatan tertentu kalau berhenti merokok. Dengan makin meluasnya informasi tentang pengaruh buruk merokok bagi kesehatan, maka tidak sedikit orang yang berusaha berhenti merokok. Laporan dari WHO 1997, menyebutkan bahwa dalam dua dekade terakhir ini menunjukkan tingginya keinginan untuk berhenti merokok di berbagai negara. Sedangkan departemen Kesehatan dan persatuan kanker Amerika Serikat, dalam penelitiannya menunjukkan bahwa banyak diantara orang-orang muda yang berkemauan keras untuk berhenti merokok. Tetapi sangat disayangkan karena dengan usaha sendiri tidak berhasil.Karena tidak mudah bagi seorang perokok untuk berhenti merokok. Ada sejumlah perokok sudah berhenti merokok selama beberapa waktu, tetapi sebagian kemudian kambuh lagi dengan kebiasaan merokok dan mulai merokok kembali. Ada beberapa pendekatan yang dapat dipakai untuk rnembantu usaha agar dapat berhenti merokok, tetapi, yang terpenting adalah faktor kemauan yang kuat dari si perokok untuk berhenti merokok. Dalam ilmu psikologi, kemauan yang kuat untuk melakukan suatu tingkah laku dapat dilihat dari intensinya untuk melakukan suatu tingkah laku. Intensi untuk melakukan suatu tingkah laku meurut Ajzen (1988) dalam theory of planned behavior dapat digunakan untuk meramalkan seberapa kuat keinginan inqliyidu untuk menampilkan dan seberapa banyak usaha yang direncanakan atau dilakukan individu untuk menampilkan suatu tingkah laku. Lebih lanjut, teori ini menyatakan bahwa intensi ditentukan oleh tiga hal yaitu sikap terhadap tingkah laku, norma subyektif, dan persepsi individu mengenai kontrol yang ia miliki untuk memunculkan tingkah laku (perceived behavioral control). Berdasarkan teori ini akan diteliti mengenai intensi para perokok untuk berhenti merokok. Dengan teknik purposive sampling, sebanyak 185 orang perokok, dilibatkan sebagai sampel penelitian. Data ke-185 orang perokok tersebut diolah dengan menggunakan komputer sebagai alat bantu untuk mendapatkan deskripsi sampel,mean dan standard deviation serta hasil analisis regresi berganda. Hasil penelitian diperoleh bahwa intensi responden untuk berhenti merokok baik secara keseluruhan maupun dalam kelompok-kelompok data kontrol berada diatas mean teoretis, berarti secara keseluruhan cukup tinggi. Selain itu dengan menggunakan analisis regresi berganda diketahui bahwa terdapat hubungan linear yang signifikan antara sikap,norma subyektitl dan perceived behavioral control terhadap intensi untuk berhenti merokok. Dari ketiga hal tersebut, norma subyektif dan perceived behavioral control yang paling berperan terhadap intensi tersebut. Artinya persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk berhenti merokok dan motivasinya untuk mematuhi tekanan sosial tersebut menentukan niat individu tersebut untuk memunculkan tingkah laku yang dimaksud serta individu mempersepsi dirinya memiliki sumber-sumber dan kesempatan yang diperlukan jika ia hendak berhenti merokok, dan sumber-sumber serta kesempatan tersebut memudahkan intensinya untuk berhenti merokok. Dengan demikian hipotesis penelitian bahwa sikap terhadap tingkah Iaku memiliki sumbangan yang signifikan terhadap tingkah laku ditolak. Hipotesis yang menyatakan bahwa ada sumbangan yang signifikan dari norma subyektif terhadap intensi untuk berhenti merokok diterima. Demikian juga diterima hipotesis yang menyatakan ada sumbangan yang signifikan dari perceived behavioral control terhadap intensi untuk berhenti merokok.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isdar Andre Marwan
Abstrak :

ABSTRAK
Kebahagiaan adalah sesuatu yang didambakan manusia sejak zaman dahulu kala. Banyak cabang ilmu yang mempelajari kebahagiaan, salah satunya adalah psikologi. Para ahli psikologi lalu menggunakan konstruk kesejahteraan subyektif (subjective well-being), karena istilah kebahagiaan memiliki makna yang rancu.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku asertif, pengaruh perbedaan budaya, penghasilan, dukungan sosial, tujuan pribadi, aktivitas, kepribadian, kognisi, dan kejadian-kejadian yang dialami seorang dalam hidup dengan kesejahteraan subyektif (Diener, 1996; Alberti & Emmons, 1995; Zika & Chamberlain, 1987). Pengaruh perbedaan budaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah idiosentrisme, karena obyek penelitian ini adalah individu. Perilaku asertif membuat seseorang mampu mengekspresikan diri sekaligus menghormati hak-hak orang lain. Hal ini meningkatkan kualitas hubungan dengan orang lain, meningkatkan self-esteem, mengurangi kecemasan dan mengurangi tingkat depresi. Idiosentrisme berhubungan dengan kesejahteraan subyektif karena orang yang idiosentris punya kebebasan untuk menetapkan tujuan dan tingkah lakunya sendiri. Idiosentrisme juga berhubungan dengan self-esteem yang berkaitan erat dengan kesejahteraan subyektif.

Penelitian-penelitian mengenai hubungan antara perilaku asertif dan kesejahteraan subyektif masih sangat jarang dilakukan, demikian pula dengan idiosentrisme. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara perilaku asertif dan idiosentrisme dengan kesejahteraan subyektif. Apalagi penelitian-penelitian yang selama ini dilakukan lebih banyak dilakukan dalam budaya yang individualis, masih sangat jarang dilakukan di Indonesia yang memiliki budaya yang kolektif dan kekhasan tersendiri.

Budaya Indonesia terlalu luas untuk dibicarakan, maka peneliti memilih budaya Jawa dan budaya Batak sebagai kelompok budaya yang menjadi obyek penelitian ini. Kedua kelompok budaya ini djpilih karena hasil penelitian Najelaa (1996) menunjukkan budaya Batak dipersepsikan sebagai budaya yang paling asertif sedangkan budaya Jawa sebagai budaya yang paling tidak asertif.

Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perilaku asertif dan idiosentrisme dengan kesejahteraan subyektif pada orang Jawa dan orang Batak. Penelitian ini bertujuan pula untuk melihat sumbangan perilaku asertif dan idiosentrisme terhadap kesejahteraan subyektif orang Jawa dan orang Barak.

Berkaitan denga tujuan di atas, maka penelitian ini melibatkan 277 mahasiswa dari perguruan tinggi dan swasta yang ada di Jabotabek. Kepada mereka diberikan beberapa alat ukur, yang masing-masing mengukur : kepuasan hidup, afek menyenangkan dan afek tidak menyenangkan, perilaku asertif dan idiosentrisme. Hubungan antara perilaku asertif dan idiosentrisme secara bersama-sama terhadap kesejahteraan subyektif orang Jawa dan orang Batak diukur dengan mengontrol variabel-variabel yang mungkin berpengaruh dengan kontrol statistik. Sumbangan masing-masing faktor tersebut terhadap kesejahteraan subyektif diperoleh dengan menggunakan analisis regresi majemuk.

Penelitian ini membuktikan adanya hubungan antara perilaku asertif dan idiosentrisme secara bersama-sama terhadap kesejahteraan subyektif baik pada orang Jawa maupun orang Batak. Perilaku asertif memiliki sumbangan positif yang bermakna tarhadap kesejahteraan subyektif baik pada orang Jawa maupun orang Batak. Variabel idiosentrisme memiliki sumbangan negatif yang bermakna terhadap kesejahteraan subyektif orang Batak, sedangkan pada orang Jawa, sumbangan variabel ini tidak bermakna. Variabel pengeluaran setiap bulan memberikan sumbangan positif yang bermakna terhadap kesejahteraan subyektif orang Batak. Temuan ini sejalan dengan sumbangan negatif yang bermakna dari variabel jumlah saudara terhadap kesejahteraan subyektif orang Batak.

Hasil tambahan dari penelitian ini menunjukkan bahwa orang Batak lebih asertif dibandingkan orang Jawa. Hasil lain adalah budaya Jawa lebih cenderung mengarah ke arah kolektivisme vertikal dibanding budaya Batak. Didapati pula hasil yang menunjukkan bahwa perilaku asertif dihambat oleh budaya yang mengarah pada kolektivisme vertikal dan cenderung muncul dalam budaya yang individualisme horizontal.

Penelitian Ianjutan kiranya dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang lebih baik untuk masing-masing variabel penelitian ini. Topiknya dapat diperluas dengan hal-hal Iain seperti dukungan sosial dan self-esteem, yang diharapkan dapat lebih menjelaskan perbedaan budaya individualis dan budaya kolektif. Sampelnya pun dapat diperluas, bukan hanya usia dewasa muda dan bukan hanya mahasiswa yang tinggal di Jakarta. Dengan demikian dapat diperoleh masukan yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan subyektif masyarakat Indonesia.
1997
S2553
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>