Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Patricia Natasha Natio
Abstrak :
Pencemaran dan kerusakan sungai yang terjadi, baik di Indonesia maupun Selandia Baru telah mencapai titik krisis yang memerlukan kebijakan hukum yang inovatif. Di Selandia Baru, Sungai Whanganui melalui Undang-Undang Te Awa Tupua 2017 ditetapkan sebagai subjek hukum. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode hukum normatif-empiris untuk menganalisis konsep pengakuan Sungai Whanganui sebagai subjek hukum di Selandia Baru dan untuk mengevaluasi penanganan pencemaran air pasca pengakuan subjek hukum pada Sungai Whanganui. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menelaah potensi pengakuan subjek hukum pada sungai di Indonesia, baik dari segi perumusan undang-undang maupun penerapannya sebagai langkah menuju penanganan pencemaran sungai yang lebih efektif di masa depan. Sungai Whanganui diakui dalam UU Te Awa Tupua 2017 sebagai subjek hukum penuh yang menyandang hak dan kewajiban, serta memiliki wali yang terdiri dari satu orang wakil suku asli Māori dan satu orang wakil perwakilan negara bagian. Pengakuan hukum terhadap Sungai Whanganui telah menunjukkan dampak positif dalam penanganan pencemaran air. Dengan adanya pengakuan subjek hukum pada sungai di Indonesia dapat berpotensi memberikan sejumlah manfaat bagi penanganan pencemaran sungai, seperti memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat dan mendorong tanggung jawab lingkungan yang lebih besar. Akan tetapi, pengakuan ini juga menimbulkan sejumlah tantangan dalam teori hukum dan implementasinya, seperti menentukan mekanisme pengakuan subjek hukum, mengatur kewajiban dan hak yang melekat pada sungai, serta memastikan kepatuhan dan penegakan hukum yang efektif. ......The pollution and damage to rivers, both in Indonesia and New Zealand have reached a crisis point that requires innovative legal policies. In New Zealand, the Whanganui River has been legally recognized as a legal subject subject through the Te Awa Tupua Act 2017. This research utilizes a normative-empirical legal method to analyze the concept of recognizing the Whanganui River as a legal subject in New Zealand and to evaluate the post-recognition measures taken to address water pollution in the river. Additionally, this study aims to explore the potential recognition of rivers as legal subjects in Indonesia, focusing on the formulation and implementation of laws as a step towards more effective river pollution management in the future. The Whanganui River is acknowledged under the Te Awa Tupua Act 2017 as a full legal subject with rights and responsibilities, and it is represented by a legal guardian comprising a representative from the indigenous Māori tribe and a representative from the state government. The legal recognition of the Whanganui River has demonstrated positive impacts in addressing water pollution. The recognition of rivers as legal subjects in Indonesia has the potential to provide several benefits for river pollution management, including stronger legal protection and promoting greater environmental responsibility. However, this recognition also presents various challenges in legal theory and its implementation, such as determining mechanisms for legal subject recognition, regulating the rights and obligations inherent to rivers, and ensuring effective legal compliance and law enforcement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivone Melissa Perez
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini meneliti mengenai keberadaan yayasan yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan. Dewasa ini masih banyak yayasan yang telah ada sebelum berakunya Undang-Undang Yayasan tetap melakukan kegiatan tanpa melakukan penyesuaian anggaran dasar dengan Undang-Undang Yayasan, sedangkan Pasal 71 Undang-Undang Yayasan mengamanatkan agar yayasan-yayasan tersebut melakukan penyesuaian anggaran dasar agar dapat menggunakan kata "Yayasan" di depan namanya dengan batas waktu yang telah ditentukan. Permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai akibat hukum bagi Yayasan BBS yang belum melakukan penyesuaian Anggaran Dasar, keabsahan akta sewa menyewa yang dilakukan Yayasan BBS tersebut, serta tanggung jawab Notaris yang membuat akta sewa menyewa bagi yayasan yang belum melakukan penyesuaian Anggaran Dasar bedasarkan Undang-Undang Yayasan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan tipologi penelitian bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Yayasan BBS yang tidak melakukan penyesuaian Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Yayasan dan belum mengajukan pemohonan status sebagai badan hukum bukanlah subjek hukum, sewa menyewa yang dibuat oleh Nyonya DA sebagai subjek hukum dan BBS tetap sah namun perjanjian hanya mengikat Nyonya DA dengan pribadi seluruh anggota organ BBS, notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban perdata, administratif, juga kode etik notaris atas kelalaiannya dalam penerapan prinsip kecermatan juga kewajiban dalam pemberian penyuluhan hukum. Sebaiknya yayasan yang telah kehilangan bentuk sebagai subjek hukum melakukan permohonan kembali sebagai subjek hukum, kemudian meratifikasi perjanjian sewa menyewa tersebut untuk mengalihkan kembali tanggung jawab kepada yayasan. Notaris sebagai pejabat umum baiknya tetap memperkaya pemahaman hukum dan menerapkan asas-asas Notaris yang baik dalam menjalankan jabatannya, termasuk penerapan asas kecermatan.
ABSTRACT
This thesis examines the existence of foundations that existed before the entry into force of the Foundation Law. Today there are still many foundations that have existed before the enactment of the Law. The Foundation conducts its business activities without making adjustments to the articles of association with the Foundation Law, while Article 71 of the Foundation Law mandates that these foundations make adjustments to the articles of association in order to use the word "Foundation" in front of its name with a predetermined deadline. Issues that will be discussed are the legal consequences for the BBS Foundation that have not made adjustments to the Articles of Association, the validity of the lease deed undertaken by the BBS Foundation, as well as the responsibilities of the Notary who makes the lease deed for foundations that have not made adjustments to the Articles of Association based on the Laws of the Foundation . This study uses a normative juridical method, with a descriptive analytical research typology. The results of this study indicate that the BBS Foundation that does not make amendments to the Articles of Association in accordance with the provisions of the Foundation Law and has not submitted an application for status as a legal entity is not a legal subject, the lease made by Mrs. DA as a legal subject and BBS remains valid but the agreement is only bind Mrs. DA with all members of the BBS organ personally, notary public can be held accountable in civil, administrative, and notary's code of ethics for negligence in applying the principle of accuracy as well as the obligation in providing legal counseling. It is recommended that foundations that have lost their legal status reapply as legal subjects, then ratify the lease agreement to transfer responsibility back to the foundation. Notaries as general officials should continue to enrich the understanding of the law and apply good notary principles in carrying out their positions, including the application of the principle of accuracy.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinadita Utari
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai Pembatalan Pendirian Perseroan Terbatas Yang Didasarkan Pemalsuan Subjek Hukum Pemegang Saham. Dalam hal pembuatan dan penandatanganan akta autentik, Notaris seharusnya selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian dan profesional terhadap klien yang membuat akta pendirian perseroan. Hal ini dimungkinkan apabila terdapat itikad tidak baik dari klien yang datang menghadap dan memperlihatkan identitas palsu kepada Notaris. Identitas tersebut adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang sudah tidak berlaku. KTP tersebut tidak berlaku karena klien yang bersangkutan telah menjadi Warga Negara Asing (WNA) dengan memiliki paspor Warga Negara Singapura. Namun klien yang bersangkutan tidak memberitahukan kepada Notaris bahwa ia sudah menjadi WNA. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai Pembatalan Pendirian Perseroan Terbatas Yang Didasarkan Pemalsuan Subjek Hukum Pemegang Saham serta tanggung jawab Notaris terhadap pembatalan akta pendirian tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, dengan tipologi penelitian deskriptif  analitis. Hasil penelitian menunjukkan akta pendirian Perseroan Terbatas mengandung unsur pemalsuan Subjek hukum pemegang saham sehingga akta pendirian perseroan tersebut menjadi cacat hukum. Akta Pendirian yang yang cacat hukum akan menjadi akta dibawah tangan karena telah terjadi degradasi kekuatan pembuktian akta autentik. Akibatnya akta tersebut batal demi hukum karena tidak memenuhi unsur Pasal 7 ayat (1) UUPT. Sehingga semua perbuatan hukum serta hak dan kewajiban yang diperoleh berdasarkan akta pendirian perseroantersebut dinyatakan batal/tidak sah dan keadaan para pihak dalam akta pendirian perseroan dipulihkan dalam keadaan sebelum akta dibuat. Notaris telah menjalankan kewajibannya sesuai Pasal 16 ayat (1) dan ayat (7) UUJN. Notaris dapat bertanggung jawab secara perdata dan administratif atas batalnya akta pendirian perseroan jika ternyata lalai menjalankan jabatannya. ......This thesis discusses the Cancellation of the Establishment of a Limited Liability Company Based on Falsification of the Legal Subject of Shareholders. In terms of making and signing authentic deeds, notaries should always prioritize the principles of prudence and professionalism towards clients who make the companys deed of incorporation. This is possible if there is bad faith from the client who comes to the notary and shows a false identity. This identity is a valid Identity Card (KTP). The KTP is not valid because the client in question has become a foreign citizen (WNA) by holding a Singapore citizen passport. However, the client in question did not inform the notary that he had become a foreigner. The issues raised in this study are regarding the Cancellation of the Establishment of a Limited Liability Company based on Falsification of the Legal Subject of Shareholders and the responsibility of the Notary for the cancellation of the deed of establishment. To answer these problems, this study uses a normative juridical research, with a descriptive analytical typology. The results showed that the Deed of Establishment of a Limited Liability Company contained elements of forgery. The legal subject of shareholders so that the deed of incorporation of the company became legally flawed. A deed of establishment that is legally flawed will become a deed under hand because there has been a degradation of the evidentiary power of the authentic deed. As a result, the deed is null and void because it does not comply with the elements of Article 7 paragraph (1) of the Company Law. So that all legal actions as well as rights and obligations obtained based on the deed of establishment of the company are declared null and void and the condition of the parties in the deed of establishment of the company is restored in the state before the deed was drawn up. The notary has carried out his obligations in accordance with Article 16 paragraph (1) and paragraph (7) UUJN. Notary public can be responsible civil and administratively for the cancellation of the companys deed of establishment if it turns out that he has neglected to carry out his position.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfryda Prahandini
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai Putusan Mahkamah Agung Nomor 3090 K/Pdt/2016, terdapat suatu gugatan terhadap Notaris/PPAT yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam hal pembuatan Akta Pemindahan Hak dan Kuasa serta Akta Jual Beli tanpa sepengetahuan dari pemilik sah atas tanah tersebut, dalam proses pembuatan akta-akta tersebut Notaris/PPAT mencatut tanpa izin dan tanpa sepengetahuan Nyonya RA. ST (Penggugat) berupa data-data, identitas, dan pemalsuan tanda tangan. Nyonya RA. ST juga tidak mengetahui, tidak pernah menghadap, tidak pernah menandatangani dan tidak pernah memberikan persetujuan atas pembuatan akta-akta tersebut. Adapun permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat hukum terhadap Akta Pemindahan Hak dan Kuasa serta Akta Jual Beli yang cacat hukum serta akibat hukum dan tanggung jawab Notaris/PPAT terhadap subjek hukum yang tidak berwenang. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan tipologi penelitian dreskriptif analitis, yang menggunakan data sekunder serta alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Hasil analisa adalah Akta-akta yang dibuat oleh Nyonya IBS selaku Notaris/PPAT tidak sah/cacat hukum dan batal demi hukum, karena tidak terpenuhinya syarat subjektif “sepakat” dan “cakap”, syarat objektif yaitu “sebab yang halal”, serta tidak memenuhi syarat materil dari suatu jual beli “penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan”. Tanggung Jawab Notaris/PPAT karena Nyonya IBS selaku Notaris/PPAT telah melanggar sumpah jabatannya selaku Notaris (Pasal 4 ayat (2) UUJN) dan PPAT (Pasal 10 PP 24 Tahun 2016), Notaris/PPAT IBS dikenakan sanksi yaitu secara administratif, perdata, dan pidana. Saran yang dapat diberikan adalah kepada Penggugat, Notaris, dan Majelis Pengawas Notaris. ......This study discusses the Supreme Court Decision Number 3090 K/Pdt/2016, there is a lawsuit against a Notary/PPAT who commits an unlawful act in terms of making a Deed of Transfer of Rights and Powers and a Deed of Sale and Purchase without the knowledge of the legal owner of the land, in the process the making of the deed Notary/PPAT profiteering without permission and without the knowledge of Mrs. RA. ST (Plaintiff) in the form of data, identity, and forgery of signatures. Mrs RA. ST also did not know, never appeared, never signed and never gave approval for the making of the deeds. The problems that will be raised in this study are regarding the legal consequences of the Deed of Transfer of Rights and Powers and the Deed of Sale and Purchase which are legally flawed and the legal consequences and responsibilities of the Notary/PPAT against legal subjects who are not authorized. To answer these problems, a normative juridical research method is used, using a descriptive analytical research typology, which uses secondary data and the data collection tool used is library research. The results of the analysis are that the deeds made by Mrs. IBS as a Notary/PPAT are invalid/legally defective and null and void, because the subjective conditions of "agree" and "capable", the objective requirements are "lawful causes", and do not meet the material conditions of a sale and purchase "the seller has the right to sell the land in question". Responsibilities of a Notary/PPAT because Mrs IBS as a Notary/PPAT has violated her oath of office as a Notary (Article 4 paragraph (2) UUJN) and PPAT (Article 10 PP 24 of 2016), Notary/PPAT IBS is subject to sanctions, namely administratively, civilly, and criminally . Suggestions that can be given are to the Plaintiff, Notary Public, and the Notary Supervisory Board.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Yuliane
Abstrak :
Masih banyak yang menganggap bahwa hokum yang baik adalah hukum yang netral dan objektif. Begitulah kemudian cara pandang seperti ini dicairkan legitimasinya dalam hokum melalui prinsip netralitas dan objektivitas. Melalui kedua prinsip tersebut hukum dipercaya mampu mendistribusikan keadilan bagi semua orang. Namun, bagi para feminis kedua prinsip tersebut justru berperan dalam melegitimasi ketidaksetaraan gender. Skripsi ini adalah sebuah telaah filosofis mengenai diskursus persoalan di dalam ranah hukum dari sudut pandang hukum berperspektif perempuan. Melalui kerangka berpikir feminist legal theory yang diajukan oleh Catharine Alice MacKinnon, tulisan ini melancarkan pertanyaan-pertanyaan kritikal berdasarkan pengalaman perempuan, untuk mempertanyakan tentang beberapa pokok pikiran dalam aliran positivism hukum dalam kaitannya dengan bagaimana perempuan ditempatkan. ...... This study aimed to determine whether Many people assume that a good law is a law that is neutral and objective. The current perspective is legitimized in the law through the principle of neutrality and objectivity. Through these two principles, the law believed can distribute justice for everyone. However, for feminist, these two principles actually play a role in legitimizing gender inequality. This thesis is philosophical discourse about the problem of law from a female perspective. Through the feminist legal theory by Catharine Alice MacKinnon, this paper asks the critical questions based on women rsquo s experience, for questioning about some of the key points in the legal positivism in relation to how women are placed.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia , 2017
S70473
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library